Anda di halaman 1dari 12

A.

Hubungan Kekuasaan dan Pekerjaan


1) Definisi Hubungan kekuasaan dan pekerjaan

Kekuasaan menurut KBBI ialah kuasa (untuk mengurus, memerintah dan


sebagainnya), Greenberg dan Baron (2000) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan
atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut
tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut
seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus. Riker (1964) berpendapat bahwa
perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-
akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan
adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya lalu pekerjaan ialah barang apa yang
dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dan sebagainya); tugas kewajiban. Menurut Ndraha
(2011:5) Definisi hubungan pemerintahan adalah hubungan yang terjadi antara hubungan
yang terjadi antara yang diberi perintah dengan pemerintah berada pada berbagai posisi dan
melakukan berbagai peran satu terhadap yang lain, baik timbal balik maupun searah,
seimbang maupun tidak. Hubungan pemerintahan mengikuti pola sistem pada umumnya,
baik dalam bentuk sistem komunikasi maupun dalam bentuk siklus.1 Maka dapat kita
simpulkan hubungan kekuasaan dan pekerjaan ialah segala aktivitas yang saling berkaitan
antara kekuasaan (pemerintahan) dan pekerjaan.

2) Unsur Kekuasaan

Kekuasaan terdiri dari tiga unsur, yaitu tujuan, cara, dan hasil. Kekuasaan dapat
digunakan untuk tujuan yang baik dan yang tidak baik. Tujuan dari penggunaan
kekuasaan biasanya akan mempengaruhi cara yang dipilih oleh individu atau kelompok
yang memiliki kekuasaan. Jika pemegang kekuasaan memiliki tujuan yang baik, maka
cara yang dipilih juga akan baik. Dan sebaliknya, jika pemegang kekuasaan
menghendaki tujuan yang tidak baik, maka cara yang digunakan juga tidak baik,
misalnya dengan mengancam. Kemudian, unsur yang terakhir atau hasil dari kekuasaan
dapat dilihat dari jumlah individu yang dapat dikendalikan atau dipengaruhi, dan
seberapa besar pengaruh kekuasaan tersebut. Sikap pihak yang dikuasai, turut
menentukan kualitas kekuasan yang berlaku atas dirinya. Jika diterima dan didukung,

1
Patricia Dhiana Paramita, Keterkaitan Antara Politik Dan Kekuasaan Dalam Organisasi, Hal. 6
maka kekuasaan itu merupakan wibawa. Kekuasaan yang demikian tidak banyak
memerlukan paksaan (kekuatan) dalam penggunannya.

3) Tipe-tipe Kekuasaan

Menurut Tosi, Rizzo, dan Carrol (1990), ada lima tipe kekuasaan, yaitu :

a. Reward Power Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk
memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.
Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan
orang lain menemukan kepuasan. Dalam deskripsi konkrit adalah jika anda dapat
menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan akan meningkat, maka dapat
menggunkan reward power. Bahwa seseorang dapat melakukan reward power karena
ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.
b. Coercive Power Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan
kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika
bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum
dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji
karyawan. Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak
digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam
atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin
bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya.
c. Referent Power Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau
liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai
kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit,
seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu
melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan
atasannya.
d. Expert Power Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diri pada
suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki
pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.
Seorang atasan akan dianggap memilik Expert power tentang pemecahan suatu
persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut
dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari
munculnya expert power.
e. Legitimate Power Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual
power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk
mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan
ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai
cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki
senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut
melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut. Kekuasaan hampir selalu
berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau
paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan.
Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit
menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan
ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan
adalah dengan cara mempersuasi mereka. cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih
mahal, dibanding jika karyawan secara spontan termotivasi untuk mencapai tujuan
organisasi yang mereka pahami berasal dari Definisi tradisional kekuasaan difokuskan
pada kemampuan perorangan untuk menentukan atau membatasi hasil-hasil.

4) Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi

Kekuasaan Berdasarkan Kedudukan memiliki pengaruh potensial yang berasal dari


kewenangan yang sah karena kedudukannya dalam organisasi terdiri dari :

a. Kewenangan Formal Kewenangan Formal, yaitu kewenangan yang mengacu


pada hak prerogatif, kewajiban dan tanggung jawab seseorang berkaitan dengan
kedudukannya dalam organisasi atau sistem sosial. Kontrol terhadap sumber
daya dan imbalan, merupakan kontrol dan penguasaan terhadap sumber daya
dan imbalan terkait dengankedudukan formal. Makin tinggi posisi seseorang
dalam hirarki organisasi, makin banyak kontrol yang dipunyai orang tersebut
terhadap sumber daya yang terbatas. Kontrol terhadap hukuman merupakan
kapasitas untuk mencegah seseorang memperoleh imbalan.. Kontrol terhadap
informasi menyangkut kontrol terhadap akses terhadap informasi penting
maupun kontrol terhadap distribusinya kepada orang lain. Kontrol ekologis
menyangkut kontrol terhadap lingkungan fisik, teknologi dan metode
pengorganisasian pekerjaan.
b. Kekuasaan Pribadi. Kekuasaan pribadi menjelaskan bahwa kelompok sumber
kekuasaan berdasarkan kedudukan akan berlimpah pada orang-orang yang
secara hirarki mempunyai kedudukan dalam organisasi. Pengaruh potensial
yang melekat pada keunggulan individu terdiri dari : - Kekuasaan keahlian
(expert power) Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan kekuasaan yang
bersumber dari keahlian dalam memecahkan masalah tugas-tugas penting.
Semakin tergantung pihak lain terhadap keahlian seseorang, semakin bertambah
kekuasaan keahlian (expert power) orang tersebut. - Kekuasaan kesetiaan
(referent power) Kekuasaan kesetiaan (referent power) merupakan potensi
seseorang yang menyebabkan orang lain mengagumi dan memenuhi permintaan
orang tersebut. Referent power terkait dengan keterampilan interaksi antar
pribadi, seperti pesona, kebijaksanaan, diplomasi dan empati. - Kekuasaan
karisma Kekuasaan karisma merupakan sifat bawaan dari seseorang yang
mencakup penampilan, karakter dan kepribadian yang mampu mempengaruhi
orang lain untuk suatu tujuan tertentu.2

5) Hubungan Pemerintahan

Komunikasi pemerintahan merupakan komunikasi antar manusia (human


communication) yang terjadi dalam konteks organisasi pemerintahan. Karena itu
komunikasi pemerintahan tidak lepas dari kontek komunikasi organisasi dan ia juga
merupakan bagian dari komunikasi organisasi. Arus penyampaian dan penerimaan pesan
dilakukan melalui jaringan yang sifat hubungannya saling tergantung satu sama lain
berdasarkan aturan-aturan formal. Pesan yang disampaikan dan yang diterima bukan saja
berupa informasi, melainkan juga penyebaran ide-ide (sharing ideas), instruksi
(instruction), atau perasaan-perasaan (feelings) (Malone, 1997: 170) berhubungan dengan
tindakan dan kebijakan pemerintah. Melalui komunikasi pemerintahan, birokrat
pemerintah berbagi informasi, gagasan atau perasaan, dan sikap dengan partisipan
komunikasi lainnya yang disebut komunikan, yaitu aparatur pemerintah untuk internal
organisasi dan dunia usaha, masyarakat dan organisasi- organisasi non-pemerintah untuk
eksternal organisasi, dan sebaliknya. Jadi komunikasi pemerintahan pada hakekatnya

2
Ibid, Hal. 8-9
merupakan proses penyebaran dan pertukaran informasi di dalam dan dengan luar
organisasi. Melalui komunikasi pemerintahan, maka eksekutif pemerintahan bertukar dan
membagi informasi dengan yang lain, yaitu dengan legislatif, dengan staf, dengan pelaku
bisnis, dan dengan masyarakat. Melalui komunikasi, eksekutif pemerintah atau
administrator atau manajer pemerintah bermaksud untuk mempengaruhi sikap (attitude),
pemahaman (understanding), dan perilaku (behavior) birokrasi dan masyarakat. Dengan
demikian, tiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan demokratis
merupakan bagian dari proses komunikasi pemerintahan, baik sebagai sender di satu waktu,
dan di waktu lain ia menjadi receiver.

Komunikasi bagi pimpinan bukan saja sebagai alat untuk menyampaikan informasi
tetapi juga sarana memadukan aktivitas kerja sama keorganisasian (organizational
cooperation). Michele Tolela Myers dan Gail E Myers (dalam Ulbert, 1992:220),
menyatakan, ”communication is what permits people to organize,..without communication
there is no organized activity”. Aktivitas komunikasi yang dilancarkan oleh anggota
organisasi dalam hubungan kerja, pada umumnya bertujuan untuk:

1. Meningkatkan hubungan kerja dan kerja sama yang baik antar individu dan antar unit
organisasi atau departemen;
2. Mengetahui sedini mungkin masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan
pekerjaan dari masing-masing unit organisasi;
3. Mengurangi aspek negatif dari timbulnya konflik maupun frustrasi;
4. Mendorong semangat kerja (Gondokusumo, 1980 : 2).

