Anda di halaman 1dari 9

REVIEW

BAB 3
KEKUASAAN
 

Nama: Salomo Z. Tungga


NIM: 1903040133
Semester/Kelas: II.C
Mata Kuliah: Sosiologi Politik
 
 

A.    Apa Itu Kekuasaan?


Kekuasaan merupakan suatu kemampuan untuk menguasai orang lain untuk
melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam
mencapai tujuan, khususnya untuk memengaruhi perilaku orang lain. Sementara paksaan
adalah kemampuan untuk menguasai atau memengaruhi orang lain dengan cara yang
tidak sah atau tidak memiliki legitimasi. Sedangkan otoritas (kewenangan) merupakan
suatu legitimasi (hak) atas dasar suatu kepercayaan untuk memengaruhi orang lain. Jadi,
kewenangan merupakan suatu bentuk kekuasaan yang sah atau memiliki legitimasi.
Pandangan ini merupakan gagasan Max Weber. Kekuasaan itu sendiri bersifat netral,
sementara kewenangan merupakan dimensi positif dari kekuasaan, sebaliknya paksaan
merupakan dimensi negatif dari kekuasaan.
Berbeda dengan pandangan Weber, Stephen K. Anderson memahami konsep ini
sebagai suatu mekanisme politik. Sanderson membagi mekanisme politik menjadi tiga,
yaitu pengaruh, kekuasaan dan kewenangan. Pengaruh merupakan proses di mana
perilaku, keputusan atau saran dari satu orang atau beberapa orang akan diikuti atau ditiru
oleh orang lain. Sedangkan konsep kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan
perilaku orang lain, atau bahkan memadamkan usaha menentangnya. Di balik konsep
kekuasaan terkandung makna adanya ancaman paksaan atau kekuatan konstan jikalau ada
perintah atau keputusan yang tidak dipatuhi secara sukarela. Pemegang kekuasaan paham
bahwa mereka dipatuhi sepanjang mereka mampu mempertahankan konsistensi
penggunaan kekerasan, kepatuhan berasal dari luar, bukan dari dalam yang bersifat
psikologis. Oleh sebab itu pula, mereka berusaha mengembangkan suatu cara agar
kekuasaan mereka dipatuhi dengan komitmen psikologis. Apabila para pemegang
kekuasaan telah mampu mengembangkan kekuasaan menjadi suatu kepatuhan yang
berasal dari komitmen psikologis yang dilandasi oleh rasionalitas dan legalitas tertentu,
makai a telah mengalami transformasi menjadi kewenangan (authority).

B.     Pemikiran Sosiologi Tentang Kekuasaan

1.  Max Weber


a.   Kewenangan tradisional: Kewenangan yang didasarkan pada
tradisi, kebiasaan, kekudusan aturan dan kekuatan zaman dulu. Weber
membedakan kewenangan tradisional ini atas: a) Gerontokrasi, pada
tangan orang-orang tua pada suatu kelompok; b) Patriarkalisme, pada
suatu satuan kekerabatan yang dipegang oleh seorang individu tertentu
yang memiliki otoritas warisan; dan c) Patrimonial, pegawai
pemerintah lahir di dalam administrasi rumah tangga si pemimpin.
Para administrator sebenarnya pelayan-pelayan pribadi dan wakil-
wakil si pemimpin.
b.  Kewenangan karismatik: Kewenangan yang diperoleh seseorang
karena dipandang memiliki kualitas kepribadian individu yang
extraordinary (luar biasa) dan diperlakukan sebagai orang yang
dianugerahi kekuatan dan kualitas supernatural (adiduniawi),
superhuman (adiinsani), dan exceptional (pengecualian).
c.   Kewenangan legal-rasional: Kewenangan didasarkan atas
komitmen terhadap seperangkat peraturan yang diundangkan secara
resmi dan diatur secara impersonal.
Ketiga tipe di atas bisa saling berkombinasi satu sama lain.
2.  Betrand Russel
Betrand Russel mendefinisikan kekuasaan sebagai hasil pengaruh
yang diinginkan. Bagi Russel, dorongan atau motivasi bagi seorang
manusia untuk melakukan sesuatu dikarenakan oleh dorongan untuk
memperoleh atau memegang kekuasaan. Russel juga mengelompokkan
kekuasaan dalam beberapa tipe, yaitu: pertama, kekuasaan tradisional,
yaitu kekuasaan yang berdasarkan tradisi, kepercayaan, atau kebiasaan.
Kedua, kekuasaan revolusioner, yaitu kekuasaan yang betumpu npada
suatu kelompok besar, yang dipersatukan oleh suatu kepercayaan,
program, atau perasaan baru seperti Protestanisme, Komunisme, atau
Hasrat kemerdekaan nasional. Ketiga, kekuasaan tanpa persetujuan, yaitu
kekuasaan yang bertumpu pada hanya dorongan dan hasrat akan
kekuasaan individua tau kelompok tertentu dan hanya dapat menundukan
pengikut-pengikutnya melalui rasa takut, bukan dengan kerja sama aktif.
 
