Anda di halaman 1dari 12

AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI LANDASAN

PEMBANGUNAN HUKUM INDONESIA


ACTUALIZATION OF PANCASILA AS THE GUIDELINE OF INDONESIAN
LAW DEVELOPMENT

Monalisa
Fakultas Hukum, Universitas Lampung, E-mail: icharoben@gmail.com

Abstrak

Pembangunan hukum Indonesia merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tujuan
negara. Dasar negara pancasila yang memuat nilai-nilai dasar kehidupan bangsa
Indonesia harus terus dibangun dalam konstitusi dan sistem hukum guna mewujudkan
tujuan nasional bangsa Indonesia tersebut. Aktualisasi Pancasila berarti penjabaran
nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana aktualisasi pancasila sebagai landasan pembangunan hukum di Indonesia,
dan metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan. Dari penelitian
diketahui bahwa pancasila merupakan landasan utama dalam pembuatan hukum. Nilai-
nilai Ketuhanan, Kemanusiaan dan Kemasyarakatan (nasionalistik; demokratik;
berkeadilan sosial) harus teraktualisasi kedalam substansi hukum, struktur hukum
maupun kultur hukum yang akan dibangun. Dengan mengaktualisasikan nilai-nilai etika
dan moral dari Pancasila disetiap sendi-sendi setiap peraturan perundang-undangan
diharapkan tercipta pembangungan hukum nasional yang berintegritas dan bermoralitas
sesuai dengan nilai jati luhur bangsa.
Kata kunci: Aktualisasi Pancasila, Nilai-nilai, Pembangunan hukum Indonesia

Abstract

The development of Indonesian law is one way to realize goals of state. Pancasila as the
national principle which contains the basic values of life the nation of Indonesia must
continue to be built in the constitution and legal system to realize the national goals of
the Indonesian nation. The actualization of Pancasila means the elaboration of
Pancasila values to norms, and realizing them in the life of the nation and state. This
study aims to determine how the actualization of Pancasila as the basis for law
development in Indonesia, and the research method used is literature study. From the
research, it is known that Pancasila is the main guideline in the making of law. The
values of the Deity, Humanity and Society (nationalistic; democratic; social justice)
must be actualized into the substance of the law, the legal structure and legal culture to
be built. By actualizing the ethical and moral values of Pancasila, it is hoped that the
establishment of a national law with integrity and morality is in accordance with the
noble values of the nation.

Keywords: Pancasila actualization, Values, Indonesian law development

1
A. Pendahuluan
Pembangunan hukum yang berkelanjutan merupakan kebutuhan yang harus
dilakukan oleh suatu bangsa dalam mengikuti perkembangan masyarakat maupun
perkembangan kejahatan, karena pada dasarnya perkembangan kejahatan selalu
mengikuti perkembangan masyarakat itu sendiri. Menurut Barda Nawawi Arief bahwa
pembangunan hukum harus selalu disesuaikan dengan dinamika kehidupan.1 Menurut
M. Mahfud MD Produk hukum senantiasa berubah dan diubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan perubahan masyarakat karena hukum itu tidak berada pada
situasi vakum. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum sebagai pelayan
kebutuhan masyarakat harus diperbaharui agar aktual dengan kebutuhan masyarakat
yang dilayani. 2 Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa hukum selalu
dalam proses untuk menjadi lebih baik karena hukum itu bergerak.
Dalam melakukan pembangunan hukum diperlukan suatu pedoman agar
pembangunan hukum tersebut dapat mendukung tercapainya tujuan nasional.
Pembangunan Hukum Nasional yang selama ini ingin diwujudkan adalah Sistem
Hukum Nasional yang berlandaskan filsafat Pancasila. Satjipto Rahardjo
mengemukakan bahwa filsafat Pancasila, beserta tujuan yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 menjadi kerangka acuan pembinaan tata hukum yang baru.3
Upaya mewujudkan Pancasila sebagai sumber nilai adalah dijadikannya nilai-nilai
dasar menjadi sumber bagi penyusunan norma hukum di Indonesia. Aktualisasi
pancasila itu adalah dijadikannya pancasila sebagai norma dasar bagi penyusunan
norma hukum di Indonesia. Negara Indonesia memiliki hukum nasional yang
merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem hukum Indonesia itu bersumber dan
berdasar pada pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila berkedudukan
sebagai grundnorm (norma dasar) atau staatfundamentalnorm (norma fundamental
negara) dalam jenjang norma hukum di Indonesia. Nilai-nilai pancasila selanjutnya
dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangam yang ada. Perundang-undangan,
ketetapan, keputusan, kebijaksanaan pemerintah, program-program pembangunan, dan
peraturan-peraturan lain pada hakikatnya merupakan nilai instrumental sebagai
penjabaran dari nilai-nilai dasar pancasila.4
Pancasila dari awal dibentuk sampai saat ini tetap sebagai dasar negara namun
interpretasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan
yang silih berganti. Diharapkan Pancasila tidak hanya dianggap sebagai lips service
berbagai pihak, akan tetapi nilai-nilainya tidak lagi diterapkan. Kaelan menyatakan
bahwa perlunya aktualisasi Pancasila, baik aktualisasi Pancasila secara subjektif yaitu
realisasi nilai-nilai Pancasila pada setiap individu maupun aktualisasi objektif yaitu
realisasi dalam segala aspek kenegaraan dan hukum. 5 Pengamalan nilai-nilai Pancasila
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengamalan secara objektif dengan
melaksanakan dan menaati peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum
negara yang berlandaskan Pancasila dan pengamalan secara subjektif dengan
menjalankan nilai-nilai Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau

