Uts Monalisa 2122011005 Hukum Dan Perubahan Sosial
Uts Monalisa 2122011005 Hukum Dan Perubahan Sosial
Oleh :
MONALISA
BANDAR LAMPUNG
2021
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
II. PEMBAHASAN
III. PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 15
B. Saran........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, dunia sedang diguncang oleh pandemik hebat bernama Covid-19 (Corona
Virus Disease). Peningkatan dari hari kehari jumlah pasien terinfeksi virus Covid-19 sudah
sulit dikendalikan diperlukannya suatu perencanaan yang jelas dan lugas dari pemerintah
untuk menangulangi permasalahan ini.1 Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-
19) telah dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai global pandemic2
dan Pemerintah telah pula menetapkan bencana non alam penyebaran COVID-19 sebagai
bencana nasional. 3
Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh negara di dunia mengubah tatanan kehidupan
manusia. Umat manusia dipaksa untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru. Di Indonesia,
kebiasaan-kebiasaan baru tersebut tercermin diantaranya dengan adanya ‘Pesan Ibu’ yang
berisikan kewajiban 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan
sabun) bagi masyarakat serta 3T (testing, tracing, treatment) bagi Pemerintah. 4 Maka dari
itu Indonesia memerlukan solusi untuk dapat mencegah dan memberhentikan penyebaran
virus Covid-19 ini, salah satunya ialah dengan Vaksin yang dinilai menjadi salah satu
upaya yang paling efektif untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang masih terus
berlangsung.5
Saat ini Pemerintah sedang gencar untuk melakukan upaya vaksinasi. Vaksin sendiri
merupakan mikro organism yang dapat memiliki respons imun sehingga dapat
menimbulkan kekebalan terhadap pathogen penyebab penyakit menular tertentu. 6 Dalam
rangka penanggulangan wabah/ pandemi Covid-19 dan menjaga kesehatan masyarakat,
diperlukan percepatan dan kepastian pengadaan Vaksin Covid-19 dan pelaksanaan
Vaksinasi Covid-19 sesuai dengan ketersediaan dan kebutuhan yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Dalam percepatan pengadaan Vaksin Covid-19 dan Vaksinasi Covid-19
memerlukan langkah-langkah luar biasa (extraordinary) dan pengaturan khusus untuk
pengadaan dan pelaksanaannya. Dengan beberapa pertimbangan itu pemerintah membuat
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 7 tentang pengadaan vaksin dan
1
Idah Wahidah, Muhammad Andi Septiadi, M. Choerul Adlie Rafqie, Nur Fitria Salsabila Hartono, dan Raihan
Athallah, Pandemik Covid-19: Analisis Perencanaan Pemerintah dan Masyarakat dalam Berbagai Upaya
Pencegahan, Jurnal Manajemen dan Organisasi (JMO), Vol. 11 No. 3, Desember 2020, Hal. 179-188.
2
https://www.halodoc.com/artikel/who-resmi-nyatakan-corona-sebagai-pandemi, diakses 11 Maret 2020
3
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Presiden Tetapkan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 sebagai
Bencana Nasional, 2020, dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia,
https://setkab.go.id/presiden-tetapkan-bencana-nonalam-penyebaran-covid-19-sebagai-bencana-nasional/.
(diakses pada 14 April 2020).
4
Farina Gandryani dan Fikri Hadi, Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia: Hak atau Kewajiban Warga
Negara, Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 10, No. 1, April 2021, Hlm. 24.
5
https://www.Alodokter.com/artikel/vaksin-untuk-mengatasi-pandemi-covid-19, 2021.
6
Indah Pitaloka Sari, Perkembangan Teknologi Terkini Dalam Mempercepat Produksi Vaksin Covid-19, Jurnal
Farmasetika, 2020, Vol. 5, Hal. 206.
7
Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020
2
pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi corona virus disease 2019
(covid-19). Pelaksanaan vaksinasi di Indonesia sendiri telah dilakukan mulai 13 Januari
2021 kemarin, dengan penerima vaksin pertama adalah Presiden Republik Indonesia, Joko
Widodo. 8 Pelaksanaan vaksinasi ini dilakukan bertahap yang terdiri dari 4 (empat) tahapan,
yang hingga saat ini pelaksanaan vaksinasi telah mencapai tahap keempat, namun
kenyataannya masih banyak pro dan kontra yang terjadi dimasyarakat. Bagi masyarakat
yang pro terhadap pelaksanaan vaksinasi COVID-19 ini ada sebagian masyarakat yang
menerima pelaksanaan vaksinasi ini dilakukan secepatnya di Indonesia karena di anggap
sebagai solusi agar dapat menyelesaikan pandemi COVID-19 di Indonesia. Adapun
masyarakat yang kontra, dimana sebagian masyarakat ini menolak diadakannya
pelaksanaan vaksinasi yang mereka anggap vaksin tersebut belum tentu aman terhadap
tubuh mereka, dan khawatir akan efek samping yang timbul setelah pelaksanaan vaksinasi
COVID-19.