Suasana kerja akan terasa lebih intim apabila komunikasi yang dilancarkan dapat
berlangsung dua arah (two way communication), kerena dengan interaksi langsung antara
atasan dan bawahan secara tatap muka (face to face) diharapkan akan dapat menciptakan
suasana keterbukaan, sehingga masing-masing pihak dapat saling menyesuaikan diri secara
timbal balik (mutual adaptation) dalam tingkat strong emotion (adanya keterlibatan emosi).
Apabila komunikasi diartikan sebagai proses interaksi dan penyampaian informasi, maka
proses interaksi tersebut berlangsung dalam suatu jaringan kerja komunikasi yang dapat
terjadi melalui struktur formal atau proses informal. Hakikat jaringan kerja adalah suatu
pola-pola saluran komunikasi dari pesan-pesan ke dan dari suatu kelompok ke kelompok
lain atau di antara anggota dalam satu kelompok. Jaringan komunikasi yang muncul dapat
secara terpusat, menyebar sekuensial, dan resiprokal. Oleh karena saluran komunikasi
formal ditetapkan melalui hierarki organisasi dan wewenang, serta tanggung jawab maka
arus informasi dalam proses komunikasi bervariasi antara komunikasi vertikal, komunikasi
horizontal, dan komunikasi diagonal. Komunikasi vertikal sebagaimana telah diuraikan
pada bab terdahulu, merupakan komunikasi di mana arus informasi dalam organisasi
mengalir dari superior ke supervisor hingga ke subordinasi atau dari orang pada jenjang
hierarki paling tinggi ke jenjang hierarki paling bawah. Sedangkan komunikasi horizontal
adalah proses komunikasi yang menunjukkan arus informasi di antara orang- orang sejawat
(peers) pada tingkat hierarki yang sama dalam organisasi, misalnya antara manajer dengan
manajer, antara supervisor dengan supervisor, antara karyawan dengan karyawan.
Komunikasi horizontal mempunyai tiga tujuan sebagaimana dikemukakan oleh Myers &
Myers,1982, yaitu:

1. To provide socio emotional support among peers, or to help everybody get along better
(untuk memberikan dukungan emosi sosial di antara teman, atau membantu setiap
orang berhubungan dengan lebih baik);
2. To permit coordination between peers in the work process so they can do a more
efficient job (untuk memberikan koordinasi antara teman dalam proses kerja, sehingga
mereka dapat bekerja lebih efektif);
3. To diffuse the locus of control in the organization or to spread the authority and
responsibility (untuk menghilangkan pemusatan kontrol dalam organisasi atau untuk
menyebarkan wewenang dan tanggung jawab).

Komunikasi diagonal, adalah proses komunikasi di mana arus informasi mengalir di


antara orang pada tingkat hierarki organisasi yang tidak sama, atau interaksi antar
departemen. Komunikasi diagonal banyak terjadi pada departemen lini dan staf, di mana
mungkin staf atau salah satu dari departemen ini mempunyai otoritas fungsional.
Bagaimana bentuk sistem dan proses komunikasi yang berlangsung lewat media, baik
komunikasi tertulis maupun komunikasi oral atau verbal? Komunikasi tulisan banyak
bentuknya, misalnya memo, laporan, poster, buletin, surat kabar dan buku pegangan,
sedangkan komunikasi oral berbentuk tatap muka (face to face), verbal order, telepon, dan
pertemuan, yang dilakukan melalui ekspresi wajah, posisi badan, kontak mata dan gerak
isyarat lainnya. Apabila diamati, proses komunikasi yang berkembang dan dikaitkan
dengan masalah hubungan manusia secara umum dapat dibedakan dalam pengertian luas
dan dalam pengertian sempit. Hubungan manusia dalam arti luas menunjukkan interaksi
seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dan dalam semua sektor kehidupan.
Dalam arti sempit, proses komunikasi merupakan interaksi antara seseorang dengan orang
lain, tetapi terbatas pada situasi kerja dan dalam organisasi (Rogers & Rogers, 1975).
Sebagaimana dikatakan oleh Keith Davis, dipandang dari sudut pimpinan yang
bertanggung jawab untuk memimpin suatu kelompok, hubungan manusiawi adalah
interaksi orang-orang menuju situasi kerja yang memotivasi mereka untuk bekerja secara
produktif dengan perasaan puas, baik secara ekonomis, psikologis maupun sosial.

