Anda di halaman 1dari 10

1.

Pandangan Islam terhadap Eunthanasia atau Suntik Mati


Pembahasan :
a) Pendahuluan
Perputaran kehidupan dialami oleh semua makhluk hidup, termasuk
manusia. Sejak berada dalam kandungan, lahir ke dunia, kemudian hidup di dunia
hingga manusia meninggal atau mati. Diantara tahapan hidup manusia itu,
kematian merupakan satu hal yang pasti dan tidak bisa dihindari. Umat Islam
percaya bahwa kematian merupakan rahasia Allah tidak ada yang tahu kapan
waktunya, tidak bisa diminta, tidak bisa dimajukan, dan tidak bisa ditunda.
Berbagai kasus di media massa memberitakan beberapa orang yang
sengaja mempercepat kematiannya dengan cara bunuh diri dan euthanasia.
Pemicu dari tindakan itu adalah permasalahan kehidupan. Diantara pelaku
tindakan bunuh diri dan euthanasia itu adalah muslim. Padahal jika umat Islam
mau merenungkan sebenarnya Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya, dan itu patut disyukuri. (Q.S. At-Tin: 4). Allah juga telah
memuliakan manusia, memberi mereka rezki yang baik, dan memuliakan
manusia dari makhluk lain. (Q.S. Al-Israa’: 70).
Mengenai masalah euthanasia bila ditarik ke belakang boleh dikatakan
masalahnya sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tak
tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan sakit, bahkan sekarat.
Dalam situasi demikian tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari
penderitaan sakitnya dan tidak ingin diperpanjang hidupnya dengan cara
menghentikan semua pengobatan, dan tindakan penyembuhan. Bahkan ada juga
keluarga orang sakit karena alasan tidak tega melihat pasien yang penuh
penderitaan menjelang ajalnya dan minta kepada dokter untuk tidak meneruskan
pengobatan atau bila perlu memberikan obat yang dapat mempercepat kematian.
Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu melepas kehidupan seseorang
agar terbebas dari penderitaan atau mati secara baik. 2 Dari latar belakang tersebut
maka pertanyaanya kemudian adalah: apa yang menyebabkan orang melakukan
euthanasia dan bunuh diri? Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap
euthanasia dan bunuh diri? Bagaimana pandangan hukum di Indonesia tentang
euthanasia dan bunuh diri?
b) Pembahasan :
1) Pengertian
Euthanasia berasal dari kata eu berarti baik, dan thanatos artinya mati.
Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa
sakit. Oleh karena itu, euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing
(mati dengan tenang). Jadi secara etimologis, euthanasia dapat diartikan
sebagai mati dengan baik (a good death). Seorang penulis romawi yang
bernama Seutonis,dalam bukunya yang berjudul Vitaceasarum, mengatakan
bahwae uthanasia berarti “mati cepat tanpa derita.
Dalam membahas persoalan ini, Al-Qardawi menguraikan definisi
euthanasia. Definisi euthanasia menurut Qardawi adalah: Euthanasia adalah
tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa perasaan
sakit, karena kasih sayang, untuk meringankan penderitaan pasien, baik
secara aktif maupun pasif. Pengertian yang diberikan Al-Qardawi tersebut
sejalan dengan pengertian yang diberikan dalam kamus kedokteran. Hal ini
terkait dengan keilmuan Al-Qardawi yang luas dan selalu mengkaji persoalan
yang diajukan kepadanya serta meminta pendapat dari ahlinya. Dari
pengertian diatas dapat dipahami bahwa euthanasia, merupakan tindakan
mengakhiri kehidupan seseorang dengan cara memasukkan sesuatu dengan
atau tanpa permintaan eksplisit dari pasien dalam rangka memudahkan dan
menghilangkan rasa sakit.
2) Menurut Medis
Dalam dunia medis dikenal tiga macam euthanasia, di antaranya:
Pertama, euthanasia aktif adalah suatu tindakan mempercepat proses
kematian, baik dengan memberikan suntikan ataupun melepaskan alat-alat
pembantu medika, dan sebagainya. Yang termasuk tindakan mempercepat
proses kematian di sini adalah jika kondisi pasien, berdasarkan ukuran dan
pengalaman medis masih menunjukan adanya harapan hidup. Dengan kata
lain, tanda-tanda kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan itu
dilakukan. Apalagi jika penderita ketika itu masih sadar. Contoh euthanasia
aktif, adalah seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar
biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang
bersangkutan akan meninggal dunia.
