Anda di halaman 1dari 61

i

KARYA TULIS ILMIAH

LITERATURE REVIEW

REKAM MEDIS ELEKTRONIK DITINJAU DARI

ASPEK HUKUM DI INDONESIA

RIZQI AMALIAH ILYAS

NIM. 18.03.058

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI D-3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

MAKASSAR 2021
KARYA TULIS ILMIAH

LITERATURE REVIEW

REKAM MEDIS ELEKTRONIK DITINJAU DARI

ASPEK HUKUM DI INDONESIA

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan

Program Studi Diploma 3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Disusun dan diajukan oleh

RIZQI AMALIAH ILYAS

NIM. 18.03.058

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG MAKASSAR

PROGRAM STUDI D-3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

MAKASSAR 2021

ii
KARYA TULIS ILMIAH

iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI

iv
SURAT PERNYATAAN KARYA TULIS ILMIAH

v
ABSTRAK

RIZQI AMALIAH ILYAS: LITERATURE REVIEW REKAM MEDIS ELEKTRONIK


DITINJAU DARI ASPEK HUKUM DI INDONESIA
PEMBIMBING: Makkasau dan Muh. Erwin Rosyadi. S (xiv + 40 Halaman + 3 Tabel + 1 Gambar)
Latar Belakang: Rekam Medis Elektronik berfungsi aktif memberikan dukungan pengambilan
keputusan medis, termasuk pembuktian kasus hukum, disiplin ilmu, kode etik dan penggunaannya
sebagai alat bukti hukum yang otentik di persidangan. Tujuan: Mendeskripsikan perkembangan dan
peranan rekam medis elektronik sebagai alat bukti di persidangan Indonesia. Metode: Literature
review. Hasil: Perkembangan RME sebagai alat bukti yaitu tahun 2008 terbit dua peraturan mengenai
RME: Permenkes 269 tentang Rekam Medis dan UU N0. 11 tentang ITE. Namun kedua peraturan
tersebut tidak saling berkesinambungan. Peranan rekam medis elektronik sebagai alat bukti di
persidangan yaitu alat pembuktian hukum profesi medis, kekuatan pembuktian yang bebas,
keunggulannya membackup data sehingga memudahkan penelusuran rekam medis berperkara, serta
penggunaan RME harus beriringan dengan rekam medis konvensional. Kesimpulan: Saat ini, rekam
medis elektronik berpotensi dijadikan alat bukti dengan memperhatikan ketentuan UU ITE, UU
Praktik Kedokteran, UU Rumah Sakit, UU Penyelenggaraan Transaksi Elektronik, serta Permenkes
269. Rekam medis elektronik selaku alat bukti di pengadilan berperan pada penyelesaian kasus
sengketa medis. Saran: Pemerintah Indonesia perlu melakukan kesinambungan peraturan antara
Permenkes 269 Tahun 2008 dengan Undang-Undang ITE mengenai rekam medis elektronik.
Penelitian lebih lanjut mengenai peran rekam medis elektronik sebagai alat bukti pengadilan
diperlukan untuk mendukung penelitian ini.

Kata Kunci: Rekam Medis Elektronik, Alat Bukti

vi
ABSTRACT

RIZQI AMALIAH ILYAS: LITERATURE REVIEW OF ELECTRONIC MEDICAL


RECORDS REVIEWED FROM LEGAL ASPECTS IN INDONESIA
SUPERVISOR: Makkasau and Muh. Erwin Rosyadi. S (xiv + 40 Pages + 3 Tables + 1 Picture)

Background: Electronic Medical Records functions to provide support on medical decision making,
include medical law, discipline, ethics, and as an evidence of medical authentic document in
medicolegal. Objective: To describe the development and roles of electronic medical record in
medicolegal in Indonesia. Method: Literature review. Result: In Indonesia, electronic medical record
development as a medical evidence started in 2008. In this period, Indonesian government established
two regulations on electronic medical record, namely regulations of Indonesian ministry of health
number 269 regarding medical record, and policy number 11 regarding information and electronic
transaction. However, these two regulations were not mutually compatible. The role of electronic of
medical record in Indonesia are a medical evidence in medicolegal cases, medical law, and medical
profession. It has an ability to provide data backup to trace medical cases, where its utilization should
be with conventional medical record. Conclusion: Medical record can be a medical evidence in a
medicolegal case according to policy of information and electronic transaction, and Indonesian health
ministry regulation number 269. Medical record play role in medicolegal cases. Suggestion: Indonesia
government should strengthen the harmonization of Indonesian health ministry regulation number 269
and policy on information and electronic transaction. Further research is needed to support this study
on electronic medical record as a medical evidence in medicolegal cases.

Keywords: Electronic Medical Records, Evidence

vii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullah Wabarokatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa

Ta’ala, karena hanya dengan izin dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Literature Review : Rekam Medis Elektronik

ditinjau dari Aspek Hukum di Indonesia”. Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program studi D-3

Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di STIKes Panakkukang Makassar.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga

tercinta khususnya Ibunda Hj. Sitti Radhiah Syam S.H dan Ayahanda Ir. H. Ilyas,

M.Si yang telah menjadi orangtua yang terhebat, kasih sayangnya yang tulus dan

sabar memberikan dorongan, dukungan, serta doa yang tidak pernah putus sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Semoga penulis

dapat membahagiakan Ibunda dan Ayahanda, serta menjadi orang yang berguna

seperti apa yang Ibunda dan Ayahanda harapkan. Aamiin.

Melalui kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu sehingga penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tanpa dukungan dan partisipasi mereka,

kesuksesan ini tidak dapat diraih. Secara khusus, perkenankan penulis

menyampaikan ucapan terima kasih dengan penuh rasa hormat kepada:

viii
1. H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes selaku Ketua Yayasan Perawat Sulawesi

Selatan.

2. Dr. Ns. Makkasau Plasay, M.Kes., M.EDM selaku Ketua STIKes Panakkukang

Makassar juga sebagai pembimbing I dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

yang dengan sabar membimbing penulis sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah

ini terselesaikan dengan baik.

3. Syamsuddin, A.Md.PK., SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi D-3 Rekam

Medis dan Informasi Kesehatan STIKes Panakkukang Makassar.

4. Muh. Erwin Rosyadi, S.Kom, SKM., M.Kes selaku pembimbing II dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dengan kesabarannya membimbing penulis

sehingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini terselesaikan dengan baik.

5. Martina, SKM., M.Sc, selaku penguji dalam Karya Tulis Ilmiah ini yang dengan

sabar membimbing, menasehati sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini

terselesaikan dengan baik.

6. Seluruh staf dan dosen Prodi D-3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan yang

telah memberikan ilmu serta motivasinya kepada penulis selama melalui proses

pendidikan di STIKes Panakkukang Makassar.

7. Kepada Nasruddin Syam, Jumriah Syam, Irsyamdi, dan Wardiah Hamzah. Om

dan tanteku tersayang yang dengan kerja kerasnya, kesabarannya dan

keikhlasannya meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan

menyemangati dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.

ix
8. Ummu Kaltsum Ilyas adekku satusatunya yang terus memberi semangat dan

mendoakan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Terima kasih buat Putri Dian Purnama, Sri Nurwanti dan Magfirah Febyanti atas

kesabarannya mendengar keluh kesahku, serta dukungan yang tiada henti

sehingga penyusunan Literature review ini dapat terselesaikan dengan baik.

10. Kepada Mulkia, Nir, Fadia, Nisa, Bujank Legend boys, dan teman-teman RMIK A

2018 yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas

kebersamaannya yang luar biasa selama 3 tahun menempuh pendidikan di STIKes

Panakkukang Makassar.

Penulis menyadari dalam penulisan ini masih diperlukan penyempurnaan.

Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

kesempurnaan penulisan ini dan penulisan selanjutnya di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal karya Tulis Ilmiah ini,

semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca. Semoga semua

bantuan, bimbingan dan dorongan yang telah diberikan bernilai ibadah dan diberikan

balasan yang setimpal dari Allah subhana wa ta’ala. Aamiin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Makassar, 08 Juni 2021

Rizqi Amaliah Ilyas

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGAJUAN JUDUL ............................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ..................................... v
ABSTRAK (Bahasa Indonesia) ...................................................................... vi
ABSTRACT (Bahasa Inggris) ....................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6
A. Rekam Medis ................................................................................... 6
B. Rekam Medis Elektronik ................................................................. 9
C. Aspek Hukum Rekam Medis Elektronik....................................... 12
D. Alat Bukti Hukum ......................................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 21
A. Desain Penelitian ........................................................................... 21

xi
B. Sumber Data .................................................................................. 21
C. Kata Kunci ..................................................................................... 21
D. Database Pencarian ........................................................................ 21
E. Strategi Pencarian .......................................................................... 22
F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ......................................................... 22
G. Sintesis Hasil Literature ................................................................ 23
H. Ekstraksi Data................................................................................ 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 26
A. Hasil ............................................................................................... 26
B. Pembahasan ................................................................................... 29
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 40
A. Kesimpulan .................................................................................... 40
B. Saran .............................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xii
DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1 Metode penelitian PICO …………………………………………. 4

Tabel 2 Strategi Pencarian Literature Review ……………………………. 22

Tabel 3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ………………………………………. 22

xiii
DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1 Alur Penemuan Jurnal …………………………………………. 24

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rekam medis elektronik adalah rekam medis berbasis elektronik

(komputerisasi) yang mendukung peningkatan efisiensi biaya, daya dukung para

tenaga medis dan memiliki peran penting dalam keamanan dan pelayanan medis

terhadap pasien (Amir, 2019). Penggunaan rekam medis elektronik saat ini lebih

efektif dan efisien, memudahkan proses pencarian, pengambilan dan pengolahan

data (Handiwidjojo, 2009: 37) dibandingkan penggunaan rekam medis manual

yang masih menggunakan kertas sehingga membutuhkan banyak rak

penyimpanan berserta ruangan penyimpanannya. Apabila berkas itu dibutuhkan

untuk kepentingan medis agak lambat diperoleh karena membutuhkan waktu

untuk mencarinya (Handiwidjojo, 2009: 37).

Di Indonesia belum ada aturan khusus mengenai rekam medis elektronik

tetapi dalam prakteknya di lapangan sudah ada beberapa rumah sakit yang

menerapkan rekam medis elektronik yang sistemnya mengikuti luar negeri.

Diantara rumah sakit yang telah menerapkan RME di Indonesia yaitu Rumah

Sakit Dr. Soetomo Surabaya.

Beberapa negara di dunia telah menerbitkan kebijakan tentang rekam

medis elektronik untuk melindungi privasi setiap warga negaranya termasuk

1
2

riwayat kesehatan (Octarina et al., 2017). Namun, di negara berkembang yang

kondisi geografisnya sama dengan Indonesia, belum ada contoh kasus yang terjadi

di lapangan mengenai penggunaan rekam medis elektronik sebagai alat bukti. Di

Vietnam, mereka baru melakukan review mengenai penggunaan sistem dalam

rekam medis elektronik. Tetapi, negara maju seperti NewYork telah menggunakan

rekam medis elektronik sebagai alat bukti dalam penyelesaian perkara di

pengadilan.

Sedangkan di Indonesia, pandangan hukum mengenai rekam medis

elektronik diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008

Tentang Rekam Medis, sebagai pengganti dari Peraturan Menteri kesehatan

Nomor 749a Tahun 1989 menyatakan “Rekam Medis harus dibuat secara tertulis,

lengkap dan jelas atau secara elektronik.” Sejalan dengan Undang-Undang No. 19

Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 5 ayat (1) yaitu

“Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah”.

Pembuktian masalah hukum, disiplin, etik dan penggunaannya sebagai

alat bukti di persidangan adalah salah satu manfaat dari rekam medis. Hal ini

sesuai dengan 7 aspek rekam medis, salah satunya adalah aspek legal dimana isi

rekam medis menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar

keadilan, seperti bukti hukum yang sah ketika terjadi malpraktek atau sengketa

medis.
3

Beberapa ahli berbeda pendapat mengenai penggunaan rekam medis

elektronik sebagai salah satu alat bukti. Ada ahli yang mengatakan penggunaan

rekam medis elektronik sebagai alat bukti tertulis tidak sah karena tidak

memenuhi elemen kekuatan pembuktiannya. Hal ini disebabkan karena rekam

medis elektronik bukan berbentuk surat/tulisan asli, begitu pula dengan unsur

identitas nama, waktu dan tanda tangan (termasuk paraf untuk pembetulan)

(Samandari, et al., 2016).

Ahli lainnya menyatakan rekam medis elektronik dapat digunakan

sebagai alat bukti perihal pembuktian berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, Kitab undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 29

Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan Permenkes No. 269 Tahun 2008

tentang Rekam Medis karena pemanfaatan dalam proses penegakan hukum,

disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika

kedokteran gigi (Berutu et al., 2020). Di samping itu, Undang-Undang ITE Pasal

5 ayat (1) menyatakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah sedangkan rekam

medis elektronik merupakan dokumen elektronik.

Dari uraian diatas, penulis tertarik membuat Karya Tulis Ilmiah dengan

judul “Literature Review Rekam Medis Elektronik ditinjau dari Aspek Hukum”

menggunakan metode literature review terhadap beberapa jurnal nasional.


4

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dibuat berdasarkan format PICO sebagai berikut:

Tabel 1
Metode penelitian PICO
KRITERIA URAIAN
Jurnal mengenai rekam medis elektronik berdasarkan
P(Population) aspek hukum dan penggunaannya sebagai alat bukti
hukum
I(Intervention) Tidak ada intervensi
C (Comparison) Tidak ada faktor pembanding
rekam medis elektronik sebagai alat bukti di
O (Outcome)
persidangan di Indonesia

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini adalah

bagaimana rekam medis elektronik ditinjau dari aspek hukum di Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui peranan rekam medis elektronik sebagai alat bukti

berdasarkan aspek hukum di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan perkembangan penggunaan rekam medis elektronik

sebagai alat bukti di Indonesia.

b. Mendeskripsikan peranan rekam medis elektronik sebagai alat bukti di

persidangan di Indonesia.
5

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka literature

review ini diharapkan mempunyai manfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan, seni pemecahan masalah, pengembangan institusi dan profesi serta

kesehatan masyarakat. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai masukan dan referensi bagi institusi STIKes Panakkukang

Makassar. Khususnya bagi program studi D-3 Rekam Medis dan Informasi

Kesehatan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

penulis untuk dijadikan langkah dasar penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemberi

pelayanan kesehatan mengenai rekam medis elektronik ditinjau dari aspek

hukum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rekam Medis

1. Pengertian Rekam Medis

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

269/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 ayat (1) menyatakan, Rekam Medis

adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,

pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan

kepada pasien.

Menurut Huffman (1994: 28) dalam bukunya yang berjudul Health

Information Management, Rekam Medis merupakan kompilasi dari fakta-fakta

yang berkaitan dengan keadaan pasien, riwayat kesehatan termasuk pengobatan

masa lalu dan saat ini yang ditulis oleh profesional ahli kesehatan yang

berkontribusi dalam perawatan pasien.

2. Kegunaan Rekam Medis

Menurut Gunarti et al (2019: 48) dalam bukunya yang berjudul

Rekam Medis & Informasi Kesehatan, kegunaan rekam medis dapat dilihat

dari beberapa aspek, yaitu:

6
7

a. Aspek administrasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena

isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab

sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan

kesehatan.

b. Aspek medis

Suatu berkas medis mempunyai nilai medis karena catatan tersebut

dipergunakan sebagai dasar merencanakan pengobatan atau perawatan yang

diberikan kepada pasien.

c. Aspek hukum

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya

menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan,

dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk

menegakkan keadilan.

d. Aspek keuangan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena isinya

dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran

pelayanan di rumah sakit. Tanpa adanya bukti catatan tindakan atau

pelayanan, maka pembayaran pelayanan di rumah sakit tidak dapat

dipertanggungjawabkan.
8

e. Aspek penelitian

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena

isinya mengandung data atau informasi tentang perkembangan kronologis

dari kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi

tersebut dapat digunakan sebagai bahan referensi pengajaran profesi si

pemakai.

f. Aspek pendidikan

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena

isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronologis dari

kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut

dapat digunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran profesi si pemakai.

g. Aspek dokumentasi

Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena

isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan

dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan rumah sakit.

Berdasarkan kegunaan rekam medis diatas, dapat dijelaskan fungsi

dari rekam medis yaitu:

a. Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien

b. Bahan pembuktian dalam perkara umum

c. Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan

d. Dasar pembiayaan biaya pelayanan kesehatan

e. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan (Abduh, 2021).


9

B. Rekam Medis Elektronik

1. Pengertian Rekam Medis Elektronik

Rekam Medis Elektronik (RME) didefinisikan sebagai rekam medis

yang tersimpan dalam bentuk elektronik yang isinya meliputi data pribadi, data

demografis, data sosial, data klinis/medis dan berbagai kejadian klinis dari

awal proses pelayanan sampai akhir dari berbagai sumber data (multimedia)

dan memiliki fungsi secara aktif untuk memberikan dukungan bagi

pengambilan keputusan medis (Indradi, 2017).