1
Roeslan Saleh, Segi Lain Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), 41.
2
M. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum menegakkan Konstitusi, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2006).
3
Satjipto Rahardjo, Membangun dan Merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan Lintas Disiplin,
(Jakarta: Genta Publishing, 2009). 9.
4
Fahrul Ihsan, Ekonomi Pancasila, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2008), 14.
5
Kaelan MS, Filsafat Pancasila, (Yogyakarta: Paradigma, 2002), 21.

2
kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat.6
Berdasarkan latar belakang, terdapat permasalahan yang perlu untuk dikaji yaitu
Bagaimana aktualisasi Pancasila sebagai landasan pembangunan hukum Indonesia.
Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif, yaitu suatu
pendekatan penelitian yang dilakukan melalui study kepustakaan, dengan cara
mempelajari buku-buku, bahan-bahan bacaan literatur peraturan perundang-undangan
yang menunjang dan berhubungan dengan penelaahan hukum terhadap kaedah yang
dianggap sesuai dengan penelitian hukum tertulis. Penelitian normatif dilakukan
terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-asas hukum, dasar hukum dan konsep-
konsep hukum. 7 Penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif. Dalam melakukan
penelitian ini, sumber data yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan data
sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan penelitian, dan bahan hukum tersier berupa bahan yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder. Dalam hal ini, yang digunakan adalah berbagai sumber dari situs
internet.

B. Pembahasan
1. Pembangunan Hukum Nasional
Pembangunan dalam lapangan hukum mengandung dua arti;8 Pertama, sebagai upaya
untuk memperbarui hukum positif (modernisasi hukum). Kedua, sebagai usaha untuk
memfungsionalkan hukum yakni dengan cara turut mengadakan perubahan sosial sesuai
dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun. Pembangunan hukum tidak
terbatas pada kegiatan-kegiatan legislasi saja, melainkan pada upaya menjadikan hukum
alat rekayasa sosial (social engineering). Dengan kata lain maksud pembangunan
hukum adalah mewujudkan hukum di tengah-tengah masyarakat.9 Pembangunan hukum
merupakan upaya membentuk hukum baru guna memperbarui hukum lama yang sudah
tidak relevan. Memperbarui artinya menggantikan hukum-hukum lama dengan hukum
yang baru.10
Ada tiga dimensi yang dapat dijadikan sebagai alasan pentingnya pembangunan
hukum nasional, yaitu dimensi konstitusional, dimensi juridis sosiologis dan dimensi
perspektif. Dimensi konstitusional bermakna pembangunan hukum nasional
merupakan upaya untuk mewujudkan konsepsi negara hukum dalam tata kehidupan
masyarakat. berbangsa dan bernegara sekaligus mewujudkan amanat konstitusional
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yaitu segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum, pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum serta pemerintahan dengan
tidak ada kecuali. Dimensi juridis sosiologis bermakna membangun hukum merupakan
upaya untuk mewujudkan konsepsi hukum yang sesuai dengan ide Kerangka Teori.
Dimensi perspektif bermakna pembangunan hukum nasional merupakan upaya

6
Winarno, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 28.
7
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012), 14.
8
Achmad Irwan Hamzani, Mukhidin, D. Prapti Rahayu, “PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL
SEBAGAI IMPLEMENTASI TUJUAN NASIONAL”, Prosiding SENDI_U, (2018): 366-372, 367,
ISBN: 978-979-3649-99-3.
9
B.A. Sidharta, Bahan Kuliah Teori dan Ilmu Hukum, (Semarang: Program Doktor Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro, 2016).
10
AI. Hamzani & Mukhidin, “NATIONAL LAW DEVELOPMENT AS IMPLEMENTATION OF
PANCASILA LAW IDEALS AND SOCIAL CHANGE DEMANDS”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 18,
No. 2, (2018), DOI: 10.20884/1.jdh.2018.18.2.898.