Kedua, euthanasia pasif adalah suatu tindakan membiarkan pasien
atau penderita yang dalam keadaan tidak sadar (comma), berdasarkan
pengalaman maupun ukuran medis sudah tidak ada harapan hidup, atau tanda-
tanda kehidupan tidak terdapat lagi padanya, mungkin karena salah satu organ
pentingnya sudah rusak atau lemah. Kondisi seperti ini sering disebut dengan
fase antara,yang dikalangan masyarakat umum diistilahkan dengan antara
hidup dan mati.
3) Pandangan Islam Terhadap Euthanasia
Parah tokoh Islam di Indonesia sangat menentang dilakukannya
euthanasia. Amir Syarifuddin menyebutkan bahwa pembunuhan untuk
menghilangkan penderita si sakit, sama dengan larangan Allah membunuh
anak untuk tujuan menghilangkan kemiskinan. Tindakan dokter dengan
memberi obat atau suntikan dengan sengaja untuk mengakhiri hidup pasien
adalah termasuk pembunuhan disengaja.
Ia berarti mendahului takdir Tuhan, meskipun niatnya adalah untuk
melepaskan penderitaan pasien atau juga melepaskan tanggungan keluarga.
Akan tetapi apabila dokter tidak lagi memberi pasien obat, karena yakin obat
yang ada sudah tidak bisa menolong, atau sekalian mengizinkan si pasien di
bawa pulang, andaikata pasien itu meninggal, maka sikap dokter itu tidaklah
termasuk perbuatan pembunuhan.
Syukron Makmun juga berpendapat bahwa kematian itu adalah urusan
Allah, manusia tidak mengetahui kapan kematian itu akan menimpa dirinya.
Soal sakit, menderita dan tidak kunjung sembuh adalah qudratullah.
Kewajiban kita hanya berikhtiar. Mempercepat kematian tidak dibenarkan.
Tugas dokter adalah menyembuhkan, bukan membunuh. Kalau dokter tidak
sanggup kembalikan kepada keluarga.
Jadi apapun alasanya, apabila tindakan itu berupa euthanasia aktif,
yang berarti suatu tindakan mengakhiri hidup manusia pada saat yang
bersangkutan masih menunjukan adanya tanda-tanda kehidupan, Islam
mengharamkanya. Sedangkan terhadap euthanasia pasif, para ahli, baik dari
kalangan kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para ulama sepakat
membolehkanya.
c) Daftar Pustaka :
 Budi Nugroho, Irwan (2020). Eunthanasia dan Bunuh Diri Ditinjau Dari
Hukum Islam dan Hukum yang Berlaku di Indonesia. Jurnal Studi Islam dan
Sosial. Volume 13 No 2. Halaman 77-91.
2. Pandangan Islam terhadap Kontrasepsi atau Keluarga Berencana
a) Pendahulan
Negara Indonesia merupakan salah satu ngara dengan jumlah penduduk
terbanyak didunia. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia
disebabkan oleh ketdakseimbangan dimana tingginya angka kelhiran di satu pihak
dan lebih cepatnya kematian di lain pihak. Jumlah penduduk yang banyak dan
tidak diertai dengan ketersediaan lapangan kerja yang mampu menampung semua
angkatan kerja bisa menimbulan pengngguran, kriminalitas yag bersinggungan
pula dengan rusaknya moralitas masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah
memberikan salah satu kebijakan sebagai jalan untuk menekan terjadinya
pertumbuhan penduduk yang berlebihan. Proram tersebut yakni program keluarga
berencana. Hal tentang keluarga berencana kemudian diatur dalam Undang-
Undang No. 52 Tahun 2009 dan dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 87
Tahun 2014
b) Pembahasan :
Ada 2 buah hukum tentang KB, yaitu, Hukum melakukan pembatasan kelahiran,
dan hukum tentang pengaturan kelahiran :
1) Hukum Tahdid An-Nasl

2) Hukum Tahdid An-Nasl


c) Kesimpulan
Program KB tlah memberikan dampak positif dalam mengatasi masalah
kependudukan di Kabupaten Polewali Mandar. Pasangan Usia Subur (PUS) yang
menjadi sasaran utama padaProgram KB yang memang sangat mempengaruhi
pertumbuhan penduduk. Data mennjukkan bahwa memang Program Keluarga
Berencanacukup efektif untuk menekan laju pertubuhan penduduk di Kabupaten
Plewali Mandar. Kemudian sesuai dengan sasaran Program KB yitu Pasangan
Usia Subur. Melihatfungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan kemashlahtan
dan mecegah kemudharatan, tidak diragukan lagi kbolehan KB dalam islam.
d) Daftar Pustaka :
 Mukarramah. Ilyas, Musyfikah (2020). Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Program Keluarga Berencana Di BKKBN Kabupaten Polewali Mandar.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga Islam. Volume 1 . Halaman 179-
191.
