Anda di halaman 1dari 8

Bab 5: kepentingan politik (political essentials)/ Esensi politik dalam perspektif antropologi

Terdapat 3 pokok bahasan yang terdiri atas: 1. Kekuasaan Politik, Kewenangan dan Legitimasi; (Political
Power, Authority & Legitimacy)-> konsep dasar didalam ilmu politik; 2. Kepemimpinan politik: Status Politik
Berasal, Dicapai & Ditugaskan; (Political leadership: Ascribed, Achieved & Assigned Political Status; and )
-> ini sangat luas, ingin tinjau dari sisi antropologi dan 3. Aspek Tradisional (Aspects of the Traditional).

1. Kekuasaan Politik, Kewenangan dan Legitimasi; (Political Power, Authority & Legitimacy)->
kerangka dasar.
Konsep sentral dalam kajian ilmu politik (Central Concept of Political Science), terdiri atas kekuasaan
(power), otoritas atau kewenangan (authority), dan legitimasi (legitimacy).
o Bagaimana kekuasaan berjalan menurut norma, kekuasaan dioperasikan oleh pemegang kekuasaan,
dan kekuasaan diikuti (perintah-perintahnya) oleh rakyatnya?
o Pertanyaan kunci:
1. Apa itu kekuasaan, siapa yang berkuasa, dan bagaimana menggunakan kekuasaan?
- Karena menurut michael fuko bahwa mereka yang berkuasa adalah mereka yang
memegang jabatan. Dalam arti yang lebih esensial michael fuko bahwa yang berkuasa
adalah mereka yang tidak punya jabatan/ tidak berada di striktur kekuasaan berarti
pengaruhnya besar. Jadi orang yang dipengaruhi itu ialah orang yang nempunyai
jabatan sedangkan yang punya jabatan tidak bisa melakukan apa2 atau lebih dari
mereka yang sekedar mereka yang mempengaruhi. Maka itulah orang yang berkuasa.
Poin penting orang yang berkuasa adalah mereka yang mampu mempengaruhi
pejabat yang memiliki kekuasaan tetapi tidak punya pengaruh. Hanya sekedar
boneka. Karena yang memengaruhi itu orang yang berkuasa.

2. Apa itu kewenangan, siapa yang memiliki kewenangan, dan bagaimana mengguna
kewenangan?
3. Apa itu legitimasi, siapa penguasa yang memiliki/menentukan legitimasi, danbagaimana
membangun legitimasi?
- Legitimasi adalah daya terima rakyat secara moral terhadap kekuasaan yang
dioperasikan oleh pemegang kekuasaan dan pemegang jabatan
 Bagaimana perspektif antropologi-politik?

a. Kekuasaan Politik
Kekuasaan adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu tudak melakukan sesuatu (Power is the ability to do
something)- sebagaimana ilustrasi:

 Jika Anda memiliki palu, Anda memiliki kekuatan untuk menggerakkan palu
(If you have a hammer, you have the power to drive a nail). Jadi, saat anda
memegang palu itu adalah kekuatan/kekuasaan untuk memegang palu.
 Jika Anda pegang pisau, Anda punya dua pilihan: memasak atau menikam (If
you hold a knife, you have two choices cooking or stabbing). Di sini berarti
kekuasaan itu bisa diartikal menjadi positif.
 Jika Anda memiliki pasukan, Anda memiliki kekuatan untuk menyerang
negara lain (If you have an army, you have the power to attack another nation).
Dengan demikian, menurut perkataan Ronson bahwa "Kekuasaan adalah interaksi pihak yang memengaruhi
dan yang dipengaruhi, atau satu pihak memengaruhi sedangkan pihak lain yang dipengaruhi." (Power is the
interaction between the party that influences and who is influenced, or one party influences while the other
party is influenced).

 Tiga Dimensi Kekuatan


1. Kekuasaan adalah pembuatan dan pelaksanaan keputusan (Power is the making and execution of
decisions);
2. Kekuasaan adalah penyusunan dan pelaksanaan agenda agenda politik (Power is the preparation and
implementation of political agendas); dan
3. Kekuasaan memiliki wajah ganda (Power has a double face):
o Di satu sisi mendorong kekuatan-kelompok politik dan mengarah pikiran orang untuk
mewujudkan tujuan tujuan kebaikan bersama (on the one hand it encourages political forces
and leads people's minds to realize common good goals); dan
o di sisi yang lain kekuasaan seringkali lekat dalam rupa persepsi dan preferensi manipulatif (on
the other hand power is often embedded in manipulative perceptions and preferences).
Skema:
- Kemampuan pemegang kekuasaan kendalikan pihak yang dikuasai.
- Melakukan sesuatu.
- Tidak Melakukan sesuatu.
- Agenda politik sesuai kehendak.
- Mencegah keputusan/ Tindakan.
- Pengendali an Pikiran.
- Manipulasi persepsi & preferensi.