3
untuk menjadikan hukum sebagai sarana pembangunan dalam arti mengatur arah
kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan.
Pembenahan sistem hukum merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar
dalam gerakan reformasi 1998. Dan pada akhirnya menghasilkan adanya 4 (empat) kali
perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD NRI Tahun 1945). Hal ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia pada saat
itu merasakan bahwa faktor manusia bukanlah satu-satunya penyebab absolutisme
kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan. Absolutisme telah dirasakan pula dalam
susbtansi-substansi hukum yang mewarnai kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Pada masa itu, muncul berbagai peraturan perundang-undangan yang lebih
berorientasi untuk melanggengkan kekuasaan kelompok tertentu sehingga menghasilkan
suatu pemerintahan yang bersifat oligarkis. Fenomena tersebut dapat terjadi karena
lemahnya kontrol sosial dan peran serta masyarakat, sehingga pembangunan hukum
nasional dilaksanakan dengan berorientasi untuk mempertahankan status quo dengan
mengabaikan esensi dan proses penyelenggaraan negara yang demokratis. Saat ini
pembangunan hukum nasional nampaknya masih dalam tahap mencari bentuk dan pola
yang ideal. Namun, proses penyelenggaraan pemerintahan dapat dikatakan jauh lebih
baik karena adanya peningkatan kontrol sosial dan peran serta masyarakat dalam
penyusunan dan pelaksanaan konsep pembangunan hukum nasional.
Arah pembangunan hukum bukan sesuatu yang berdiri sendiri, melainkan
terintegrasi dengan arah pembangunan di bidang lainnya dan memerlukan penyelarasan
dengan nilai-nilai Pancasila serta muatan UUD 1945. Betapapun arah pembangunan
hukum bertitik tolak pada garis-garis besar gagasan dalam UUD NRI Tahun 1945,
dibutuhkan penyelarasan dengan tingkat perkembangan masyarakat yang dimimpikan
akan tercipta pada masa depan. Pembangunan hukum tidak identik dan tidak boleh
diidentikan dengan pembangunan undang-undang atau peraturan perundangan menurut
istilah yang lazim digunakan di Indonesia. Membentuk undang-undang sebanyak-
banyaknya, tidak berarti sama dengan membentuk hukum. Negara hukum bukan negara
undang-undang. Pembentukan undang-undang hanya bermakna pembentukan norma
hukum. Padahal tatanan sosial, ekonomi budaya, dan politik bukan tatanan normatif
semata. Karena itulah maka diperlukan ruh tertentu agar tatanan tersebut memiliki
kapasitas.
Lawrence M. Friedman mengemukakan adanya 3 (tiga) pilar penting dalam
pembangunan hukum, yakni substansi (substance), struktur (structure), dan budaya
/kultur (culture). Secara ideal, ketiga pilar pembangunan hukum nasional itu harus
berjalan serasi, selaras, dan seimbang karena ketiga hal tersebut sangat berkaitan erat
satu sama lain. Pasal 1 ayat (3) UUDNRI Tahun 1945 mengatur bahwa “Negara
Indonesia adalah negara hukum”. Pasal ini berimplikasi bahwa segala aspek
penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum (rechtsstaat) dan bukan berdasarkan
kekuasaan (machtstaat) dengan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
negara dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan hierarki tertinggi dalam
peraturan perundang-undangan. Untuk mewujudkan konsep negara hukum
(rechtsstaat/the rule of law), diperlukan adanya pemahaman hukum sebagai satu
kesatuan sistem. Setiap sistem umumnya terdiri dari elemen-elemen pendukung.
Dengan mengacu pada teori Friedmann maka substansi (substance), struktur (structure),
dan budaya/kultur (culture) merupakan 3 (tiga) elemen pendukung yang sangat penting
sebagai penyangga (pilar) dari sistem hukum. Sistem hukum memerlukan perencanaan
jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang perlu
dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