Di samping jenis dan bentuk- bentuk komunikasi yang diuraikan di atas, dalam
organisasi dikenal juga komunikasi formal dan komunikasi informal. Yang termasuk
komunikasi formal adalah komunikasi yang cenderung memperlihatkan komunikasi tugas,
yakni komunikasi antara bawahan dengan atasan, atau sebaliknya. Dengan perkataan lain,
saluran komunikasi formal mengikuti jenjang komando yang sudah mapan (establish)
melalui suatu hierarki otoritas organisasi. Oleh karena saluran komunikasi formal diakui
sebagai suatu yang resmi (official) dan otoritatif maka cenderung merupakan tipikal dari
komunikasi tertulis. Ciri lain dari komunikasi formal adalah digunakan untuk semua pesan-
pesan resmi, termasuk pengarahan, prosedur, kebijakan, keputusan, memorandum,
instruksi kerja dan lain-lain. Komunikasi informal pada umumnya tidak mengikuti jalur
hierarki organisasi dan otoritas. Akan tetapi, merupakan saluran komunikasi yang tidak
direncanakan oleh superior. Dalam kenyataan di lapangan komunikasi informal sering
melangkahi saluran komunikasi formal. Selain dari berbagai saluran komunikasi,
permasalahan yang tidak dapat diabaikan dalam berkomunikasi adalah perbedaan latar
belakang budaya di antara pengirim dan penerima pesan, karena kultural dapat
menimbulkan error atau noise dalam pengertian pesan yang disampaikan, karena orang
yang berbeda latar belakang budaya dapat menafsirkan komunikasi yang sama secara
berbeda. Ini dapat menyebabkan perbedaan dalam membuat sandi bagi komunikator dan
proses menguraikan sandi bagi komunikan. Jika ada kesamaan pengertian antara sandi yang
dibuat dengan sandi yang diuraikan, maka proses komunikasi menjadi efektif dan jika
terjadi perbedaan di antara keduanya, tentu proses komunikasi akan terganggu.

Hierarki wewenang dalam struktur organisasi dapat menciptakan hambatan ke arah


komunikasi yang efektif. Demikian pula perbedaan status dalam struktur menciptakan
hambatan-hambatan khusus di antara superior dan subordinasinya. Oleh sebab itu, perlu
dicarikan suatu solusi agar personil yang menduduki jabatan tertentu tidak menjadi angkuh
karena jabatannya. Berdasarkan wewenang dan posisinya dalam struktur organisasi, para
manajer cenderung lebih banyak memberi tahu (telling) bukan mendengar (listening),
sebaliknya bawahan mungkin mengatakan kepada atasan mereka apa yang mereka
harapkan di dengar oleh atasan. Jadi, perbedaan status antara pengirim (sender) dan
penerima (receiver) dapat menjadi hambatan bagi proses komunikasi yang efektif. Oleh
sebab itu, untuk menciptakan komunikasi yang efektif, perlu dilakukan tindakan-tindakan
sebagaimana dikemukakan oleh Gibson, (1984:14) sebagai berikut.

1. Mengadakan tindakan langsung (following up).


2. Mengatur arus informasi (regulating information flow).
3. Memanfaatkan umpan balik (utilizing feedback).
4. Penghayatan (empathy).
5. Pengulangan (repetition).
6. Mendorong saling mempercayai (encouraging mutual truts).
7. Penetapan waktu secara efektif (effective timing).
8. Menyederhanakan bahasa.
9. Mendengarkan secara efektif.
10. Memanfaatkan selentingan.

6) Konsep Hubungan Kekuasaan dan Pekerjaan

Bertolak dari uraian tentang kajian teoritis pemerintahan, apabila diaplikasikan


ke dalam pengertian komunikasi pemerintahan, dalam arti menggabungkan kedua
makna tersebut lalu di analogi dengan kenyataan yang berkembang dapat diasumsikan
bahwa komunikasi pemerintahan adalah “kemampuan aparatur pemerintahan dalam
mengemas ide, gagasan, program untuk diinformasikan kepada masyarakat secara tidak
melawan hukum dalam mencapai tujuan negara dan tujuan pemerintah secara sah”.
Komunikasi pemerintah berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah guna mencapai
tujuan negara dan pemerintahan sebagaimana yang diamanahkan oleh UUD 1945
alinea keempat, yakni:

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;


2. memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4. dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Permasalahan empirik di lapangan adalah bagaimana bentuk kerja sama antara
pemerintah dan masyarakat yang lebih dikenal dengan hubungan kemitraan, yakni
suatu bentuk kerja sama yang mengandung unsur kesejajaran antara pengatur dan yang
diatur. Komunikasi yang dilakukan di dalam suatu organisasi/lembaga adalah untuk
menyampaikan kepada si penerima pesan agar dapat dipahami oleh anggota
organisasi/lembaga maupun semua pihak. Berkaitan dengan fungsi komunikasi
pemerintahan, Koontz, et.al. (1996:169 – 170) mengemukakan bahwa komunikasi
penting artinya karena komunikasi memadukan fungsi-fungsi manajemen. Secara
khusus komunikasi diperlukan untuk:

1. Menetapkan dan menyebarluaskan tujuan organisasi;


2. Menyusun rencana untuk mencapai tujuan;
3. Mengorganisasi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dengan cara paling
efektif dan efisien;
4. Menyeleksi, mengembangkan, dan menilai anggota organisasi;
5. Memimpin, mengarahkan, dan memotivasi, serta menciptakan iklim yang
menimbulkan orang untuk memberi kontribusi;
6. Mengendalikan prestasi.

Komunikasi yang baik pada umumnya adalah komunikasi yang dilakukan secara
parsimony, yakni sederhana, mudah dimengerti, dan tidak berbelit-belit. Dalam
organisasi yang efektif komunikasi mengalir ke berbagai arah, ke bawah, ke atas, dan
ke samping secara bersilang, sebagaimana dikemukakan Wayne dan Faules (1998:184-
195) bahwa komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi, berarti bahwa informasi
mengalir dari jabatan yang berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih
rendah. Komunikasi ke atas dalam organisasi, berarti bahwa informasi mengalir dari
tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia). Sedangkan
komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat
dalam unit kerja yang sama.3

Pemerintah merupakan suatu gejala yang berlangsung dalam kehidupan


bermasyarakat yaitu hubungan antara manusia dengan setiap kelompok termasuk dalam
keluarga. Masyarakat sebagai suatu gabungan dari sistem sosial, akan senantiasa
menyangkut dengan unsur-unsur pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti

3
Erliana Hasan, Paradigma Komunikasi Pemerintahan, IPEM4319/Modul 1, Hal. 1.30 – 1.36
keselamatan, istirahat, pakaian dan makanan. Dalam memenuhi kebutuhan dasar itu,
manusia perlu bekerja sama dan berkelompok dengan orang lain; dan bagi kebutuhan
sekunder maka diperlukan bahasa untuk berkomunikasi menurut makna yang
disepakati bersama, dan institusi sosial yang berlaku sebagai kontrol dalam aktivitas
dan mengembangkan masyarakat. Kebutuhan sekunder tersebut adalah kebutuhan
untuk bekerjasama, menyelesaikan konflik, dan interaksi antar sesama warga
masyarakat. Dengan timbulnya kebutuhan dasar dan sekunder tersebut maka terbentuk
pula institusi sosial yang dapat memberi pedoman melakukan kontrol dan
mempersatukan (integrasi) anggota masyarakat. Untuk membentuk institusi-institusi
tersebut, masyarakat membuat kesepakatan atau perjanjian diantara mereka, yang
menurut Rosseau (terjemahan Sumardjo, 1986 : 15) adalah konflik kontrak sosial
(social contract). Adanya kontrak sosial tersebut selanjutnya melahirkan kekuasan dan
institusi pemerintahan.

B. Pola Tingkah Laku Individu dan Pekerjaan


1) Definisi Pola Tingkah Laku Individu dan Pekerjaan

Pola Tingkah Laku Individu adalah perilaku baik itu ucapan atau tindakan individu
yang bisa diperhatikan, diukur serta dinilai yang dilakukan secara sadar maupun tidak
sadar. Polah tingkah laku juga diartikan sebagai reaksi individu atas rangsangan yang
muncul di lingkungannya. Polah tingkah laku individu secara singkat bisa juga diartikan
sebagai bagaimana seorang individu bertingkah laku yang mencakup perbuatan nyata yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara naluriah atau pun biologis.
Karena Rusadi Sumitaputra membatasi polah tingkah laku individu sehubungan dengan
budaya politik maka pengertiannya bisa dipersempit menjadi bagaimana seseorang
bertingkah laku sebagai reaksi atas rangsangan yang ada di lingkungan politiknya. Adapun
pekerjaan sudah kita ketahui bersama, maka dalam hal ini dapat disimpulkan pola tingkah
laku individu dan pekerjaan ialah bagaimana individu bertingkah laku yang mencakup
perbuatan nyata yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampingan
dengan pekerjaan.