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik, Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik

yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk

analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,

ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik,

termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto

atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang

memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu

memahaminya.

2. Kepuasan Pengguna Rekam Medis Elektronik

Penelitian yang dilakukan oleh Feby Erawantini, dkk (2013: 7)

menyatakan tanggapan users terhadap rekam medis elektronik yang telah

diterapkan terkait dengan isi, akurasi, format, relevansi dan kemudahan dalam

menggunakan rekam medis elektronik adalah sebagai berikut:


10

a. Isi

Menggunakan rekam medis elektronik, memungkinkan pengisian

lebih lengkap terutama data sosial dan lebih sistematis. Petugas apotek juga

dapat secara langsung mengevaluasi obat-obatan yang sering maupun jarang

terpakai.

b. Akurasi

Pengguna menilai dengan menggunakan rekam medis elektronik,

pemeriksaan pada pasien menjadi lebih akurat atau sesuai dengan riwayat

kesehatan sebelumnya karena data pasien tercatat dengan baik serta tidak

mudah hilang. Rekam medis elektronik juga menghindari tertukarnya data

pasien. Salah satu responden menilai bahwa rekam medis elektronik belum

dilengkapi tanda-tangan dokter pemeriksa dan nama terang sehingga masih

diragukan legalitasnya.

c. Format

Semua Responden berpendapat bahwa, format rekam medis

elektronik telah sesuai dengan format rekam medis untuk pelayanan

kesehatan primer, namun menurut salah satu responden, format masih

belum bisa membedakan obat-obatan berdasarkan jenis pasien.

d. Relevansi

Sebagian besar pengguna berpendapat bahwa, rekam medis

elektronik yang telah dikembangkan, dinilai sangat relevan untuk


11

mendukung pelayanan kesehatan, namun belum relevan terhadap kebutuhan

pelaporan di apotek.

e. Kemudahan

Semua responden berpendapat, rekam medis elektronik sangat

mudah digunakan, terutama kemudahan mencari data dan riwayat pasien

sehingga menghemat waktu, lebih efektif, data pasien tersimpan dengan

baik dan tidak mudah hilang, namun karena merupakan sistem baru dan

masih menggunakan rekam medis kertas, maka prosesnya menjadi lebih

lama.

3. Manfaat Rekam Medis Elektronik

Wimmy Handiwidjojo (2009: 39) berpendapat bahwa ada 3

manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan rekam medis elektronik di

rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan, yaitu:

a. manfaat umum, rekam medis elektronik dapat meningkatkan

profeisonalisme dan kinerja manajemen. Para stakeholder seperti pasien

akan menikmati kemudahan, kecepatan, dan kenyamanan pelayanan

kesehatan. Bagi para dokter, rekam medis elektronik mdemungkinkan

diberlakukannya standar praktek kedokteran yang baik dan benar. Untuk

pengelola atau manajemen rumah sakit, rekam medis elektronik membantu

menghasilkan pendokumentasian catatan medis yang auditable dan

accountable sehingga koordinasi antar bagian di rumah sakit semakin baik.


12

b. manfaat operasional, ada empat faktor operasional yang akan dirasakan jika

rekam medis elektronik diimplementasikan, yaitu:

1) Kecepatan penyelesaian pekerjaan administrasi yang membuat

efektifitas kerja lebih meningkat.

2) Akurasi data, ketelitian dibutuhkan terkait catatan informasi medis

pasien. Dengan diimplementasikannya rekam medis elektronik,

keakuratan data lebih terjamin, karena campur tangan manusia lebih

sedikit, juga menghindari terjadinya duplikasi data untuk pasien.

3) Efisiensi, dikarenakan kecepatan dan akurasi data meningkat maka

waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan berkurang jauh

sehingga pegawai dapat lebih fokus pada pekerjaan utamanya.

4) Kemudahan pelaporan, dengan adanya rekam medis elektronik ini,

proses pelaporan tentang kondisi kesehatan pasien dapat disajikan

dengan mudah dan cepat sehingga pegawai dapat lebih berkonsentrasi

untuk menganalisa laporan tersebut.

c. manfaat organisasi, rekam medis elektronik dibutuhkan di unit-unit rumah

sakit. Jika ada lebih dari satu unit yang membutuhkan rekam medis dalam

waktu yang bersamaan, maka tentu itu akan menjadi masalah. Namun

dengan adanya rekam medis elektronik, dapat menciptakan koordinasi yang

baik antar unit demi kemudahan pengelolaan data pasien.

C. Aspek Hukum Rekam Medis Elektronik

1. Pendokumentasian Rekam Medis Elektronik


13

Berdasarkan pengertian rekam medis menurut Huffman, maka rekam

medis seorang pasien akan berisi 2 hal penting yaitu:

a. Dokumentasi data pasien tentang keadaan penyakit sekarang maupun waktu

yang lampau;

b. Dokumentasi tertulis tentang tindakan pengobatan yang sudah, sedang dan

akan dilakukan oleh dokter sebagai tenaga kesehatan profesional.

Berdasarkan kedua kondisi penting diatas, secara umum informasi

yang tercantum dalam RM seorang pasien harus mengandung 3 unsur, masing-

masing adalah:

a. Siapa (Who) pasien tersebut dan Siapa (Who) yang merawat/memberikan

tindakan medis

b. Apa (What) keluhan pasien, Kapan (When) itu mulai dirasakan, Mengapa

(Why) atau sebab terjadinya dan Bagaimana (How) tindakan medis yang

diterima pasien

c. Hasil atau dampak (Outcome) dari tindakan medis dan pengobatan yang

sudah diterima pasien

Data yang mengandung ketiga unsur diatas harus tidak boleh salah,

akurat dan tidak boleh tertinggal, karena data tersebut berdampak fatal bagi

keselamatan jiwa pasien jika terjadi kesalahan (Sudjana, 2017).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Tentang Rekam

Medis, sebagai pengganti dari Peraturan Menteri kesehatan Nomor 749a Tahun

1989 menyatakan “Rekam Medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas
14

atau secara elektronik.” Hal ini berarti tenaga kesehatan diwajibkan untuk

membuat rekam medis baik konvensional maupun elektronik.

Rekam medis elektronik sejalan dengan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana

dijelaskan dalam Pasal 9 “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui

Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar

berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan”

(Sudjana, 2017). Dalam hal ini, pelaku usaha yang menawarkan produk

melalui sistem kesehatan adalah institusi kesehatan atau rumah sakit dan

produk yang ditawarkan dalam sistem elektronik yaitu pelayanan rekam medis

elektronik yang berisi informasi mengenai data pribadi pasien.

Undang-undang Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan

Sistem dan Transaksi Elektronik Pasal 4 mengenai persyaratan minimum

penyelenggaraan sistem elektronik huruf a yaitu “dapat menampilkan kembali

informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan

masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan”.

Kemudian pada huruf b “dapat melindungi ketersediaan, keotentikan,

kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan

sistem elektronik tersebut.

Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 16

ayat (1) menyatakan penyelenggaraan sistem elektronik wajib


15

mengoperasaikan sistem elektronik yang memenuhi persyaratan minimum

yang diminta, yaitu:

a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik secara utuh

b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan dan

keteraksesan sistem elektronik

c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur penyelenggaraan sistem elektronik

d. Dilengkapi dengan prosedur yang diumumkan dalam bahasa, informasi atau

simbol yang dapat dipahami

e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan

dan kebertanggungjawaban prosedur.

2. Keamanan dan Kerahasiaan Data Rekam Medis Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan

Sistem dan Transaksi Elektronik Pasal 14 ayat (1) huruf c menyatakan

“Pemrosesan data pribadi dilakukan dengan menjamin hak pemilik data

pribadi”. Artinya data pribadi pasien dalam rekam medis elektronik harus

terjamin keamanan dan kerahasiaannya. Kemudian pada huruf e menyatakan

“pemrosesan data pribadi dilakukan dengan melindungi keamanan data pribadi

dari kehilangan, penyalahgunaan, akses dan pengungkapan yang tidak sah serta

pengubahan atau perusakan data pribadi”.