3. Pandangan Islam terhadap Transplantasi Organ
a) Pendahuluan :
Apabila ditilik dari sejarah yang lampau berbagai temuan di segala aspek
kehidupan khususnya di bidang kedokteran memiliki kemajuan yang sangat
signifikan. Dari beberapa penemuan penelitian kedokteran tersebut, pastinya
banyak rekayasa yang dibuat oleh manusia atau istilah lainnya Human
engineering. Di dalam ilmu kedokterana banyak prinsip, metode, rekayasa untuk
mengobati, mencegah berbagai macam penyakit, salah satunya transplantasi atau
cangkok anggota badan. Berdasarkan salah satu rekayasa yang dibuat oleh
manusian ini maka diperlukan pembahasan untuk beberapa langkah dalam
kedoketeran yang mempunyai hubungan dengan pencegahan dan pengobatan
serta perencanaan transplantasi.
Agama islam mempunyai pedoman yang harus dipenuhi oleh pemeluknya,
yaitu pedoman hidup, peraturan, sejarah, mua’malah, akhlaq, dan pokok ilmu
pengetahuan salah satunya kesehatan. Banyak ayat Al-Qur’an dan beberapa
hadits yang menunjukkan tentang kesehatan. Segala macam penyakit pasti
ada obatnya, hal tersebut sudah dibuktikan dalam ilmu kedokteran barat maupun
timur. Hal yang demikian sesuai dengan hadits yang berbunyi:
Hadits yang diatas menerangkan kepada kita untuk selalu berikhtiar
apabila terkena penyakit, banyak metode pengobatan yang ditawarkan untuk
segala macam penyakit. Bilamana seorang hamba Allah terkena penyakit, itu
menandakan bahwasanya hamba tersebut mendapatkan rahmat dan ujian dari
Allah untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa tersebut. Penyakit tersebut
dipastikan ada penawar ataupun obatnya, salah satunya yaitu transplantasi atau
cangkok anggota badan manusia.
Di zaman teknologi yang sudah maju saat ini, transplantasi dalam bidang
kedokteran tidak bisa dihindari lagi, bahkan menjadi alternatif paling efektif
bilamana tidak ada lagi obat untuk penyakit ini. Seseorang apabila mengalami
kerusakan terhadap anggota badannya, bisa memiliki harapan yang lebih besar
untuk mengurangi bahaya yang ada. Salah satunya hemodialisis bagi seseorang
yang memiliki penyakit gagal ginjal, kerusakan hati atau jantung dan organ
lainnya.
Berkenaan dengan Transplantasi organ tubuh belum ada ayat Al-Qur’an
maupun hadits yang menjelaskan secara detail untuk alternatif ini. Akan tetapi ada
beberapa ayat maupun hadits yang menyinggung sedikit atau qiyash dalam
membahas hukum yang berkenaan dengan transplantasi atau cangkok anggota
badan dalam pandangan Wahbah Zuhaily dan ulama madzahib al-arbi’ah
‘Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah’. Berdasarkan paparan diatas
penulis tertarik untuk mengkaji tentang transplantasi atau cangkok anggota badan
dalam perspektif hukum Islam sebagai informasi, wawasan , bahan bacaan untuk
berbagai pihak yang menginginkan.
b) Pembahasan :
Persepektif Transplantasi atau Cangkok Anggota Tubuh Dalam Hukum Islam
Didalam Al-Qur’an dan Hadits hampir sama sekali tidak ditemukan yang
membahas secara detail tentang hukum donor annggota tubuh seseorang untuk
transplantasi. namun ada beberapa ayat maupun hadits yang menyinggung sedikit
atau qiyash dalam membahas hukum yang berkenaan dengan transplantasi atau
cangkok anggota badan.