8
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Perdana di Indonesia, 13 Januari
2021, di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta,” dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik
Indonesia,https://setkab.go.id/pelaksanaan-vaksinasi-Covid-19-perdana-di-indonesia-13-januari-2021-di-
istana-merdeka-provinsi-dki-jakarta/ , (diakses pada 13 Januari 2021).
9
Peraturan Presidem Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 99 Tahun 2020 tentang
Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19
10
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
3
1. Otih Handayani Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya pada Jurnal
Krtha Bhayangkara Volume 15 No. 1 Tahun 2021 berjudul Kontroversi Sanksi Denda
Pada Vaksinasi Covid-19 Dalam Perspektif Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, dengan kesimpulan bahwa sanksi denda pada vaksinasi Covid-19
yang tercantum baik dalam Peraturan Presiden maupun Peraturan Daerah :
a. Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah merupakan bagian dari hierarkhi
perundangundangan namun demikian terkait ketentuan pidana merupakan
ketentuan yang tidak mutlak ada dalam peraturan perundang-undangan, hal ini
sejalan dengan Pasal 15 angka (3) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau
pidana denda. Kata “dapat” mengindikasikan bahwa undang-undang tidak harus
selalu ada ketentuan pidana di dalamnya.
b. Syarat penerima vaksin ditetapkan melalui Keputusan Dirjen Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI No. HK.02.02/4/1/2021 yang
pada intinya penerima vaksin adalah orang yang sehat, tidak dalam keadaan
terpapar virus covid-19 yang dapat menularkan kepada orang lain, jika terjadi
penolakan maka sesungguhnya tidak menjadi penyebab terhalangnya pelaksanaan
penanggulangan penyebaran covid-19 dan oleh karenanya tidak dapat dikenai
sanksi denda sebagaimana Pasal 13B ataupun pasal 30 Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2020, terlebih sanksi tersebut tidak
memberikan keadilan bagi masyarakat yang tidak memiliki kapabilitas. Apabila
sanksi tersebut dilaksanakan maka berdasarkan hierarkhi perundang-undangan
telah melanggar pasal 5 angka (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan dinyatakan bahwa “setiap orang berhak secara
mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya”. 11
2. Dalinama Telaumbanua, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Nias Selatan, Pada Jurnal
Qalamuna Vol 12 No. 1, 2020 berjudul Urgensi Pembentukan Aturan Terkait
Pencegahan Covid-19 Di Indonesia, dengan kesimpulan bahwa pembentukan aturan
terkait dengan pencegahan covid-19 ini wajib dibentuk guna memberi kepastian hukum
dalam mencegah menularnya Covid-19 secara meluas. 12
3. Muhamad Beni Kurniawan, Universitas Indonesia, Jakarta, Pada Jurnal HAM Volume
12, Nomor 1, April 2021 berjudul Politik Hukum Pemerintah Dalam Penanganan
13
Pandemi Covid-19 Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Atas Kesehatan, dimana
harapan penulis agar proses vaksinasi dapat berhasil dan demi suksesnya program
11
Otih Handayani, Kontroversi Sanksi Denda Pada Vaksinasi Covid-19 Dalam Perspektif Undang-Undang No.
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Jurnal Krtha Bhayangkara, Vol. 15, No. 1, 2021, Hal. 84-102.
12
Dalimana Telaumbanua, Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19 di Indonesia, Jurnal
Qalamuna, Volume 12, Nomor 1, 2020.
13
Muhamad Beni Kurniawan, Politik Hukum Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Ditinjau dari
Perspektif Hak Asasi Atas Kesehatan, Jurnal HAM, Volume 12, Nomor 1, April 2021, Hal. 37-55.