4
sebagaimana diamanatkan oleh UUDNRI Tahun 1945. Hal ini menjadi penting karena
perubahan UUDNRI Tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
pengelolaan pembangunan, yaitu dengan tidak dibuatnya lagi Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional. Pada
masa reformasi, khususnya dalam periode pemerintahan 2009-2014, strategi
pembangunan hukum nasional secara yuridis mengacu pada Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-
2025. Dalam BAB II huruf G Lampiran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dijabarkan bahwa
upaya perwujudan sistem hukum nasional dalam era reformasi terus dilanjutkan dengan
meliputi pembangunan substansi hukum, penyempurnaan struktur hukum yang lebih
efektif, dan peningkatan keterlibatan seluruh komponen masyarakat yang mempunyai
kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembangunan sistem hukum nasional yang
dicita-citakan.
Arah pembangunan hukum masa depan harus mencakup 5 (lima) aspek, sebagai
berikut:11
a. Pembangunan hukum berlandaskan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia
Konsep pembangunan hukum harus selalu tertuju pada terwujudnya
tujuan negara Indonesia. Dalam rangka terwujudnya tujuan negara Indonesia
tersebut maka dalam setiap kebijakan negara yang diambil oleh para
penyelenggara negara (termasuk di dalamnya upaya melakukan pembangunan
sistem hukum nasional) dalam upaya penyelenggaraan negara hukum Pancasila
harus sesuai dengan empat prinsip cita hukum (rechtsidee) Indonesia
(Pancasila), yakni:
- Menjaga integrasi bangsa dan Negara baik secara ideologis maupun secara
territorial;
- Mewujudkan kedaulatan rakyat (demokrasi) dan negara hukum
(nomokrasi) sekaligus, sebagai satu kesatuan tidak terpisahkan;
- Mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia;
- Menciptakan toleransi atas dasar kemanusiaan dan berkeadaban dalam
hidup beragama.
b. Pembangunan hukum berlandaskan pada Welfare State
Indonesia adalah negara kesejahteraan (Welfare State). Rumusan konsep
Negara Welfare State tersebut termaktub dalam Pembukaan (Preambule ) UUD
NRI Tahun 1945 alinea ke-empat yang berbunyi “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
perdamaian dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial”. Tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia adalah salah satu cita-cita yang diinginkan oleh para pendiri negara
Indonesia. Proses pembangunan yang hanya memberikan kesempatan bagi
sebagian kecil kelompok masyarakat untuk menikmati hasil-hasil

11
https://fh.umj.ac.id/arah-pembangunan-hukum-nasional-menurut-undang-undang-dasar-negara-
republik-indonesia-tahun-1945/, diakses pada 29 November 2015

5
pembangunan dan meminggirkan kelompok masyarakat lainnya adalah
pengingkaran terhadap cita-cita tadi.
Amartya Sen telah mengkritik konsep pembangunan yang hanya
menekankan akumulasi kekayaan, pertumbuhan pendapatan per kapita
penduduk dan variabel-variabel lain yang terkait dengan pendapatan. 12
Menurut Sen, proses pembangunan adalah semua usaha untuk menghilangkan
“ketidak-bebasan” yang menimbulkan penderitaan bagi semua elemen
masyarakat. Pembangunan seharusnya diukur dengan seberapa banyak
kebebasan yang dimiliki karena tanpa kebebasan orang tidak bisa membuat
pilihan yang memungkin mereka untuk membantu diri sendiri dan orang lain. 13
Amartya Sen mendefinisikan kebebasan sebagai sesuatu yang terkait dan saling
melengkapi antara: 1) kebebasan politik dan hak-hak sipil; 2) kebebasan
ekonomi, termasuk didalamnya kesempatan untuk mendapatkan kredit; 3)
kesempatan sosial, seperti fasilitas kesehatan, pendidikan dan layanan sosial
lainnya; 4) jaminan keterbukaan (transparency), yaitu interaksi antara satu
orang dengan yang lain, termasuk dengan pemerintah, yang ditandai dengan
saling pengertian tentang apa yang ditawarkan dan apa yang diharapkan; 5)
perlindungan keamanan (security), seperti bantuan pada kondisi darurat dan
jejaring pengaman lainnya. 14
c. Pembangunan hukum berlandaskan pada asas kemanusiaan
Dalam kekuasaan ada segitiga yang satu sama lain sukar dapat berjalan
beriringan secara simetris yaitu politik, hukum dan kemanusiaan. Hubungan
antara politik dan kemanusiaan bagi kucing dan tikus, Keduanya tidak
mungkin dapat disandingkan. Politik kerap hanya menjadikan kemanusiaan
sebagai propaganda untuk meraih kemenangan. Sekedar jargon, namun ketika
maksud telah tercapai, kemanusiaan kemudian menjelma menjadi kosakata
asing. Dalam masyarakat yang berdemokrasi, hukum seharusnya berada di atas
politik, akan tetapi tidak jarang hukum diintervensi oleh politik demi
langgengnya kekuasaan. Bahkan hukum diciptakan atau direkayasa untuk
menjadi payung politik agar terlegitimasi. Hukum seharusnya ditegakkan
sesuai aturan demi kemanusiaan, tetapi penerapan yang kaku dan positivistik
justru menciptakan ketidakadilan. 15
Dalam arah pembangunan hukum nasional yang berlandaskan konstitusi
dan kemanusiaan, keadilan haruslah dapat diakses semua kalangan masyarakat
termasuk juga kepastian dalam mendapatkan keadilan. Lamanya proses hukum
di pengadilan terkadang membuat masyarakat semakin sulit meraih keadilan
hakiki. Oleh karena itu perlu terobosan hukum agar peradilan tetap konsisten
menerapkan asas peradilan cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Dengan cara
demikian akan terhindarkan pula adanya proses peradilan yang berlarut-larut

