Anda di halaman 1dari 5

Nama : Helianthie

Nim : 1401617034

Kelas : Ppkn A 2017

Mata Kuliah : Rencana Pembelajaran Pkn

Dosen : Prof. Dr. Nadiroh, M.Pd.

Penerapan Pancasila Dalam Penyelenggaraan Negara

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki landasan dalam penyelenggaraan negara.

Landasan tersebut kita kenal dengan Pancasila. Pancasila merupakan landasan sebagai dasar

negara dan sumber nilai dalam segala kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila pada

hakekatnya sistem nilai (Value System) yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur dan

kebudayaan bangsa Indonesia, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan secara keseluruhan,

terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia.

Proses terjadinya Pancasila melalui suatu proses yang disebut kausa materialism, karena

nilai-nilai Pancasila sudah ada dan merupakan suatu realita yang hidup sejak jaman dulu,

yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itulah

yang menimbulkan tekad bangsa Indonesia untuk mewujudkannya dalam sikap dan tingkah

laku serta perbuatannya (Kaelan, 2007:13).

Kehidupan bangsa Indonesia memerlukan adanya implementasi nilai-nilai luhur yang

terkandung dalam Pancasila. Itu agar nilai norma dan etika yang terkandung di dalam

Pancasila, benar-benar menjadi bagian yang utuh dan dapat menyatu dengan kepribadian
setiap manusia Indonesia. Sehingga, dapat membentuk pola sikap, pola pikir dan pola tindak

serta memberi arah kepada manusia Indonesia.

Menurut (Budiman & Nadiroh, 2017:14) hal tersebut dapat berkaitan dengan pola dan sistem

pembelajaran yang ada pada saat ini, karena pembentukan pola sikap dan pola pikir serta pola

tindak dapat dikaitkan dengan interaksi antara strategi pembelajaran dengan gaya berpikir,

berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kemampuan siswa memecahkan masalah

lingkungan. Pembelajaran berbasis pengalaman dapat terus dikembangkan dalam

memecahkan berbagai masalah lingkungan. Oleh karena itu implementasi nilai-nilai luhur

dapat dijalankan dengan interaksi antara penerapan nilai-nilai Pancasila dan gaya berpikir

karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kepekaan siswa dalam menangkap masalah

lingkungan.

Menurut Notonagoro dalam buku (Sunoto, 1991:50) berpendapat bahwa Pancasila

merupakan dasar negara yang menjadi pandangan hidup dan menjadi alat pemersatu bangsa.

Nilai yang tertera pada lima sila tersebut, merupakan ideologi yang digunakan sebagai

pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Karena hal itu pancasila sangatlah penting dalam penyelenggaran negara untuk kelangsungan

hidup negara dan bangsa Indonesia. Tiap tiap keputusan dalam negara haruslah

mencerminkan penerapan pancasila. Penyelenggaraan yang meliputi kekuasaan eksekutif,

legislatif dan yudikatif dalam bernegara haruslah mengikuti pedoman pedoman yang sesuai

dengan pancasila.

Tujuan Mengapa Penerapan Pancasila Dalam Penyelenggaraan Negara Penting

Setiap negara mempunyai sistem pemerintahan yang berbeda beda sesuai dengan tujuan yang

hendak dicapai oleh nilai nilai yang dianut negara. Khusus dalam Indonesia Pancasila

menjadi pedoman penting dalam penyelenggaraan negara.


Tiap tiap warga negara perlu mengetahui implementasi dari penerapan pancasila dalam

penyelenggaraan negara. Selain itu sebagai warga negara yang baik, kita juga dapat menjalani

fungsi social control jika kita memahami konsep penyelenggaraan negara yang dilandasi

pancasila. Dengan pahamnya kita terhadap pancasila khususnya, maupun 4 pilar pada

umumnya, kita akan mampu mengetahui kekurangan penyeleggaraan negara.