4
vaksinasi perlu dilakukan sosialisasi yang massif tentang vaksinasi sebagai upaya yang
paling aman dan efektif dalam mencegah pandemic Covid-19. Pemerintah juga perlu
melakukan pendekatan persuasive terhadap kelompok yang kontra vaksinasi
(antivaksin) melalui strategi promosi kesehatan seperti upaya advokasi, dukungan
sosial dan pemberdayaan masyarakat. Vaksinasi massal juga harus di-support oleh
sumber daya yang kuat, peraturan yang jelas dan tidak tumpang tindih, koordinasi dan
komunikasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber dana
untuk kebijakan vaksinasi massal yang gratis, sarana dan prasarana yang mendukung
manajemen persediaan vaksin yang optimal mulai dari proses produksi, distribusi
hingga proses penyuntikan vaksin ke masyarakat. Untuk menjamin akuntabilitas
pelaksanaan vaksinisasi perlu adanya pengawasan vaksinasi massal di seluruh daerah
terhadap penyediaan vaksin, kualitas vaksin, penggunaan anggaran, serta pengawasan
terhadap risiko kesehatan yang ditimbulkan akibat pemberian vaksin. Hal ini
dikarenakan efek vaksin yang mungkin dirasakan oleh setiap orang berbeda-beda. 14
Kebaruan dari makalah ini terletak pada Penerapan Peraturan Pemerintah khususnya
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 dalam program Percepatan Gerakan
Vaksinasi Covid-19 di Indonesia dan juga menganalisa apakah Perpres Nomor 14 Tahun
2021 diperuntukkan untuk sarana dalam perubahan masyarakat sesuai teori tentang
Hukum dan Perubahan Sosial, karena pandemi Covid-19 ini merupakan peristiwa baru
yang dialami oleh seluruh masyarakat Indonesia dan juga dunia, dimana pandemi ini
muncul dengan pola dan masalah baru yang memengaruhi perilaku sosial manusia sebagai
individu dan masyarakat. 15
Maka dari itu penulis tertarik membahas mengenai penerapan Peraturan Presiden (Perpres)
No. 14 Tahun 2021 terkait dengan meningkatnya cakupan vaksinasi Covid-19
sehubungan dengan perubahan dalam masyarakat, dalam hal ini masyarakat yang tadinya
menolak untuk melakukan vaksinasi namun setelah ada nya sanksi yang telah diatur dalam
Perpres Nomor 14 Tahun 2021 berubah menjadi mau untuk divaksin. Adapun data
vaksinasi Covid-19 per tanggal 12 Oktober 2021 adalah sebagai berikut :
- Vaksinasi ke 1 : 101.362.894 (naik 1.040.519)
- Vaksinasi ke 2 : 58.405.580 (naik 798.380)
- Vaksinasi ke 3 : 1.026.722 (naik 7.351)
Adapun target sasaran vaksinasi nasional : 208.265.720. 16
B. Rumusan Masalah
14
Rahmi Yuningsih, Uji Klinik Coronavac Dan Rencana Vaksinasi Covid-19 Massal Di Indonesia, Puslit BKD
DPR RI , Vol. XII, No. 16, 2020, Hlm. 16.
15
Khoirun Nisa Aulia Sukmani, Analisis Postingan di Twitter Mengenai Vaksinasi Covid-19: Perilaku Sosial
Terhadap Vaksinasi Covid-19 Guna Pencegahan Penularan Covid-19, Humaya: Jurnal Hukum, Humaniora,
Masyarakat, dan Budaya, Vol. 1, No. 1, Juni, 2021.
16
Satgas Penanganan Covid-19, Percepatan Penangan Covid-19 di Indonesia (Update 12 Oktober 2021),
dikutip dari laman resmi Satgas Penanganan Covid-19 https://covid19.go.id/berita/percepatan-penanganan-
covid-19-di-indonesia-update-18-oktober-2021. (diakses tgl 12 Oktober 2021).
5
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang judul di atas, maka penulis mencoba
merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021
Dalam Rangka Percepatan Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19?
2. Apakah Penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021
diperuntukkan untuk menjadi sarana dalam perubahan masyarakat?
C. Metode Penelitian
Penulis menggunakan pendekatan yang bersifat yuridis normatif dengan melakukan studi
hukum terhadap data-data sekunder, juga suatu pendekatan penelitian yang dilakukan
melalui studi kepustakaan, dengan cara mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan
literatur peraturan perundang-undangan yang menunjang dan berhubungan dengan
penelaahan hukum terhadap kaedah yang dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis,
juga berupa jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Penelitian normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, dasar
hukum dan konsep-konsep hukum.17 Metode ini digunakan untuk mengkaji atau
menganalisis peraturan perundang-undangan yang ada, dengan tujuan untuk menjelaskan
pengaruh penerapan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 terhadap perubahan sosial
masyarakat terkait dengan percepatan gerakan vaksinasi Covid-19 di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
17
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012), hlm. 14.
6
Menanggapi Perpres tersebut, beberapa pejabat pemerintah daerah ada yang pro dan
kontra, tentu saja hal itu tergantung dari kondisi atau keadaan masyarakat yang
mereka pimpin, berikut kebijakan di beberapa daerah terkait sanksi bagi masyarakat
yang menolak divaksin setelah keluarnya Perpres tersebut.
1. Jakarta
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan masyarakat Jakarta
yang menolak vaksin Covid-19 bisa dikenai sanksi sekaligus dua. Sanksi pertama
berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia yang menghapus bantuan
sosial atau bansos, sedangkan kedua berdasarkan Perda Covid-19 DKI Jakarta
dengan denda Rp 5 juta. Riza menjelaskan, aturan yang telah diberlakukan terkait
vaksinasi Covid-19 tidak pandang bulu dan harus diterapkan kepada penolak
vaksinasi.