 Sifat kekuasaan
o Weber menyumbang konsep kekuasaan melalui tipe-tipe sumber kekuasaan, yang didasarkan atas
kapasitas individu dalam memainkan tipe otoritas, yakni legal-rasional, tradisional, dan karismatik.
Dikatakan bahwa: "Power as the capacity of an individual to realize his will, even against the opposition of
others omit the even and thus make coercion and conflict of goals and interests inherent in the very nature of
power," ("Kekuasaan sebagai kapasitas individu untuk mewujudkan kehendaknya, bahkan melawan oposisi
orang lain menghilangkan bahkan dan dengan demikian membuat pemaksaan dan konflik tujuan dan
kepentingan yang melekat pada sifat kekuasaan,")
Weber juga mengatakan bahwa Tipe otoritas karismatik adalah penggunaan kekuasaan tanpa paksaan dan
kekerasan:
Ch= P – C
o Ch: Charismatic
o P: Power
o C: Coercion

b. Otoritas/kemenangan (Authority)
- Otoritas lebih merupakan implementasi kekuasaan dari pemegang kekuasaan-dan ini
bersifat eksklusif
o Otoritas adalah jenis kekuatan sosial tertentu (Authority is a specific kind of social power).
o Otoritas berarti Anda 'berwenang' untuk menggunakan jenis kekuatan tertentu dalam batas-batas
kelompok terorganisasi (Authority means that you are 'authorized' to wield certain kinds of power
within the bounds of an organized group).
o Otoritas juga berarti Anda menggunakan kekuasaan terhadap kolektivitas: beberapa atau semua
anggota kelompok tersebut terikat untuk mematuhi penggunaan Anda atas kekuatan itu (you wield
power over the collectivity: some or all members of that group are bound to comply with your use of
that power).
o Tukang kayu yang disewa kontraktor diberikan wewenang untuk memalu kayu, tetapi tidak berwenang
untuk meletakkan batu bata (a carpenter hired by a contractor is given authority to hammer wood, but
not authority to lay bricks).

 Tiga tipe otoritas


Menurut weber tadi:
o Authority (kewenangan) merupakan salah satu bentuk kekuasaan (the forms of power), dan hanya
dimiliki oleh pemegang kekuasaan yang sah (legitimate power), sedangkan tidak tiap pemegang
kekuasaan memiliki kekuasaan yang sah (un-legitimate authority).
o Pemegang otoritas jika dikaitkan dengan pelaksanaan, maka disebut otoritatif, yakni pemegang
kekuasaan ketika menjalankan kekuasaannya.
o Authority: power that people perceive as legitimate, not coercive.
Weber membedakan 3 tipe otoritas:
1. Otoritas Legal-Rasional (Legal-Rational Authority)
o Otoritas yang didasarkan atas prosedur dan hukum dan yang menjadikan seseorang memiliki
kewenangan untuk memerintah:
o Otoritas jenis ini merupakan bentuk pelembagaan politik resmi, karena rigit menyertakan
rasionalitas resmi"; dan
o Sumber otoritas ini membedakan 3 (tiga) jenis: (i) orang yang berkuasa,; (ii) orang yang tidak
berkuasa; dan/atau (iii) justru orang yang dikuasai.
2. Otoritas Tradisional (Traditional Authority)
o Basis sentral otoritas ini didasarkan atas keberadaan dominasi kepribadian (the presence of a
dominant personality)
o Otoritas yang mengandalkan kemapanan tradisi atau tata aturan (depends on established
tradition or order); dan
o Tipe yang merefleksikan rutinitas dan perilaku keseharian (reflective of everyday and routine
and conduct).
3. Otoritas Kharismatik (Charismatic Authority)
o Basis sentral otoritas yang dadasarkan karakter luar biasa dari seseorang (make a leader
extraordinary),
o Tipe otoritas yang menggambarkan kekuatan superioritas seseorang dan dianggap di atas rata-
rata kapasitas orang biasa; dan
o Orang dengan tipe ini menjadi magnet dalam memecahkan masalah sosial dan individual, dan
awam yakin akan kemampuan visi seseorang-sosok pemilik kharismatik ini.
Catatan:/ menegaskan:
1. Traditional: Legitimized through tradition;
2. Rational-legal: Legitimazied through law; and
3. Charismatic: Legitimized through personality.