Dalam sistem komputerisasi, kekhawatiran terhadap kehilangan data

dan penyalahgunaan data adalah beberapa alasan yang memperlambat


16

penggunaan rekam medis elektronik. Hal ini merupakan tanggung jawab dari

rumah sakit atau institusi penyelenggara sistem elektronik terkait perlindungan

data pribadi pasien. Menurut Huffman (1994: 562) tenaga rekam medis harus

memperhatikan 4 aspek kehilangan data, yaitu:

a. Kontrak (dengan layanan komersial) yang merinci berbagi perlindungan

yang ada serta imbalan untuk kerugian, dll.

b. Mencadangkan data yang ada, termasuk komputer (misalnya sumber daya

alternatif, data yang diismpan secara offline di lemari) dan kertas.

c. Prosedur pemeliharaan dan persyaratan yang memantau sejauh mana

pemeliharaan dilakukan. instruksi kepada pengguna tentang apa yang harus

dilakukan jika sistem bermasalah/mati.

d. Prosedur pemulihan, sejauh mana data akan hilang dari suatu sistem,

bagaimana data akan diambil dan sebagainya.

Penyalahgunaan data juga menjadi perhatian dalam sistem rekam

medis elektronik. Kontrol harus ada terhadap akses ke input dan output sistem

untuk memastikan bahwa privasi pasien tidak dilanggar dan bahwa data dijaga

kerahasiaannya. Kontrol atas penyalahgunaan data termasuk:

a. membatasi jumlah pegawai yang memiliki akses ke data yang tersimpan di

komputer

b. gunakan kata sandi rahasia dan unik, sidik jari atau cetakan suara untuk

mengakses bagian data

c. batasi berapa kali kata sandi dapat dimasukkan ke sistem


17

d. ganti kata sandi secara teratur

e. gunakan prosedur masuk ke sistem

f. batasi fungsi yang tersedia untuk pengguna

g. sediakan akuntansi rinci terhadap penggunaan komputer

h. pantau transaksi komputer secara acak

i. gunakan algoritma pengkodean khusus untuk membuat data tersimpan yang

sangat sensitif yang tidak dapat dipahami oleh mereka yang tidak

mengetahui kodenya (Huffman: 1994).

Hal tersebut sejalan dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 2016

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengenai perbuatan yang dilarang

Pasal 31 ayat (1) menyatakan “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau

melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau

Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain”. Dalam buku Tindak Pidana

Informasi & Transaksi Elektronik yang ditulis oleh Adami Chazawi, dkk

(2015), tindak pidana intersepsi terdiri dari unsur-unsur berikut:

a. Kesalahan: dengan sengaja;

b. Melawan hukum: tanpa hak atau melawan hukum;

c. Perbuatan: intersepsi atau penyadapan;

d. Objek: Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam komputer

dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain.


18

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intersepsi adalah kegiatan

penyadapan melalui jaringan untuk mendapatkan informasi yang sedang dicari.

Memberi arti sengaja dalam Pasal 31 ayat (1), Si pembuat mengetahui tentang

nilai dan cara melakukan perbuatan penyadapan yang (hendak) diperbuatnya.

Si pembuat mengerti bahwa objek yang disadap adalah informasi dan/atau

dokumen elektronik milik orang lain. Milik orang lain inilah yang menyertai

objek tindak pidana yaitu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik

dalam komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, ini juga

menentukan adanya sifat melawan hukumnya yaitu perbuatan penyadapan.

Pada pasal 47 dijelaskan bahwa setiap orang yang memenuhi unsur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) (Chazawi, et al., 2015).

D. Alat Bukti Hukum

Alat bukti dan barang bukti adalah dua hal yang berbeda. Alat bukti

dapat berupa keterangan saksi, ahli, surat maupun tulisan, petunjuk atau

keterangan pihak dan data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca atau didengar.

Sementara barang bukti adalah barang yang dapat digunakan untuk melakukan,

membantu tindakan pelanggaran etika. Jadi, barang bukti dapat dikategorikan jadi

alat bukti sedangkan alat bukti belum tentu dapat menjadi barang bukti.

Eddy O.S. Hiariej (2012: 4) dalam bukunya yang berjudul Teori dan

Hukum Pembuktian menarik kesimpulan bahwa bukti merujuk pada alat-alat


19

bukti termasuk barang bukti yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa.

Sementara itu, pembuktian merujuk pada suatu proses terkait mengumpulkan

bukti, memperlihatkan bukti sampai pada suatu penyampaian bukti tersebut di

sidang pengadilan. Sedangkan hukum pembuktian adalah ketentuan-ketentuan

mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan

dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta

kekuatan pembuktian dan beban pembuktian dalam perkara pidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1866, alat

pembuktian meliputi: bukti tertulis, bukti saksi, persangkaan pengakuan dan

sumpah. Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 184

ayat (1) disebutkan bahwa alat bukti yang sah yaitu: keterangan saksi, keterangan

ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik Pasal 44 menyatakan Alat bukti penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-undang ini adalah

sebagai berikut:

1. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan;

2. Alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat

(1), ayat (2), dan ayat (3).

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 menyatakan

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya


20

merupakan alat bukti hukum yang sah. Kemudian pada ayat (2) Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai

dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Pada pasal 5 ayat (4) diatur ketentuan mengenai Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku

untuk:

1. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

2. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam

bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Menurut M. Natsir Asnawi (2013: 8) dalam bukunya yang berjudul

Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia, merujuk pada Undang-Undang

Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 5 ayat (1)

yang menyatakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau

hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah, artinya masalah legalitas data-data

elektronik terpecahkan. Namun permasalahan tersebut tidak hanya berkutat pada

dimensi legalitas semata. Masalah alat bukti elektronik lebih jauh masuk ke

wilayah nilai pembuktian dan standar pembuktian. Undang-undang tidak secara

tegas menyebutkan nilai pembuktian alat bukti berupa data elektronik seperti apa,

akan tetapi konsensus para pakar hukum menetapkannya sebagai alat bukti yang

dipersamakan dengan alat bukti surat selain akta, yaitu bernilai pembuktian bebas.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis review yang digunakan adalah literature review kemudian

dilakukan teknik mencari kesamaan (compare) dan mencari perbedaan (compare).

B. Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa dari berbagai

literature yang diperoleh melalui internet berupa hasil penelitian dari jurnal

nasional. Jurnal yang digunakan adalah jurnal yang terakreditasi dan terindeks

sehingga semua jurnal yang jadi objek penelitian menggunakan metode peer

review.

C. Kata Kunci

Kata kunci yang digunakan dalam pencarian literature yaitu:

1. Rekam Medis Elektronik

2. Alat Bukti

D. Database Pencarian

Database pencarian pada penelitian ini yaitu menggunakan Google

Scholar, Garuda Jurnal.

21
22

E. Strategi Pencarian

Strategi yang digunakan dalam pencarian literature adalah memasukkan

kata kunci pada database. Untuk Google Scholar, penulis memasukkan kata kunci

Alat bukti Rekam Medis Elektronik sedangkan untuk Garuda Jurnal penulis

memasukkan kata kunci Rekam Medis Elektronik (tabel 2).

Tabel 2
Strategi Pencarian Literature Review

DATABASE STRATEGI PENCARIAN JURNAL

Google Scholar Alat Bukti Rekam Medis Elektronik

Garuda Jurnal Rekam Medis Elektronik

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi pada literature ini yaitu artikel yang digunakan dari tahun

2016-2021, artikel dapat diakses full text dan tidak berupa abstrak saja, dan aspek

hukum rekam medis elektronik sebagai alat bukti sedangkan aspek rekam medis

lainnya seperti aspek administrasi, aspek medis, aspek keuangan, aspek penelitian,

aspek pendidikan dan aspek dokumentasi diekslusikan dalam penelitian ini (tabel

3).

Tabel 3
Kriteria Inklusi dan Eksklusi

INKLUSI EKSKLUSI
Artikel tahun 2016-2021 Artikel <2016

Artikel dapat di akses Full text Artikel hanya berupa Abstrak


23

Aspek hukum rekam medis elektronik Aspek-aspek lain rekam medis


sebagai alat bukti elektronik

G. Sintesis Hasil Literature

1. Hasil Pencarian Literature

Hasil pencarian jurnal di database ditemukan 1840 jurnal di google

scholar dan 46 jurnal di Garuda. Setelah di skrining, didapatkan 172 jurnal dari

google scholar dan 38 jurnal dari garuda sehingga total keseluruhan ada 210

jurnal yang didapatkan. 190 jurnal dikeluarkan karena tidak sesuai judul yang

diangkat sehingga dihasilkan 20 jurnal. Dari 20 jurnal, ada 14 yang tidak

memenuhi kriteria inklusi sehingga didapatkan 6 jurnal (gambar 1) yang akan

di review dalam penelitian ini.