Seperti tugas dan fungsi dari setiap lembaga negara yang berbeda-beda jika kita sebagai

warga negara mengetahui tugas pokok dan fungsi lembaga negara maka kita tidak akan salah

tempat dalam menyampaikan aspirasi keluhan maupun harapan dalam penyelenggaraan

negara.

Penerapan Pancasila Dalam Penyelenggaraan Pemerintah

Dalam penyelenggaraan negara di Indonesia pada khususnya menganut teori trias politica

yang di cetuskan oleh Montesque. Pada teori pemisahan kekuasaan yang dikemukakan oleh

Montesquieu dalam bukunya “L’espirit de loi” (jiwa perundang-undangan), oleh Immanuel

kant teori ini disebut sebagai doktrin Trias Politica. Teori ini terinspirasi dari pemikiran Jhon

Locke yang dituangkan dalam bukunya “Two Treaties on Civil Government” yang

memisahkan kekuasaan negara tersebut dalam bentuk eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Secara garis besar ajaran Montesquieu ini membagi kekuasaan kedalam tiga bidang

pokok yang masing-masing berdiri sendiri, bahwa satu kekuasaan mempunyai satu

fungsi lepas dari kekuasaan lain yakni:

1. Kekuasaan eksekutif, menjalankan Undang-Undang.

2. Kekuasaan legislatif, menjalankan fungsi membentuk Undang- Undang.

3. Kekuasaan yudikatif, menjalankan fungsi pengadilan.


Beliau beranggapan bahwa ketiga kekuasaan tersebut harus terpisah satu sama lain, mulai

dari fungsi maupun mengenai alat perlengkapannya untuk menjamin kemerdekaan

individu dari tindakan kesewenang-wenangan penguasa. Isi ajaran Montesqueiu ini adalah

mengenai pemisahan kekuasaan negara (the separation of power) yang lebih terkenal

dengan istilah trias politika dimana istilah ini diberikan oleh Immanuel Kant. Seperti

dikatakan Montesquie:“Experience shows us that every man invested with power is apt to

abuse it, and to carry his authority as far as it will go.”Keharusan pemisahan kekuasaan

negara menjadi tiga jenis itu adalah bertujuan agar tindakan sewenang-wenang dari raja

dapat dihindarkan.

Istilah trias politica berasal dari bahasa Yunani yang artinya “politik tiga serangkai”.

Menurut ajaran trias politica dalam tiap pemerintahan negara harus ada tiga jenis kekuasaan

yang tidak dapat dipegang oleh satu tangan saja, melainkan harus masing-masing kekuasaan

itu terpisah. Ajaran trias politica ini bertentangan dengan kekuasaan yang bersimaharajalela

pada zaman feodalisme dalam abad pertengahan. Pada zaman itu yang memegang ketiga

kekuasaan dalam negara ialah seorang raja, yang membuat sendiri undang-undang,

menjalankanya dan menghukum segala pelanggaran atas undang-undang yang dibuat

dan dijalankan oleh raja tersebut (Hoeve, 1992).

Di Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan seusai dengan trias politica, di

Indonesia terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu:

1. Kekuasaan Eksekutif

Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota, Bupati

2. Kekuasaan Legislatif

MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota

3. Kekuasaan Yudikatif
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstisusi, Komisi Yudisial, Pengadilan Tinggi,

Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama.

Tiap tiap dari jenis kekuasaan tersebut memiliki tugas dan fungsi masing masing untuk

dijalankan.

Kesimpulan

Meskipun konsep pembagian kekuasaan negara Indonesia mengikuti konsep dari Montesque,

konsep yang dipilih tersebut sudah sesuai dengan ciri khas bangsa Indonesia. Sebagai warga

negara Indonesia kita haruslah dapat memahami konsep pembagian kekuasaan tersebut

karena hal tersebut merupakan pengetahuan yang sangat penting untuk diketahui oleh warga

negara.

Politik, kekuasaan dan pemerintahan wajib kita pahami karena 3 hal tersebut selalu mengatur

hajat hidup orang banyak.

Anda mungkin juga menyukai