Anda di halaman 1dari 18

A.

Pengertian Kekuasaan

Kekusaan merupakan suatu kemampuan untuk menguasai atau memengaruhi orang lain
untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam
mencapai tujuan, khususnya untuk memengaruhi prilaku orang lain. Sementara paksaan adalah
kemampuan untuk menguasai atau memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu atau
kemampuan untuk mengawasi perlawan dari orang lain dalam mencapai tujuan melalui cara
yang tidak sah. Sedangkan otoritas (kewenangan) merupakan sesuatu hak atas dasar suatu
kepercayaan untuk memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Jadi kewenangan
merupakan bentuk suatu kekuasaan yang sah atau memiliki hak merupakan gagasan Max Weber.

Berbeda dengan pandangan Max Weber, Stephen K. Sanderson (2003:296-297), memahami


konsep ini sebagai suatu mekanisme politik yang dibagi tiga yaitu pengaruh, kekuasaan,
kewenangan. Pengaruh merupakan proses dimana prilaku, akeputusan atau sasaran dari satu
orang atau beberapa orang akan diikuti atau ditiru oelh orang lain. Pengaruh merupakan proses
informal dari kontrol sosial yang ketat yang muncul dari adanya interaksi sisoal yang erat,
konstan dan teratur.

Sedangkan konsep kekuasaan dipahami Sanderson melalui batasan Weber, sebagai


kemampuan untuk mengendalikan prilaku orang lain atau bahkan memadamkan usaha
menentangnya. Kemampuan untuk memadamkan perlawanan dan menjamin tercapainya
keinginana dari pemegang kekuasaan itu merupakan pembeda dengan konsep pengaruh. Dibalik
konsep kekuasaan terkandung makna adanya ancaman paksaan atau kekuatan konstan jikalau
ada perintah atau keputusan yang tidak dipatuhi secara sukarela dan didukung adanya
kemampuan kekerasan. Oleh sebab itu kekuasaan membutuhan pengembangan suatu tingkat
organisasi tertentu dengan mesin administrasi tertentu pula. Oleh sebab itu mereka berusaha
mengembangkan suatu cara agar kekuasaan mereka dipatuhi dengan komitmen.
B. Pemikiran Sosiologi Tentang Kekuasaan

1. Max Weber
Weber menggunakan konsep herrschaft dalam menjelaskan kewenangan yang dibedakan
dengan kekuasaan, seperti yang telah didiskusikan sebelumnya. Weber membuat tipologi
tetntang konsep ini sebagai berikut :
a. Kewenangan tradisional, adalah kewenangan yang didasarkan atas tradisi, kebiasaan,
kekudusan aturan dan kekuatan zaman dahulu. kewenangan tradisional ini dibedakan atas :
a. Gerontokrasi pada tangan orang-orang tua dalam suatu kelompok. b. Partriarkalisme
pada suatu satuan kekerabatan yang dipegang oleh seorang individu tertentu yang memiliki
otoritas warisan, dan c. Patrimonial pegawai pemerintahan lahir di dalam administrasi
rumah tangga si pemimpin
b.Kewenangan karismatik adalah kewenangan yang diperoleh seseorang karena dipandang
memiliki kualitas kepribadian individu yang extraordinary dan diperlakukan sebagai orang
yang dianugerahi kekuatan-kekuatan dan kualitas super natural, super human, dan
exceptional.
c. Kewenanga legal-rasional adalah kewenangan didasarkan atas komitmen terhadap
seperangkat peraturan yang diundang secara resmi dan diatur secara impersonal.

Ketiga tipe kewenangan tersebut bisa saling berkombinasi antara satu denga yang lain,
dalam konteks ini maka mereka mengombinasikan antara kewenangan legal-rasional dan
kewenangan tradisional dalam diri masing-masing.