2. Jawa Tengah
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dari pada memberikan sanksi pidana, ia
memilih untuk memberikan pengetahuan kepada warganya yang menolak vaksin
Covid-19. Menurutnya, masyarakat lebih membutuhkan edukasi pentingnya
vaksinasi untuk mencegah penyebaran virus Corona ketimbang sanksi, diancam
dengan hukuman. Ia juga menyatakan untuk lebih mengutamakan upaya
persuasif dan sosialisasi.
3. Bali
Sama halnya dengan Gubernur Jateng, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas
Kesehatan Provinsi juga memastikan tidak akan ada sanksi bagi masyarakat Bali
7
Namun apabila melihat dalam konteks kondisi Indonesia dewasa ini, yang mana telah
mengumumkan status darurat kesehatan melalui Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan
apabila proses vaksinasi adalah cara yang tersedia (saat ini) dalam rangka
18
Hendrik Khoirul Muhid, Menolak Vaksin Covid-19, Sanksi di Berbagai Daerah Berbeda-beda, Tempo.co, 5
Maret 2021.
19
Farina Gandriyani, Fikri hadi, “Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia: Hak atau Kewajiban Warga
Negara”, Jurnal Rechts Vinding Media Pembinaan Hukum Nasional: Vol. 10, No. 1, April 2021, hlm. 27.
8
Asas lainnya yang sangat berkaitan dengan situasi keadaan darurat adalah asas salus
populi suprema lex. Asas ini berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang
tertinggi.23 Mahfud MD dalam bukunya Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu
menambahkan ‘bahkan’ (keselamatan) lebih tinggi daripada UUD. 24 Clement Fatovic
dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa “Exercise of prerogative by the executive
are constitutionally permissible as long as these activities do not conflict with the
fundamental substantive principle of natural law : salus populi suprema lex, ‘the
welfare of the people is the supreme law’.25 Pelaksanaan vaksinasi tersebut adalah
dalam rangka menyelamatkan Indonesia itu sendiri.
Vaksinasi ini bukan hanya bertujuan untuk melindungi diri sendiri, namun juga orang
lain untuk menciptakan kekebalan komunitas (herd immunity)26. Dan orang lain juga
mempunyai mempunyai hak yang sama untuk hidup sehat. Sehingga dalam kasus ini,
20
Indonesia, “Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 128”, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6236.
21
Indonesia, “Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular ”, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273.
22
Baca Penerapan Asas tersebut dalam Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”,(Jakarta : Kencana
Prenadana Media Group : 2017), hlm. 139-141.
23
Beberapa pendapat ahli menyebutkan asas tersebut berarti kesejahteraan.
24
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta : Rajawali Pers , 2010), hlm. 127.
25
Clement Fatovic dalam Bagus Teguh Santoso, Pemberian Grasi oleh Presiden Bagi Terpidana Antasari
Azhar, Mimbar Yustisia, Vol. 1 No. 1 (Juni 2017) : 9.
26
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, “Paket Advokasi, Vaksinasi Covid-19,
Lindungi Diri, Lindungi Negeri, (Jakarta : KPCPEN, Januari 2021)”, hlm. 5-15.
9
Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 yang ditandatangani pada 9 Februari 2021
itu memuat sejumlah perubahan aturan, penghapusan aturan, dan penambahan aturan
baru yang termuat dalam sejumlah pasal tambahan. Diketahui bahwa Peraturan
Presiden Nomor 14 Tahun 2021 merupakan perubahan dari peraturan sebelumnya yaitu
Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020. Sementara itu, di antara sejumlah aturan
baru, tercatat ada tiga poin penting. Berikut rinciannya :
1. Sanksi penghentian bansos hingga denda
Salah satu pasal yang ditambahkan adalah Pasal 13A dan Pasal 13B. Kedua pasal
ini berada di antara Pasal 13 dan Pasal 14 pada Perpres sebelumnya. Secara rinci,
Pasal 13A mengatur tentang sasaran penerima vaksin Covid-19, kewajiban sasaran
penerima vaksin, dan ketentuan sanksi untuk mereka.
Pasal 13A :
(1) Kementerian Kesehatan melakukan pendataan dan menetapkan sasaran
penerima vaksin Covid-19.
(2) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19
berdasarkan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti
vaksinasi Covid- 19.
(3) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) bagi sasaran
penerima vaksin Covid-19 yang tidak memenuhi kriteria penerima vaksin Covid-19
sesuai dengan indikasi vaksin Covid-19 yang tersedia.
(4) Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19
yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada Ayat (2)
dapat dikenakan sanksi administratif, berupa :
a. Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial
b. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan dan/atau
c. Denda.
(5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) dilakukan
oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, atau badan sesuai dengan
kewenangannya.