3.  Charles F. Andrain
Bagi Charles F. Andrain, kekuasaan dimengerti sebagai
penggunaan sejumlah sumber daya (aset, kemampuan) untuk memperoleh
kepatuhan dari orang lain. Kekuasaan pada hakikatnya merupakan suatu
hubungan. Pada saaat dihadapkan tuntutan-tuntuta dari pemegang
kekuasaan, mulanya orang mungkin menentang, menunjukan apati, atau
sebaliknya mendukung tuntutan tersebut. Dihadapkan dengan reaksi-
reaksi tersebut, pemegang kekuasaan memiliki beberapa alternatif:
Mencoba mengatasi penolakan pertama, berusaha membangunkan mereka
yang apatis dari keengganan mereka, atau mengambil Langkah untuk
mengoordinasikan kegiatan-kegiatan dari satu-persatu pendukung yang
terpisah. Charles F. Andrain menemukan lima tipe sumber daya
kekuasaan, yaitu: fisik, ekonomi, normative, personal, dan ahli
(informasional). Ia juga mengemukakan beberapa dimensi kekuasaan
seperti: Kekuasaan potensial dan aktual (analog energi), kekuasaan dalam
jabatan dan kekuasaan, dalam pribadi, dalam paksaan dan konsensual,
serta kekuasaan positif dan negatif (prakarsa vs penghalangan kebijakan).
 
4.  Michael Focault
Focault melihat relasi pengetahuan dan kekuasaan sangat erat, di
mana ia melihat pengetahuan adalah kekuasaan. Focault menjelaskan
konsep discourse (diskursus) sebagai penjelasan, pendefinisian,
pengklarifikasian tentang orang, pengetahuan, dan sistem abstrak
pemikiran. Focault berpandang bahwa kekusaan tersebar dan datang dari
mana-mana. Diskursus adalah berbicara tentang aturan-aturan dan
praktek-praktek yang menghasilkan pernyataan-pernyataan yang berarti
pada satu rentang historis tertentu. Diskursus juga dipahami sebagai
mekanisme pengauran bekerja yang sangat rapi yang melibatkan institusi,
disiplin dan profesionalisme. Kekuasaan memengaruhi pilihan-pilihan.
Kekuasaan ditunjukkan dengan adanya kebebasan untuk memilih dan
dijalankan terhadap subjek-subjek bebas yang memiliki kebebasan untuk
memilih dan memengaruhi.

C.     (Re) Produksi Kekuasaan


1.  Analisis Pertukaran
Analisis pertukaran merupakan salah satu analisis yang menjelaskan struktur
kekuasaan muncul karena terjadinya suatu hubungan pertukaran tidak seimbang
(Peter Blau). Ada empat kemungkinan logis di mana individu dapat menjauhi
kepatuhan:
1. Ia dapat memperoleh pelayanan yang sama sehingga, dengan demikian
hubungan dengan yang lainnya masih merupakan hubungan timbal balik
yang sama.
2. Ia dapat memperoleh pelayanan yang sama di mana-mana.
3. Ia dapat menekan yang lain untuk memberikan pelayanan, hal ini
merupakan hasil dari dominasinya terhadap yang lain. 
4. Ia bekerja tanpa mengharapkan pelayanan seperti itu atau ia menemukan
beberapa penggantinya. 
Dari pandangan Blau tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kekuasaan
merupakan hasil hubungan pertukaran yang timpang.  kekuasaan muncul ketika
seseorang atau kelompok orang membutuhkan sesuatu dari seseorang atau
kelompok orang lainnya, namun tidak mempunyai sesuatu yang sama nilainya
sebagai penukar; sehingga barang dan jasa yang dibutuhkan tersebut hanya bisa
dipenuhinya melalui ketukan atau kepatuhan terhadap kekuasaan mereka yang
menguasai barang dan jasa tersebut. 