2. BERTRAND RUSSEL

Bertrand Russel (1988: 23), mendefinisikan kekuasaan sebagai hasil pengaruh


yang diinginkan. Bagi Russel, dorongan atau motivasi bagi seseorang manusia untuk berbuat
sesuatu bukanlah dorongan seks, sebagaimana yang diungkapkan oleh Freud, akan tetapi
dikarenakan dorongan untuk memperoleh atau memegang kekuasaan. Dorongan terhadap
kekuasaan itu berbentuk eksplisit pada pimpinan yang ingin berkuasa, dan bersifat implicit pada
manusia yang bersedia mengikuti sang pemimpin.
Russel,juga mengelompokkan kekuasaan dalam beberapa tipe, yaitu: pertama, kekuasaan
tradisional, yaitu kekuasaan yang berdasarkan atas tradisi, kepercayaan, atau kebiasaan.
Kekuasaan tradisional mencakup kekuasaan religius dan kekuasaan raja. Kekuasaan religius
berkaitan dengan kekuasaan para pemimpin agama. Kedua, kekuasaan revolusioner, yaitu
kekuasaan yang bertumpu pada suatu kelompok besar, yang dipersatukan oleh suatu
kepercayaan, program, atau perasaan baru seperti Protestanisme, Komunisme, atau hasrat akan
kemerdekaan nasional. Ketiga, kekuasaan tanpa persetujuan, yaitu kekuasaan yang bertumpu
pada hanya dorongan dan hasrat akan kekuasaan individu atau kelompok-kelompok tertentu dan
hanya dapat menundukkan pengikut-pengikutnya melalui rasa takut, bukan dengan kerja sama
yang aktif. Apabila kepercayaan-kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang menopang
kekuasaan tradisional mulai memudar kekuasaan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
kekuasaan yang berdasarkan suatu kepercayaan baru, atau oleh kekuasaan tanpa persetujuan;
artinya, jenis kekuasaan yang tidak memerlukan persetujuan dari pihak warga yang setia adalah
kekuasaan tradisional, tetapi kekuasaannya atas kaum pemberontak adalah kekuasaan tanpa
persetujuan.

3. CHARLES F. ANDRAIN

Bagi Charles F. Andrain (1992: 130-131), kekuasaan dimengerti sebagai penggunaan


sejumlah sumber daya (aset, kemampuan) untuk memperoleh kepatuhan (tingkah laku
menyesuaikan) dari orang lain. Kekuasaan pada hakikatnya merupakan suatu hubungan suatu
hubungan, karena pemegang kekuasaan menjalankan kontrol atas sejumlah orang lain. Pemegang
kekuasaan bisa jadi seorang individu atau sekelompok orang, misalnya pemimpin politik
nasional.

Mobilisasi, koordinasi, dan penanggulangan atas penolakan merupakan kegiatan-kegiatan


organisasional yang termasuk dalam pelaksanaan kekuasaan. Charles F. Andrain menemukan
lima tipe sumber daya kekuasaan, yaitu: fisik, ekonomi, normatif, personal, dan ahli
(informasional).
Tabel 3.1

Tipe-tipe Sumber Daya Kekuasaan

Tipe Sumber Daya Contoh Sumber Daya Motivasi untuk Mematuhi


B berusaha menghindari cedera
Fisik Senjata: senapan, bom, rudal fisik yang dapat disebabkan
oleh A
Kekayaan, pendapatan, kontrol B berusaha memperoleh
Ekonomi
atas barang dan jasa kekayaan dari A
B mengakui bahwa A
Moralitas, kebenaran, tradisi,
Normatif mempunyai hak moral untuk
religius, legitimasi, wewenang
mengatur perilaku B
Karisma pribadi, daya tarik,
B mengidentifikasi diri (merasa
Personal persahabatan, kasih sayang,
tertarik) dengan A
popularitas
B merasa bahwa A mempunyai
Informasi, pengetahuan,
Ahli pengetahuan dan keahlian yang
inteligensi, keahlian teknis
lebih

Selanjtunya, Charles F. Andrain menemukan juga beberapa dimensi kekuasaan seperti:


kekuasaan potensial dan actual (analog energi), kekuasaan dalam jabatan dan kekuasaan, dalam
pribadi, kekuasaan paksaan dan konsesual, serta kekuasaan positif dan negative (prakarsa vs
penghalangan kebijakan).

4. MICHEL FOUCAULT

Foucault (1980), melihat relasi pengetahuan dan kekuasaan sangat erat, dimana dia
melihat pengetahuan adalah kekuasaan. Dalam The Archaeology of Knowledge, Foucault
menjelaskan konsep discourse (diskursus) sebagai gambaran bagaimana pengetahuan bekerja
sebagai kumpulan pernyataan. Diskursus merupakan gagasan penting dalam pemikiran Foucault,
dijelaskan sebagai penjelasan, pendefinisian, pengklasifikasian dan pemikiran tentang orang.
Diskursus tidak terlepas dari relasi kekuasaan, dan berkait dengan kekuasaan tersebar dan datang
dari mana-mana.