Apabila kita perhatikan hadits diatas maka berobat ketika sakit sangat
dianjurkan, akan tetapi tidak dengan sesuatu yang haram. Seiring berkembangnya
zaman, sampai saat ini masih ada beberapa penyakit yang obatnya belum
ditemukan, misal penyakit kanker atau genetik yang mengalami kelainan.
Beberapa penelitian dalam dunia medis yang terdahulu belum ada yang berhasil
menemukan obat atau solusi, sehingga transplantasi organ menjadi alternatif
dalam penyembuhan penyakit tersebut.
Transplantasi hanya ditujukan untuk mengobati beberapa penyakit yang
susah atau mustahil untuk disembuhkan. Agama islam memerintahkan apabila
seseorang terkena suatu macam penyakit untuk diobati, bilamana terkena penyakit
dan membiarkannya maka akan mengarah kepada kematian, dan itu sesuatu yang
dibenci bahkan diharamkan dalam agama Islam
Dilihat dari hukum islam, negara Arab yang memiliki penduduk 100%
muslim bisa dijadikan referensi karena bisa dipastikan mereka melaksanakan
hukum Islam sebagai pondasi dan pedoman dalam mua’malah mereka. Gul
Cooperation Council (GCC) ialah gabungan dari beberapa negara Arab yaitu,
UEA, Kuwait, Qatar, Bahrain, Oman, Arab Saudi menyusun (NOTC) National
Organ Transplant Committee atau komite nasional transplantasi organ,
berdasarkan PERMEN Nomor 1045 pada tahun 2009, anggota terdiri dari dokter
sektor kesehatan dan ahli hukum Islam dan Syari’ah. Beberapa peraturan yang
ditetapkan oleh Komiter tersebut ialah:
1) Diperbolehkan seseorang untuk menjadi pendonor dengan syarat sehat secara
mental dan fisik, umur 21 keatas, dengan catatan organ yang mau didonasikan
tidak boleh membuat pendonor dalam keadaan bahaya.
2) Bagi pendonor dalam kondisi mati, dari mayat tersebut bisa didonorkan
seperti ginjal, paru, pancreas, dan jantung yang bertujuan sebagai penyelamat
seseorang yang membutuhkan. Dengan catatan pendonor memwasiatkan
diperkuat hitam diatas putih dan disertai 2 wali sebagai saksi, apabila mau
membatalkan maka diperbolehkan.
3) Seseorang diperbolehkan untuk mendonasikan satu atau lebih dalam kondisi
berbeda sebagao pemenuhan organ Internasional.11

Untuk diketahui, bahwa hukum donor dan transplantasi organ tubuh itu
sma, artinya jika ada pendapat yang menyatakan bahwa donor organ tubuh itu
dilarang, maka transplantasi juga dilarang. Dan jika ada pendapat yang
memperbolehkan donor organ tubuh, maka transplantasi diperbolehkan.
Sebagian ulama(konservatif) berpendapat bahwa mengambil bola mata
mayat untuk mengganti bola mata orang but aitu haram, walaupun mayat itu
tidak terhormat.
Pendapat ulama yang melarang karena sesungguhnya manusia tidak
mempunyai hak untuk memindahkan bagian dari organ jasadnya, meskipun itu
berupa sumbangan atau pemberian, karena manusia sebagai ciptaan Allah, dan
tiada siapapun selain-Nya yang menciptakan. Didalam QS. Az-zumar: 26 dan
At-Tiin:4, Itu merupakan dalil yang jelas untuk pelarangan mengambil organ
sebagai tranplantasi atau cangkok ke jasad selain dirinya meskipun sebagai
pengobatan atau lainnya. Ada beberapa alasan dilarangnya transplantasi organ
tubuh,13 yaitu:
1) Diharamkan bagi siapapun untuk merusak ataupun menghancurkan dan
memotong dari beberapa organ manusia, untuk menjaga keselamatan
hidupnya, dan untuk meninggalkan segala sesuatu yang menyebabkan
kepada kerusakan, yang mana sesuai dengan ayat Al Baqarah 195.