Jurnal penelitian yang dihasilkan yaitu 1 jurnal menggunakan

penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif, 2 jurnal

menggunakan jenis penelitian hukum normatif, 1 jurnal menggunakan jenis

penelitian normatif dengan pendekatan yuridis, 1 jurnal menggunakan jenis

penelitian deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif dan 1 jurnal

menggunakan jenis penelitian normatif yang dianalisis secara kualitatif.


24

Identifikasi awal Identifikasi awal jurnal


jurnal di google di Garuda jurnal
scholar n = 1840 n = 46

Hasil identifikasi jurnal Hasil identifikasi jurnal


setelah dilakukan skrining setelah dilakukan
n = 172 skrining n = 38

Hasil yang teridentifikasi


melalui pencarian database
n = 210
Jurnal yang dikeluarkan karena
tidak sesuai judul yang diangkat
n = 190

Jurnal yang terkait judul yang


diangkat
n = 20
Jurnal yang dikeluarkan karena
tidak sesuai kriteria inklusi
n = 14

Jurnal yang digunakan dalam


Penelitian Literature
n=6
Gambar 1. Alur Penemuan Jurnal
25

2. Daftar Artikel yang Memenuhi Kriteria

a. Aspek Hukum Rekam Medis Elektronik

b. The Legal Position of Electronic Medical Records as an Evidence at the

Court

c. Criminal Liability for Misuse of Electronic Medical Records in Health

Services

d. Harmonization Over the Regulations of Electronic Medical Records and its

Potential to be Abused

e. The Role of Electronic Medical Records as Evidence in Medical Disputes in

Hospital

f. Kajian Yuridis Pemakaian Rekam Medis Elektronik di Rumah Sakit

H. Ekstraksi Data

JUDUL, REKAM MEDIS KEDUDUKAN


NAMA ELEKTRONIK REKAM MEDIS
NO DESAIN
PENELITI DALAM ELEKTRONIK
PENELITIAN
(AUTHOR), PANDANGAN SEBAGAI ALAT
TAHUN HUKUM BUKTI
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Perkembangan Penggunaan Rekam Medis Elektronik sebagai Alat Bukti di

Indonesia

Berdasarkan tabel 4 pada lampiran 1, dari 6 jurnal penelitian, ada 4

jurnal yang membahas terkait perkembangan rekam medis elektronik sebagai

alat bukti di Indonesia yaitu terdapat pada jurnal (Wahjuni & Sari, 2016),

(Cahyani & Astutik, 2019), (Maskun, dkk, 2021), dan (Hapsari & Subiyantoro,

2019).

Penelitian (Wahjuni & Sari, 2016) yang menggunakan desain

penelitian normatif, menunjukkan bahwa pelaksanaan rekam medis tidak jauh

berbeda dengan rekam medis elektronik. Rekam medis elektronik sebagai

dokumen elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti hukum berdasarkan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik Pasal 5 ayat (1) dan (2) bahwa dokumen elektronik

merupakan alat bukti hukum yang sah dan dokumen elektronik merupakan

perluasan dari alat bukti yang sah.

Adapun penelitian (Cahyani & Astutik, 2019) yang menulis dengan

pendekatan hukum normatif menyatakan bahwa penyalahgunaan terhadap

penyelenggaraan rekam medis menjadikan dapat dituntutnya


26
27

pertanggungjawaban pidana para pelakunya. Para pihak yang memiliki

tanggungjawab untuk mempertanggungjawabkan jika ada penyalahgunaan

rekam medis meliputi dokter, tenaga kesehatan tertentu maupun rumah sakit

dengan berdasar pada ketentuan dalam UU tentang Praktik Kedokteran, UU

tentang ITE serta UU tentang Rumah Sakit.

Penelitian (Maskun, dkk, 2021) yang merupakan studi normatif dan

dianalisis secara kualitatif menyatakan bahwa sebagai dokumen elektronik,

posisi EMR juga diatur langsung dalam Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Selain itu diperlukan regulasi khusus terkait EMR itu

sendiri yang merupakan amanat dari Permenkes tentang Rekam Medis yang

bertujuan untuk memperkuat legal standing EMR.

Penelitian (Hapsari & Subiyantoro, 2019) yang menggunakan metode

penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif menyatakan

bahwa saat ini persiapan menggunakan rekam medis elektronik dapat

dilaksanakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan

kebijakan dalam pelaksanaan di lapangan antara lain, UU No. 29 Tahun 2004

tentang Praktek Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU

No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta

Permenkes No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.

2. Peranan Rekam Medis Elektronik sebagai Alat Bukti di Persidangan di

Indonesia
28

Dari 6 jurnal penelitian, ada 4 jurnal yang membahas terkait peranan

rekam medis elektronik sebagai alat bukti di pengadilan di Indonesia yaitu

terdapat pada jurnal (Wahjuni & Sari, 2016), (Hapsari & Subiyantoro, 2019).

(Wulandari, 2021) dan (Anggraeni & Ikhsan, 2019).

Penelitian (Wahjuni & Sari, 2016) yang menggunakan desain

penelitian normatif menyatakan bahwa rekam medis yang diselenggarakan

secara bertanggungjawab merupakan alat bukti yang sah dan menjadi alat

pembelaan hukum dan pembenaran (justification) bagi profesi medis dalam

proses pembuktian di pengadilan atas kasus tuntutan hukum perdata maupun

pidana.

Penelitian (Hapsari & Subiyantoro, 2019) yang menggunakan

pendekatan yuridis normatif dengan metode penelitian deskriptif analitis

menyatakan bahwa keunggulan RME dibandingkan rekam medis manual yaitu

mempermudah mencari data dan dokumen pasien, mempermudah

menampilkan bentuk pelaporan, lebih cepat dan tepat dalam pengambilan

keputusan, ruangan rekam medis tidak memerlukan penyimpanan yang terlalu

besar, hemat kertas, kerahasiaan terjamin dan memiliki tingkat keamanan yang

lebih tinggi.

Penelitian (Wulandari, 2021) yang menggunakan metode penelitian

normative dengan pendekatan yuridis mengungkapkan bahwa sebagai alat

bukti, rekam medis elektronik tidak memiliki kekuatan pembuktian yang


29

mengikat melainkan memiliki alat bukti mandiri nilai, yaitu pembuktian yang

ditentukan oleh keyakinan hakim tanpa dibatasi oleh undang-undang.

Sementara itu, penelitian (Anggraeni & Ikhsan, 2019) yang

menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan desain penelitian deskriptif

menyatakan berbeda, rekam medis elektronik pada kasus penyelesaian

sengketa medis di rumah sakit tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam

penyelesaian perkara medik, sebab peraturan terkait penggunaan rekam medis

elektronik sendiri belum memiliki dasar hukum yang jelas sehingga rumah

sakit yang telah melaksanakan rekam medis elektronik penggunaannya masih

harus bersamaan dengan rekam medis konvensional jika tidak di anggap

sebagai suatu kejahatan yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit.

B. Pembahasan
1. Perkembangan Penggunaan Rekam Medis Elektronik sebagai Alat Bukti di

Indonesia

Rekam Medis Elektronik (RME) didefinisikan sebagai rekam medis

yang tersimpan dalam bentuk elektronik yang isinya meliputi data pribadi, data

demografis, data sosial, data klinis/medis dan berbagai kejadian klinis dari

awal proses pelayanan sampai akhir dari berbagai sumber data (multimedia)

dan memiliki fungsi secara aktif untuk memberikan dukungan bagi

pengambilan keputusan medis (Indradi, 2017).

Dari hasil review 6 jurnal, ditemukan 4 jurnal yang membahas

mengenai perkembangan rekam medis elektronik sebagai alat bukti di


30

Indonesia. Penelitian (Wahjuni & Sari, 2016), menyatakan bahwa pelaksanaan

rekam medis elektronik tidak berbeda dengan rekam medis tertulis. Rekam

medis elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang mengacu

pada UU ITE No. 11 Tahun 2008. Hal ini berarti rekam medis mengalami

perkembangan yang signifikan mengenai alat bukti. Dengan adanya Undang-

Undang ITE, memungkinkan RME dapat dijadikan sebagai alat bukti sesuai

dengan ketentuan yang berlaku didalamnya.

Hal yang sama diungkapkan dalam penelitian (Hapsari &

Subiyantoro, 2019) bahwa rekam medis elektronik dilaksanakan dengan

memperhatikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan dalam

pelaksanaan di lapangan antara lain UU tentang Praktek Kedokteran, UU

tentang Kesehatan, UU tentang ITE, serta Permenkes tentang rekam medis.

