Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………................................……… 1


DAFTAR ISI ………………………………………………………….............................. 2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 3
A. Latar Belakang …………………………………………………
B. Rumusan Masalah …………………………………………… 2
C. Tujuan Penulisan …………………………………………….. 3
D. Manfaat Penulisan ………………………………………….. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Banjir ……………………………………………. 5


B. Penyebab Banjir ……………………………………………… 6
C. Dampak Banjir ……………………………………………….. 12
D. Contoh Banjir …………………………………………………. 16
E. Cara Mengatasi Banjir ……………………………………… 20
F. Upaya Pencegahan Banjir …………………………………. 25

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ………………………………………………………… 30
B. Saran ……………………………………………………………… 31

BAB I

2
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum yang memiliki landasan dalam penyelenggaraan negara.
Landasan sebagai dasar negara dan sumber-sumber nilai dalam segala kehidupan berbangsa dan
bernegara. Indonesia mengenal Pancasila sebagai dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum
yang memiliki kedudukan tertinggi. Pancasila merupakan dasar dari norma-norma yang tidak boleh
dilanggar. Pancasila yang begitu agung tidak boleh dikesampingkan dalam segala perjalanan
penyelenggaraan negara. Namun pada kenyataannya, Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi
negara dan merupakan kesepakatan politik para founding father mulai banyak yang mengabaikan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan
bernegara, Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalamaktualisasi nilai-nilainya. Deviasi
pengamalan Pancasila tersebut bisa berupa penambahan,pengurangan, dan penyimpangan dari makna
yang seharusnya. Walaupun seiring dengan itu sering pula terjadi upaya pelurusan kembali. Seperti
beberapa penyimpangan yang terjadi pada penyelenggaran pemerintah yang terjadi pada perumusan
Undang-Undang yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Penyimpangan tersebut berupa
penyelewengan isi Undang-Undang yang dirasa tidak sesuai dengan Nilai-Nilai Pancasila. Pancasila
yang mempunyai nilai-nilai agung dirasa tidak sejalan dengan beberapa Undang-Undang yang
dirumuskan. Maka dari itu, perlu adanya pemahaman dan penerapan kembali nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bernegara, terutama oleh penyelenggara negara. Peraturan yang dibuat olah para
penyelenggara negara diharapkan dapat kembali sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga Dasar
Negara tetap menjadi landasan hukum yang praktis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Demikian Pula dalam pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis


besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber
kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah
negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia
dan yang datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini,
semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran pembagian kekuasaan
yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar;
diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah
kontitusi di Eropa Barat dan amerika Serikat. Ajaran Trias Politica diluar negeri pada hakikatnya
mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias
Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-
wenang pemerintah dan untuk menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.

Ajaran Trias Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis
de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung maksud bahwa
kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga negara yang menurut ajaran
tersebut adalah :

1. Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang.


2. Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
3. Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang,
memeriksa dan megadilinya.

3
1.2. Rumusan Masalah

 Bagaimana analisis Pancasila dalam praktek penyelenggaraan Pemerintah NKRI?


 Bagaimana system pembagian kekuasaan Negara republic Indonesia?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan adalah untuk mempelajari dan memahami nilai-nilai Pancasila. Tujuan yang
selanjutnya adalah menerapkan nilai-nilai Pancasila tersebut ke dalam penyelenggaraan negara,
terutama dalam proses pembuatan Undang-Undang serta pembagian kekuasaan Negara republic
Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

4
A. Nilai-Nilai Pancasila Dalam Praktek Penyelenggaraan Pemerintah Negara

Nilai-nilai Pancasila dalam praktik penyelenggaran pemerintah adalah suatu keharusan yang
dilaksanakan merunut pada dasar negara yang Indonesia gunakan, yakni Pancasila. Pemerintah
bertugas menyelenggarakan pemerintahan negara, yang artinya mengelola kekuasaan negara untuk
mencapai cita-cita dan tujuan negara.

Pancasila tidak akan bisa membumi jika hanya dijadikan mitos tanpa model praktis dalam
memecahkan masalah hidup masyarakat. Oleh karena itu, Pancasila perlu di kembangkan sebagai
metodologi hidup atau ideologi praktis. Pada saat ini tidak ada lembaga yang menangani aplikasi
Pancasila. Bahkan dalam pendidikan, Pancasila bukan menjadi pelajaran wajib. Apabila Pancasila
tidak lagi menjadi perhatian pemerintah maupun masyarakat maka berarti telah sengaja meminggirkan
Pancasila sebagai ideologi Negara

B. Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan

Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap
adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia
merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya
pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada
paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai
dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya. Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah
bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia.

Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan


mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara
musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia
Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat
bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagai nilai
dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar
diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.

C. Nilai Falsafah Hidup

Pancasila sebagai falsafah hidup Bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
tumbuh dan berkembangnya Bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam Pancasila
bersumber pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat usaha bangsa
dalam mencari jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang menyangkut makna atas hakikat
sesuatu yang menjadi bagian dari kehidupan bangsa Indonesia.

D. .Nilai Ideologi

5
Ideologi negara dalam arti cita-cita negara memiliki ciri-ciri sebagai diantaranta mempunyai derajat
yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan. Mewujudkan satu asas kerohanian
pandangan dunia, pandangan hidup yang harus di pelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi penerus bangsa, di perjuangkan dan dipertahankan.

Pancasila memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka. Hal ini dibuktikan dari adanya sifat-sifat yang
melekat pada Pancasila maupun kekuatan yang terkandung di dalamnya, yaitu pemenuhan persyaratan
kualitas tiga dimensi, yaitu dimensi realita, dimensi idealisme, dan dimensi fleksibilitas.

Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam ideologi tersebut secara nyata
hidup di dalam serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah masyarakat dan atau bangsanya
menjadi volkgeits/jiwa bangsa). Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut
mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui
pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari. Dimensi fleksibilitas/dimensi
pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang
pengembangan pemikiran baru yang relevan dengan ideologi bersangkutan tanpa menghilangkan atau
mengingkari jati diri yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.

E. .Nilai Jiwa

Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah :
Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-
bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis
pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.

Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa
Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun
bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain
(Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia
tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau
masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya
bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat
dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan
tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa .

Demikianlah, maka Pancasila yang gali dari bumi Indonsia sendiri salah satunya yaitu merupakan
Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa
Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat
membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila
secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia
ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi
ciri khas bangsa Indonesia.

F. Nilai Pandangan Hidup

Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan
aturan aturan yang di buat untuk mencapai yang di cita citakan. Pancasila sebagai pandangan hidup
merupakan sarana ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia dan memberi petunjuk dalam
mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat yang beraneka ragam
sifatnya. Manfaat Pancasila sebagai pendangan hidup diantaranya :

6
a. Kekokohan dan tujuan, setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh danmengetahui jelas kearah mana
tujuan yang ingin dicapai memerlukan pandangan hidup.

b. Pemecahan masalah, dengan pandangan hidup suatu bangsa akan memandang persoalan yang
dihadapi dan menentukan cara bagaimana memecahkan persoalan.

c. Pembangunan diri, dengan pandangan hidup suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman
bagaiman memecahkan masalah politik, ekonomi, social dan budaya dalam gerak masyarakat yang
makin maju dan akan membangun dirinya.

Pancasila sebagai isi pandangan hidup :

a. Konsep dasar, dalam pandangan hidup terkandung konsep dasar ialah pikiran – pikiran yang di
dalamnya terkandung gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik yang dicita citakan
suatu bangsa

b. Pikiran dan gagasan, dalam pandangan hidup terkandung pula pikiran yang terdalam dan
gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik

c. Kristalisasi dan nilai, pandangan hidup adalah kristalisasi nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri,
yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya

G. Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia

Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan
tindakan-tindakan yang diperintahkannya. Apakah Negara mempunyai kekuasaan? negara memiliki
banyak kekuasaan. Kekuasaan negara merupakan kewenangan Negara untuk mengatur seluruh
rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan. Apa saja kekuasaan negara
itu? Kekuasaan negara banyak macamnya. Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Astim
Riyanto dalam bukunya yang berjudul Negara Kesatuan; Konsep, Asas, dan Aplikasinya (2006:273),
kekuasaan negara dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang

b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang,termasuk kekuasaan


untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undangundang

c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.

H. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Dalam sebuah praktik ketatanegaraan sering terjadi pemusatan kekuasaan pada satu orang saja,
sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut atau otoriter. Untuk
menghindari hal tersebut perlu adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, sehingga terjadi control
dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan legislatif,
eksekutif maupun yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja. Apa sebenarnya konsep pemisahan
dan pembagian kekuasaan itu? Mohammad Kusnardi dan Hermaily Ibrahim dalam bukunya yang
berjudul Pengantar Hukum Tata Negara (1983:140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan
(separation of powers) dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang
memiliki pengertian berbeda satu sama lainnya. Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu

7
terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai organnya maupun fungsinya. Setiap lembaga
menjalankan fungsinya masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan
kekuasaan adalah Amerika Serikat.Mekanisme pembagian kekuasaan negara dibagi dalam beberapa
bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi
bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Mekanisme
pembagian ini banyak sekali digunakan oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.