12
Amartya Sen, Development as Freedom, (New York: Anchor Books, 2000), 14.
13
Amartya Sen,Op.Cit, 15-17.
14
Amartya Sen, Op. Cit, 38-41.
15
Patrialis Akbar, Kekuasaan untuk Kemanusiaan, (Jakarta: IFI, 2010), 7.

6
yang mengakibatkan berlarut-larutnya pula upaya penegakan keadilan yang
pada akhirnya justru dapat menimbulkan pengingkaran terhadap keadilan itu
sendiri. Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang tertolak (justice delayed
justice denied).16 Dengan kata lain, rasa keadilan yang ditunda adalah sama
halnya dengan menciptakan ketidakadilan.
d. Pembangunan hukum bertitik tolak pada affirmative action (tindakan afirmatif)
Dalam Pembukaan UUD 1945, dinyatakan secara eksplisit bahwa salah
satu dasar terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk
mencapai keadilan sosial (social justice) bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini
sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh konsep akses terhadap
keadilan yaitu mencapai suatu keadilan sosial, sistem ekonomi dan
pembangunan yang tidak liberalistik dan menindas kaum lemah dan
terpinggirkan, dan tentang perlunya affirmative action (tindakan afirmatif)
yang berarti keberanian untuk melakukan pembebasan dari praktik
konvensional dan menegaskan satu cara yang lain (melakukan terobosan). 17
Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka
kesinambungan peningkatan pelaksanaan pembangunan nasional yang
berasaskan kekeluargaan harus senantiasa dipelihara dengan baik melalui
sistem dan pranata hukum yang modern, tetapi tetap berakar pada nilai-nilai
wawasan kebangsaan dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, pentingnya
hukum untuk dibangun agar hukum dapat benar-benar menjadi sarana
pembangunan dan pembaharuan masyarakat yang kita harapkan. Hukum
dapat berperan sebagai objek pembangunan dalam rangka mewujudkan hukum
yang ideal sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Tetapi
juga hukum dapat menjadi subjek pembangunan manakala hukum itu
telah berfungsi di masyarakat sebagai penggerak dan pengaman pembangunan
dan hasil-hasilnya.
e. Pembangunan hukum mencerminkan checks and balances
Pemahaman sistem checks and balances dalam konteksi ini antara lain
adalah bahwa antara lembaga negara harus saling kontrol dan saling
mengimbangi. Dalam penyelenggaraan negara tidak lagi ada lembaga yang
tertinggi dari lembaga negara yang lain. Semua lembaga negara mempunyai
kedudukan yang sejajar. Semua lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan
di Indonesia melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang ditentukan
secara proporsional oleh Undang-Undang Dasar yang dielaborasi lebih lanjut
ke dalam berbagai macam undang-undang.

16
Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 Perihal Pengujian
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, hlm. 47.
17
Satjipto Rahardjo, Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009), 141-142.