Menurut (Hapsari & Subiyantoro, 2019) ada empat prinsip dasar yang

harus dipenuhi oleh rekam medis elektronik agar dapat diterima sebagai alat

bukti atau catatan fakta yaitu sebagai berikut:

a. didokumentasikan dengan aturan prosedur yang berlaku

b. dibuat pada saat atau segera setelah pelayanan diberikan

c. disimpan sesuai dengan aturan prosedur yang berlaku

d. dibuat oleh petugas kesehatan yang berwenang (memiliki hak, pengetahuan

dan kemampuan sesuai dengan standar dalam tugasnya).

Penelitian (Maskun, dkk, 2021) juga mengemukakan bahwa sebagai

dokumen elektronik, posisi EMR diatur dalam UU Informasi dan Transaksi


31

Elektronik namun dibutuhkan regulasi khusus mengenai EMR itu sendiri

sebagai amanat dari Permenkes Rekam Medis yang bertujuan untuk

memperkuat legal standing dari EMR. Legal standing itu sendiri adalah

keadaaan dimana seseorang atau pihak yang ditentukan memenuhi syarat dan

oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian

perselisihan atau sengketa.

Hal ini sesuai dengan fungsi dari rekam medis bahwa rekam medis

hanya dapat dibuka untuk:

1) Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien

2) Bahan pembuktian dalam perkara umum

3) Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan

4) Dasar pembiayaan biaya pelayanan kesehatan

5) Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan (Abduh, 2021).

Adapun penelitian (Cahyani & Astutik, 2019) mengungkapkan bahwa

penyalahgunaan dalam penyelenggaraan rekam medis dapat dituntut

pertanggungjawabannya dengan berdasar pada UU tentang Praktek

Kedokteran, UU tentang ITE, UU tentang Kesehatan, Permenkes tentang

Rekam Medis.

Penelitian ini juga menggambarkan mengenai perkembangan

peraturan yang terkait dengan rekam medis elektronik. Di tahun 2004 telah ada

Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 tentang Praktik Kedokteran yang

didalamnya mengatur tentang rekam medis. Sementara peraturan mengenai


32

rekam medis terlebih dahulu sudah ada pada tahun 1989 dalam Permenkes No.

749a, namun belum diatur mengenai rekam medis elektronik. Tetapi kemudian

tahun 2008 terbit Permenkes No. 269 mengenai Rekam Medis sebagai

perubahan atas Permenkes No. 749a Tahun 1989, dimana isinya telah mengatur

mengenai rekam medis elektronik namun hanya sebatas izin penggunaannya

saja.

Lebih lanjut (Cahyani & Astutik, 2019) menjelaskan di tahun yang

sama yaitu 2008 muncul Undang-Undang No. 11 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik tetapi belum membahas mengenai rekam medis

elektronik secara rinci. Setahun kemudian, pada Tahun 2009 diterbitkan

Undang-Undang No. 44 Pasal 29 huruf h yang mewajibkan rumah sakit untuk

menyelenggarakan rekam medis, namun tidak disebutkan mengenai rekam

medis elektronik. Pada Tahun 2016 terjadi perubahan atas Undang-Undang No.

11 Tahun 2008 menjadi Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, tetapi tidak menyebutkan juga secara spesifik

mengenai rekam medis elektronik.

Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa terdapat kesamaan

pada 4 jurnal yang diteliti yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh (Wahjuni

& Sari, 2016), (Cahyani & Astutik, 2019), (Maskun, dkk, 2021), dan (Hapsari

& Subiyantoro, 2019) yaitu perkembangan rekam medis elektronik saat ini

dapat digunakan sebagai alat bukti berdasarkan ketentuan Undang-Undang

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.


33

Perkembangan hukum di Indonesia terus mengalami perubahan sesuai

situasi dan kondisi yang terjadi. Kondisi yang terjadi saat ini adalah manusia

memasuki era digitalisasi serta peradaban yang maju. Bukti peradaban yang

maju ditentukan dengan kematangan berpikir atau kapasitas intelektual

manusianya. Manusia di peradaban yang sekarang ingin mengetahui apa

kenapa dan bagaimana yang terjadi atas suatu tindakan yang dilakukan pada

dirinya. Era digitalisasi juga memasuki kemajuan di bidang kesehatan terkait

pengaturan rekam medis dari yang konvensional hingga elektronik.

Pada masa peralihan dari rekam medis konvensional ke rekam medis

elektronik di Indonesia, pengaturan mengenai rekam medis elektronik juga

berkembang namun belum ada satu aturan khusus mengenai tata cara

penggunaan rekam medis elektronik. Sehingga penulis berasumsi bahwa dari

beberapa peraturan yang ada, terjadi ketidaksinambungan antara peraturan satu

dengan peraturan yang lain. Seperti pada Permenkes 269 Tahun 2008 dengan

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE. Peraturan ini diterbitkan

pada tahun yang sama tetapi karena tidak adanya koordinasi dengan baik,

sehingga ketika Permenkes 269 mengizinkan dalam penggunaan rekam medis

elektronik, lalu terbit UU ITE yang tidak dijelaskan dengan rinci mengenai

rekam medis elektronik sebagai dokumen elektronik.


34

2. Peranan Rekam Medis Elektronik sebagai Alat Bukti di Persidangan di

Indonesia

Dari hasil review 6 jurnal, ditemukan 4 jurnal yang membahas

mengenai peranan rekam medis elektronik sebagai alat bukti di persidangan di

Indonesia.

Penelitian (Wahjuni & Sari, 2016) menyatakan bahwa rekam medis

yang diselenggarakan secara bertanggungjawab merupakan alat bukti yang sah

dan menjadi alat pembelaan hukum dan pembenaran (justification) bagi profesi

medis dalam proses pembuktian di pengadilan atas kasus tuntutan perdata

maupun pidana.

Penelitian ini juga menjelaskan untuk menjamin pelaksanaan rekam

medis elektronik yang bertanggung jawab, UU tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik pasal 10 ayat (1) menyebutkan setiap penyelenggara transaksi

elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikat Keandalan. Dokumen

elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti hukum berdasarkan UU No. 11

tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 5 ayat (1) dan (2)

bahwa dokumen elektronik merupakan alat bukti hukum yang sah dan

dokumen elektronik merupakan perluasan alat bukti yang sah.

Pendapat yang sama dinyatakan oleh (Wulandari, 2021) bahwa rekam

medis elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan. Hanya saja

(Wulandari, 2021) memberikan alasan yang berbeda. Menurutnya rekam medis

elektronik memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan dan upaya


35

penegakan hukum sebagai bukti. Sebagai alat bukti, rekam medis elektronik

memiliki kekuatan pembuktian yang bebas yaitu ditentukan oleh hal lain.

Pembuktian bebas yang dimaksud diantaranya ditentukan oleh

keyakinan hakim. Keyakinan hakim adalah prasyarat yang harus ada bagi

proses lahirnya suatu putusan. Hakim harus memutus sebuah perkara

berdasarkan fakta atau keadaan objektif yang terjadi pada suatu kasus namun

harus betul-betul menggunakan keyakinnya terhadap berbagai fakta dan

keadaan objektif yang ada. Selain keyakinan hakim, RME yang tidak dicetak

tetapi dibacakan di pengadilan dan dijelaskan oleh seorang ahli, dapat dijadikan

alat bukti tetapi bukan termasuk alat bukti surat melainkan sebagai keterangan

ahli.

Adapun penelitian (Hapsari & Subiyantoro, 2019) menyatakan bahwa

keunggulan RME dibandingkan rekam medis konvensional yaitu

mempermudah pencarian data dan dokumen pasien, mempermudah

menampilkan bentuk pelaporan, lebih cepat dan tepat dalam pengambilan

keputusan, ruangan rekam medis yang dibutuhkan tidak terlalu besar, sumber

daya manusia juga berkurang, hemat dalam penggunaan kertas, kerahasiaan

terjamin serta memiliki tingkat keamanan yang tinggi karena dapat dilakukan

back up.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Feby

Erawantini, 2013) mengenai kepuasan pengguna RME yaitu kemudahan dalam


36

mencari data dan riwayat pasien sehingga menghemat waktu, lebih efektif, data

pasien tersimpan dengan baik dan tidak mudah hilang.

Selain itu didukung pula oleh penelitian (Wimmy Handiwidjojo,

2009) yang menyatakan bahwa manfaat yang diperoleh dari penerapan RME di

rumah sakit adalah meningkatkan profesionalisme dan kinerja manajemen

sehingga membantu menghasilkan pendokumentasian yang accountable dan

auditable, efektifitas lebih meningkat, keakuratan data lebih terjamin karena

campur tangan manusia lebih sedikit dan kemudahan pelaporan.