1) Karakteristik Individu

Setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan
karakteristik yang memperoleh dari pengaruh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan
karakteristik keturunan yang dimiliki sejak lahir, baik yang menyangkut faktor biologis
maupun faktor sosial psikologis. Kepribadian, perilaku apa yang diperkuat, dipikirkan, dan
dirasakan oleh seseorang (individu) merupakan hasil dari perpaduan antara faktor biologis
sebagaimana unsur bawaan dan pengaruh lingkungan.

Natur dan nature merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan karakteristik-
karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat
perkembangan. Seorang bayi yang baru lahir merupakan hasil dari dua garis keluarga, yaitu
garis keturunan ayah dan garis keturunan ibu. Sejak terjadinya pembuahan atau konsepsi
kehidupan yang baru, maka secara berkesinambungan dipengaruhi oleh bermacam-macam
faktor lingkungan yang merangsang.

2) Perbedaan Individu

Organisasi dibentuk oleh sekelompok individu yang saling bekerja sama. Tetapi dalam
organisasi, individu adalah sesuatu yang unik yang akan memunculkan perilaku yang berbeda
dengan individu-individu lainnya. Hal inilah mempengaruhi perilaku dan perbedaan individu
dalam sebuah organisasi.

3) Perilaku individu dalam pekerjaan

Berikut adalah perilaku dan perbedaan individu dalam sebuah organisasi:

1. Karyawan yang memasuki suatu organisasi harus menyesuaikan diri dengan


lingkungan yang baru, orang-orang baru, dan tugas-tugas baru. Cara orang
menyesuaikan diri dengan situasi dan orang lain sebagian besar akan tergantung pada
susunan psikologis dan latar belakang mereka.
2. Proses persepsi individu membantu orang menghadapi kenyataan dunia. Orang
dipengaruhi oleh orang lain, situasi, kebutuhan, dan pengalaman waktu lampau. Selain
manajer berpersepsi terhadap karyawan, mereka juga berpersepsi terhadap manajer
lain.
3. Sikap berkaitan dengan pola perilaku dalam suatu cara yang kompleks. Sikap itu
diorganisasi dan memiliki dasar emosional untuk kebanyakan hubungan antar pribadi
seseorang. Mengubah sikap sangat sulit dan paling tidak memerlukan kepercayaan dari
orang yang berkomunikasi dan pesan yang meyakinkan.
4. Kepuasan kerja ialah sikap yang dimiliki pekerja tentang pekerjaan mereka. Manajer
harus tanggap terhadap penemuan riset bahwa seorang pekerja yang merasa puas tidak
dengan sendirinya seorang yang berprestasi lebih tinggi.
5. Kepribadian berkembang jauh sebelum seseorang memasuki suatu organisasi.
Kepribadian dipengaruhi oleh faktor keturunan, budaya, dan faktor sosial. Berasumsi
bahwa kepribadian dapat diubah dengan mudah, dapat menimbulkan kefrustasian
manajemen dan masalah-masalah etis. Manajer harus mencoba mengubah kepribadian
tersebut agar cocok dengan model orang ideal.
6. Sejumlah variabel kepribadian seperti tempat pengendalian (locus of control),
kreativitas, androgini, dan Machiavellianisme telah dibuktikan mempunyai hubungan
dengan perilaku dan prestasi. Meskipun sulit untuk diukur, variabel-variabel ini sangat
penting untuk menjelaskan dan meramalkan perilaku individu

Selain itu ada beberapa segi perbedaan individual lainnya yaitu ;

1. Kecerdasan
2. Hasilbelajar
3. Bakat
4. Sikap
5. Kebiasaan
6. Pengetahuan
7. Kepribadian
8. cita-cita
9. kebutuhan
10. minat
11. pola-pola dan tempo perkembangan
12. ciri-ciri jasmaniah
13. latar belakang lingkungan.4

4
https://www.kompasiana.com/mufidahfisha/551fc1508133112e0d9df58c/individu-dalam-organisasi, diakses
appda tanggal 15 November 2019 pada pukul 07.39 WITA

Anda mungkin juga menyukai