7
Dari kelima aspek tersebut, maka diharapkan dapat terwujud pembangunan hukum
nasional yang 1) menjamin integrasi bangsa dan negara baik secara ideologis maupun
secara teritorial; (2) berdasarkan atas kesepakatan rakyat baik diputuskan melalui
musyawarah mufakat maupun pemungutan suara, dan hasilnya dapat diuji
konsistensinya secara yuridis dengan rechtsidee; (3) dapat mewujudkan kesejahteraan
umum dan keadilan sosial; (4) dapat mewujudkan toleransi beragama yang
berkeadaban, dalam arti tidak boleh mengistimewakan atau mendiskriminasikan
kelompok-kelompok atau golongan-golongan tertentu. Selain itu, sesuai dengan Pasal 6
ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, pembentukan hukum nasional perlu dilandasi asas pengayoman,
kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, bhinneka tunggal ika,
keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan
kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Asas-asas pembentukan
peraturan perundang-undangan ini merupakan derivasi dari nilai-nilai luhur Pancasila
sebagai cita hukum (rechtsidee). Dengan demikian, Pancasila menjadi ruh dan spirit
yang menjiwai pembangunan hukum nasional.

2. Aktualisasi Pancasila sebagai Landasan Pembangunan Hukum di Indonesia


Aktualisasi berarti pelaksanaan hingga benar-benar ada (terwujud),
pewujudnyataan atau pengejawantahan18) yang dalam konteks aktualisasi Pancasila
disini berarti bersama-sama kita mewujudkan Pancasila sebagai landasan dalam
pembangunan hukum di Indonesia agar dalam pelaksanaannya dapat mencapai
keadilan yang menjadi tujuan hakiki hukum tersebut.19
a. Pancasila sebagai Philosopische Grondslag
Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, menyebut Pancasila sebagai
philosopische grondslag atau pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
Pancasila memiliki dua kepentingan yaitu:
- Pancasila diharapkan senantiasa menjadi pedoman dan petunjuk dalam
menjalani keseharian hidup manusia Indonesia baik dalam berkeluarga,
bermasyarakat maupun berbangsa.
- Pancasila diharapkan sebagai dasar negara sehingga suatu kewajiban bahwa
dalam segala tatanan kenegaraan entah itu dalam hukum, politik, ekonomi
maupun sosial masyarakat harus berdasarkan dan bertujuan pada Pancasila.
Kaidah pokok yang fundamental itu mempunyai hakikat dan kedudukan yang
tetap, kuat dan tidak berubah bagi negara tersebut. Pancasila tidak dapat diubah dan
ditiadakan, karena Ia merupakan kaidah pokok yang fundamental. Bung Karno
menyebut Pancasila itu sebagai philosofische grondslag (fundamen filsafat), pikiran
sedalam-dalamnya, untuk kemudian di atasnya didirikan bangunan “Indonesia
merdeka yang kekal dan abadi”. Berdasarkan kedudukan Pancasila tersebut maka
Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur Pemerintah
negara/ penyelenggara negara.20

18
AKA Kamarulzaman, Dahlan Y, Kamus Ilmiah Serapan, (Yogyakarta: Absolut, 2005), 23.
19
Derita Prapti Rahayu, “AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI LANDASAN POLITIK HUKUM
INDONESIA”, Yustisia, Vol. 4, No. 1, (2015): 190-202, 196.
20
Any Ismayanti, “PANCASILA SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN HUKUM DI INDONESIA”,
Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 8, No. 1, (2017): 53-74, 55.

8
Pancasila sebagai philosopische grondslag atau pandangan hidup bangsa
Indonesia memiliki kedudukan sebagai staats fundamental norm yang merupakan
dasar asas dalam mendirikan negara, bersifat tetap, tidak dapat diubah. Pancasila
digali dari nilai-nilai sosio-budaya bangsa Indonesia dan diperkaya oleh nilai-nilai
dan masukan pengalaman bangsa-bangsa lain. Pancasila adalah weltanschauung
(way of life) bangsa Indonesia. Uniknya, nilai-nilai Pancasila yang bertumbuh
kembang sebagai kepribadian bangsa itu merupakan filsafat sosial yang wajar
(natural social philosophy). Nilai-nilai itu bukan hasil pemikiran tunggal atau suatu
ajaran dari siapa pun.21 Hukum di Indonesia tidak membenarkan perubahan
Pancasila, karena ia sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber
hukum dasar nasional di Indonesia.
b. Kedudukan Pancasila dikaitkan dengan Theorie Von Stafenufbau Der
Rechtsordnung
Penegasan serta legitimasi kedudukan Pancasila sebagai sumber segala sumber
hukum negara (kaitannya dengan theorie von stufenfbau der rechtsordnung, dimana
dalam teori tersebut apabila mencermati maksud norma dasar menurut Kelsen22 dan
atau norma fundamental negara menurut Nawiasky23 maka Pancasila merupakan
norma dasar yang menginduksi segala macam norma dalam tatanan norma di
Indonesia) 24 selain telah secara jelas termaktub dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945, juga telah secara jelas tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 yang menyebut “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum
negara” sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2019 yang mengatur hal yang serupa. 25