Penelitian (Anggraeni & Ikhsan, 2019) mengungkapkan berbeda

bahwa rekam medis elektronik pada kasus penyelesaian sengketa medis di

rumah sakit tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dalam penyelesaian

perkara medik, sebab peraturan terkait penggunaan rekam medis elektronik

sendiri belum memiliki dasar hukum yang jelas sehingga rumah sakit yang

telah melaksanakan rekam medis elektronik penggunaannya masih harus

bersamaan dengan rekam medis konvensional jika tidak di anggap sebagai

suatu kejahatan yang dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit.

Karena keterbatasan pengaturan terkait rekam medis elektronik

sehingga penelitian Anggraeni & Ikhsan mendukung penggunaan rekam medis

elektronik sebagai alat bukti di pengadilan dengan syarat penggunaannya harus

bersamaan dengan rekam medis konvensional dengan alasan tanda tangan yang

diperlukan ialah asli, bukan tanda tangan elektronik. Bahkan jika diketik pada

media elektronik wajib hukumnya mencatat kembali di kertas.


37

Tanda tangan asli dibutuhkan untuk dapat dijadikan

pertanggungjawaban dan memastikan bahwa benar hal tersebut dilakukan oleh

si penanda tangan. Karena kecanggihan teknologi saat ini membuat scan atau

tanda tangan elektronik tersebut bisa saja disalahgunakan. Pemilik tanda tangan

elektronik tidak mengetahui bahwa tanda tangannya digunakan tanpa

seizinnya. Walaupun dalam UU ITE Pasal 11 ayat (1) menjelaskan bahwa

tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah

selama memenuhi persyaratan sebagai berikut: 42 a. data pembuatan Tanda

Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; b. data pembuatan

Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya

berada dalam kuasa Penanda Tangan; c. segala perubahan terhadap Tanda

Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat

diketahui; d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait

dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan

dapat diketahui; e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi

siapa Penandatangannya; dan f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan

bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi

Elektronik yang terkait. Pada ayat (2) menyebutkan bahwa ketentuan lebih

lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah juga telah menerbitkan PP

No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik

mengenai tanda tangan elektronik dalam Pasal 59 sampai Pasal 64. Hanya saja
38

potensi penyalahgunaan tanda tangan elektronik tetap ada. Walaupun telah ada

peraturan mengenai tanda tangan elektronik, seseorang tetap dapat

menyalahgunakan tanda tangan elektronik seperti mengcopy tanpa seizin

pemilik tanda tangan. Hal tersebut terjadi karena berkembang pula teknologi

untuk memudahkan kejahatan penyalahgunaan tanda tangan elektronik

tersebut.

Dari hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

pada 4 jurnal yang diteliti. Penelitian (Wahjuni & Sari, 2016) membahas terkait

peranan RME sebagai alat pembuktian hukum dan pembenaran bagi profesi

medis yang diselenggarakan secara bertanggungjawab dengan mensertifikasi

penyelenggara sistem elektronik dengan menggunakan Lembaga Sertifikat

Keandalan. Sedangkan (Wulandari, 2021) membahas mengenai peranan RME

yang memiliki kekuatan pembuktian yang bebas yaitu tergantung keyakinan

hakim atau dapat menjadi alat bukti keterangan ahli jika diterangkan oleh ahli

yang bersangkutan.

Penelitian (Hapsari & Subyantoro, 2019) membahas mengenai

keunggulan yang dimiliki oleh RME sehingga dapat dijadikan sebagai alat

bukti karena data yang mudah di backup. Namun penelitian (Anggraeni &

Ikhsan, 2019) menyatakan peranan rekam medis elektronik sebagai alat bukti

di pengadilan penggunaannya masih harus bersamaan dengan rekam medis

konvensional.
39

Penggunaan rekam medis elektronik di negara berkembang yang

kondisi geografisnya sama dengan Indonesia, belum ditemukan literature atau

contoh kasus penggunaan rekam medis elektronik sebagai alat bukti di

pengadilan. Namun terdapat salah satu kasus yang terjadi di Negara maju

seperti Newyork yaitu malpraktek pada pasien yang menderita komplikasi

pasca operasi yang mengakibatkan kaki kiri bawahnya diamputasi.

Dr. Schmidt sebagai DPJP mengetahui kondisi pasien darurat dan

memerlukan perawatan segera, namun gagal dalam memberikan perawatan.

Kegagalan Dr. Schmidt dalam memberikan perawatan medis menyimpang dari

standar perawatan yang ditentukan sehingga menyebabkan amputasi penggugat

dan menolak mosi penilaian ringkasan Dr. Schmidt. Kasus ini menggambarkan

pentingnya jejak audit sistem dalam menelusuri hubungan antara peristiwa

faktual dan representasi mereka dalam RME dan bagaimana kesimpulan yang

masuk akal dapat ditarik dari kesimpulan yang faktual yang mungkin

dispositif.

Berdasarkan hal tersebut, penulis berasumsi bahwa rekam medis

elektronik sebagai alat bukti di pengadilan berperan dalam proses penyelesaian

kasus sengketa medis. Saat ini, sistem elektronik yang digunakan di Indonesia

mengadopsi atau mengambil contoh dari luar negeri. Meskipun belum pernah

terjadi di Indonesia, namun kasus di Newyork tersebut sudah bisa dijadikan

contoh dalam penerapannya di Indonesia.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Perkembangan rekam medis elektronik saat ini berpotensi untuk dijadikan

sebagai alat bukti dengan memperhatikan ketentuan pada undang-undang ITE,

Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang tentang Rumah

Sakit, Undang-Undang Penyelenggaraan Transaksi Elektronik, serta

Permenkes No. 269.

2. Rekam medis elektronik sebagai alat bukti di pengadilan berperan dalam

proses penyelesaian kasus sengketa medis.

B. Saran
1. Pemerintah Indonesia perlu melakukan kesinambungan peraturan antara

Permenkes 269 Tahun 2008 dengan Undang-Undang ITE mengenai rekam

medis elektronik.

2. Penelitian lebih lanjut mengenai peran rekam medis elektronik sebagai alat

bukti pengadilan diperlukan untuk mendukung penelitian ini.

40
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, R. 2021. Kajian Hukum Rekam Medis Sebagai Alat Bukti Malapraktik
Medis. Delega Lata, Vol. 6 (1): 221–234.
Amir, N. 2019. Perlindungan Hukum Kerahasiaan Data Pasien Dalam Rekam Medik
Elektronik.
Anggraeni, Devina. Ikhsan, Muhammad. 2019. The Role of Electronic Medical
Records as Evidence in Medical Disputes in Hospitals. SOEPRA, Vol. 5 (2).
Asnawi, M. Natsir. 2013. Hukum Pembuktian Perkara Perdata di Indonesia.
Yogyakarta: UII Press.
Berutu, C. A. N., et al. 2020. Kekuatan Hukum Pembuktian Rekam Medis
Konvensional dan Elektronik Berdasrkan Hukum Positif Indonesia. Samudra
Keadilan, Vol. 15 (1): 305–317.
Budiyanti, R. T., et al. 2018. Rekam Medis Elektronik Berbasis Cloud dalam
Perspektif Etika dan Hukum di Indonesia. CDK-268, Vol. 45 (9): 695–698.
Cahyani, Prilian. Astutik. 2019. Criminal Liability fo Misuse of Electronic Medical
Records in Health Services. SOEPRA. Vol. 5 (2).
Chazawi, Adami., et al. 2015. Tindak Pidana Informasi & Transaksi Elektronik.
Malang: Media Nusa Creative.
Erawantini, Feby., et al. 2013. Rekam Medis Elektronik: Telaah Manfaat Dalam
Konteks Pelayanan Kesehatan Dasar. Fiki, Vol. 1 (1): 1-10.
Gunarti, Rina. Muchtar, Masrudi. 2019. Rekam Medis & Informasi Kesehatan
Tinjauan dari Perspektif Etika Profesi dan Pengaturan Hukumnya di
Indonesia. Yogyakarta: Thema Publishing.
Hapsari, Cinthia Mutiara. Subiyantoro Ary. 2019. Kajian Yuridis Pemakaian Rekam
Medis Elektronik di Rumah Sakit. Surya Medika, Vol. 14 (1).
Handiwidjojo, W. 2009. Rekam Medis Elektronik. Jurnal EKSIS, Vol. 02 (1): 36–41.
Hiariej, Eddy O.S. 2012. Teori Hukum & Pembuktian. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Huffman, Edna K. 1994. Health Information Maangement. Berwyn, Illinois:
Physicians Record Company.
Indradi, Rano. 2017. Rekam Medis. Jakarta: Universitas Terbuka. Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
Maskun, et al. 2021. Harmonization Over The Regulations of Electronic Medical
Records and its Potential to be Abused. Medico-Legal Update, Vol. 21 (1):
1760-1765.
Octarina, N. F., et al. 2017. Tinjauan terhadap UU ITE untuk Penerapan Rekam
Medis Berbasis Online pada Penduduk Muslim di Indonesia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008 Tentang
Rekam Medis.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019 Tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Jakarta: Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Samandari, Nabil Atta, et al. 2016. Kekuatan Pembuktian Rekam Medis
Konvensional Dan Elektronik. Magister Hukum Kesehatan Universitas
Katolik Soegijapranata Semarang. Vol. 2 (2): 154–164.
Sedana, Denira Palmanda, et al. 2018. Kedudukan Dan Kekuatan Surat Elektronik
Sebagai Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata. Program Kekhususan
Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 7: 1.
Sudjana. 2017. Aspek Hukum Rekam Medis atau Rekam Medis Elektronik Sebagai
Alat Bukti dalam Transaksi Terapeutik. Vol. 3 (2): 359–383.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tetang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Jakarta: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia.
Wahjuni, Edi, et al. 2016. Aspek Hukum Rekam Medis Elektronik. Dinamika
Hukum, Vol. 17 (3): 314-319.
Wulandari, Dewi Retno. 2021. The Legal Position Of Electronic Medical Recording
As An Evidence at The Court. Ius Poenale, Vol. 2 (1): 31-44
https://www.academia.edu/35647955/Rekam_Medis_Elektronik
https://www.disputesoft.com/electronic-medical-records-and-litigation/
L