c. Legitimasi
Legitimasi (adalah) mengacu pada apakah penggunaan suatu otoritas dianggap benar atau layak/pantas
(Legitimacy refers to whether or not the use of authority is perceived as correct and proper):
 Jika seorang polisi menembak seorang warga negara yang tak bersenjata, legitimasi dipertanyakan dan
kehilangan otoritasnya (If a police officer shoots an unarmed citizen the legitimacy of his actions
comes into question and he may lose his position of authority).
"Legitimasi adalah suatu persepsi umum atau asumsi bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pejabat
merupakan entitas yang telah dikehendaki secara tepat/layak, sesuai dengan konstruksi sosial yang terdiri atas
pengertian, norma, nilai, dan keyakinan." (Legitimacy is a generalized perception or assumption that the
actions of an entity are desirable, proper, or appropriate within some socially constructed system of norms,
values, beliefs, and definitions.) Suchman
o Derajat legitimasi ada 3:
1. Pre-legitimacy, yakni penguasa yakin memiliki hak moral untuk memerintah, namun rakyat belum atau
tidak mengakuinya. Dalam situasi begitu, seharusnya penguasa meletakkan jabatan. Namun bila
memaksakan, kewenangan yang dipegangnya tidak berlegitimasi (unlegitimate);
2. Legitimacy, yakni bila rakyat mengakui hak-hak moral penguasa untuk memerintah dengan
kewenangan yang dimilikinya, dan rakyat mendukung sepenuhnya terhada keputusan/kebijakan yang
telah diambil penguasa; dan
3. Post-legitimacy, yakni habisnya masa jabatan dan tidak lagi penguasa memiliki hak moral untuk
memegang jabatan, atau masa kekuasaan yang telah habis akibat persoalan yang memungkinkan atau
mengharuskan penguasa mundur. Source: suchman

o Persamaan dan perbedaan diantar dasar konsep politik:


o Persamaan:
Kekuasaan, otoritas, dan legitimasi merupakan konsep sentral di dalam ilmu politik, dam dalam kajian
antropologi politik merupakan bagian dari masyarakat manusia di dalam mengatur antar-subjek makhluk
manusia.
1. Kekuasaan
Kemampuan seseorang untuk mendayagunakan kapasitas yang melekat padanya dalam relasi
antara yang "menguasai dan yang dikuasai" (ruler and ruled), untuk melakukan sesuatu.
2. Otoritas
Operasi kekuasaan yang dijalankan oleh orang yang berkuasa atau memegang jabatan, atau
suatu perintah dari penguasa kepada yang dikuasai-hal menurut ruang lingkup kekuasaan.
3. Legitimasi
Penilaian khalayak atau pihak di luar lingkaran kekuasaan terhadap penggunaan otoritas oleh pemegang
kekuasaan, apakah otoritas yang dijalannya layak atau tepat, atau benar atau salah.

2. Kepemimpinan politik: Status Politik Berasal, Dicapai & Ditugaskan; (Political


leadership: Ascribed, Achieved & Assigned Political Status;
 Kepemimpinan dalam perspektif antropologi politik (Leadership in the perspective of political
anthropology)
 Kepemimpinan politik dalam tinjauan antropologi umumnya dipahami sebagai suatu sistem hubungan
sosial yang melibatkan otoritas, karisma, atau bentuk lain dari kekuatan pribadi atau kelembagaan,
namun yang aturannya khusus untuk, dan tertanam dalam, konteks budaya tertentu.
(Within anthropology, political leadership is generally understood as a system of social relationships
involving authority, charisma, or other forms of personal or institutional power, but whose rules are
specific to, and embedded within, a particular cultural context).

 Para antropolog mengakui bahwa kepemimpinan sebagai sebuah institusi bergantung pemahaman
otoritas dan relasional yang spesifik secara budaya.

"Kepemimpinan itu kreasi pengikut yang diperoleh dengan menunjukkan bahwa pemimpin itu
"memiliki keterampilan yang menuntut rasa hormat." (Leadership is a creation of followership'
acquired by demonstrating that the leader 'possesses the kind of skills that demand respect.)

