Anda di halaman 1dari 14

MODUL PERKULIAHAN

PANCASILA
Pancasila dalam perundang-undangan dan
kebijaksanaan negara

Kode Mata Kuliah :


Fakultas : ilmu komunikasi Tatap Muka

Program Studi : public relations


04 Disusun Oleh : Anitasari, M.I.Kom
Elvira Junisa, M.Pd
ABSTRAK TUJUAN
Pancasila dalam kajian Mahasiswa mampu
sejarah bangsa Indonesia memahami pancasila dalam
Presiden Soekarno pernah perundang-undangan dan
mengatakan jangan sekali- kebijaksanaan negara
kali meninggalkan sejarah.
Dari perkataan tersebut
dapat dimaknai bahwa
sejarah mempunyai fungsi
yang beragam bagi
kehidupan

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
PEMBAHASAN

Indonesia telah sejak lama mengakui bahwa Pancasila adalah dasar negara, Pancasila adalah ideologi
nasional dan Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Sebagai dasar negara, Pancasila
mengandung makna nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi pedoman atau dasar kehidupan berbangsa
dan bernegara. Konsekuensinya, seluruh gerak langkah penyelenggaraan pemerintahandan pelaksanaannya,
termasuk pembentukan peraturan-peraturan, harus mencermikan nilai-nilai dari Pancasila. Selain itu, sebagai
ideologi nasional Pancasila menjadi cita-cita normatif penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, sehingga visi
maupun arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus di dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang ber-ketuhanan, yang ber-kemanusiaan, yang bersatu, yang berkerakyatan, dan yang
berkeadilan. Sementara, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum berarti bahwa Pancasila adalah
kaidah fundamental dan tertinggi kedudukannya, sehingga pembentukan peraturan-peraturan berpedoman
kepada kelima sila Pancasila.

Ketegasan bahwa Pancasila sebagai sumber hukum telah dilegitimasikan oleh beberapa
ketentuan Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (juncto Ketetapan MPR No.V/MPR/1973, juncto Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978) tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan
Peraturan Perundang RI dan Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan. Setelah reformasi, Pancasila kembali dikukuhkan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 yang kemudian terakhir direvisi kembali dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Keseluruhan ketentuan, dengan empat kali perubahan, itu
memperlihatkan bahwa tidak ada lagi keraguan bahwa Pancasila adalah sumber hukum tertinggi, sehingga
konsekuensinya adalah setiap materi muatan perundang-undanganyang dibentuk wajib hukumnya berlandaskan
Pancasila. Untuk itulah, materi muatan dilarang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila. Ni’matul Huda berpendapat terdapat peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bertentangan
dengan ketentuan di atasnya, maka peraturan tersebut dapat dituntut dibatalkan atau batal demi hukum.
Konsekuensinya,pembentukan perundang-undangan dimulai semenjak penggagasan, perencanaan sampai
pengundangannya harus mengacu kepada Pancasila sebagai sumber tertinggi dan sumbertertib hukum di
Indonesia.

Diletakannya Pancasila sebagai sumber tertinggi dan sumber tertib hukum mengandung makna bahwa
pembentukan perundang-undangan atau produk-produk hukum lain harus berlandaskan Pancasila. Hal ini,
karena Pancasila memiliki tiga nilai dalam pembentukan perundang-undangan yaitu pertama, nilai dasar yaitu
2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning
3 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
asas-asas yang diterima sebagai dalil dan sedikit banyaknya mutlak. Nilai dasar Pacasila tersebut adalah
ketuhanan, kemanusian, persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan. Kedua, nilai instrumental yaitu
pelaksanaan pelaksanaan umum dari nilai-nilai dasar. Terutama, berbentuk norma hukum yang selanjutnya
dikristalisasi dalam peraturan perundang-undangan. Ketiga, nilai praktis yaitu nilai sesungguhnya dilaksanakan
dalam kenyataan yang berasal dari nilai dasar dan nilai instrumental. Sehingga, nilai praktis sesungguhnya
menjadi batu uji apakah nilai dasar dan nilai-nilai instrumental benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
Ketiga nilai-nilai itu, kemudian, dikonkritisasikanlah ke dalam norma-norma hukum. Konkritisasi dari ketiga nilai-
nilai itu menjadi penting, karena pembentukan perundang-undangan yang dibangun dapat dipadukan dan
diselaraskan dengan kepentingan nasional, regional dan global. Sehingga, pembentukan perundang-undangan
akan tetap berpijak ada nilai-nilai Pancasila bintang pemandu dan mengarahkan kepada hukum positif di
Indonesia yang akan berlaku di masa yang akan datang.