Diskursus adalah berbicara tentang aturan-aturan dan praktek-praktek yang menghasilkan


pernyataan-pernyataan yang berarti pada satu rentang historis tertentu. Diskursus juga dipahami
sebagai mekanisme pengaturan bekerja yang sangat rapi yang melibatkan istitusi, disiplin, dan
profesionalisme. Diskursus mengisolasi, member arti dan memproduksi objek pengetahuan yang
sekaligus merupakan sebuah undang-undang social yang menetapkan aturan tentang tata cara
yang dapat diterima dalam memperbincangkan, menulis, dan bertindak seputar topik tertentu.

Kekuasaan ditunjukkan dengan adanya kebebasan untuk memilih dan dijalankan terhadap
subjek-subjek bebas yang memiliki kebebasan untuk memilih dan memengaruhi. Kekuasaan
terwujud dalam pemunculan dan pelibatan permainan-permainan strategis antara pemilik-
pemilik kebebasan memilih (strategic games between liberties). Permainan-permainan strategis
melibatkan kekuasaan (power) menyebarkan di mana-mana, dijalankan oleh siapa pun dan
tumbuh dalam segala level kuasa. Sehingga hampir tidak ditemukan ruang social yang bebas dari
bekerjanya kekuasaan dan permainan-permainan strategisnya. (Foucault, 1980; Hindess, 1996)

C.(RE)PRODUKSI KEKUASAAN

Bagaimana kekuasaan itu dipreproduksi? Untuk menjelaskan hal tersebut, kita akan menelusuri
beberapa analisis yang berkembang dalam sosiologi :

1. ANALISIS PERTUKARAN

Analasis Pertukaran merupakan salah satu analisis yang secara serius dan tegas membicarakan
bagaimana kekuasaan bisa muncul dalam suatu proses hubungan pertukaran. Salah satu seorang
tokohnya Peter Blau (1964), menjelaskan munculnya stuktur kekuasaan karena terjadinya suatu
hubungan pertukaran tidak seimbang. Untuk memahami tetis Blau mari kita pahami suatu situasi sosial
berikut , katakanlah Anu memerlukan suatu pelayanan atau memiliki suatu kebutuhan terhadap sesuatu
yang hanya dapat diraih melalui orang lain. Sebutkanlah Badu , apa yang dilakukan Anu jika ia tidak
memiliki sesuatu yang dapat dipertukarkan dengan Badu , sehingga Badu mau memenuhi kebutuhan
atau memberikan suatu pelayanan terhadap Anu? Suatu hal yang umum dilakukan orang adalah
memohon bantuan atau meminta pertolongan dengan suatu rasa hormat tertentu.
Menurut Blau (1964) dengan mengikuti Richard M. Emerson ada empat kemungkinan yang logis dimana
individiu dapat menjauhi kepatuhan :

1. Ia dapat memperoleh pelayanan yang sama sehingga dengan demikian hubungan dengan yang
lainnya masih merupakan hubungan timbal balik yang sama.
2. Ia dapat memperoleh pelayanan yangbsama di mana-mana
3. Ia dapat menekan yang lain untuk memberikan pelayanan hal ini merupakan hasil dari
dominasinya terhadap yang lain.
4. Ia bekerja tanpa mengharapkan pelayanan seperti itu atau ia menemukan beberapa
penggantinya.

2. ANALISIS KONFLIK

Analisis konflik tentang asal kekuasaan tidak seragam palng tidak terdapat tiga sudut pandangan
analisis konflik yaitu pandangan Karl Marx pandangan Relf Dahrendorf dan Gaetano Mosca berikut
ketiga perspektif secara umum :

A.) Pandangan KARL MARX

Karl Marx melihat bahwa kekuasaan berasal dari relasi sosial dalam produksi. Menurut Marx dalam
Preface to the Critique of Political Economy: Dalam A contribution to the Critique of Political Economy
(1859)1970:20-21), marx juga menegaskan bahwa ekonomi merupakan fondasi dari masyarakat dan di
atas fondasi ini dibangun supersuktur politik dan hukum. Fondasi stuktural dari masyarakat sering
disebut juga dengan infrastruktur merupakan keseluruhan dari kekuatan-kekuatan produksi (mesin,
tenaga kerja , otoritas, dan pengetahuan teknis) dan kekuatan-kekuatan sosial (hak milik, otoritas dan
hubungan kelas).

