Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA

OLEH:

KEL. 1
AMA LODO (1903040100)
ANSELMA S. KEWA KIA (1903040115)
ASTO U. B. NDAPA (1903040117)
BONEFASIUS U. GALI MARA (1903040102)
MARIA A. N. PEREIRA (1903040134)
SALOMO Z. TUNGGA (1903040133)
PUNEF M. MUSUS (1903040141)

JURUSAN ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA 2019/2020
DAFTAR ISI

Daftar Isi i
Kata Pengantar ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………………………………………..1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………………2
1.3 Tujuan Masalah…………………………………………………………………………………………………………………….2

BAB 2 PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………………………………..3

2.1 Konsep Pendidikan Pancasila………………………………………………………………………………………………….3

2.2 Sumber-sumber Historis Pancasila………………………………………………………………………………………….5

2.3 Argumen Pancasila sebagai Ideologi Negara……………………………………………………………………………6

2.4 Esensi serta Urgensi Pancasila…………………………………………………………………………………………………8

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………………………………………………………………………………..11

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………………..11

3.2 Saran……………………………………………………………………………………………………………………………………….11

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami ini.
Di dalam makalah ini, akan dibahas mengenai pengantar Pendidikan Pancasila. Penulis
akan membahas konsep Pendidikan Pancasila, sumber-sumber historis, argumen mengenai
Pancasila, serta esensi dan urgensi Pancasila.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat bermanfaat. Terima Kasih.

Hormat kami,

Kelompok 1.

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdirinya suatu bangsa atau suatu negara haruslah didasari pada suatu pandangan
hidup atau suatu filsafat hidup. Pandangan hidup tersebut akan menjadi suatu ideologi
yang mendasari segala aturan-aturan kehidupan bernegara. Interaksi masyarakat dengan
sesamanya serta dengan pemerintah juga didasari pada ideologi negara. Selain itu,
kehidupan bermasyarakat, seperti kehidupan sosial, ekonomi serta hukum juga didasari
pada ideologi negara. Oleh karena itu, setiap negara tidak dapat berdiri tanpa ideologi.
Ideologi menentukan ke mana negara tersebut akan pergi.
Indonesia sendiri juga memiliki ideologi atau dasar negara, yaitu Pancasila.
Ideologi Pancasila ini berbeda dengan ideologi negara-negara lain, karena tidak hanya
bertindak sebagai dasar negara. Pancasila juga berperan sebagai alat pemersatu bangsa
Indonesia yang majemuk. Pancasila lahir pada tanggal 1 Juni 1945, dan ditetapkan
secara resmi sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD
1945.
Walaupun nilai-nilai dalam Pancasila telah disepakati pada awal kemerdekaan
Indonesia, nilai-nilai tersebut hingga kini bisa dikatakan belum diimplementasikan
seluruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contohnya seperti masih
ditemukan perilaku pejabat politik yang tidak sesuai dengan nilai demokrasi, belum
meratanya pembangunan yang tidak sesuai dengan nilai keadilan sosial, serta adanya
intoleransi yang menciderai Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. Selain masalah-
masalah tersebut, ada juga isu munculnya kelompok radikal yang ingin mengganti
ideologi Pancasila. Oleh karena itu, diperlukannya suatu Pendidikan Pancasila untuk
mengedukasi masyarakat mengenai Pancasila dan seberapa pentingnya Pancasila bagi
kesatuan dan persatuan Indonesia. Pendidikan Pancasila juga dapat menjadi alat untuk
mengembalikan nilai-nilai yang hilang itu, agar nilai-nilai tersebut dapat
diimplementasikan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

1
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa konsep dari Pendidikan Pancasila?
b) Apa saja sumber-sumber historis Pancasila?
c) Bagaimana argumentasi mengenai Pancasila sebagai ideologi negara?
d) Apa saja esensi serta urgensi dari Pancasila?
1.3 Tujuan Penulisan.
a) Menjelaskan konsep dari Pendidikan Pancasila.
b) Menjelaskan sejarah Pancasila dari berbagai sumber-sumber histori.
c) Menjelaskan argumentasi Pancasila sebagai ideologi negara.
d) Menjelaskan esensi serta urgensi Pancasila.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Pendidikan Pancasila