Disamping nilai dasar, maka nilai instrumental dan nilai praktik dari Pancasila, dalam tahap selanjutnya
dibutuhkan penjabaran nilai-nilai Pancasila akan diimplementasikan di dalam pembentukan perundang-undangan
berdasarkan nilai-nilai luhur dari Pancasila yang terdiri dari : Nilai Ketuhanan, dengan nilai ini berarti bahwa
dalam pembaharuan atau pembangunan hukum harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai Ketuhanan atau keagamaan
sebagai rangka dasar dalam pembentukannya. Disamping itu juga, setiap pembaharuan atau pembangunan
hukum harus ada jaminan dalam kebebasan beragama dan tidak dibenarkan hukum yang mengistimewakan
salah satu agama tertentu dan tidak memperhatikan agama-agama yang ada lainnya. Artinya, tidak diterima
diskriminasi dalam pembaharuan atau pembangunan hukum di Indonesia. Dengan dasar pemikiran ini, maka
hukum di Indonesia dibentuk dengan sebuah harapan bersama bahwa pembentukannya akan menciptakan
bangsa dan negara yang menjunjung agama sebagai dasar puncaknya. Nilai Kemanusian, Nilai ini dapat
menunjukkan arah bahwa di dalam pembaharuan atau pembangunan hukum harus dapat dan mampu
menciptakan bangsa yang beradab dan selalu menjunjung tinggi terhadap penghormatan hak-hak asasi manusia.
Untuk maksud itu, maka nilai-nilai ini harus masuk di dalam rancangan atau draft perundang-undangan atau
peraturan lainnya yang ada di Indonesia dengan harapan akan dapat memperkuat nilai-nilai kemanusian sebagai
darah baru yang akan mengalir di dalam pemikiran pembentukannya. Hal ini juga sebagai bagian tidak
terpisahkan dari penghargaan terhadap nilai kemanusia yang harus selalu ada dalam aturan yang akan berlaku di
Indonesia. Nilai Persatuan, dengan nilai ini, pembaharuan atau pembangunan menjadi wajib untuk selalu
diperhatikan di dalam pembentukan dan perumusannya dengan berpegangan kepada nilai persatuan atau
integritas sebagai sebuah bangsa dan negara. Tidak dapat dibenarkan bahwa akibat dari pembaharuan atau
pembangunan hukum akan berdampak tumbuh perpecahan atau disintegrasi dan berakibat memecah belah
bangsa dan negara. Dengan semangat persatuan, maka kehadiran perundang-undangan atau peraturan lainnya
akan dapat mempererat rasa dari persatuan dan kesatuan bangsa dan bernegara. Nilai Kerakyatan, yang
dimaksudkan dengan nilai-nilai ini adalah pembaharuan atau pembangunan hukum harus dilandasi oleh nilai-nilai
yang demokratis dengan melibatkan semua unsur yang ada di negara Indonesia (seluruh stakeholders), baik itu
dari eksekutif, legislatif, yudikatif mauapun semua rakyat Indonesia. Dengan keterlibatan semua komponen
2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning
4 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
bangsa dan negara, maka diharapkanlah bahwa keseluruhnya warga negara Indonesia akan mendukung
terbangunnya suatu demokrasi di dalam pembentukannya dan diterima dalam pelaksanaannya. Nilai Keadilan
Sosial, nilai ini menjadi penting untuk diperhatikan, karena tujuan akhir di dalam pembaharuan atau
pembangunan hukum nasional adalah dalam rangka membuka dan memberikan jalan keadilan dan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya, keseluruhan hal ini titik akhirnya adalah untuk kebaikan di
dalam keadilan bersama warga bangsa melalui ketentuan hukum nasional yang akan mengaturnya.