B.) PANDANGAN RALF DAHRENDORF

Berbeda dengan pandangan Karl Marx, Ralf Dahrendorf menggunakan konsep Max Weber tentang
kewenangan (herrschaft/otoritas) dalam menjelaskan kekuasaan. Dahrendorf (1996:203-204)
menggunakan beberapa pandangannya tentang kewewenangan:

1. Hubungan kewenangan adalah selalau berbentuk hubungan antara superordinat dan


subordinat, hubungan atas bawah.
2. Di mana terdapat hubungan kewenangan disana supperordinat secara sosial diperkirakan
melalui perintah dan komando peringatan dan larangan mengendalikan subordinat.
3. Perkiraan demikian secara relatif lebih dilekatkan kepada posisi sosial daripada terhadap
kepribadian individual.
4. Berdasarkan pada kenyataan ini, hubungan kewenangan selalu meliputi spesifikasi orang-orang
yang harus tunduk kepada pengendalian dan spesifikasi dalam bidang-bidang yang mana saja
pengendalian itu diperbolehkan.
5. Kewenangan adalah sebuah hubungan yang sah tidak tunduk kepada pemerintah orang yang
berwenang dapat dikenai sanki tertentu.

C.) PANDANGAN GAETANO MOSCA

Bagaimana kekuasan itu muncul atau dalam masyarakat? Hal itu bisa kita pahami secara pemikiran
Mosca :

1. Suatu masyarakat tidak akan ada bila tidak terorganisasi diperlukan kepemimpinan tertentu
untuk mengorganisasikan atau mengoordinasikan tindakan orang-orang dan untuk
menyelesaikan pekerjaan masyarakat.
2. Kepemimpinan (atau organisasi plitik ) mencerminkan ketidaksamaan atau ketidaksetaraan
kekuasaan.
3. Secara alami manusia berpusat pada dirinya. Oleh karena itu mereka yang berkuasa akan
menggunakan posisi mereka untuk meraih keuntungan lebih besar bagi mereka sendiri.

3. Analisis Fungsional
Kekuasaan atau kewenangan memiliki fungsi bagi bertahannya struktur sebagai
sistem sosial.Itu artinya bahwa kekuasaan diperlukan untuk mempersatukan atau
mengintegrasi masyarakat.
Bagaimana kekuasaan hadir di dalam masyarakat, Davis dan Morore berpendapat bahwa:
1. Masyarakat terdiri dari berbagai macam posisi.
2. Masyarakat harus memastikan bahwa setiap posisi terisi.
3. Beberapa posisi lebih penting dibandingkan dengan beberapa posisi yang lain.
4. Posisi-posisi yang lebih penting harus diisi oleh orang yang memiliki kualifikasi yang lebih
dibandingkan yang lain.
5. Untuk memotivasi orang yang memilliki kualifikasi yang lebih, masyarakat menawarkan
kepada mereka imbalan yang lebih besar misalnya kekuasaan.