Kemudian, Pasal 13B diatur tentang adanya sanksi lanjutan. Detail aturannya yakni
sebagai berikut :
27
Baca juga Rina Tri Handayani, et al, “Pandemi Covid-19, Respon Imun Tubuh, dan Herd Immunity”, Jurnal
Ilmiah Permas, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Volume 10, Nomor 3, 2020 : 378.
28
Moh. Mahfud MD, “Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi”, (Jakarta : LP3ES, 2006), hlm.
201-202.
10
Pasal 13 B
Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19,
yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A
Ayat (2) dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran
Covid-19, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Ayat
(4), dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan undang-undang tentang wabah
penyakit menular.
2. Kompensasi
Salah satu aturan baru lainnya yakni soal pemberian kompensasi untuk peserta
vaksinasi yang mengalami kecacatan atau meninggal dunia setelah disuntik vaksin
Covid-19. Aturan itu tercantum pada Pasal 15B Perpres Nomor 14 Tahun 2021.
Rinciannya sebagai berikut :
Pasal 15B
(1) Dalam hal terdapat kasus kejadian ikutan pasca-vaksinasi yang dipengaruhi
oleh produk vaksin Covid-19 berdasarkan hasil kajian kausalitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15A ayat (3) dan kasus tersebut menimbulkan kecacatan
atau meninggal, diberikan kompensasi oleh Pemerintah.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berupa santunan cacat atau
santunan kematian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, bentuk, dan nilai besaran untuk
kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Sementara itu, pemerintah juga menyatakan menanggung biaya perawatan medis
apabila terjadi kejadian ikutan pasca-vaksinasi yang membutuhkan pengobatan dan
perawatan medis. Ketentuan yang dimaksud tertuang di pasal 15A Ayat (4) yang
berbunyi, "Terhadap kasus kejadian ikutan pasca-vaksinasi Covid-19 sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) dilakukan pengobatan dan perawatan sesuai dengan
indikasi medis dan protokol pengobatan, maka biaya pengobatan dan perawatan
dilaksanakan dengan ketentuan :
a. Untuk peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional yang aktif, ditanggung
melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Nasional.
b. Untuk peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional yang nonaktif dan selain
peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional didanai melalui mekanisme
pendanaan lain yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang keuangan negara.
Selanjutnya, Pada Ayat (5) pasal yang sama dijelaskan soal ketentuan pelayanan
kesehatan apabila peserta vaksinasi berstatus sebagai peserta program Jaminan
Kesehatan Nasional yang nonaktif dan selain peserta program Jaminan Kesehatan
11
Nasional diberikan setara dengan pelayanan kesehatan kelas III Program Jaminan
Kesehatan Nasional.
3. Penunjukan langsung penyedia vaksin
Pada perpres ini, diatur pula soal pengadaan vaksin Covid-19 oleh badan usaha
nasional dan badan usaha asing. Hal itu tertuang dalam Pasal 4 Ayat (1) Perpres
tersebut yang menyebutkan ada tiga cara pengadaan vaksin Covid-19, yakni,
penugasan kepada badan usaha milik negara (BUMN), penunjukan langsung badan
usaha penyedia dan/ atau kerja sama dengan lembaga/ badan internasional.
Selanjutnya, pada Pasal 4 Ayat (2) dijelaskan bahwa kerja sama dengan lembaga/
badan internasional meliputi kerja sama dalam rangka penelitian dan pengembangan
vaksin Covid-19 dan/ atau kerja sama untuk penyediaan vaksin Covid-19 dan tidak
termasuk peralatan pendukung untuk vaksinasi Covid-19. Selain itu, Pepres terbaru
ini mengizinkan menteri kesehatan menunjuk langsung badan usaha penyedia
vaksin. Hal ini tertuang pada Pasal 6 Ayat (1). Pada Pasal 6 Ayat (2) disebutkan
bahwa jenis dan jumlah pengadaan vaksin Covid-19 melalui penunjukan langsung
badan usaha ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Terakhir, pada Pasal 6 Ayat (3)
dijelaskan bahwa badan usaha penyedia vaksin yang ditunjuk Menteri Kesehatan
meliputi badan usaha nasional atau badan usaha asing yang memenuhi persyaratan.29
Dengan adanya beberapa perubahan seperti perubahan aturan, penghapusan aturan, dan
penambahan aturan baru yang termuat dalam sejumlah pasal tambahan, diharapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 ini dapat mendukung gerakan percepatan
vaksinasi Covid-19 sehingga kekebalan komunitas (herd immunity) dapat tercapai dan
angka penyebaran Covid-19 di Indonesia dapat ditekan.
1. Kaedah kepercayaan
2. Kaedah kesusilaan
3. Kaedah sopan santun
29
Dian Erika Nugraheny, “Perpres Baru Jokowi Soal Vaksin Corona: Atur Sanksi, Kompensasi, Hingga
Penunjukan Langsung”, Kompas.com, 15 Februari 2021.
