Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KEKUASAAN DAN POLITIK


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori dan Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu: Dr. Vivin Maharani Ekowati, M.Si

Disusun Oleh:

Maretha Nery Aumita Wahyudi 220501110047


Noor Muhammad Abdillah 220501110059
Edho Kharisma Roziqin 220501110096
Aulia Aisy Nurwasita 220501110234
Nurul Hidayati 220501110101

KELAS B
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi tentang Kekuasaan dan Politik dalam organisasi hanya sedikit. Beberapa
studi justru menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Kekuasaan dan Politik adalah
sesuatu yang ada dan dialami dalam kehidupan setiap organisasi tetapi agak sulit untuk
mengukurnya akan tetapi penting untuk dipelajari dalam perilaku keorganisasian, karena
keberadaannya dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang ada dalam organisasi.
Pada saat setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan
satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih
individu.
Politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada
organisasi formal, badan usaha, organisasi keagamaan, kelompok, bahkan
pada unitkeluarga. Politik adalah suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan
diperoleh, ditransfer, dan digunakan.
Politik dijalankan untuk menyeimbangkan kepentingan individu karyawan dan
kepentingan manajer, serta kepentingan organisasi. Ketika keseimbangan tersebut
tercapai, kepentingan individu akan mendorong pencapaian kepentingan organisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan dan sumber-sumber kekuasaan ?
2. Apa saja taktik kekuasaan ?
3. Apa saja yang menyebabkan ketergantungan dan kekuasaan ?
4. Bagaimana perilaku politik dalam organisasi ?
5. Apa saja faktor-faktor perilaku politik dalam organsasi ?