Pendidikan Pancasila merupakan bidang ilmu yang bersifat multidimensional.
Artinya Pendidikan Pancasila dapat disikapi dari berbagai dimensi, seperti sebagai
pendidikan nilai dan moral, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan kebangsaan,
pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan hukum dan hak asasi
manusia, serta pendidikan demokrasi.
Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi lahir dari ketentuan dalam pasal 35 ayat
5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa Kurikulum
Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan
Bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa negara berkehendak agar Pendidikan
Pancasila dilaksanakan dan wajib dimuat dalam Kurikulum Perguruan Tinggi sebagai
mata kuliah
yang berdiri sendiri. Dengan demikian, mata kuliah Pancasila ini dapat lebih fokus dalam
membina pemahaman dan penghayatan mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia.
Arah pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila tidak boleh
keluar dari landasan ideologi Pancasila, landasan konstitusional Undang-UndangDasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan landasan operasional Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selain itu, tidak boleh juga
keluar dari koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan filosofi Bhinneka
Tunggal Ika. Pendidikan Pancasila merupakan mata pelajaran yang mempunyai misi
sebagai pendidikan nilai dan moral Pancasila, penyadaran akan norma dan konstitusi
UUD Negara Republik IndonesiaI Tahun 1945, pengembangan komitmen terhadap
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan penghayatan terhadap filosofi
Bhinneka Tunggal Ika. Pendidikan Pancasila dimaksudkan sebagai upaya membentuk
peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

3
Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Oleh karena itu, secara umum pembelajaran Pendidikan Pancasila adalah upaya
mengembangkan kualitas warga negara secara utuh dalam berbagai aspek sebagai
berikut.
1. Kemelekwacanaan sebagai warga negara (civic literacy), yakni pemahaman
peserta didik sebagai warga negara tentang hak dan kewajiban warga negara
dalam kehidupan demokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan
perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu.

2. Komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement), yakni


kemauan dan kemampuan peserta didik sebagai warga negara untuk melibatkan
diri dalam komunikasi sosial-kultural sesuai dengan hak dan kewajibannya.

3. Kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara (civic skill and participation),


yakni kemauan, kemampuan, dan keterampilan peserta didik sebagai warga
negara dalam mengambil prakarsa dan/atau turut serta dalam pemecahan masalah
sosial-kultur kewarganegaraan di lingkungannya.

4. Penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), yakni kemampuan peserta didik


sebagai warga negara untuk berpikir secara kritis dan bertanggungjawab tentang
ide, instrumentasi, dan praksis demokrasi konstitusional Indonesia.

5. Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and


civic responsibility), yakni kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga
negara untuk berpartisipasi aktif dan penuh tanggung jawab dalam berkehidupan
demokrasi konstitusional.
Tujuan akhir dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah terwujudnya
warga negara yang cerdas dan baik, yakni warga negara yang bercirikan tumbuh-
kembangnya kepekaan, ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas sosial dalam konteks
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara tertib, damai, dan kreatif,
sebagai cerminan dan perwujudan nilai, norma dan moral Pancasila. Para peserta didik
dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan berperilaku kreatif sebagai anggota

4
keluarga, warga sekolah, anggota masyarakat, warga negara, dan umat manusia di
lingkungannya secara cerdas dan baik.