2) Kebanyakan transplantasi organ yang terjadi membuat si pendonor dalam
keadaan bahaya, Nabi bersabda, yang sesuai dengan Qaidah Fiqhiyyah
3) Pemindahan organ dan penanaman ke jasad atau tubuh yang lain,
menyebabkan rasa sakit kepada si pendonor. Allah berfirman QS. Al-
Ahsab: 58
4) Memindahkan organ tubuh, apabila kondisi pendonor masih hidup maka
akan menyiksanya. Dan Nabi pun bersabda “dan janganlah diantara kalian
saling menyakiti”
5) Memindahkah organ tubuh seseorang kepada orang lain, membuat
kehormatan manusia berkurang
Madzhab Syafi'i membolehkan dengan pendapat apabila transplantasi dari
organ orang lain, dalam keadaan yang sangat diperlukan untuk menyelamatkan
seseorang dari dibutuhkan kehancuran atau kerugian. Masalah transplantasi
organ tubuh ini juga dapat dirujukkan pada pendapat para Ulama dalam beberapa
kitab, antara lain:
“selama tidak ditemukan sesuatu yang layak (cocok), maka dimungkinkan
bolehna menyambung dengan tulang orang mati sebagaimana orang yang
terpaksa boleh makan bangkai. Dan walaupun kekhwatirannya sebatas orang
yang diperbolehkan tayamum. Al-Mudabighy menetapkan bolehnya, seraya
menyatakan: jika tidak ada yang layak (cocok) selain tulang manusia, maka
diutamakan (tulangnya) kafir musuh seperti orang murtad, kemudian (tulangnya)
kafir yang dilindungi, kemudian (tulangnya) orang islam.” (fathul jawwad)
“dan bila dibutuhkan menyambung tulang karena patah dengan tulang
yang najis lantaran tidak ditemukannya yang suci dan cocok untuk
menyambungnya, maka Dalam hal ini dianggap cukup beralasan,
diperbolehkan.” (al-Qalyuby).
Bahkan jika terpaksa, transplantasi dengan organ binatang ynag najis pun
diperbolehkan, Muktamar NU ke XXIX 1994 menetapkan: “transplantasi babi
untuk mengganti organ sejenis atau lainnya pada manusia hukumnya tidak boleh,
kecuali sangat diperlukan dan tidak ada yang lebih efektif maka boleh (diberikan
dispensasi hukum/dima’fu). Rujukan pendapat ini adalah pendapat An-Nawawi
dalam al- Majmu’:
“apabila seseorang patah tulang, maka seyogyanya disambung dengan
tulang yang suci... tidak boleh menyambung dengan yang najis bila dapat
memperoleh yang suci untuk menggantikannya. Bila menyambung dengan yang
najis, maka dipertimbanhkan, jika diperlukan menyambungnya sementara yang
suce tidak diperoleh untuk menggantikannya, maka dianggap berhalangan
(diperbolehkan). Tetapi kalau tidak dibutuhkan menyambungnya atau
memperoleh yang suci untuk menggantikannya, maka berdosa dan wajib
melepasnya bila tidak dikhawatirkan terjadinya bahaya (al-Majmu’)
c) Penutup
Agama islam merupakan agama ilmu, amal dan memelihara hak-hak
kehidupan setiap manusia, setiap orang merupakan bagian dalam keluarga, saling
tolong menolong diantara mereka, untuk menyelamatkan kehidupan seseorang
apabila ditimpa penyakit, luka maupun lemah.
Diantara para Ulama terdahulu ada yang membolehkan akan tetapi juga ada
yang melarangnya, dalam hal transplantasi organ tubuh dan menanamnya ke
orang lain. Ada syarat yang harus dipenuhi ketika diperbolehkannya tindakan ini,
yaitu organ tidak boleh berasal dari hewan, hanya untuk kebutuhan bukan
kemauan nafsu, untuk pengobatan yang menghilangkan kesusahan ketika
Bersama organ sebelumnya, sesuai qaidah fiqh
Apabila beberapa syarat terpenuhi maka diperbolehkan melakukan
transplantasi organ. Itu semua ajaran agama islam yang diharapkan muncul dari
setiap individu untuk selalu berlomba dalam kebaikan, pengorbanan, dan tolong
menolong dala kebaikan. Dan untuk pendonor mayat, maslahat orang yang hidup
lebih diutamakan dari pada maslahat mayyit.
d) Daftar Pustaka :
 Usman, Mohammad (2020). Transplantasi Organ Tubuh dalam Pandangan
Islam. Jurnal Studi Islam. Volume 15 No 1. Halaman 154-162.
4. Pandangan Islam terhadap Bayi Tabung
a) Pendahuluan :
b) Pembahasan :
c) Daftar Pustaka :

Anda mungkin juga menyukai