C. Tujuan
Adapun tujuan masalah maklah ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengertian dan sumber-sumber kekuasaan
2. Dapat mengetahui taktik kekuasaan
3. Dapat mengetahui penyebab dari ketergantungan dan kekuasaan.
4. Dapat mengetahui perilaku politik dalam organisasi.
5. Dapat mengetahui faktor-faktor perilaku politik dalam organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (Power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A.
Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar
efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Barangkali aspek terpenting dari
kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency).
Semakin besar ketergantungan B pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam
hubungan tersebut.
1. Membandingkan Kepemimpinan dan Kekuasaan
Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk
mewujudkan tujuan kelompok. Para pemimpin mencapai tujuan, dan kekuasaan
adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka tersebut. Perbedaan antara kedua
istilah itu adalah salah satu perbedaannya terkait dengan kesesuaian tujuan.
Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan, antara tujuan pemimpin dan
mereka yang dipimpin. Perbedaaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh.
Kepemimpinan berfokus pada pengaruh ke bawah kepada para pengikut.
Kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke atas.
Kekuasaan tidak demikian. Perbedaan lain lagi terkait dengan penekanan
penelitian. Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian besar, menekankan gaya.
Penelitian tersebut mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti : Seberapa
suportif semestinya seorang pemimpin? Sampai tingkat mana proses pengambilan
keputusan harus dilakukan bersama dengan para pengikut? Sebaliknya penelitian
mengenai kekuasaan cenderung mencakup bidang yang lebih luas dan terfokus
pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah. Penelitian itu
melampaui individu sebagai pelaksana kekuasaan karena kekuasaan dapat
digunakan oleh kelompok dan juga individu utnuk mengendalikan individu atau
kelompok-kelompok yang lain.
2. Landasan Kekuasaan
a. Kekuasaan Formal
Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam
sebuah organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk
memaksa atau memberi imabalan, atau dari wewenang formal.
- Kekuasaan Koersif (Coercive Power)
Landasan kekuasaan koersif (coercive power) adalah rasa takut.
Seseorang memberikan reaksinya terhadap kekuasaan ini karena rasa takut
terhadap akibat-akibat negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh.
Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi, sanksi fisik,
yang menimbulkan rasa sakit, menimbulakan frustrasi melalui pembataasan
gerak, atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologis atau
keamanan
- Kekuasaan Imbalan (Reward Power)
Kebalikan dari kekuasaan koersif adalah kekuasaan imbalan (reward
power). Orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena, dengan
berbuat demikain, ia akan mendapatkan manfaat positif. Karena itu, seseorang
yang dapat membagikan imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain
bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain itu. Imbalan ini bersifat
finansial – seperti pengendalian tingkat upah, kenaikan upah, dan bonus; atau
nonfinansial – termasuk pengakuan, promosi, penugasan kerja yang menarik
kolega yang ramah, dan wilayah kerja atau wilayah penjualan yang lebih
disukai. Kekuasaan koersif dan kekuasaan imbalan saling berlawanan. Jika
dapat membuang seseuatu yang bernilai positif dari orang lain atau
menimbulkan sesuatu yang bernilai negatif, Anda memiliki kekuasaan koersif
atas orang itu. Jika dapat memberi seseorang sesuatu yang bernilai positif atau
membuang sesuatu yang bernilai negatif. Anda memiliki kekuasaan imbalan
atas orang itu.
- Kekuasaan Legitimasi
Dalam kelompok atau organisasi formal, barangkali akses yang paling
mudah ditemui pada satu atau lebih landasan kekuasaan adalah posisi
struktural seseorang. Hal ini disebut kekuasaan legitimasi (legitimate power).
Kekuasaan ini melambangkan kewenangan formal utnuk mengendalikan dan
memanfaatkan sumber-sumber daya organisasi.
Posisi-posisi yang memiliki kewenangan mencakup kekuasaan koersif
dan imbalan. Namun, kekuasaan legitmasi lebih luas daripada kekuasaan
untuk memaksa dan memberikan imbalan. Secara spesifik, kekuasaan ini
mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam
sebuah organisasi. Ketika kepala sekolah, presiden bank, atau kapten tentara
berbicara (dengan asumsi arahan mereka dipandan ada dalam wewenang
jabatan mereka), para guru, teller, dan letnan satu akan mendengarkan dan,
biasanya, mematuhinya.
b. Kekuasaan Pribadi
Merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual
mereka yang unik terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena
keahlian dan kekuasaan rujukan.
- Kekuasaan karena keahlian (expert power) adalah pengaruh
yang diperoleh dari keahlian, keterampilan khusus, atau
pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber pengaruh
yang paling kuat karean dunia sudah semakin berorientasi pada
teknologi. Karena pekerjaan semakin terspesialiasi, kita menjadi
semakin bergantung kepada para ahli untuk mencapai tujuan
- Kekuasaan rujukan (referent power) didasarkan pada identifikasi
terhadap seseorang yang memiliki sumer daya atau sifat-sifat
personal yang menyenangkan. Jika saya menyukai, menghormati,
dan mengagumi Anda, Anda dapat menjalankan kekuasaan atas
saya karena saya inginkan menyenangkan hati Anda. Kekuasaan
rujukan berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan
hasrat untuk menjadi seperti orang itu.

3. Landasan Kekuasaan yang Paling Efektif


Hal yang menarik adalah bahwa penelitian secara cukup jelas
menunjukkan bahwa sumber-sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang
paling efektif. Kekuasaan karena keahlian terhadap penyeliaan, komitmen
keorganisasian mereka, dan kinerja mereka, sedangkan kekuasaan imbalan dan
legitimasi tampaknya tidak terkait secara langsung dengan hasil semacam ini.
B. Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan
Aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini merupakan suatu fungsi
ketergantungan. Dalam bagian ini, akan ditunjukkan betapa pentingnya
pemahaman mengenai ketergantungan dalam upaya untuk lebih lanjut memahami
kekuasaan itu sendiri.
1. Postulat Umum tentang Ketergantungan

Semakin besar ketergantungan B kepada A, semakin besar kekuasaan


A atas B. Ketika Anda memiliki apa pun yang dibutuhkan orang lain dan hanya Anda
seorang dirilah yang mengendalikannya, Anda membuat orang lain itu bergantung
kepada Anda dan, karena itu, Anda berkuasa atasnya. Jadi, ketergantungan
berbanding terbalik dengan sumber-sumber penawaran alternatif. Jika suatu barang
jumlahnya banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan kekuasaan anda.
Jika setiap orang cerdas, kecerdasan sebagai suatu kualitas tidak memberikan
keunggulan istimewa. Demikian pula, diantara orang-orang superkaya uang bukan
lagi menunjukkan kekuasaan.
2. Penyebab Ketergantungan

Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang Anda


kendalikan itu penting, langka, dan tak tergantikan.

a. Nilai Penting, Jika tak seorang pun menginginkan yang Anda miliki,
ketergantungan pada Anda tidak akan tercipta. Karena itu, untuk
menciptakan ketergantungan, hal-hal yang Anda kontrol haruslah hal-hal
yang dipandang penting
b. Kelangkaan, Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu
berjumlah banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat
kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu
yang langka guna menciptakan ketergantungan. Ini dapat membantu
menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang
memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin
mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang disebut terakhir ini.
Kepemilikan sumber daya yang langka dalam hal ini, pengetahuan yang
penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan.
c. Keadaan Tak Tergantikan, Semakin sedikit pengganti yang tersedia
bagi suatu sumber daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh
kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi sekali lagi
menyediakan contoh yang sempurna.

C. Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah cara individu menerjemahkan landasan kekuasaan ke
dalam tindakan-tindakan tertentu. Dibagian ini kita akan meninjau kembali
pilihan-pilihan taktik yang populer dan berbagai kondisi yang mungkin lebih
efektif dibanding yang lain. Penelitian telah mengidentifikasi sembilan macam
taktik pengaruh, yaitu :
1. Legitimasi, Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau
menekankan bahwa sebuah permintaan selarasdengan kebijakan atau
ketentuan dalam organisasi.
2. Persuasi rasional, Menyajikan argumen-argumen yang logis dan
berbagai bukti faktual untuk memperluhatkan bahwa sebuah permintaan itu
masuk akal.
3. Seruan inspirasional, Mengembangkan komitmen emosinal dengan cara
menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi sebuah sasaran.
4. Konsultasi, Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang
menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana
rencana atau perubahan akan di jalankan.
5. Tukar pendapat, Memberikan imbalan kepada terget atau sasaran berupa
uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu
permintaan.
6. Seruan pribadi, Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau
kesetiaan.
7. Menyenangkan orang lain, Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku
bersahabat sebelum membuat permintaan.
8. Tekanan, Yaitu dengan cara Menggunakn peringatan, tuntutan tegas, dan
ancaman.
9. Koalisi, Meminta bantuan orng lain untuk membujuk sasaran (target)
atau mengguanakan dukungan orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain. Secara
khusus bukti menunjukan bahwa persuasi nasional, seruan inspirasional dan
konsultasi cenderung menjadi cara yang paling efektif. Sebaliknya tekanan lebih
sering menjadi bumerang dan paling tidak efektif diantara kesembilan taktik itu. Anda
juga dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan anda dengan cara menerapkan
lebih dari satu jenis taktik pada saat yang bersamaan atau secara berurutan, sepanjang
pilihan-pilihan taktik anda itu selaras. Sebagai contoh menggunakan taktik yang
menyenangkan orang lain ataupun legitimasi dapat meminimalkan reaksi negatif yang
mungkin timbul akibat “didikte” oleh atasan.
a. Kekuasaan dalam kelompok : Koalisi
Koalisi yaitu suatu kelompok informasi yang diikat bersama dengan sebuah
isu perjuangan yang sama. Cara alamiah untuk mendapatkan pengaruh adalah dengan
menjadi pemegang kekuasaan. Karena itu, orang-orang nyang menginginkan
kekuasaan akan berupaya membangun landasan kekuasaan pribadi. Tetapi, dalam
banyak contoh, hal ini mungkin sulit, beresiko, mahal, atau bahkan mustahil. Bila
demikian, upaya akan dilakukan untuk membentuk koalisi dari dua atau lebih. “ orang
di luar kekuasaan” yang, dengan bersatu, dapat menggabungkan sumber-sumber daya
mereka guna meningkatkan kekuasaan. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-
anggota yang sifatnya cair dab bisa terbentuk secara cepat, menjangkau isu yang
menjadi sasaran mereka, dan cepat pula bubarnya”. Terakhir pembentukan koalisi
akan dipengaruhi oleh tugas-tugas aktual yang dijalankan oleh para pekerja. Semakin
rutin tugas semua kelompok, semakin besar kemungkinan akan terbentuk koalisi.
Semakin besar pekerjaan yang orang lain lakukan, semakin besar ketergantungan
mereka. Untuk mengimbangi ketergantungan ini, mereka perlu membangun koalisi.
b. Pelecehan seksual : ketidakseimbangan kekuasaan di tempat kerja
Pelecehan seksual yaitu segala aktivitas yang bersifat seksual yang tidak
diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana
kerja yang tak nyaman. Pelecehan seksual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang
individu mencoba mengendalaikan atau mengancam individu lainnya. Tindakan ini
salah. Dan, berbuat tidak senonoh terhadap perempuan atau laki-laki manapun
menyalahi hukum. Namun anda dapat memahami pelecehan seksual muncul
kepermukaan dalam organisasi jika anda menganalisnya dalam bingkai kekuasaan
telah di jelaskan. Bagaimana pelecehan seksual dapat mengakibatkan kehancuran
sebuah organisasi, tetapi tindakan ini sebenarnya dapat dihindari. Peran seorang
manager dalam mencegah pelecehan seksual sangat penting. Beberapa cara agar para
manager dapat melindungi diri mereka sendiri, dan karyawan mereka dari pelecehan
seksual adalah sebagai berikut :
1. Pastikan adanya sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal
yang merupakan pelecehan seksual, yang memberi tahu karyawan bahwa
mereka dapat dipecat karena melakukan pelecehan seksual semacam itu
kepada karyawan lain, dan yang menetapkan prosedur untuk menyampaikan
keluhan.
2. Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadap balasan jika
mereka menyampaikan keluhan mereka.
3. Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya
manusia perusahaan.
4. Pastikan bahwa pelakunya terena sangsi atau diberhentikan.
5. Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadaran karyawan
akan isi-isu seputar pelecehan seksual dan pelecehan.
Kesimpulannya adalah bahwa para manager memiliki tanggung jawab
untuk melindungi karyawan merekan dari lingkungan kerja yang tak
menyenangkan, tetapi mereka juga perlu melindungi diri mereka sendiri. Para
manager mungkin tidak menyadari bahwa salah seorang karyawan mereka
mengalami pelecehan seksual. Tetapi, hal itu tidak akan melindungi mereka
atau organisasi mereka. Jika para penyelidik hukum menyakini bahwa seorang
manager tahu tentang pelecehan seksual di lingkungan di bawah tanggung
jawabnya, baik si manager maupun perusahaan dapat dikenai tanggung jawab.

