Anda di halaman 1dari 7

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM PEMBUATAN

KEBIJAKAN NEGARA
“Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah”

“PANCASILA”

Dosen Pengampu:
Drs. H. Sofwan Hasan, M.A
Disusun Oleh:
Kun Muhammad Naufal Maulana
Ach. Mazani

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR


JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-FITHRAH SURABAYA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri
daridua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau
asas.Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan
bernegara bagiseluruh rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara


resmidisahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam
PembukaanUUD 1945 yang diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun
II No.7[1] bersamaan dengan batang tubuh UUD 1945. Pancasila sebagai dasar
Negaramempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan pemerintahan.
Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Hal inimenempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan
nilai-nilaiPancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara yuridis-konstitusional kedudukan Pancasila sudah jelas, bahwa


Pancasila adalah pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia, dan
sebagai ideologi nasional. Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila merupakan
kristalisasi nilai-nilai yang kebenarannya diakui, dan menimbulkan tekad
untukdilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Implementasi?


2. Bagaimana mengimplementasikan Pancasila dalam pembuatan kebijakan
negara dalam bidang politik?
3. Bagaimana mengimplementasikan Pancasila dalam pembuatan kebijakan
negara dalam bidang hukum?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Implementasi

Secara etimologis pengertian implementasi adalah menyediakan


sarana untuk melaksanakan sesuatu dan menimbulkan dampak dan akibat
terhadap sesuatu. Istilah implementasi sering disebut juga dengan
pelaksanaan atau tindakan, atau mekanisme dari sebuah rencana yang sudah
disusun secara matang danterperinci. Sebab dalam implementasi terdapat
tindakan atau pelaksanaan mengenai suatu hal atau objek. Implementasi
banyak pengertian. Implementasi merupakan suatuproses untuk melaksanakan
kebijakan dari politik kedalam administrasi.

Implementasi juga dapat diartikan dengan tindakan yang dilakukan baik


individu-individu, pejabat-pejabat, atau kelompok pemerintah atau swasta
yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijakan. Hubungan ini dilakukan dengan aksi atau
tindakan, yaitu kelompok-kelompok, angota, pejabat-pejabat, dan individu-
individu. Implementasi dapat diartikan interaksi antara penyusuntujuan dengan
sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan
untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan
dengan cara untuk mencapainya

B. Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam


Bidang Politik

Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasarkan pada


dasar ontologis manusia. Hal ini di dasarkan pada kenyataan objektif bahwa
manusia adala hsebagai subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus
benar-benar merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.

3
Pengembangan politik Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini
harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila
damesensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara
harus segera diakhiri.

Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara dalam bidang


politikdituangkan dalam pasal 26, 27 ayat (1), dan pasal 28[2]. Pasal-pasal
tersebut adalahpenjabaran dari pokok-pokok pikiran kedaulatan rakyat dan
kemanusiaan yang adildan beradap yang masing-masing merupakan pancaran dari
sila ke-4 dan ke-2pancasila[3]. Kedua pokok pikiran ini adalah landasan bagi
kehidupan nasionalbidang politik di Negara Republik Indonesia.

[1] PASAL 26 (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang


bangsaIndonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undangsebagai warga negara. (2) Penduduk ialah warga negara
Indonesia dan orang asingyang bertempat tinggal di Indonesia. PASAL 27 (1)
Segala warga negara bersamaankedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum danpemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. PASAL 28A – 28J ini membahas tentang hak asasi manusia
mulai dari hak hidup, hak berkreasi dan hak hak lainnyasecara umum.[3] sistem
negara yang terbentuk ke dalam UUD harus berdasar ataskedaulatan rakyat dan
permusyawaratan perwakilan karena menurut pendapat Bakry(2010: 209), aliran
yang sesuai dengan sifat dan pikiran masyarakat Indonesia.

Berdasarkan penjabaran kedua pokok pikiran tersebut, maka pembuatan


kebijakan negara dalam bidang politik harus berdasar pada manusia yang
merupakan subyek pendukung pancasila, sebagai mana dikatakan oleh Noto
Nagoro (1975:23)bahwa yang berketuhanan, berkemanusiaan,berpersatuan,
berkerakyatan, dan berkeadilan adalah manusia. Manusia adalah subyek negara
dan oleh karena itu politik negara harus berdasar dan merealisasikan harkat dan
martabat manusia didalamnya. Hal ini dimaksudkan agar sistem politik negara
dapat menjamin hak-hak asasi manusia.Dengan kata lain, pembuatan kebijakan
negara dalam bidang politik diIndonesia harus memperhatikan rakyat yang

4
merupakan pemegang kekuasaan atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Selain
itu, sistem politik yang dikembangkan adalah sistem yang memperhatikan
pancasila sebagai dasar-dasar moral politik1.

C. Implementasi Pancasila Dalam Pembuatan Kebijakan Negara Dalam


Bidang Hukum

Sistem hukum Indonesia mengandung tiga cabang utama hukum yaitu


hukum warisan Belanda, hukum adat dan hukum Agama (Islam). Secara teoritis
dan empiris, sistem hukum Indonesia berdasarkan UUD 1945 yang merupakan
cerminan dari hasil interaksi antara pemikiran Hans Kelsen tentang teori jenjang
Norma (Stufentheorie), dan teori jenjang norma hukum (die Theorie vom
Stufentordung der Rechtsnormen). Jadi norma hukum, yang berlaku berada dalam
sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang sekaligus berkelompok-kelompok
dimana suatu norma itu berlaku selalu bersandarkan pada norma tertinggi. Dalam
UUD 1945, dengan jelas bahwa Pancasila adalah sebagai norma dasar negara.
Sistem hukum Indonesia yang berlaku seperti sistem Hukum Adat, Sistem Hukum
Islam, Sistem Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Nasional.

Pancasila sebagai jiwa atau ruh dimaknai sebagai nilai dan norma
tertinggi yang bersifat luhur. Kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia,
Pancasila merupakan cita hokum, bukan cita-cita atau kehendak kongkrit. Oleh
sebab itu, cita hukum yang terkandung di dalamnya, tidak pernah akan mati atau
tidak relevan dengan keadaan zaman. Pancasila sebagai idiologi akan tetap hidup
dalam masyarakat, meskipun berbagai perubahan dan goncangan menghadangnya
menurut Oesman Oetoyo dan Alfian (1990:60). Menurut Friedmann (1972:32),
penegakan hukum haruslah disesuaikan dengan cita-cita hukum bangsa yang
bersangkutan (Proklamasi, Pancasila, dan UUD 1945). Artinya, penegakan hukum
tersebut haruslah disesuaikan dengan falsafah, pandangan hidup, kaidah dan
prinsip yang di anut oleh masyarakat yang bersangkutan, sehingga akan sesuai
dengan kesadaran hukum yang mereka miliki. Untuk itu penegakan hukum
haruslah disesuaikan dengan nilai-nilai yang di junjung tinggi oleh masyarakat,
1
http://ridwanaz.com/akademik/kewarganegaraan/mengetahui-arti-atau-pengertian-pancasila/

5
yang bagi masyarakat Indonesia nilai-nilai tersebut , antara lain nilai ketuhanan,
keadilan, kebersamaan, kedamaian, ketertiban, kemodernan musyawarah,
perlindungan hak-hak asasi dan sebgainya. Tentunya sebagai negara yang
menganut sistem hukum eropa kontinental, sedapat mungkin nilai-nilai tersebut
dinyatakan dalam bentuk undang-undang termasuk dalam hal nilai dan kaidah
penegakan hukumnya. jadi nilai-nilai luhur dari pancasila seperti keadilan,
kemanusiaan dan hak asasi manusia (martabat manusia), kepastian hukum,
kemanfaatan dan persatuan bangsa harus diinternalisasi dalam dinamika praktik
penegakan hukum.

Dalam konteks sistem peradilan pidana, maka ruang lingkup penegakan


hukum pidana sudah dimulai sejak perumusan peraturan perundangundangan oleh
lembaga legislatif (kebijakan legislatif) di bidang hukum pidana baik hukum
pidana materil maupun formil, pelaksanaan perundangundangan itu di
masyarakat, maupun langkah atau tindakan yang diambil atau seharusnya diambil
oleh aparat penegak hukum pidana seperti polisi, penununtut umum, hakim, dan
penasehat hukum manakala di masyarakat terjadi tindak pidana atau pelanggaran
terhadap hukum pidana yang ada harus tetap memperhatikan dan sesuai dengan
nilai-nilai luhur pancasila.

Penyelenggaraan acara pidana (khususnya untuk tindak pidana umum) di


dasarkan pada undang-undang No.8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana, yang
populer dengan sebutan KUHAP, UU kekuasaan kehakiman, dan peraturan
perundang-undangan lainnya sebgai pelengkap. KUHAP dan UU kekuasaan
kehakiman itu memuat asasasas yang harus diwujudkan dalam penyelenggaraan
acara pidana, khususnya oleh jajaran aparat penegak hukum (official criinal
justice system). Asas-asas dimaksud antara lain:

1. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan

2. Persumption of innocence (praduga tak bersalah)

3. Oportunitas

4. Pemeriksaan terbuka untuk umum

6
5. Semua orang diperlakukan sama di depan hakim

6. Tersangka/terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum

7. Akusatoir

8. Pemeriksaan oleh hakim secara lansung dan lisan

Dengan penyebutan yang berbeda, landasan asas tau prinsip sebagai dasar
patokan hukum yang melandasi KUHAP dalam penegakan hukum, yang
merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran penegak hukum dalam
menerapkan pasal-pasal KUHAP, juga berlaku bagi setiap anggota masyarakat
yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan tindakan yang menyangkut
KUHAP. Andi Hamzah mengatakan (1985:13-28) landasan asas atau prinsip itu
antara lain: Asas legalitas, Asas keseimbangan, Asas praduga tak bersalah, Prinsip
pembatasan penahanan, Asas ganti rugi dan rehabilitasi, Penggabungan pidana
dengan tuntutan ganti rugi, Asas unifikasi, Prinsip saling koordinasi, Asas
peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, Prinsip peradilan terbuka untuk
umum2

2
Wahyu Widodo, “Implementasi Nilai-Nilai Luhur Pancasila Sebagai Dasar Negara Dalam
Membangun Sistem Hukum Pidana Nasional” dalam Jurnal Ilmiah CIVIS(No. 2,Volume IV. Juli
2014), 625

Anda mungkin juga menyukai