2.2 Sumber-sumber Historis Pancasila


Perkataan pancasila ditemukan di kepustakaan Budha di India yang bersumber
pada kitab suci Tri Pitaka (Suttha Pitaka, Abhidama Pitka, Vinaya Pitaka). Dalam ajaran
Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi
yaitu Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Khusus pada ajaran Pancasyiila, menurut Budha terdapat lima larangan yaitu :
a. Menghindari membunuh (panditipata-virati)
b. Menghindari mencuri (adinnadana-virati)
c. Menghindari berbuat asusila (kamesu-micchacara virati)
d. Menghindari berkata bohong (musavada-virati)
e. Menghindari minum yang memabukkan (surapana-virati)
Dengan masuknya kebudayaan India ke Indonesia melalui penyebaran agama
Hindu dan Budha, maka ajaran “Pancasila” Budhismepun masuk ke dalam kepustakaan
Jawa terutama pada zaman Majapahit di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan
Mahapatih Gajah Mada. Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam mulai tersebar ke
seluruh Indonesia maka sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal
dalam masyarakat Jawa yang disebut dengan lima larangan/pantangan yaitu Mo Limo,
Mateni (membunuh), Maling (mencuri), Madon (berzina), Mabok (minuman keras atau
candu), dan Main (berjudi).
Pada tanggal 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.)
Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya, dr. Radjiman antara lain
mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, “Apa dasar Negara Indonesia
yang akan kita bentuk ini?”. Kemudian, beberapa tokoh seperti Mohammad Yamin,
Soepomo dan Soekarno menyampaikan pendapat mereka mengenai dasar negara.
Dalam rapat BPUPKI pada 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato
mengenai lima dasar negara yang dia sebut dengan nama Pancasila. Sejak awal, Soekarno

5
menganggap Pancasila sebagai dasar atau fondasi berdirinya sebuah rumah besar, yakni
Republik Indonesia, yang di dalamnya menaungi berbagai macam suku dan agama.

Jepang pada 7 Agustus 1945 mengganti BPUPKI menjadi Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau "Dokuritsu Junbi Inkai". Singkat cerita, Jepang
hancur lebur pada Perang Dunia II ketika pasukan sekutu barat pimpinan Amerika Serikat
menjatuhkan bom atom ke Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan ke Nagasaki pada 9
Agustus 1945. Kekuatan dan pengaruh Jepang di Indonesia pun melemah sehingga
membuat para pejuang dan pendiri bangsa Indonesia berhasil merebut dan
memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pada 18
Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia
dinyatakan bahwa dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila pun resmi dan sah menurut hukum menjadi dasar negara Republik
Indonesia. Mulai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
berhubungan dengan Ketetapan No. I/MPR/1988, No. I/MPR/1993, Pancasila tetap
menjadi dasar falsafah negara Republik Indonesia hingga kini.

2.3 Argumentasi Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pada beberapa tahun terakhir ini, muncul pendapat yang mengatakan bahwa
Pancasila bukanlah sebuah ideologi, melainkan hanyalah seperangkat gagasan filosofis.
Selain itu juga, munculnya ideologi-ideologi lain yang ingin mengganti Pancasila sebagai
ideologi Indonesia. Pancasila dikatakan bukan ideologi karena Pancasila tidak memiliki
dua unsur penting sebagai ideologi, yaitu pertama pemikiran menyeluruh terhadap alam