D. DISTRIBUSI KEKUASAAN
1. Konsep Distribusi Kekuasaan
Menurut KBBI, distribusi dimaksudkan sebagai penyaluran (pembagian,
pengiriman) kepada orang atau ke beberapa tempat. Distribusi dapat dimengerti sebagai
proses penyaluran barang atau jasa kepada pihak lain. Distribusi juga menunjuk suatu
proses alokasi dari produksi barang dan jasa sampai ke tangan konsumen atau proses
konsumsi.
Bagaimana dengan batasan konsep distribusi kekuasaan?Secara sederhana dengan
demikian konsep distribusi yang telah dirumuskan batasannya sebelumnya dapat digunakan
dengan mempertukarkan atau menggantikan kata barang dan jasa dengan kekuasaan.
Melalui cara seperti itu maka distribusi kekuasaan dipahami sebagai suatu perangkat
hubungan sosial yang melaluinya terjadi proses yang mengantarai antara (re)produksi
kekuasaan dengan proses konsumsinya.
2. Stratifikasi Sosial Sebagai Suatu Fenomena Distribusi Kekuasaan
Distribusi kekuasaan dalam masyarakat dapat dilihat melalui stratifikasi sosial (Lenski,
1966 dan Kartono, 2007). Berikut beberapa pandangan ahli tentang konsep stratifiasi sosial:
1. James M. Henslin (2007 : 178) : sratifikasi sosial merupakan suatu sistem di mana
kelompok manusia terbagi dalam lapisan-lapisan sesuai dengan kekuasaan,
kepemimpinan, dan prestise relative mereka. Stratifikasi sosial merupkan cara untuk
menggolongkan sejumlah besar kelompok manusia ke dalam suatu hirarki sesuai dengan
hak-hak istimewa relative mereka. Oleh sebab itu, stratifikasi sosialtidak merujuk pada
individu.
2. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt (1989:1) : Jika digunakan sebagai kata benda, maka
stratifikasi sosial berarti sistem perbedaan status yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Jika digunakan sebagai kata kerja, maka stratifikasi sosial adalah suatu proses
penyambungan dn perubahan sistem perbedaan status.
3. Kamanto Sunarto (2004:83) : pembedaan anggota masyarakat berdasarkan status yang
dimilikinya dinamakan stratifikasi sosial. Status yang dimiliki bisa berupa kekuasaan
kekayaaan, penghasilan, prestise atau yang lain.
Dari ketiga definisi tersebut, maka stratifikasi sosial dapat dirumuskan sebagai penggolongan
individu secara berlapis berdasarkan status yang dimilikinya, mencakup kekuasaan,
kekayaan, prestise, dan sebagainya. Dari rumusan definisi stratifikasi sosial, para sosiolog
berteori tentang hal ini, yaitu antara lain:
a) KARL MARX
Kehancuran feodalisme, yang ditandai dengan massa petani tergusur dari lahan
dan pekerjaan tradisional mereka sehingga terpakasa bersaing di kota mencari pekerjaan
yang tersedia sedikit, menumbuhkakembangkan kapitalisme, dan industri modern.
Situasi ini menghasilkan 2 kelas yang kontras, yaitu kaum borjuis, yaitu orang-orang
yang memiliki alat produksi; dan kaum proletar, yaitu mereka yang bekerja untuk para
pemilik alat produksi. Perbedaan antara dua kelas tersebut bukan berdasarkan
pembedaan yang dibuat secara dangkal oleh manusia diantara diri mereka sendiri, faktor
tunggal mendasar, yaitu alat produksi (means of production), berupa peralatan pabrik,
lahan dan modal yang digunakan untuk memproduksi kekayaan.
b) MAX WEBER
Weber tidak setuju dengan Marx yang meletakkan dasar stratifikasi sosial atas
landasan kepemilikan semata.Weber melihat bahwa kepemilikan hanyalah suatu bagian
saja dari keseluruhan gambar stratifikasi sosial dalam masyarakat.Oleh sebab itu, Weber
mengusulkan kelas (class), kelompok status (status group), dan partai (party) sebagai
landasan bagi pembedaan tiga jenis stratifikasi sosial.
Kelas dirumuskan oleh Weber sebagai semua orang yang memepunyai persamaan dalam
hal peluang untuk hidup atau nasib (life changes).Kepentingan ekonomi meliputi
penguasaan atas barang dan kesempatan untuk mendapatkan pendapatan dalam pasaran
komoditas atau pasaran kerja, menurut Weber, merupakan penentu terhadap peluang
untuk hidup orang. Persamaan peluang dalam penguasaan barang dan jasa untuk
menghasilkan pendapatan tertentu mengakibatkan orang yang berada di kelas yang sama
memiliki persamaan dalam situasi kelas (class situation), yaitu persamaan dalam hal
peluang untuk menguasai persediaan barang, cara hidup, atau pengalaman hidup pribadi.
Jadi, kekayaaan menjadi dasar sebagai pembeda kelas, sedangkan kepentingan ekonomi
sebagai tujuan pembentukan kelas.
Sedangkan kelompok status dipandang sebagai sejumlah orang yang berada di dalam
situasi status (status situation), yaitu kesamaan atas kehormatan dan prestise yang
dimiliki. Persamaan dalam status dinyatakan melalui persamaan gaya hidup (style of
life), yang ditandai dengan adanya hak istimewa dan monopoli atas barang dan
kesempatan ideal maupun materiil. Hal tersebut diperlihatkan melalui gaya konsumsi.
Selanjutnya Weber juga melihat kekuasaan menjadi dasar pembeda dalam stratifikasi
sosial.Oleh sebab itu, partai merupakan sarana yang digunakan untuk memperoleh
kekuasaan dan tujuan politik, yaitu dipengaruhinya suatu aksi komunal untuk meraih
tujuan yang terencana.
Ketiga jenis stratifikasi sosial tersebut memperlihatkan bagaimana kelas sebagai dimensi
kekuasaan dari aspek ekonomi, kelompok status adalah dimensi kekuasaan dari aspek
budaya, dan partai merupakan dimensi kekuasaan dari aspek politik.Ketiga jenis
startifikasi menurut Weber (2006), merupakan fenomena dari distribusi kekuasaan dalam
suatu komoditas.
c) GERHARD LENSKI
Melalui bukunya power and privelege, Lenski mencoba menyempurnakan teori
stratifikasi Max Weber.Seperti hal nya Weber, Lenski juga mengembangkan stratifikasi
sosial atas tiga dimendi, yaitu kekuasaan (power), hak istimewa (privilege), dan
kehormatan (prestige).
Definisi kekuasaan dari Lenski merujuk pada definisi yang di kemukakan oleh
Weber, yaitu kemungkinan dari orang-orang atau sekelompok orang untuk mewujudkan
kehendaknya dalam suatu tindakan komunal.Kekuasaan disini lebih kepada dimensi
politik. Kekuasaan yang dimiliki dapat memengaruhi proses distribusi surplus produksi
barang. Sementara, hak istimewa merupakan hak-hak khusus dimiliki seseorang atau
kelompok orang dalam kaitannya dengan kekuasaan yang dimiliki.Sedangkan,
kehormatan merupakan dampak langsung dari kepemilikan kekuasaan dan hak istimewa.
Prestise dapat menjaga, memelihara, dan memapankan proses distribusi yang
menguntungkan.
Lenski menegaskan bahwa kekuasaan merupakan variabel kunci dalam hubungan
antara dua variabel lainnya, yaitu kehormatan dan prestise. Kekuasaan akan melahirkan
hak istimewa dan prestise tertentu bagi yang memilikinya. Selanjutnya, hak istimewa
dapat memengaruhi prestise seseorang atau kelompok orang.Prestise bersama dengan hak
istimewa dapat pula memperkuat kekuasaan yang ada.