D. Perilaku Politik dalam Organisasi


Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai
bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang
memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan
kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik berada di luar persyaratan kerja
tertentu dari seseorang. Perilaku itu mensyaratkan suatu upaya untuk
menggunakan landasan kekuasaan seseorang. Serta mencakup berbagai upaya
untuk memengaruhi tujuan, kriteria, atau proses-proses yang digunakan dalam
pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan
“distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup
luas untuk mencakup beragam perilaku politik seperti menahan informasi
kunci dari pengambilan keputusan, bergabung dalam koalisi, mencari-cari
kesalahan, menyebarkan rumor, membocorkan informasi rahasia tentang
kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan ddengan orang laindi
dalam organisasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi atas nama
atau melawanseseorang atau alternative keputusan bersama. Perilaku politik
yang sah ( legitimate political behavior ) mengacu pada politik sehari-hari
yang wajar / normal. Misalnya: menyampaikan keluhan kepada penyelia,
memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang kebijakan atau
keputusan organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang ketat
pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan keluar organisasi melalui
kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak sah ( illegitimate
political behavior ) merupakan perilaku politik yang menyimpang dari atauran
main yang telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi :
sabotase, melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolis seperti
mengenakan pakaian nyeleneh atau bros tanda protes, dan beberapa karyawan
yang secara serentak berpura-pura sakit agar tidak perlu masuk kerja.