6
semesta (pandangan dunia), kehidupan dan manusia. Kedua, melahirkan sebuah sistem.
Akan tetapi, anggapan Pancasila bukan ideologi dapat dibantah.
Untuk membantah hal tersebut, maka harus terlebih dahulu diketahui apa itu
ideologi. Menurut Sastrapratedja, definisi ideologi adalah seperangkat gagasan/pemikiran
yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur.
Selanjutnya Kaelan berpendapat, tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita
yang mendasar dan menyeluruh yang jalin-menjalin menjadi satu sistem pemikiran
(system of thought) yang logis, adalah bersumber kepada filsafat. Dari kedua pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa Ideologi adalah konsep operasionalisasi dari suatu
pandangan atau filsafat hidup dan merupakan norma ideal yang melandasi ideologi,
karena norma itu akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan sosial,
politik, ekonomi, pertahanan keamanan dan sebagainya
Nilai berketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah mufakat dan keadilan
sosial diangkat dan dijadikan pedoman berkehidupan berbangsa di Indonesia berasal dari
nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan
hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara, dengan lain perkataan unsur-
unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup
masyarakat Indonesia, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan)
Pancasila sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh Notonagoro. Pancasila
merupakan sebuah sistem filsafat, karena logika berpikir yang membentuk pandangan
dunia (world view) masyarakat Indonesia dengan telah melekat kuatnya budaya toleransi
antar umat beragama, gotong royong, musyawarah, solidaritas atau kesetiakawanan sosial
dan sebagainya telah menjadi konsensus bersama secara tidak tertulis dan kemudian
dituangkan secara tertulis dalam sebuah kesepakatan sosial (social agreement) yang
disebut dengan Pancasila, lalu oleh masyarakat Indonesia dijadikan tujuan serta cita-cita
untuk diwujudkan, dipertahankan, dijadikan cara pandang, landasan, keyakinan dan
dijadikan pedoman hidup dalam berkehidupan kebangsaan Indonesia yang heterogen atau
majemuk, maka sejalan dengan definisi ideologi yang dinyatakan oleh Sastrapratedja dan
Kaelan pendapat yang lainnya, bahwa Pancasila yang semula merupakan sistem filsafat
kemudian beralih dan masuk kepada wilayah ideologi. Dengan ini dapat ditegaskan,
bahwa Pancasila adalah merupakan sebuah ideologi.

7
2.4 Esensi serta Urgensi Pancasila
A. Esensi Pancasila
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) esensi adalah kata benda yang
artinya hakikat; inti; hal yang pokok. Dalam sila-sila pancasila terdapat patologi budaya
Pancasila, yang bisa menghancurkan nilai-nilai yang terkandung pada setiap sila
Pancasila. Fenomena yang terjadi pada masa Indonesia saat ini seperti korupsi,
kerusuhan, dan moral yang bertentangan dengan nilai pancasila. Jika dasar Pancasila itu
tidak tertanam kuat pada diri rakyat Indonesia maka negara ini akan berantakan.
Dengan berkembangnya dunia dan segala masukan berbagai macam ideologi dari luar
negeri ke dalam negara, Pancasila sebagai konsep dasar kehidupan rakyat Indonesia harus
diperkuat serta ditanamkan agar kita tidak dijajah oleh bangsa lain. Memang tidak dijajah
dalam hal fisik tetapi dijajah dalam hal pemikiran yang secara perlahan-lahan membuat
berubah rakyat Indonesia dari sila-sila pancasila itu sendiri.
Beberapa contoh penerapan esensi pancasila sebagai dasar negara :
Sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa, artinya sesuai dengan agama dan
keyakinan yang sejalan dengan asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Contohnya
rakyat Indonesia memiliki hak untuk memilih agama yang akan ia anut dan jalani tanpa
ada unsur paksaan, bebas melaksanakan kegiatan agama dengan syarat
tidak melanggar norma-norma di Indonesia dan saling menghormati dengan agama lain.
Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, artinya setiap warga negara telah
mengakui persamaan derajat, kewajiban antara sesama manusia sebagai asas
kebersamaan bangsa Indonesia, dan hak. Contoh penerapannya, majikan tidak sewenang-
wenangnya bertindak ke pembantunya dengan tidak berperikemanusiaan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, artinya setiap warga negara mengutamakan
persatuan, kesatuan, dan juga keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi
dan golongan yang selalu harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan
diupayakan secara terus-menerus. Contoh penerapannya, tidak terlalu menonjolkan

8
kebudayaan masing-masing daerah untuk melihat siapa yang terbaik tetapi dipelajari dan
ikut melestarikan dengan serta meyakinkan bahwa perbedaan itu baik.
 