30
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1988, Hal. 106.
12
4. Kaedah hukum.31
Di dalam kaedah hukum ditentukan apa yang menjadi hak dan kewajiban anggota
masyarakat di dalam pergaulan hidupnya, yaitu menetapkan cara bertingkah laku
manusia di dalam masyarakat serta keharusan untuk mentaatinya. Jika ketaatan pada
hukum ini hanya diserahkan kepada kemauan bebas manusia sepenuhnya, maka tujuan
hukum itu akan sulit dicapai. Karenanya perlu diiringi dengan sanksi untuk
mempengaruhi kemauan bebas itu yang berarti memaksa anggota masyarakat untuk
taat pada hukum. Pemaksaan ketaatan akan hukum ini membawa kita kepada masalah
kekuasaan, dalam arti kemampuan untuk menegakkan daya paksanya. Dengan
perkataan lain manusia memerlukan terselenggaranya kehidupan yang tertib dan teratur
di dalam suatu masyarakat dalam mengatur tingkah laku manusia, maka diperlukan
peraturan tingkah laku yang penataannya tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada
kemauan bebas manusia. Walaupun harus disadari bahwa hukum itu akan membawa
kepada berbagai pembatasan dan pengorbanan dalam beberapa segi kehidupan manusia
tetapi hal ini dinilai jauh lebih baik jika dibandingkan keadaan tanpa hukum, ini berarti
bahwa hukum akan mungkin berjalan dengan sempurna apabila semua pertentangan
yang timbul di dalam masyarakat dapat diselesaikan melalui jalur hukum yang benar-
benar ditegakkan secara jujur dan adil untuk mencapai kemanfaatan dalam
masyarakat.32
Dalam situasi pandemi Covid-19 ini ada beberapa kaedah hukum yang telah ditetapkan
Pemerintah. Salah satunya Peraturan tentang Pengadaan dan Pelaksanaan Vaksinasi
Covid-19, merupakan salah satu dari sekian banyak program pemerintah dalam
menanggulangi wabah Covid-19 ini. Sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Presiden No.12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. 33 Program pemerintah
terkait dengan vaksinasi ini adalah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 14
Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang
Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Langkah Pemerintah mewajibkan vaksinasi dan bahkan menyiapkan aturan yang berisi
sanksi ini diduga muncul karena tak sedikit warga yang masih enggan dan ragu-ragu.
Ketidaksiapan masyarakat dalam mengikuti vaksinasi Covid-19 ini terekam dalam
sejumlah survei. Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) misalnya,
menemukan 23 persen warga tidak percaya bahwa vaksin Covid-19 yang disediakan
pemerintah aman secara kesehatan. Survei SMRC juga menemukan, 56 persen warga
31
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perilaku Kaedah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1993, hal 8.
32
YuokySurinda, Hukum danPeranHukumDalamPerubahan Sosial,YuokySurindaBlog
https://yuokysurinda.wordpress.com/2016/01/15/peran-hukum-dalam-perubahan-sosial/ Oktober2021
33
Andre Bagus Saputra, Vaksinasi Covid-19 Hak atau Kewajiban?, rubrik opini GEOTIMES, 07 Juni 2021.
13
percaya vaksin aman dan sisanya 20 persen tidak bersikap. Survei dilakukan terhadap
1.202 responden, 22 Desember 2020. Tak hanya itu, sejumlah survei sebelumnya juga
menunjukkan gelagat serupa. Menurut Peneliti Global Health Security & Pandemic
Griffith University Australia, Dicky Budiman, penolakan warga terhadap vaksinasi
virus Covid-19 ini muncul karena pemerintah belum menyampaikan informasi secara
rinci dan utuh terkait kegiatan tersebut. Selain itu, keberadaan informasi yang tidak
akurat, seperti hoaks dan konspirasi, juga belum diluruskan pemerintah. Dicky
berpendapat, selain gratis, prinsip dasar vaksinasi adalah warga mengikutinya secara
sukarela. Dikhawatirkan jika program vaksinasi diwajibkan atau bahkan dibuatkan
aturan yang berisi sanksi, akan kontraproduktif dengan tujuan mencapai kekebalan
kelompok. Masih menurut Dicky Budiman, ketika yang dilakukan
adalah mandatory (wajib), dampak yang terjadi itu bukan akhirnya cakupan vaksinasi
itu menjadi banyak. Ini yang dampaknya enggak sederhana. Bahkan ketika ada sedikit
saja kejadian yang tidak dikehendaki bisa jadi polemik dan menjadi kontradiktif akibat
sifatnya yang tidak voluntary itu. Pemerintah harus mensosialisasikan kegiatan
vaksinasi Covid-19 dengan strategi komunikasi risiko yang baik. Pemerintah harus
terbuka pada pelbagai informasi terkait program tersebut, mulai dari: target serta
manfaat dan risiko vaksin. Selain itu, segala informasi yang berisi isu, rumor, hoaks,
dan bahkan konspirasi mesti segera diluruskan oleh pemerintah dengan cepat dan tepat.