E. Politik: Kekuasaan yang Bermain


Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada
dasarnya berbagai definisi tersebut berfokus pada penggunaan kekuasaan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau pada
perilaku anggota-anggotanya yang bersifat mementingkan diri sendiri dan
tidak melayani kebutuhan organisasi.
Namun dalam kasus ini perilaku politik didefinisikan sebagai
aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang
dalam organisasi, namun yang mempengaruhi atau berusaha mempengaruhi
distribusi keuntungan dan kerugian didalam organisasi tersebut. Definisi ini
mencangkup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan, kriteria atau
prosesyang digunakan dalam pengambilan keputusan, ketika kita menyatakan
bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian didalam
organisasi”. Didalam perilaku politik terdapat dua dimensi “sah dan tidak
sah”. Perilaku Politik Sah yaitu perilaku politik yang mengacu pada politik
sehari-hari normal. Sedangkan perilaku Politik tidak Sah yaitu perilaku politik
yang berat yang menyimpan aturan permainan yang telah ditentukan.
1. Realitas Politik
Realitas politik adalah kenyataan hidup dalam organisasi. Orang yang
mengambil kenyataan ini akan menanggung sendiri resikonya. Pertanyaan
yang sering muncul, haruskah poltik ada? Tidak mungkinkah sebuah
organisasi bebas dari politik? Jawabanya mungkin saja, tetapi pada umumnya
tidak mungkin.
Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan
dan kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya
konflik untuk memperebutkan sumber daya. Anggaran departemen, alokasi
ruang, tanggun jawab proyek hanyalah contoh dari sumber daya yang dapat
diperebutkan dan diperjuangkan oleh karyawan.
Sumber daya yang dimiliki organisasi juga terbatas, sehingga potensi
konflik berubah menjadi konflik nyata. Jika sumber daya melimpah, semua
konstituen yang beragam dalam organisasi dapat mempengaruhi
kebutuhannya. Tetapi sekali lagi karena sumber daya terbatas, tidak setiap
kepentingan dapat terlayani. Lebih jauh entah benar atau salah, keuntungan
satu orang atau kelompok sering kali dipahami akan diperoleh dengan
mengurbankan orang atau kelompok lain dalam organisasi. Adanya beberapa
kekuatan ini menciptakan persaingan diantara para anggota untuk
memenangkan sumber daya organisasi yang terbatas.
2. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Perilaku Politik
Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat
kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan
dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat,kita menemukan bahwa
para karyawan yang mampu merefleksi diri secara baik (high self-monitor)
memiliki pusat kendali (locus of contol) internal, dan memilki kebutuhan yang
tinggi akan kekuasaan pnya kemungknan lebih besar untuk terlibat dalam
perilaku politik.
Faktor-faktor Individu :
1. Kemampuan merefleksi diri yang baik
2. Pusat Kendali Internal
3. Kepribadian yang lincah
4. Investasi Organisasi
5. Alternatif pekerjaan lain
6. Harapan akan kesuksesan

Faktor Organisasi
Kegiatan politik kiranya leih merupakan fungsi karakteristik organisasi
ketimbang fungsi variabel perbedaan individu. Mengapa?karena tidak sedikit
organisasi memiliki banyak karyawan dengan karakter-karakter individu yang
kita sebut sebelumnya , namun kadar perilaku politiknya sangat beragam.
Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan
efisiensi, pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancam kehilangan
sumber daya, orang bisa terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan
apa yang mereka miliki. Tetapi perubahan apapun,khususnya yang
mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam organisasi secara signifikan,
berkemungkinan merangsang timbulnya konflik dan meningkatkan politisasi.
Faktor – faktor Organisasi:
1. Realokasi sumber daya
2. Peluang promosi
3. Tingkat kepercayaan rendah
4. Ambiguitas peran
5. Sistem evaluasi kerja tidak jelas