Dengan berpegang Pancasila sebagi sumber hukum tertinggi dan sumber tertib hukum; sebagai nilai
dasar, nilai instrumental dan nilai praktik; serta konkritisasi dari nilai ketuhanan, nilai kemanusian, nilai persatuan,
nilai kerakyatan dan nilai keadilan sosial menunjukkan kedudukan kuatnya Pancasila. Untuk menjadikan pasal-
pasal, perundang-undangan yang akan diaturnya, memiliki cita-cita, karsa dan rasa Pancasila, maka
dibutuhkanlah politik hukum yang menjadi katalisator idealisasi Pancasila. Hal ini karena dengan politik hukum,
maka nilai-nilai luhur sila-sila Pancasila dapat dijabarkan atau kemudian diimplementasikan darah,semangat dan
nafas Pancasila dalam undang-undang yang akan diaturnya, sehingga undang-undang baru menjadi bagian yang
integral dan tidak bertolak belakang pengaturannya denganberaura dan roh positif Pancasila. Maksudnya,
undang-undang yang baru dibentuknya itu akankah sejalan dan senafas dengan kehendak dan kemurnian niat
baik atau positif dari Pancasila. Nilai-nilai yang telah ada dan hadir di kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia sejak dahulu kala, sehingga politik hukum dapat mewujudkannya ke dalam nilai-nilai Pancasila itu ke
dalam produk-produk hukum yang dibentuknya. Hal ini, karena politik hukum adalah kebijaksanaan negara
tentang hukum. Kebijakan negara terhadap hukum yang bagaimanakah yang ingin dicita-citakan (ius
constituendum) dengan sistem hukum yang ada saat ini, strategi dan dengan cara apakah yang dipandang
sebagai paling tepat untuk mencapai tujuan tersebut, kapan sesungguhnya waktu yang tepat untuk merubah dan
bagaimanakah perubahan itu sebaiknya dilakukan, dan dapat dirumuskan pola yang baku dan mapan yang akan
dapat membantu memutuskan proses pemilihan tujuan dan cara-cara yang dapat untuk mencapai tujuan tersebut
melalui politik hukum dasar kerangka utamanya. Dengan hal ini, maka politik hukum dapat diterjemahkan
merupakan aktivitas kebijakan negara untuk menentukan pola dan cara membentuk hukum (hukum baru atau
mengganti hukum lama), mengawasi bekerjanya hukum dan untuk dapat memperbaharuhi hukum sesuai dengan
tujuan negara sebagaimana diatur UUD 1945. Politik hukum dapat dijadikan sebagai alat atau sarana dan
langkah yang tepat dan dapat digunakan pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang
dikehendaki dan dengan sistem hukum nasional akan dapat diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih
besar. Melalui politik hukum yang bersendikan kelima sila Pancasila akan berpengaruh besar terhadap materi
atau substansi kalimat pasal-pasal yang akan diaturnya undang-undang yang dibentuknya. Strategi dengan
memasukan dan menjadikan Pancasila sebagai bagian kesatuan, akan dihasilkan pembangunan hukum nasional
yang menyatunya nilai-nilai luhur dari Pancasila dalam setiap peraturan perundang-undangan yang diaturya
adalah refleksi semangat, cita-cita dan nilai-nilai luhur Pancasila yang telah ada dan hidup serta menjadi bagian
kehidupan seluruh bangsa Indonesia.

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
Pancasila memiliki kedudukan penting dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Sebagai sumber dari
segala sumber hukum negara, Pancasila telah memperoleh legitimasi yuridis yang kuat. Namun terdapat indikasi
yang menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila belum benar-benar di dalam perumusan norma peraturan
perundang-undangan.

Hal tersebut antara lain dapat dilihat secara yuridis dari hasil uji materi peraturan perundang-undangan dan
secara sosiologis adanya peraturan perundang-undangan yang tidak selaras dan menimbulkan keresahan
masyarakat.

Menyikapi realitas ini, Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI Kadir Johnson Rajagukguk menilai perlu dilakukan
pembenahan sistem peraturan perundang-undangan, agar produk yang dihasilkan memiliki filosofi hukum yang
berkualitas, dan hukum yang memenuhi rasa keadilan masyarakat dan menyesuaikan dinamika global.