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam


permusyawaratan dan perwakilan, artinya bermusyawarah untuk menyelesaikan
persoalan yang terjadi dengan bijaksana serta memikirkan ketentraman rakyat dan
mengambil keputusan juga untuk rakyat dengan mengikutsertakan perwakilan-
perwakilan setiap masyarakat. Contohnya segala persoalan yangada untuk mendapatkan
solusi dengan cara bermusyawarah unntuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti rapat
warga setiap RT untuk membahas masalah dalam lingkungan tersebut.
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menggambarkan
dalam bertindak supaya bersikap adil kepada setiap warga negara Indonesia
tanpa membedakan status sosial, suku, ras, dan bahasa sehingga tujuan dari bangsa
Indonesia akan tercapai dengan keikutsertaan semua rakyat Indonesia. Contohnya
pemerintah membangun daerah di timur Indonesia yang masih sangat tertinggal bila
dibandingkan denga Pulau Jawa.

B. Urgensi Pancasila
Ir. Soekarno menggambarkan urgensi pancasila secara ringkas tetapi meyakinkan.
Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah dan juga satu alat pemersatu
bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan
melenyapkan segala macam penjajahan terutama imperialisme. Memahami urgensi
pancasila sebagai dasar negara, bisa menggunakan dua pendekatan yaitu, pendekatan
institusional dan pendekatan sumber daya manusia, Pendekatan institusional adalah
membentuk dan menyelenggarakan negara yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila
sehingga negara Indonesia dapat mewujudkan tujuan negara atau terpenuhinya
kepentingan nasional. Sementara itu pendekatan sumber daya manusia terdapat pada dua
aspek, yaitu orang-orang yang menjalankan pemerintahan dengan cara melaksanakan
nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen di dalam mengemban tugas dan

9
bertanggung jawab. Sehingga kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang
mengedepankan kepentingan rakyat.
Untuk mengatasi beberapa masalah yang ada perlu pemahaman yang mendalam
terhadap urgensi pancasila sebagai dasar negara. Dalam pemahaman tersebut ada tahap
implementasi juga, yaitu tahap yang selalu memperhatikan prinsip-prinsip good
governance, antara lain transparan, akuntabel, dan fairness, sehingga akan terhindar dari
KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) dan warga negara yang berkiprah dalam bidang
bisnis, harus menjadikan Pancasila sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis yang
menghindarkan warga negara melakukan free fightliberalism, tidak terjadi monopoli dan
monopsoni, serta warga negara yang bergerak dalam bidang organisasi kemasyarakatan
dan bidang politik. Maka Indonesia akan mencapai tujuan yang di cita-citakan seperti
yang diharapan pejuang-pejuang pada masa dulu.

10
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan Pancasila sangatlah diperlukan di perguruan tinggi pada zaman
sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan di zaman sekarang ini, semangat Pancasila sudah
mulai meredup, sebagai contoh munculnya intoleransi, maraknya kasus korupsi, serta
munculnya aliran radikal yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain.
Perguruan tinggi pun merupakan sasaran empuk bagi aliran radikal untuk menanamkan
ideologi mereka. Untuk itu, diperlukannya Pendidikan Pancasila agar bisa
mengembalikan kembali nilai-nilai serta norma-norma yang hilang dari kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Selain itu, Pendidikan Pancasila dalam perguruan tinggi juga berperan untuk
menghasilkan peserta didik yang memiliki semangat juang yang tinggi dan kesadaran
bela negara sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya NKRI
dan mampu menerapkan niai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Saran
Dari uraian makalah dan kesimpulan, maka penulis mencoba memberikan saran
bahwa, Pendidikan Pancasila haruslah segera diterapkan di seluruh perguruan tinggi di
Indonesia, negeri maupun swasta, sebagai mata kuliah wajib agar nilai-nilai Pancasila
tidak hilang dan tertanam pada seluruh generasi masa depan tanpa terkecuali.

11
Selain itu, Pendidikan Pancasila ini juga harus diawasi agar pelaksaannya tidak
keluar dari konsep Pendidikan Pancasila yang telah ditetapkan, serta tidak keluar dari
landasan ideologi Pancasila, landasan konstitusional Undang-UndangDasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan landasan operasional Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

12

Anda mungkin juga menyukai