2. Analisis Konflik
a. Pandangan Karl Marx: Kekuasaan muncul ketika hubungan sosial dalam
produksi ditandai dengan munculnya kepemilikan pribadi dan pembagian
kerja. 
b. Pandangan Ralf Dahrendorf
i. Hubungan kewenangan adalah selalu berbentuk hubungan antara
superordinat dan ordinat, hubungan atas bawah.
ii. Di mana terdapat hubungan kewenangan, di sana superordinat secara sosial
diperkirakan, melalui perintah dan komando, peringatan dan larangan,
mengendalikan subordinat.
iii. Perkiraan demikian secara relatif lebih dilekatkan kepada posisi sosial
daripada terhadap kepribadian individu. 
iv. Berdasarkan pada kenyataan ini, hubungan kewenangan selalu meliputi
spesifikasi orang-orang yang harus tunduk kepada pengendalian dan
spesifikasi dalam bidang-bidang yang mana saja pengendalian itu
diperbolehkan. 
v. Kewenangan adalah sebuah hubungan yang sah; tidak tunduk kepada perintah
orang yang berwenang dapat dikenai sanksi tertentu. 

Dari batasan kewenangan yang dikemukakan Dahrendorf tersebut, maka


dapat dipahami bahwa setiap posisi melekat suatu kewenangan. 
Kewenangan, oleh karena itu, melekat bukan pada pribadi individu, melainkan
pada posisi sosial yang sah dan melembaga dalam “asosiasi yang yang
dikoordinasi secara imperatif “.
c. Pandangan Gaetano Mosca 
 Suatu masyarakat tidak akan ada bila tidak terorganisasi.
 Kepemimpinan (atau organisasi politik) mencerminkan
ketidaksamaan atau ketidaksetaraan kekuasaan. 
 Secara alami manusia berpusat pada dirinya.

3. Analisa Fungsional
Kekuasaan atau kewenangan merupakan produk dari masyarakat, yaitu
merupakan konsensus nilai dari para anggotanya. Kekuasaan atau kewenangan
memiliki fungsi bagi bertahannya suatu masyarakat atau bertahannya struktur
sebagai suatu sistem sosial. 
i. Masyarakat terdiri dari berbagai macam posisi.
ii. Masyarakat harus memastikan bahwa setiap posisi terisi.
iii. Beberapa posisi lebih penting dibandingkan dengan beberapa
posisi yang lain.
iv. Posisi-posisi yang lebih penting harus diisi oleh orang yang
memiliki kualifikasi yang lebih dibandingkan yang lain.
v. Untuk memotivasi orang yang memiliki kualifikasi yang lebih,
masyarakat harus menawarkan kepada mereka imbalan yang lebih
besar misalnya kekuasaan. 

D. Distribusi Kekuasaan
1. Konsep Distribus Kekuasaan
Distribusi dapat dipahami sebagai suatu perangkat hubungan sosial yang
melaluinya orang mengalokasikan barang dan jasa yang dihasilkan. Distribusi
kekuasaan dipahami sebagai suatu perangkat hubungan sosial yang melaluinya terjadi
proses yang mengantarai (re) produksi kekuasaan dengan proses konsumsi.