Hal itu ia ungkapkan saat memberikan sambutan pada Simposium Nasional bertema “Institusionalisasi Pancasila
dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan” di Jakarta, Senin (30/7/2018). Gelaran BK
DPR RI bekerjasama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini digelar di Jakarta, 30 Juli - 1
Agustus 2018.

“Kegiatan simposium ini dimaksudkan untuk merespon kebutuhan. Karena sistem peraturan perundang-
undangan, bahkan tidak sedikit undang-undang yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) serta
mengabaikan prinsip hierarki, selalu mewarnai peraturan undang-undang,” kata Johnson dalam sambutannya.

Atas dasar ini, kegiatan simposium menjadi penting untuk mengupayakan bagaimana mendefinisikan dan
menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan dalam evaluasi
peraturan perundang-undangan, serta parameter apa yang harus digunakan dalam pembentukan dan evaluasi
peraturan perundang-undangan tersebut.

Persoalan menginstitusionalisasikan Pancasila dalam pembentukan dan evaluasi peraturan perundang-


undangan, merupakan tugas semua komponen bangsa dan lembaga negara, termasuk DPR RI dan BPIP. Terkat
hal ini dibutuhkan instrumen dan parameter untuk menilai dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan
yang akan dan telah dibuat apakah bertentangan dengan Pancasila atau tidak.

Sementara itu, Plt. Kepala BPIP Haryono dalam sambutannya mengatakan, “Institusionalisasi Pancasila dalam
Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan” sebagai tema Simposium Nasional ini dianggap
sangat relevan dengan tugas Kedeputian Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP, yaitu
melaksanakan internalisasi dan institusionalisasi Pancasila di bidang hukum, advokasi dan pengawasan regulasi
serta sesuai dengan fungsi DPR RI dalam bidang legislasi.
2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning
6 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
Beberapa sub tema yang dihadirkan serta kompetensi para narasumber yang akan memberikan gagasan
pemikiran pada simposium nasional ini, membuat Haryono semakin yakin bahwa simposium nasional ini akan
menghasilkan gagasan pemikiran yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi permasalahan yang ada.

Seperti bagaimana konsep demokrasi Pancasila, ekonomi, politik, sosial, dan budaya dan implementasinya dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan di masing-masing bidang. Kemudian bagaimana merumuskan
prosedur dan parameter menginstitusionalkan Pancasila dalam pembentukan dan evaluasi peraturan perundang-
undangan dan bagaimana merumuskan prosedur dan parameter preview rancangan peraturan daerah sebelum
diundangkan agar sesuai dengan nilai Pancasila.

“Simposium Nasional ini akan mampu mengurai permasalahan tersebut dan menawarkan konsepsi atau rumusan
tentang ekonomi Pancasila, demokrasi Pancasila, sosial-budaya Pancasila, dan prosedur serta parameter
menginstitusionalkan Pancasila dalam pembentukan dan evaluasi peraturan perundang-undangan secara
progresif dan visioner,”

Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia


Peraturan perundang-undangan menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) adalah peraturan tertulis yang memuat norma
hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia merujuk ke Pasal 7 ayat (1) UU
12/2011 yang terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”);
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 di
atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi
Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-
Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur,
2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning
7 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Peraturan
Perundang-undangan ini diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7
ayat (1) UU 12/2011.

Pancasila Sebagai Sumber Hukum


Kemudian berkaitan dengan pertanyaan Anda apakah Pancasila merupakan dasar hukum tertinggi yang berada
diatas UUD 1945 dalam hierarki? Yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Berarti jika dilihat secara hierarki, UUD 1945 berada pada tingkatan tertinggi. Menurut Rizky Argama Direktur
Riset dan Inovasi di Pusat Studi Hukum dan Kajian Indonesia (PSHK), dalam teori norma Hans Nawiasky yang
dikenal dengan die Stuferordnung der Recht Normen, terdapat jenis dan tingkatan suatu aturan yakni:
a. Staatsfundamentalnorm (Norma fundamental negara/abstrak/sumber hukum, contoh: Pancasila);
b. Staatsgrundgesetz (Aturan dasar/aturan pokok negara/konstitusi/ UUD);
c. Formell gesetz (Undang-Undang);
d. Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana Peraturan Pemerintah-Peraturan Daerah).