3. Orang Menanggapi Politik Organisasi


Mengenai faktor faktor yang berkontribusi pada perilaku politik, kita
melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam
perilaku politiknya tetapi bagi sebagian besar orang yang keterampilan
berpolitikny biasa saja atau tidak mau bermain politik,hasilnya cenderung
negative. Persepsi terhadap politik organisasi berhubungan secara negative
dengan keputusan kerja. Sepertinya, hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa
dengan tidak terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan kepada
orang lain yang aktif bermain politik atau sebaliknya lantaran ada tekanan
tambahan yang dirasakan oleh individu-individu Karena masuk dan bersaing
dalam arena politik. Tidak mengejutkan ketika seorang karyawan terlalu
banyak berpolitisasi, hal tersebut bisa menyebabkan berhenti bekerja.
Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai
peluang, orang tak jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif
(defensive behavior) yang merupakan perilaku reaktif dan protektif untuk
menghindari aksi, disalahkan atau perubahan. Dan, perilaku defensif sering
disertai perasaan megatif terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja. Dalam
jangka pendek, karyawan mungkin mendapati bahwa sikap defensif
melindungi kepentingan mereka sendiri. Tetapi dalam jangka panjang, sikap
tersebut melamahkan mereka. Orang-orang yang senantiasa mengandalkan
sikap defensif mendapati bahwa, pada akhirnya, inilah satu-satunya cara yang
mereka ketahui bagaimana harus bersikap.

4. Mengelola Kesan
Dipandang positif oleh orang lain akan bermanfaat bagi orang-orang di
dalam organisasi. Dalam konteks politik, kesan yang bagus mungkin bisa
membantu memengaruhi distribusi keuntungan untuk kepentingan mereka
sendiri. Proses yang digunakan para individu untuk mengendalikan kesan yang
dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut pengelolaan atau manajemen
kesan (impression management).
5. Etika Berprilaku secara Politis
Pembahasan ini mengenai politik dengan memberikan beberapa
panduan etis untuk perilaku politik. Meskipun tidak ada cara pasti untuk
membedakan proses berpolotik yang etis dan tidak etis. Terkadang orang
terlibat dalam perilaku politik karena alasan kecil yang baik. Kebohongan
terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrim dari pengaturan kesan.
Intinya adalah bahwa sebelum berbuat demikian, satu hal yang harus diingat
adalah pakah hal itu benar-benar sepadan dengan risikonya. Pertanyaan lain
yang harus diajukan adalah sebuah pertanyaa etis yaitu bagaimana manfaat
terlibat dalam perilaku politik mengimbangi segala bahaya yang akan
mengenai orang lain?. Pertanyaan terakhir yang perlu dijawab adalah apakah
kegiatan politik selaras dengan standar kesetaraan dan keadilan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kekuasaan (Power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
memengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi
ini mengimplikasikan sebuah potensi tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan
sebuah hubungan ketergantungan. Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah
bahwa hal ini merupakan fungsi ketergantungan (dependency). Semakin besar
ketergantungan B pada A, semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut.
Kekuasaan formal didasarkan pada posisis seorang individu dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dari kemampuan untuk memaksa atau
memberi imabalan, atau dari wewenang formal. Sedangkan kekuasaan pribadi
merupakan kekuasaan yang berasal dari karakteristik individual mereka yang unik
terdapat dua basis kekuatan Pribadi, yaitu kekuasaan karena keahlian dan kekuasaan
rujukan.
Taktik Kekuasaan merupakan cara individu menerjemahkan landasan
kekuasaan kedalam tindakan-tindakan tertentu. Terdapat Sembilan taktik pengaruh
diantaranya legitimasi, persuasi rasional, seruan inspirasional, konsultasi, tukar
pendapat, seruan pribadi, menyenangkan orang lain, tekanan, dan koalisi.
Ketergantungan akan meningkat manakala sumber-sumber daya yang
dikendalikan itu penting, langka, dan tidak tergantikan. Koalisi merupakan suatu
kelompok informal yang diikat bersama dengan sebuah isu yang diperjuangkan
bersama. Koalisi yang berhasil terdiri atas anggota-anggota yang sifatnya cair dan
bisa berbentuk secara cepat, menjangkau isu yang menjadi sasaran mereka, dan cepat
pula bubarnya.
Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian dari
peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha
memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Serta terdapat
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku politik yaitu faktor individu dan
faktor organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber :
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi, Organizational
Behavior, Buku 2 Edisi 12. (hal. 128-161). Jakarta : Salemba Empat.
KUALITAS HIDUP Danang Sunyoto, D., & Indah Fajar Yulia, C. (n.d.). STRES KERJA
PENERBIT CV.EUREKA MEDIA AKSARA.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2003). Stephen p. robbins timothy a. judge.
Sartika, D. (2023). STRES KERJA. www.penerbitwidina.com

Anda mungkin juga menyukai