2. Stratifikasi Sosial Sebagai Suatu Fenomena Distribusi Kekuasaan


Stratifikasi sosial dapat kita rumuskan sebagai penggolongan individu secara
berlapis berdasarkan status yang dimilikinya, mencakup kekuasaan, kekayaan, prestise,
dan sebagainya. 
a. Karl Marx: Kapitalisme menghasilkan dua kelas yang kontras, yaitu kaum borjuis,
dan kaum proletar. perbedaan antara 2 kelas tersebut berdasarkan alat produksi
dan modal yang digunakan untuk memproduksi.
b. Max Weber: Weber mengusulkan kelas, kelompok status, dan partai sebagai
landasan bagi pembedaan tiga jenis stratifikasi sosial. Kelas dirumuskan oleh
Weber sebagai semua orang yang mempunyai persamaan dalam hal peluang untuk
hidup atau nasib. Kelompok status dipandang sebagai sejumlah orang yang berada
dalam situasi status, yaitu kesamaan atas Kehormatan dan prestise yang dimiliki.
Selanjutnya Weber juga melihat kekuasaan menjadi dasar pembeda dalam
stratifikasi sosial. Oleh sebab itu, partai merupakan sarana yang digunakan untuk
memperoleh kekuasaan dan tujuan politik, yaitu dipengaruhinya suatu aksi
komunal untuk meraih tujuan yang terencana. 
c. Gerhard Lenski: Lenski mengembangkan stratifikasi sosial atas tiga dimensi, yaitu
kekuasaan, hak istimewa, dan kehormatan. Definisi kekuasaan dari Lenski yaitu
kemungkinan dari orang-orang orang atau sekelompok orang untuk mewujudkan
kehendaknya dalam suatu tindakan komunal. Hak istimewa merupakan hak-hak
khusus dimiliki seseorang atau kelompok orang dalam kaitannya dengan
kekuasaan yang dimiliki. Kehormatan merupakan dampak langsung dari
kepemilikan kekuasaan dan hak istimewa.  Prestise dapat menjaga memelihara dan
memapankan proses distribusi yang menguntungkan. Lenski menegaskan bahwa
kekuasaan merupakan variabel kunci dalam hubungan antara dua variabel lainnya,
yaitu kehormatan dan prestise.  Kekuasaan akan melahirkan hak istimewa dan
prestise tertentu bagi yang memilikinya. Selanjutnya, hak istimewa juga dapat
mempengaruhi prestasi seseorang atau kelompok orang. Pada gilirannya prestise
bersama dengan hak istimewa dapat pula memperkuat kekuasaan yang ada.

3. Proses Dalam Distribusi Kekuasaan


a. Distribusi melalui pemberian: Distribusi melalui pemberian dapat terjadi dalam
berbagai bentuk seperti pewarisan, pergiliran, penunjukan, dan undian.Distribusi
melalui pewarisan contohnya seperti pewarisan kepada anak, keponakan saudara
atau keluarga terdekat. Distribusi kekuasaan lewat pergiliran merupakan suatu
bentuk pemberian kekuasaan kepada sesama teman sekelompok (in group)
sehingga persaingan sesama teman dalam satu kelompok tidak tajam serta
menghalangi orang atau kelompok lain untuk mendapatkannya. Distribusi
kekuasaan melalui penunjukan memperlihatkan suatu bentuk pemberian
kekuasaan kepada orang atau kelompok orang tertentu yang ditunjuk.  Distribusi
kekuasaan lewat undian adalah suatu bentuk pemberian kekuasaan kepada orang
atau kelompok orang yang memenangi undian.
b. Distribusi melalui usaha: Distribusi melalui usaha memiliki beberapa bentuk,
seperti, ujian saringan dan latihan, pemilihan, dan perebutan. 

E. Konsumsi Kekuasaan
1. Konsep konsumsi kekuasaan: Konsumsi kekuasaan dapat dipahami sebagai seluruh
aktivitas sosial dan politik untuk merusak (to destroy), memakai (to use up),
membuang (to waste), dan menghabiskan (to exhaust) kekuasaan.
2. Tujuan konsumsi kekuasaan: a. untuk menyejahterakan dan memakmurkan bangsa
b. untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
c. untuk memberikan rasa adil dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat
d. untuk menegakkan HAM
e untuk menghadirkan rasa aman dan tenteram dalam
masyarakat
f. untuk menjaga kedaulatan negara, martabat, dan
muruah bangsa
g. untuk menciptakan perdamaian umat manusia
h. untuk melanggengkan kekuasaan
i. untuk meraih kepentingan pribadi, kelompok, atau
golongan
3. Cara konsumsi kekuasaan:
a. kerja sama: kerja sama merupakan interaksi dari orang-orang yang
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
b. persaingan: persaingan terjadi ketika muncul perbedaan kepentingan
dalam menggunakan kekuasaan.
c. konflik: konflik dapat dalam bentuk kudeta, perang, revolusi,
pembunuhan, pendudukan, dan sebagainya.

 
  

Anda mungkin juga menyukai