Sejalan dengan pendapat di atas, maka UUD 1945 berada pada tataran staatsgrundgesetz atau sebagai
konstitusi suatu negara. Bagaimana dengan Pancasila? Berdasarkan Pasal 2 UU 12/2011 yaitu:

Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.

Jika kembali ke teori Hans Nawiasky, berarti letak Pancasila ada pada tataran staatsfundamentalnorm.

Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan
UUD 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menjawab pertanyaan Anda, posisi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis
negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila.

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
Pancasila tidak ada dalam hierarki peraturan perundang-undangan karena nilai-nilai Pancasila telah terkandung
dalam suatu norma di UUD 1945. Hal ini sesuai bunyi Pasal 3 ayat (1) UU 12/2011, yakni:

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan
Perundang-undangan.

Maksudnya “hukum dasar” adalah norma dasar bagi pembentukan peraturan perundangundangan yang
merupakan sumber hukum bagi pembentukan peraturan perundangundangan di bawah UUD 1945.

Kedudukan Pancasila berdasarkan teori Hans Nawiasky di atas UUD 1945 (sumber dari segala sumber hukum),
namun bukan merupakan dasar hukum tertinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Karena dasar
hukum tertinggi dalam hierarki ialah UUD 1945 sesuai Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011. Sehingga dapat dipahami
bahwa Pancasila bukan dasar hukum, melainkan sebagai sumber dari segala sumber hukum.

Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

1. Pasal 8 UU 12/2011
2. Pasal 7 ayat (2) UU 12/2011
3. Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU 12/2011
4. Penjelasan Pasal 2 alinea 1 UU 12/2011
5. Penjelasan Pasal 2 alinea 2 UU 12/2011
6. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU 12/2011

Pasal-pasal yang berkaitan dengan sila-sila Pancasila.


1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 28E
Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.

Ayat (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya.
Pasal 29

Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab.


Pasal 14
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 18B ayat 2


Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur damam undang-undang

Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia.
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
Pasal 28E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya,
serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati
nuraninya.
3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di
bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabai.
4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenang oleh siapa pun.
Pasal 28I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
3. Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
4. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggun jawab negara,
terutama pemerintah.
5. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokaratis,
2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning
11 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28J
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis.

Pasal 29 Ayat (2)


Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pasal 30 ayat 1
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara
Pasal 31 ayat 1
Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara

3. Persatuan Indonesia.
Pasal 25A
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah
yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.


Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


12 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
Pasal 2
1. Madjelis Permusjawaratan rakyat terdiri atas anggauta-anggauta DewanPerwakilan rakyat, ditambah dengan
utusan-utusan dari Daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-
Undang.
2. Madjelis Permusjawaratan rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu-kota Negara.
3. Segala putusan Madjelis Permusjawaratan rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak

Pasal 3
Majelis Permusjawaratan rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan
Negara.
Pasal 6 ayat 2
Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan rakyat dengan suara yang terbanyak
Pasal 19
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
2. Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
3. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Inonesia


Pasal 33 ayat 3
Bumi dan air dn kekajaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
kapustakapustaka
Karim, M. Abdul. 2014. Islam Nusantara. Yogyakarta: Gramasurya.

Karim, M. Abdul. 2004. Menggali Muatan Pancasila dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Surya Raya.

Pasha, Musthofa Kamal dkk. 2003. Pancasila dalam Tinjauan Historis, Yuridis dan Filosofis. Yogyakarta: Citra
Karsa Mandiri.

Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonnesia, Refika Aditama, Bandung, 2010.

Derita Prapti Rahayu, Budaya Hukum Pancasila, Thafamedia, Yogyakarta, 2014.

Ni’matul Huda, Kedudukan Peraturan Daerah Dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan, Jurnal Hukum, Vol
13 No. 1 Januari 2006.

I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia, Alumni,
Bandung, 2008.

Teguh Prasetyo dan Arief Purnomisidi, Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila, Nusamedia, Bandung, 2014

Otong Rosadi dan Andi Desmon, Studi Politik Hukum : Suatu Optik Ilmu Hukum, Thafamedia, Yogyakarta, 2013.

2019 Manajemen Pusat Bahan Ajar dan eLearning


14 Elvira Junisa., M.Pd 0815 9662 401 http://www.undira.ac.id

Anda mungkin juga menyukai