Dari penjelasan berbagai macam sosiolog di atas tentang batasan dan teori stratifikasi sosial
tampak bahwa stratifikasi sosial mengalokasikan dan mendistribusikan kekuasaan dengan
berbagai dimensi yang ada (politik, ekonomi, dan budaya) di dalam masyarakat. Melalui
stratifikasi sosial, orang dan kelompok orang didistribusikan ke dalam pelapisan yang
berbeda: yang memiliki dan tidak memiliki atau pelapisan vertikal seperti atas, menengah,
dan bawah.
3. Proses Dalam Dsitribusi Kekuasaan
Secara umum proses distribusi kekuasaan terjadi dalam dua bentuk, yaitu distribusi melalui
pemberian (distribution by ascription) dan distribusi melalui usaha (distribution by
achievement).
a) Distribusi melalui pemberian
Distribusi melalui pemberian dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti
pewarisan, pergiliran, penunjukan, dan undian.Pewarisan kekuasaan memiliki berbagai
macam variasi, seperti pewarisan kepada anak, keponakan, saudara, atau keluarga
terdekat.Demikian pula dengan property (kekayaan) diwariskan dalam berbagai pola,
seperti halnya kekuasaan.
Distribusi kekuasaan lewat pergiliran merupakan suatu bentuk pemberian
kekuasaan kepada seama tema sekelompok (in group) sehingga persaingan sesama
teman dalam satu kelompok tidak tajam serta menghalangi orang atau sekelompok orang
lain untuk mendapatkannya. Kosekuensinya kekuasaan bisa dipertahankan dalam
keadaan status quo.
Distribusi kekuasaan melalui penunjukan memperlihatkan suatu bentuk
pemberian kekuasaan kepada orang atau kelompok orang tertentu yang
ditunjuk.Penunjukan tersebut dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang melakukan
tugas dan fungsi untuk itu.
Distribusi kekuasaan melalui undian adalah suatu bentuk pemberian kekuasaan
kepada orang atau kelompok orang yang (dapat) memenangi undian.Distribusi
kekuasaan jenis ini juga dapat meminimalkan konflik dan menghindari dominasi orang
atau kelompok orang tertentu.
b) Distribusi melalui usaha
Distribusi melalui usaha memiliki bermacam bentuk, seperti ujian saringan dan
latihan, pemilihan, dan perebutan.Tipe distribusi ini yang umum dikenal dan
dilaksanakan dalam masyarakat kontemporer adalah ujian saringan dan latihan.Kedua
bentuk distribusi ini bisa dilakukan berurutan, di mana seseorang atau kelompok orang
disaring terlebih dahulu melalui suatu ujian tertentu, setelah itu diberi pelatihan yang
diperlukan atau dianggap cukup untuk memegang kekuasaan tertentu.Pelatihan itu
sendiri bisa sebagai suatu bentuk ujian saringan, sehingga apabila seseorang atau
kelompok orang berhasil menyelesaikan pelatihan pada kualifikasi tertentu maka
seseorang atau kelompok tersebut dapat memperoleh suatu derajat kekuasaan
tertentu.Tidak jarang melalui hanya dengan ujian saringan, seseorang atau kelompok
orang diberi hal untuk mengelola suatu kekuasaan.
Pemilihan merupakan suatu bentuk yang lazim dilakukan oleh masyarakat yang
menganut pahm demokrasi untuk memilih seseorang atau kelompok orang yang diberi
hak untuk mengelola suatu kekuasaan.Di Indonesia, misalnya untuk menjadi anggota
legislative dilakukan suatu pemilihan umum legislatif melalui pemberian suara oleh
seluruh rakyat Indonesia yang berhak berdasarkan aturan perundang-undangan yang ada.
Menambang suara untuk mendapatkan peraihan suara terbesar dilakukan dengan
berbagai cara kasar maupun halus: penggunaan uang, pengaruh sosial, kekuatan pidato,
sugesti, gurauan canggung, menjegal dengan cara kasar dan halus di parlemen.
Perebutan merupakan suatu bentuk distribusi yang dilakukan melalui suaatu usaha
oleh seseorang atau kelompok orang.Perebutan kekuasaan dilakukan dengan berbagai
cara, seperti kudet, revolusi, pembunuhan, dan intervensi.Kudeta merupakan perebutan
kekuasaan terhadap orang yang memiliki kekuasaan yang sah dengan menggunakan
kekerasan atau damai.Kudeta dengan kekerasan biasanya dilakukan dengan
menggunakan senjata bersama orang atau kelompok orang yang memanggul senjata
seperti tentara atau para militer.Sedangkan kudeta secara damai biasanya dilakukan
dengan menggunakan tangan parlemen atau keputusan mahkamah konstitusi.
Revolusi merupakan perebutan kekyasaan dengan menggunakan
kekerasan.Perbedaan antara kudeta dan revolusi adalah yang disebut pertama meobah
pondasi idiologi dan sistem kekuasaan, sedangakan kudeta tidak.Perebutan kekuasaan
juga dilakukan melalui pembunuhan terhadap orang yang berkuasa.
Demikian pula dengan intervensi kekuasaan adalah suatu bentuk distribusi
kekuasaan dengan menggunakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak eksternal dari
sutau lingkup kekuasaan.
E.KONSUMSI KEKUASAAN