 Munculnya Konsep Kepemimpinan


 Kepemimpinan arkeologi
 (1) Berkumpul dalam kehidupan sederhana. Muncul dari perikehidupan masyarakat makhluk
primata yang masih sederhana, dalam upaya untuk berburu dan meramu makanan. Untuk tujuan
itu, mereka memiliki hasrat untuk berkumpul dan hidup bersama (gregariousness). Mereka
berinteraksi satu dengan lainnya;
 (ii) Kapasitas interaksi, mereka membentuk (i) Koloni, komuniti/komunitas, lalu terbentuk pola-
pola interaksi dalam rupa (ii) berumah tangga, (iii) berdesa, dan (iv) ber-"negara-kota" -yang
seluruhnya itu membentuk (v) pengaturan: di satu sisi muncul pengikut, dan di sisi lain perlu ada
yang memimpin;

 Pembagian kerja
 (iii) Pembagian kerja, Koloni tertentu seperti semut dan lebah memunculkan pembagian kerja,
yakni:
o Siapa pekerja;
o Siapa prajurit;
o Siapa pengumpul makanan;
o Siapa calon ratu; dan
o Siapa ratu.
Sifat masing-masing
o Egoisme, mementingkan tugas masing masing dan
o Altruisme, membentuk solidaritas

o Menjadikan koloni jadi kuat, dan memungkinkan survival of the fittest"

 Peran alam
 (iv) Pada bentuk "masyarakat dengan hukum rimba," seperti dalam kehidupan cheetah, serigala,
harimau, singa, gajah, dan sejenisnya, muncul konsep "kekuasaan dengan gambaran:
o Motivasi utama adalah (i) Mencari sumber-sumber makanan, berikutnya adalah (ii)
Memertahankan lokasi di mana terdapatnya sumber-sumber makanan tersebut.
o (iii) "Hukum rimba berlaku"⇒ Saat satu di antara mereka paling kuat, mampu
mengalahkan siapapun, maka (iv) la yang tak terkalahkan itu disebut "penguasa."

 Munculnya Konsep Kepemimpinan


o Sampai kapan seorang penguasa punya jabatan "penguasa", sampai tak seekor pun yang mampu
mengalahkan → (v) Suksesi kepemimpinan tergantung seberapa lama seekor "penguasa"
bertahan, mampu tak terkalahkan itu.
 Di sinilah muncul konsep: (vi) "Penguasa teritori" (raja/ratu), yakni mereka yang berhasil
menundukkan; (vii) muncul konsep tata aturan ("hukum rimba"); dan (viii) sukesi
kepemimpinan, yakni sampai adanya perkelahian antar penghuni rimba raya.

 Konsep
"Otoritas dalam setiap masyarakat merupakan jenis kekuatan di mana para pemimpin (sebagai penguasa)
berhasil memerintah sesuai dengan hukum atau tradisi dan di mana orang rela menaati perintah karena
mereka menganggap pelaksanaan kekuasaan itu sah."
("Legitimate authority in every society constitutes a type of power in which leaders (as rulers) successfully
uphold the claim that they govern in accord with law or tradition and in which people willingly obey
commands because they perceive the exercise of power to be legitimate.")

 Tipe-tipe status sosial


1. Status Melekat (Ascribed Status): Status yang melekat pada seseorang akibat kelahiran dan faktor
seksualitas, atau akibat status yang diturunkan oleh orang tuanya. Sifat dari status ini adalah tertutup.
Posisi sosial (status) seperti jenis kelamin, ras, dan kelas sosial yang diperoleh seseorang saat lahir (A
social position (status) such as sex, race, and social class that a person acquires at birth). Kata kunci:
kelahiran, seksual, dan ras (birth, sexual, and race).
2. Status Diperjuangkan MAchieved Status): Status hasil usaha seseorang sehingga orang atau pihak lain
menempatkan lebih tinggi dari kebanyakan orang Sifat dari status ini adalah inklusif, artinya siapapun
asalkan bekerja keras dapat mencapai jenis ini. Posisi sosial (status) diperoleh melalui bakat dan upaya
individu (A social position (status) obtained through an individual's own talents and efforts). Kata
kunci: Prestasi, kekuasaan/jabatan, dan kualitas pribadi (achievement, power or position, and personal
quality).
3. Status Pemberian (Assigned Status): Status yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang
akibat jasa-jasa luar biasa. Sifat dari status ini adalah terbuka bagi siapa saja dengan syarat adanya
pengakuan jasa-jasa seorang atau sekelompok orang. Posisi sosial (status) seperti penganugerahan
bintang jasa, kepahlawanan, dan atau temuan di bidang ilmu pengetahuan (Social positions (status)
such as awarding service stars, heroism, or discovering things in the fields of science, technology, and
art that benefit humanity). Kata kunci: Pengakuan, penganugerahan, dan jasa luar biasa (Recognition,
awards and services).