Dan yang terpenting adalah penyiapan dari rencana vaksinasi itu sendiri yang cermat
matang, ditambah yang disebut dengan kejadian ikutan pasca imunisasinya.34
Oleh karena itu dengan ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2021 ini
paling tidak, bisa menjadi satu aturan yang dapat merubah pandangan masyarakat
tentang Vaksinasi Covid-19. Dikarenakan di dalamnya telah diatur segala sesuatu
mengenai Vaksinasi Covid-19 ini. Tentunya sanksi yang tertuang di dalamnya dapat
menjadi sumber pemikiran dan pertimbangan untuk pada akhirnya melakukan
vaksinasi Covid-19, walaupun sebenarnya sanksi adalah langkah terakhir Pemerintah.
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen
P2P Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, sanksi administratif yang ada dalam peraturan
tersebut adalah langkah terakhir. Pemerintah lebih mengutamakan pemberian edukasi
kepada masyarakat terkait program vaksinasi. Sanksi administratif tersebut menjadi
jalan terakhir yang tidak perlu sampai dilaksanakan karena masyarakat paham hak dan
kewajibannya. Hal yang sama juga disampaikan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan
Covid-19 Wiku Adisasmito, bahwa sanksi administratif kepada masyarakat yang
menolak vaksinasi virus corona belum dibutuhkan. Peraturan (sanksi) ini adalah opsi
terakhir jika langkah persuasif tidak efektif dan menghambat secara signifikan rencana
operasional vaksinasi yang mengancam pembentukan kekebalan komunitas.35
34
Luky Maulana Firmansyah, “Penolak Vaksin Covid-19 Mendapat Sanksi”, Lokadata.id
(lokadata.id/artikel/penolak-vaksin-Covid-19-mendapat-sanksi), 07 Januari 2021.
35
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/13270501/soal-sanksi-bagi-penolak-vaksin-covid-19-
kemenkes-itu-langkah-terakhir?page=all 15 Februari 2021
14
Seiring dengan diberlakukannya peraturan ini, muncul wacana di sejumlah daerah yang
akan menjadikan sertifikat vaksin Covid-19 sebagai salah satu syarat akses pelayanan
publik. Walaupun belum ada data spesifik yang menunjukkan kebenaran akan hal ini,
namun ini juga bisa menjadi salah satu faktor perubahan masyakat yang awalnya ragu
untuk melakukan vaksin pada akhirnya melakukan vaksin, sehingga menyebabkan
menurunnya jumlah penolakan vaksinasi Covid-19.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan, maka dapat dibuat
kesimpulan sebagai berikut:
1. Program Percepatan Vaksinasi covid-19 menjadi upaya Pemerintah dalam menekan
penyebaran Covid-19 secara efektif disamping tetap didukung oleh penerapan
36
http://pps.unisma.ac.id/prof-masud-beri-paparan-dampak-sosial-vaksin/ 12 Juni 2021
15
B. Saran
1. Setiap penerapan kebijakan seyogianya didahului dengan metode persuasif seperti
ajakan, sosialisasi dan sejenisnya. Berkaitan dengan proses vaksinasi, sebelum hal
tersebut diatas dilakukan, seyogianya negara menggunakan metode persuasif,
mengajak masyarakat baik secara lokal maupun nasional untuk turut mensukseskan
program vaksinasi yang dicanangkan oleh Pemerintah.
2. Vaksinasi dalam penanganan Covid-19 adalah suatu hak sekaligus kewajiban dari
warga Negara. Memang, terdapat hak seseorang untuk memilih pelayanan
kesehatan baginya. Namun, virus Covid-19 yang telah dinyatakan sebagai pandemi
maka hak tersebut dapat dikurangi dalam rangka untuk melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah Indonesia dari virus Covid-19, dan juga termasuk
melindungi hak asasi seseorang itu sendiri dalam rangka memperoleh hak untuk
hidup secara sehat. Oleh sebab itu, vaksinasi yang mulanya adalah hak seseorang
dapat berubah menjadi kewajiban, mengingat negara dalam keadaan darurat
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jurnal
1. Idah Wahidah, Muhammad Andi Septiadi, M. Choerul Adlie Rafqie, Nur Fitria
Salsabila Hartono, dan Raihan Athallah, Pandemik Covid-19: Analisis Perencanaan
Pemerintah dan Masyarakat dalam Berbagai Upaya Pencegahan, Jurnal
Manajemen dan Organisasi (JMO), Vol. 11 No. 3, Desember 2020.
2. Farina Gandryani dan Fikri Hadi, Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 di Indonesia:
Hak atau Kewajiban Warga Negara, Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan
Hukum Nasional, Vol. 10, No. 1, April 2021.