N
LAMPIRAN 1 Hasil Ekstraksi Data

Judul, Nama Peneliti Perkembangan Penggunaan Rekam


Peranan Rekam Medis Elektronik sebagai
(Author), Tahun, Vol Desain Penelitian Medis Elektronik sebagai Alat Bukti di
No. Alat Bukti di Persidangan di Indonesia
dan No Indonesia

1. Aspek Hukum Rekam desain penelitian Pelaksanaan rekam medis tidak jauh Rekam medis yang diselenggarakan secara
Medis Elektronik (Edi normative berbeda dengan rekam medis elektronik. bertanggungjawab merupakan alat bukti yang
Wahjuni dan Nuzulia Rekam medis elektronik sebagai dokumen sah dan menjadi alat pembelaan hukum dan
Kumala Sari) 2017 Vol. elektronik dapat digunakan sebagai alat pembenaran (justification) bagi profesi medis
17, No. 3 bukti hukum berdasarkan Undang-Undang dalam proses pembuktian di pengadilan atas
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 kasus tuntutan hukum perdata maupun pidana.
tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 5 ayat (1) dan (2) bahwa
dokumen elektronik merupakan alat bukti
hukum yang sah dan dokumen elektronik
merupakan perluasan dari alat bukti yang
sah.
2. The Legal Position of normatif dengan Sebagai alat bukti, rekam medis elektronik
Electronic Medical pendekatan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang
Recording As an Evidence yuridis mengikat melainkan memiliki alat bukti
At the Court (Dewi Retno mandiri nilai, yaitu pembuktian yang
Wulandari) 2021 Vo. 2, No. ditentukan oleh keyakinan hakim tanpa
1 dibatasi oleh undang-undang.
Judul, Nama Peneliti Perkembangan Penggunaan Rekam
Peranan Rekam Medis Elektronik sebagai
(Author), Tahun, Vol Desain Penelitian Medis Elektronik sebagai Alat Bukti di
No. Alat Bukti di Persidangan di Indonesia
dan No Indonesia

3. Criminal Liability for pendekatan Penyalahgunaan terhadap penyelenggaraan


Misuse of Electronic hukum normatif. rekam medis menjadikan dapat dituntutnya
Medical Records in Health pertanggungjawaban pidana para
Services (Prilian Cahyani pelakunya. Para pihak yang memiliki
dan Astutik) 2019 Vol. 5. tanggungjawab untuk
No. 2 mempertanggungjawabkan jika ada
penyalahgunaan rekam medis meliputi
dokter, tenaga kesehatan tertentu maupun
rumah sakit dengan berdasar pada
ketentuan dalam UU tentang Praktik
Kedokteran, UU tentang ITE serta UU
tentang Rumah Sakit.
4. Harmonization Over the Penelitian ini sebagai dokumen elektronik, posisi EMR
Regulations of Electronic merupakan studi juga diatur langsung dalam Undang-
Medical Records and its normatif yang Undang Informasi dan Transaksi
Potential to be Abused Elektronik. Selain itu diperlukan regulasi
dianalisis secara
(Maskun, Rian Nugraha, khusus terkait EMR itu sendiri yang
kualitatif.
Hasbi Assidiq, Muhammad merupakan amanat dari Permenkes tentang
Tayyib dan Armelia Rekam Medis yang bertujuan untuk
Syafira) 2021 Vol. 21, No. memperkuat legal standing EMR.
1
Judul, Nama Peneliti Perkembangan Penggunaan Rekam
Peranan Rekam Medis Elektronik sebagai
(Author), Tahun, Vol Desain Penelitian Medis Elektronik sebagai Alat Bukti di
No. Alat Bukti di Persidangan di Indonesia
dan No Indonesia

5. The Role of Electronic pendekatan Rekam medis elektronik pada kasus


Medical Records as yuridis normatif penyelesaian sengketa medis di rumah sakit
Evidence in Medical dengan desain tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti
Disputes in Hospitals penelitian dalam penyelesaian perkara medik, sebab
(Devina Anggraeni dan deskriptif. peraturan terkait penggunaan rekam medis
Muhammad Ikhsan) 2019 elektronik sendiri belum memiliki dasar
Vol. 5, No. 2 hukum yang jelas sehingga rumah sakit yang
telah melaksanakan rekam medis elektronik
penggunaannya masih harus bersamaan
dengan rekam medis konvensional jika tidak
di anggap sebagai suatu kejahatan yang
dilakukan oleh tenaga medis di rumah sakit.
6. Kajian Yuridis Pemakaian pendekatan Saat ini persiapan menggunakan rekam Keunggulan RME dibandingkan rekam
Rekam Medis Elektronik yuridis normatif medis elektronik dapat dilaksanakan medis manual yaitu mempermudah mencari
di Rumah Sakit (Cinthia dengan metode dengan memperhatikan peraturan data dan dokumen pasien, mempermudah
Mutiara Hapsari dan Ary penelitian perundang-undangan dan kebijakan dalam menampilkan bentuk pelaporan, lebih cepat
Subiyantoro) 2019 Vol. deskriptif analitis. pelaksanaan di lapangan antara lain, UU dan tepat dalam pengambilan keputusan,
14, No. 1 No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek ruangan rekam medis tidak memerlukan
Kedokteran, UU No. 36 Tahun 2009 penyimpanan yang terlalu besar, hemat
tentang Kesehatan, UU No. 11 Tahun 2008 kertas, kerahasiaan terjamin dan memiliki
tentang Informasi dan Transaksi tingkat keamanan yang lebih tinggi.
Elektronik serta Permenkes No. 269 Tahun
2008 tentang Rekam Medis.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Rizqi Amaliah Ilyas lahir di Parepare pada tanggal 8 Juni 2001

dari pasangan suami istri Bapak Ir. H. Ilyas, M.Si dan Ibu Hj. Sitti

Radhiah Syam, S.H. Penulis adalah anak pertama dari 2

bersaudara. Saat ini penulis bertempat tinggal di BTN Paopao

Permai Blok B2/14, Paccinnongan, Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa.

Penulis menempuh pendidikan TK Satu Atap SDN 213 Salo lulus tahun 2006, lalu

bersekolah dasar di SD Negeri 3 Pinrang lulus tahun 2012, SMP Negeri 1 Pinrang

lulus tahun 2015, SMA Negeri 1 Pinrang lulus tahun 2018, kemudian melanjutkan

pendidikan ke Program Studi D3 Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di STIKes

Panakkukang Makassar Mulai tahun 2018 sampai dengan sekarang. Sampai dengan

penulisan KTI ini penulis masih terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi D3

Rekam Medis dan Informasi Kesehatan di STIKes Panakkukang Makassar.

Anda mungkin juga menyukai