Bagaimana konsep pembagian kekuasaan yang dianut Indonesia? Mekanisme pembagian kekuasaan
di Indonesia diatur sepenuhnya di dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara
horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

1. Pembagian kekuasaan secara horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga
tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, secara horizontal pembagian kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat
dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung
antara lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan
pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya
terdiri atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara,
yaitu:

a. Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang


Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 3 ayat (1)UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang dan penyelenggaraan


pemerintahan Negara. Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4
ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

c. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Kekuasaan ini


dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

d. Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan untuk


menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kekuasaan hakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilanumum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

e. Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan


pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini
dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD

8
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri.

f. Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
indepedensinya diatur dalam undang undang. Penanaman Kesadaran Berkonstitusi. Pada hakikatnya
pemegang kekuasaan Negara di Indonesia adalah rakyat Indonesia sendiri. Hanya karena kita
menganut sistem perwakilan, kekuasaan yang dimiliki oleh rakyat didelegasikan kepada pemerintah.

Sebagai rakyat Indonesia, kita harus mendukung setiap program dari pemerintah. Wujud dukungan itu
antara lain:

1. Berpartisipasi dalam setiap proses pengambilan kebijakan dengan cara menyampaikan aspirasi
kita kepada pemerintah.

2. Mengkritisi dan mengawasi setiap kebijakan pemerintah

3. Melaksanakan kewajiban sebagai rakyat Indonesia, seperti kewajiban membayar pajak,


kewajiban mendahulukan kepentingan Negara dibandingkan kepentingan pribadi/ kelompok.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan daerah berlangsung antara
lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian
kekuasaan berlangsung antara Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD provinsi.
Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung antara Pemerintah
Kabupaten/Kota (Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

2. Pembagian kekuasaan secara vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu
pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara vertikal di negara Indonesia
berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (pemerintahan provinsi dan
pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan
secara vertikal yang ditentukan oleh pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan
pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh
Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan. Pembagian kekuasaan secara
vertikal muncul sebagai konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dengan asas tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan wewenang pemerintahan
kepada pemerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur
sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat, yaitu kewenangan yang berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, agama, moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat (5) UUD

9
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan dan pembahasan, maka makalah ini
memiliki beberapa kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai nilai dapat berupa Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya
pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan
nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu
hal sebagaimana mestinya. Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam
kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai
kerakyaran berupa musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Nilai Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya
masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Pancasila bersumber
pada budaya dan pengalaman bangsa Indonesia yang berkembang akibat usaha bangsa dalam mencari
jawaban atas persoalan-persoalan esensial yang menyangkut makna atas hakikat sesuatu yang menjadi
bagian dari kehidupan bangsa Indonesia.

2. Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara vertikal.

3.2. Saran

1. Penyelenggaraan negera seharusnya ada evaluasi secara khusus dan bertahap dan adaya
pentanggungjawaban secara moriil kepada masyarakat mengenai tugas yang di emban.

2. Adanya penerapan Nilai-nilai Pancasila sebagai issue yang selalu di angkat oleh penyelenggara
negara dan di sosialisasikan kepada masyarakat.

3. Sebaiknya segala macam tindakan penyelengga negara dapat melihat secara visual kondisi
masyarakat dan menetapkan hukum yang sesuai aktualisasi nilai Pancasila untuk kesejahteraan
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

10
http://www.slideshare.net/ainiaikudou/makalah-penerapan-nilainilai-pancasila-dalam-
penyelenggaraan-negara. Online pada 28 September 2017

http://birumuda01.blogspot.co.id/2015/04/sistem-pembagian-kekuasaan-negara.html Online pada


28 September 2017

Koento Wibisono. 1988. Pancasila Ideologi Terbuka. Magelang: Panitia Temu Karya Dosen-Dosen
PTN Se-Jawa Tengah dan Kopertis Wil.VI.

Abdulkadir Besar. 1994. Pancasila dan Alam Pikiran Integralistik (Kedudukan dan Peranannya dalam
Era Globalisasi). Yogyakarta: Panitia Seminar “Globalisasi Kebudayaan dan Ketahanan Ideologi” 16-
17 November 1994 di UGM.

BAB III PENUTUP

11
12

Anda mungkin juga menyukai