3. Indah Pitaloka Sari, Perkembangan Teknologi Terkini Dalam Mempercepat
Produksi Vaksin Covid-19, Jurnal Farmasetika, 2020, Vol. 5.
4. Muhamad Beni Kurniawan, Politik Hukum Pemerintah Dalam Penanganan
Pandemi Covid-19 Ditinjau dari Perspektif Hak Asasi Atas Kesehatan, Jurnal
HAM, Volume 12, Nomor 1, April 2021.
5. Rahmi Yuningsih, Uji Klinik Coronavac Dan Rencana Vaksinasi Covid-19 Massal
Di Indonesia, Puslit BKD DPR RI , Vol. XII, No. 16, 2020.
6. Khoirun Nisa Aulia Sukmani, Analisis Postingan di Twitter Mengenai Vaksinasi
Covid-19: Perilaku Sosial Terhadap Vaksinasi Covid-19 Guna Pencegahan
Penularan Covid-19, Humaya: Jurnal Hukum, Humaniora, Masyarakat, dan
Budaya, Vol. 1, No. 1, Juni, 2021.
7. Otih Handayani, Kontroversi Sanksi Denda Pada Vaksinasi Covid-19 Dalam
Perspektif Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Jurnal Krtha
Bhayangkara, Vol. 15, No. 1, 2021.
8. Dalimana Telaumbanua, Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-
19 di Indonesia, Jurnal Qalamuna, Volume 12, Nomor 1, 2020.
9. Clement Fatovic dalam Bagus Teguh Santoso, Pemberian Grasi oleh Presiden Bagi
Terpidana Antasari Azhar, Mimbar Yustisia, Vol. 1, No. 1, Juni 2017.
10. Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, “Paket Advokasi,
Vaksinasi Covid-19, Lindungi Diri, Lindungi Negeri, Jakarta : KPCPEN, Januari
2021.
11. Rina Tri Handayani, et al, “Pandemi Covid-19, Respon Imun Tubuh, dan Herd
Immunity”, Jurnall Ilmiah Permas, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Volume
10, Nomor 3, 2020.
Website
1. https://www.halodoc.com/artikel/who-resmi-nyatakan-corona-sebagai-pandemi,
diakses 11 Maret 2020
2. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, Presiden Tetapkan Bencana Nonalam
Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional, 2020, dikutip dari laman resmi
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, https://setkab.go.id/presiden-tetapkan-
bencana-nonalam-penyebaran-covid-19-sebagai-bencana-nasional/. (diakses pada
14 April 2020).
3. https://www.Alodokter.com/artikel/vaksin-untuk-mengatasi-pandemi-covid-19,
2021.
4. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 Perdana
di Indonesia, 13 Januari 2021, di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta,” dikutip
dari laman resmi Sekretariat Kabinet Republik
Indonesia,https://setkab.go.id/pelaksanaan-vaksinasi-Covid-19-perdana-di-
indonesia-13-januari-2021-di-istana-merdeka-provinsi-dki-jakarta/, (diakses pada
13 Januari 2021).
5. Satgas Penanganan Covid-19, Percepatan Penangan Covid-19 di Indonesia
(Update 12 Oktober 2021), dikutip dari laman resmi Satgas Penanganan Covid-19
https://covid19.go.id/berita/percepatan-penanganan-covid-19-di-indonesia-update-
18-oktober-2021. (diakses tgl 12 Oktober 2021).
6. Hendrik Khoirul Muhid, Menolak Vaksin Covid-19, Sanksi di Berbagai Daerah
Berbeda-beda, Tempo.co, 5 Maret 2021.
7. Dian Erika Nugraheny, “Perpres Baru Jokowi Soal Vaksin Corona: Atur Sanksi,
Kompensasi, Hingga Penunjukan Langsung”, Kompas.com, 15 Februari 2021.
8. Yuoky Surinda, Hukum dan Peran Hukum Dalam Perubahan Sosial, Yuoky Surinda Blog
https://yuokysurinda.wordpress.com/2016/01/15/peran-hukum-dalam-perubahan-sosial/ Oktober 2021
9. Andre Bagus Saputra, Vaksinasi Covid-19 Hak atau Kewajiban?, rubrik opini
GEOTIMES, 07 Juni 2021.
10. Luky Maulana Firmansyah, “Penolak Vaksin Covid-19 Mendapat Sanksi”,
lokadata.id/artikel/penolak-vaksin-Covid-19-mendapat-sanksi, 07 Januari 2021.
11. https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/13270501/soal-sanksi-bagi-penolak-
vaksin-covid-19-kemenkes-itu-langkah-terakhir?page=all 15 Februari 2021
12. https://pps.unisma.ac.id/prof-masud-beri-paparan-dampak-sosial-vaksin/, 12 Juni
2021