1. Konsep Konsumsi Kekuasaan

Menurut Don Slater (1997) kosumsi adalah bagaimana manusia dan aktor sosial
dengan kebutuhan ynag dimilikinya berhubungan dengan sesuatu (dalam hal material,
barang simbolis, jasa, atau pengalaman) yang dapat memuaskan mereka.Berhubungan
dengan sesuatu yang dapat memuaskan mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti menikmati, menonton, melihat, menghabiskan, mendengar, memerhatikan, dan
lainnya.

Dengan definisi seperti yang dikemukakan Slater tersebut, maka konsumsi mengacu
kepada seluruh aktivitas sosial yang orang lakukan sehingga bisa dipakai untuk mencirikan
dan mengenali mereka di saming apa yang mereka lakukan untuk hidup (Chaney, 2004).
Dengan demikian, tindakan konsumsi tidak hanya dipahami sebagai makan, minum,
sandang dan papan saja tetapi juga harus dipahami dalam berbagai fenomena dan kenyataan
berikut: menggunakan waktu luang, mendengar radio, menonton televisi, berdandan,
berwisata, menonton kosner, melihat pertandingan olahraga, membeli computer untuk
mengetik tugas kuliah atau mencari informasi, mengendarai kendaraan, dan lain sebagainya.

Dari definisi dan cakupan definisi tentang konsumsi yang telah diterangkan
sebelumya, maka konsumsi kekuasaan dapat dipahami sebagai seluruh aktivitas sosial dan
politik untuk merusak (to destroy), memakai (to use up), membuang (to waste), dan
menghabiskan (to exhaust) kekuasaan.