3. Aspek Tradisional (Aspects of the Traditional)./ Aspek Tradisional Negara


 Munculnya konsep negara
 Tiap manusia berusaha untuk memertahankan hidupnya (the survival of the fittest). Karena itu, dalam
memertahankan hidupnya itu, tiap manusia hanya perlu menjalankan naluri alamiah (natural instinct,
basic instint) masing-masing, yakni memilih jalan hidup yang paling menguntungkan untuk
memertahankan hidupnya tersebut (level mikro),
 Pada awalnya kehidupan sosial manusia itu tidak beraturan. Tiap manusia bebas melakukan apa saja
menurut kebebasan alamiah (natural freedom)-nya. Bila perlu, untuk memertahankan hidupnya,
manusia menyerang kepada sesamanya.
 Manusia adalah serigala bagi manusia lain (homo homini lupus).
 Kehidupan sosial manusia díatur oleh "hukum rimba" (ius naturalis). Siapa kuat, siapa yang bertahan
hidup (level makro).

 Kebebasan Alami Manusia


Kebebasan alamiah manusia (human natural freedom) merupakan perwujudan dari upaya untuk
memeroleh makan, hasrat seksual, dan membunuh sesama manusia. Tema-tema interaksi sosial di antara
para penghuni rimba adalah perebutan untuk memeroleh sumber sumber makanan, penyaluran kebutuhan
seks, dan dalam rangka memenangkan pertarungan untuk bertahan hidup tersebut.
o Thomas Hobbes (1588-1679):
Dalam keadaan seperti itu, tiap individu merasa tidak aman, selalu merasa ketakutan menyangkut keselamatan
masing-masing, karena pada hakikatnya manusia adalah serigala bagi orang lain. Hanya dengan menyerang
sesamanya, mereka dapat bertahan hidup.
Perkembangan akali manusia mengikis perilaku purba. Mereka juga menghidupkan naluri alamiah manusia
lainnya, yakni keinginan untuk hidup aman, nyaman, dan damai, dan mentransformasikannya ke dalam
ketertib sosial. Manusia mengubah "hukum rimba" (ius naturalis) menjadi "hukum alam" (lex naturalis)-
semacam aturan-aturan dengan perantaraan akal sehat, dan yang memuat kewajiban dan larangan.
 Undang- undang
o Tujuan undang-undang ini adalah untuk menciptakan perdamaian, melalui cara membatasi
kemerdekaan alamiah dari setiap orang;
o Selain itu, Hobbes berpendapat: perlunya diangkat seorang raja dengan kekuasaan absolut;
o Raja berdiri di atas kepentingan-kepentingan warga. Raja tidak tidak oleh aturan tersebut, karena
rajaadalah hukum itu sendiri.
Munculnya aturan dan raja menegaskan munculnya kepemimpinan, yang memisikan ketertiban sosial. Negara
yang dibentuk oleh raja adalah bayangan kekuatan penertib sosial dari kehidupan umat manusia. (Arief
Budiman)

 Skema Negara & Kedaulatan


Kehidupan kacau umat manusia-> Ius naturalis ke Lex naturalis-> Konsep negara kerajaan (aturan & raja)
Monarki Konstitusional-> Raja & kekuasaan absolutisme-> Konsep negara kerajaan (aturan & raja)
Kedaulatan Tuhan-> Kedaulatan Raja-> Raja kepala negara + PM (kabinet), Kedaulatan Hukum, Kedaulatan
Rakyat, dan demokrasi.

 Negara sebagai sistem kolektif


The state as a system means that the state has the tools to carry out state missions.
 Misi minimum negara:
o Batas paling sederhana dari misi negara adalah menjamin ketertiban sosial, terpeliharanya hak-hak
setiap warga negara, dan negara melindungi kesejahteraan sosial warga negara.
 Misi maksimum negara:
o kewajiban negara untuk membina kehidupan yang bahagia bagi semua warga negara.

 Dimensi Netralitas & Keberpihakan negara


 Dimensi netralitas negara::
o Negara yang diperintah dengan baik, mendorong kepatuhan rakyat yang diperintah, asalkan tujuan-
tujuan negara diabdikan untuk menjaga kepentingan umum, sedangkan negara yang dijalankan
tidak netral mendorong tumbuhnya pembangkangan sosial (social disobedience);
 Dimensi keberpihakan negara:
o Dalam perkembangan lain rakyat akan juga tidak memercayai bahwa negara merupakan lembaga
netral, rakyat akan menolak untuk diperintah oleh negara.
o Jika negara tidak netral dan hanya melayani kepentingan satu atau segelintir golongan saja,
golongan yang merasa kepentingannya tidak diperhatikan akan memertanyakan keabsahan negara
untuk memerintah.

Anda mungkin juga menyukai