Aktualisasi pancasila sangat diperlukan dalam rangka mewujudkan tujuan negara,


tentunya tidak hanya dianggap sebagai lips service berbagai pihak namun diharapkan
penelaahan dan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai tujuan dan kedudukan
Pancasila yang harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
termasuk juga dalam pembangunan hukum di Indonesia. Nilai-nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan dan Kemasyarakatan (nasionalistik; demokratik; berkeadilan sosial) harus
teraktualisasi kedalam substansi hukum, struktur hukum maupun kultur hukum yang
akan dibangun. Dengan mengaktualisasikan nilai-nilai etika dan moral dari Pancasila
disetiap sendi-sendi setiap peraturan perundang-undangan diharapkan tercipta
pembangungan hukum nasional yang berintegritas dan bermoralitas sesuai dengan nilai
jati luhur bangsa.

21
Fransiska Novita Eleanora, “PANCASILA SEBAGAI NORMA DASAR DALAM SISTEM HUKUM
DI INDONESIA”, Adil: Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 1, 141-165, 145.
22
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara (diterjemahkan dari buku Hans Kelsen,
Generaly Theory of Law and State; New York: Russel and Russel, 1971), (Bandung: Nusa Media, 2014),
161.
23
Maria Farida Indrati S., Ilmu Perundang-undangan I (Jenis, Fungsi dan Materi Muatan), (Yogyakarta:
PT. Kanisius, 2007), 46.
24
Fais Yonas Bo’a, “PANCASILA SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM SISTEM HUKUM
NASIONAL”, Jurnal Konstitusi, Vol. 15, No. 1, (2018): 27-49, 33.
25
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-banten/baca-artikel/13152/Pancasila-Sebagai-Philosopische-
Grondslag-Dan-Kedudukan-Pancasila-Dikaitkan-Dengan-Theorie-Von-Stafenufbau-Der-
Rechtsordnung.html diakses 30 November 2021

9
C. Kesimpulan
Pancasila, seluruh lapisan masyarakat Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi
dengan kata ini. Setiap individu sejak memasuki pendidikan dasar di Indonesia
diwajibkan untuk mengenal dan menghafalkannya sebagai dasar negara Indonesia.
Namun pada dasarnya Pancasila bukan hanya sekedar dasar negara, namun ia
merupakan sumber dari segala sumber hukum yang menjadikannya sebagai landasan
dalam pembangunan hukum di Indonesia.
Aktualisasi pancasila atau penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-
norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat
diperlukan dalam proses pembangunan hukum di Indonesia. Karena pembangunan
hukum di Indonesia merupakan salah satu cara untuk mewujudkan tujuan negara, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan perdamaian dunia, berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
Beberapa hal penting yang senantiasa harus kita lakukan dalam rangka terwujudnya
pembangunan hukum nasional berlandaskan Pancasila, sebagai berikut :
1. Penegakan hukum merupakan sebuah proses yang harus dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tidak melupakan budi
nurani kita sebagai manusia. Penegakan hukum harus dilaksanakan dengan itikad
baik untuk membangun masyarakat yang berbudaya hukum.
2. Hukum dan keadilan ibarat dua sisi mata uang. Masing-masing harus ada untuk
saling melengkapi. Hukum tanpa keadilan adalah tirani, sedangkan keadilan tanpa
hukum adalah kemustahilan.
3. Hukum harus ditegakkan tanpa memandang status dan latar belakang. Hukum tidak
boleh diwarnai keberpihakan terhadap kelompok tertentu. Satu-satunya pihak yang
diperjuangkan oleh hukum adalah keadilan.
4. Tetaplah berada pada garda terdepan dalam membangun hukum yang berkeadilan
dan mengedepankan prinsip perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia.
Semangat dan dedikasi kita dalam menegakkan hukum yang berkeadilan
merupakan wujud keberadaban kita sebagai sebuah bangsa yang besar.

DAFTAR PUSTAKA

A. Jurnal
Achmad Irwan Hamzani, Mukhidin, D. Prapti Rahayu, “PEMBANGUNAN HUKUM
NASIONAL SEBAGAI IMPLEMENTASI TUJUAN NASIONAL”, Prosiding
SENDI_U, (2018): 366-372, ISBN: 978-979-3649-99-3.
AI. Hamzani & Mukhidin, “NATIONAL LAW DEVELOPMENT AS
IMPLEMENTATION OF PANCASILA LAW IDEALS AND SOCIAL
CHANGE DEMANDS”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 18, No. 2 (2018), DOI:
10.20884/1.jdh.2018.18.2.898.
Any Ismayanti, “PANCASILA SEBAGAI DASAR PEMBANGUNAN HUKUM DI
INDONESIA”, Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Vol. 8, No.
1 (2017): 53-74.
Derita Prapti Rahayu, “AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI LANDASAN
POLITIK HUKUM INDONESIA”, Yustisia, Vol. 4, No. 1 (2015): 190-202.

10
Fais Yonas Bo’a, “PANCASILA SEBAGAI SUMBER HUKUM DALAM SISTEM
HUKUM NASIONAL”, Jurnal Konstitusi, Vol. 15, No. 1 (2018): 27-49.
Fokky Fuad, “FILSAFAT HUKUM PANCASILA: ANTARA CITA IDEAL HUKUM
DAN NILAI PRAKSIS”, Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi, Vol. 13, No. 1
(2013): 1-12.
Fransiska Novita Eleanora, “PANCASILA SEBAGAI NORMA DASAR DALAM
SISTEM HUKUM DI INDONESIA”, Adil: Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 1, 141-
165.
Lusy Liany, “AKTUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM
PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL (STUDI KASUS PERDA
PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA DI INDONESIA), Adil: Jurnal Hukum,
Vol. 11, No. 2, 37-57.
Sutrisno, “PERAN IDEOLOGI PANCASILA DALAM PERKEMBANGAN
KONSTITUSI DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA, JPK: Jurnal
Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 1, No. 1 (2016): 41-49, ISSN 2527-
7057.

B. Buku
Akbar, Patrialis. Kekuasaan untuk Kemanusiaan. Jakarta: IFI, 2010.
Farida Indrati S., Maria. Ilmu Perundang-undangan I (Jenis, Fungsi dan Materi
Muatan). Yogyakarta: PT. Kanisius, 2007.
Ihsan, Fahrul. Ekonomi Pancasila. Jakarta: Pustaka LP3ES, 2008.
Kamarulzaman, AKA., Y, Dahlan. Kamus Ilmiah Serapan. Yogyakarta: Absolut, 2005.
Kelsen, Hans. Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara (diterjemahkan dari buku
Hans Kelsen, Generaly Theory of Law and State; New York: Russel and Russel,
1971). Bandung: Nusa Media, 2014.
MD., M. Mahfud. Membangun Politik Hukum menegakkan Konstitusi. Jakarta: Pustaka
LP3ES, 2006.
MS, Kaelan. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma, 2002.
Rahardjo, Satjipto. Membangun dan Merombak Hukum Indonesia Sebuah Pendekatan
Lintas Disiplin. Jakarta: Genta Publishing, 2009.
Rahardjo, Satjipto. Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Yogyakarta:
Genta Publishing, 2009.
Saleh, Roeslan. Segi Lain Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984.
Sen, Amartya. Development as Freedom. New York: Anchor Books, 2000.
Sidharta, B.A.. Bahan Kuliah Teori dan Ilmu Hukum. Semarang: Program Doktor Ilmu
Hukum Universitas Diponegoro, 2016.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012.
Winarno. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

C. Peraturan
Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 Perihal
Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menyebut “Pancasila merupakan sumber
segala sumber hukum negara”.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2011 yang mengatur hal serupa.

11
D. Internet
https://fh.umj.ac.id/arah-pembangunan-hukum-nasional-menurut-undang-undang-dasar-
negara-republik-indonesia-tahun-1945/, diakses pada 29 November 2015
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-banten/baca-artikel/13152/Pancasila-Sebagai-
Philosopische-Grondslag-Dan-Kedudukan-Pancasila-Dikaitkan-Dengan-
Theorie-Von-Stafenufbau-Der-Rechtsordnung.html diakses 30 November 2021

12

Anda mungkin juga menyukai