2. Tujuan Konsumsi Kekuasaan

Berikut ini diajukan beberapa alasan mengapa orang atau kelompok orang
mengonsumsi kekuasaan:

a. Untuk menyejahterakan dan memakmurkan bangsa.


b. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
c. Untuk memberikan rasa adil dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
d. Utuk menegakkan hak asasi manusia.
e. Untuk menghadirkan rasa aman dan tenteram dalam masyarakat.
f. Untuk menjaga kedaulatan negra, martabat, dan muruah bangsa.
g. Untuk menciptakan perdamaian umat manusia.
h. Untuk melanggengkan kekuasaan.
i. Untuk meraih kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.

Tujuan mengonsumsi kekuasaan dapat bersifat eksternal maupun internal dari diri
pemegang kekuasaan.Dari sembilan tujuan yang diajukan terdapat tujuh yang bersifat eksternal
dan dua yang bersifat internal bagi diri pemegang kekuasaan.
3. Cara Konsumsi Kekuasaan
Setiap orang atau kelompok orang memiliki cara dalam mengonsumsi kekuasaan.Cara
tersebut berhubungan dengan konteks, baik ruang maupun waktu. Paling tidak terdapat tiga cara
orang atau kelompok orang mengonsumsi kekuasaan.

A. Kerja Sama
Kerja sama merupakan interaksi dari orang-orang yang bekerja untuk mecapai tujuan
bersama. Suatu tujuan dapat dicapai dengan lebih mudah, selamat, dan cepat bila bekerja
bersama-sama dibandingkan dengan bekerja sendiri-sendiri. Kebanyakan hubungan yang sedang
terjadi memiliki unsur kerja sama, termasuk hubungan politik. Proses (re) produksi, distribusi
sampai konsumsi kekuasaan tidak bisa berjalan dengan mudah, selamat dan cepat kalau
melakukannya secara sendiri-sendiri. Oleh sebab itu, setiap proses aktivitas kekuasaan (dari
produksi sampai konsumsi) memerlukan kerja sama dengan pihak lain. Dalam perspektif ini,
kerja sama dapat dipandang juga sebagai berbagai risiko dengan tujuan berbagai kekuasaan.

B. Persaingan
Tidak mungkin orang-orang selalu mencapai tujuan mereka melalui kerja sama. Ketika
tujuan anda dan tujuan saya bersifat mutually exclusive, misalnya suatu jabatan tertentu tersedia
terbatas, maka salah satu di antara kita, saya atau anda memperolehnya, maka di sana bisa
muncul persaingan. Jadi dalam situasi yang kelangkaan, yaitu barang-barang, jasa, termasuk
kekuasaan yang diharapkan tidak tersedia cukup, maka hubungan sosial dan politik yang
mungkin terjadi adalah kompetisi atau konflik. (Brinkerhoff dan White 1989 : 63)
Perjuangan untuk memproleh sumber-sumber langka yang diatur melalui aturan yang
dimiliki secara bersama dikenal dengan kompetisi. Aturan main tersebut menegaskan kondisi
seperti apa suatu kemenangan dipandang fair dan suatu kekalahan dapat diterima dengan
keikhlasan. Apabila norma seperti di atas tidak jalan, maka kompetisi akan berubah menadi
konflik.
Dalam aktivitas politik, termasuk kekukasaan, juga memerlukan persaingan yang sehat dan
adil.Berbagai aturan yang berhubungan dengan persaingan sehat dan adil serta penegakannya
harus menjadi perhatian utama bagi semua stakeholders, sebab persaingan sehat dan adil perlu
bagi pembangunan politik. Dalam aktivitas politik terdapat berbagai macam aktivitas persaingan
kekuasaan, yaitu seperti pemilihan (legislatif, presiden, kepala daerah, atau desa), ujian saringan,
penjagaan citra, dan lain sebagainya.

C. Konflik
Seperti yang disinggung sebelumnya, ketika perjuangan terhadap sumber-sumber langka
tidak diatur dengan aturan bersama, maka konflik akan muncul. Konflik mencakup usaha untuk
menetralkan, merusak, dan mengalahkan lawan. Konflik menghasilkan perpecahan di satu sisi,
tetapi juga dapat meningkatkan solidaritas atau integrasi di sisi lain. Konflik dapat dalam bentuk
peperangan, kudeta, revolusi, pembunuhan, pendudukan, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai