Anda di halaman 1dari 48

MINI RISET

HUBUNGAN ANTARA ADEKUASI HEMODIALISA DENGAN KUALITAS HIDUP


PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI DIALISIS
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Penugasan Stase Keperawatan Medikal Bedah


Di Program Studi Profesi Ners Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan
Universitas Alma Ata Yogyakarta

Di Susun Oleh :
Lailatul Hikmah (180300579)
Imti Nurannahfiah (170300420)
Endah Lestari

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Mini Riset

HUBUNGAN LAMA MENJALANI HEMODIALISA DENGAN KUALITAS HIDUP


PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI INSTALASI DIALISIS
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

Lailatul Hikmah (180300579)


Imti Nurannafiah (170300482)
Endah Lestari

Telah Mendapatkan Persetujuan dan pengesahan


Pada tanggal................................

SUSUNAN PEMBIMBING

Pembimbing Akademi,

Nanik Sri K, S.Kep., Ns. M.Kep


Tanggal……………............... …………………………

Pembimbing Klinik,

Ispriyatiningsih, S.Kep., Ns
Tanggal……………............... …………………………

ii
iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr, Wb
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan Hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penugasan mini riset dengan judul Hubungan Lama Menjalani
Hemodialisa dengan Kualitas Hidup pasien Gagal Ginjal Kronik di Instalasi Dialisis RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta.
Penyusunan mini riset ini merupakan salah satu sebagai syarat penugasan untuk
melalui stase keperawatan medikal bedah fakultas ilmu – ilmu kesehatan universitas alma ata
yogyakarta. Bimbingan, bantuan dan motivasi banyak penulis dapatkan dalam proses
penyelesaian mini riset hingga akhirnya penulis mampu menyelesaikannya. Dan penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan mini riset ini.

Wassalamualaikum Wr, Wb

Yogyakarta,

Penulis

iv
DAFTAR ISI

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan etiologi ..............................6
Tabel 1.2 Klasifikasi penyakit ginjal ginjal kronik menurut derajat penyakit ..................... 6
Tabel 3.1 Kuesioner KDQOL SF-36 ..................................................................... ......17
Tabel 3.2 Skor kuesioner KDQOL SF-36 ..................................................................... 17
Tabel 4.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ............................. 23
Tabel 4.2 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia ......................................... 23
Tabel 4.3 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan .............................. 24
Tabel 4.4 Distribusi karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ................................ 24
Tabel 4.5 Distribusi karakteristik responden berdasarkan lama hemodialisa ..................... 25
Tabel 4.6 Distribusi karakteristik responden berdasarkan kualitas hidup .......................... 25
Tabel 4.7 Hubungan antara lama menjalani HD dengan kualitas hidup ............................ 26

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Hemodialisa ............................................... ...................... ........... 10

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik ..................................


Lampiran 2 Olah data kuesioner KDQOL SF-36

viii
DAFTAR SINGKATAN

CKD : Cronik Kidney Disease


GGK : Gagal Ginjal Kronik
WHO : World Health Organization
PERNEFRI : Perhimpunan Nefrologi Indonesia
HD : Hemodialisa
GN : Glomerulunefritis
DM : Diabetes Melitus
NKF-KDIGO : The National Kidney Foundation Kidney Disease Improving Global
Outcomes
GFR / LFG : Gromerular filtration rate / Laju Filtrasi Glomelurar

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik adalah adanya gangguan
pada fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
menyebabkan uremia sehingga pasien dengan CKD akan memerlukan terapi hemodialisa
untuk menggantikan fungsi ginjal (Smeltzer, et al, 2008).
Terdiagnosis Gagal Ginjal Kronis dan harus menjalani hemodialisis seumur hidup
dapat menimbulkan dampak pada individu pasien gagal ginjal. Dalam menjalani
hemodialisis cairan, dan diet harus dibatasi, hal ini menyebabkan kehilangan kebebasan,
tergantung pada pelayanan kesehatan, konflik dalam perkawinan, keluarga dan
kehidupan sosial, berkurangnya pendapatan. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik. Saat ini terapi pengganti ginjal yang paling
banyak digunakan adalah hemodialisis, hal ini dikarenakan terapi ini lebih terjangkau
dan sudah terbukti efektif.
Laporan survei tahun 2011 Gagal ginjal kronik dilakukan oleh PERNEFRI
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia) menyebutkan, Jumlah diagnosa rawat utama pasien
Hemodialisis adalah 25.353 pasien (PERNFERI, 2011). Hemodialisis merupakan metode
pengganti fungsi ginjal yang paling sering digunakan di Indonesia. Pada tahun 2012
tercatat 9.161 pasien aktif dan 19.621 pasien baru yang menjalani terapi hemodialisis.
Pengguna Hemodialisa (HD) adalah pasien dengan diagnosis GGK (83%). Kondisi
pasien yang membutuhkan hemodialisis akan memicu berbagai masalah seperti masalah
fisik, psikologis, gaya hidup, dan perubahan sosial yang akan berdampak pada kualitas
hidup pasien.
Kualitas hidup adalah persepsi individu dalam kemampuan, keterbatasan, gejala serta
sifat psikososial hidupnya dalam konteks budaya dan sistem nilai untuk menjalankan
fungsinya. Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengaan kualitas hidup adalah
faktor demografi, kadar hemoglobin, akses vaskuler,adekuasi hemodialisis, tekanan
darah dan lama menjalani menjalani hemodialisis. Hasil penelitian Nurcahyati, S (2010)
menyimpulkan bahwa tekanan darah, frekuensi dan lama menjalani hemodialisis sebagai
faktor independen yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasin gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis.
1
Adekuasi hemodialisis dikaitkan pula dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa. Hasil penelelitian Septiwi, C (2010) menyebutkan
bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara adekuasi hemodialisis
dengan kualitas hidup denagn p value; 0,001. Pemodelan multivariat faktor risiko
menunjukkan bahwa responden yang mencapai adekuasi hemodialisis mempunyai
peluang yuntuk mempunyai kualitas hidup yang baik sebesar 10,6 kali di bandingkan
pasien yang tidak mencapai adekuasi hemodialisis.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aidillah 2017 berjudul Hubungan Antara
Lama Hemodialisa dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik menunjukan
tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara lama HD dengan kualitas
hidup pasien. Hal ini bisa disebabkan oleh proses pengambilan data dengan metode
wawancara terhadap responden dapat dimungkinkan adanya bias. Selain itu, instrumen
yang digunakan dalam penelitian bersifat subjektif dan pelaksaan penelitian melakukan
wawancara secara langsung pada pasien yang sedang menjalani hemodialisis
memungkinkan jawaban yang kurang akurat. Penelitian lain juga dilakukan oleh
Harasyid dan Mianda (2012), pasien yang telah menjalani HD >8 bulan menunjukan
kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan yang menjalani HD <8 bulan.
Peneliti melakukan studi pendahuluan pada tanggal 22 maret 2018 di instalasi dialisis
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Didapatkan data jumlah bed 27 dan jumlah populasi
responden yang menjalani HD sebanyak 170 orang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat di rumuskan masalah penelitian
“Apakah Ada Hubungan Lama Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas Hidup pasien
Gagal Ginjal Kronik di Instalasi Dialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup pada pasien
gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dengan tingkat pendidikan,
frekuensi, dan lamanya hemodialisa.

2
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya karakteristik responden penelitian di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
b. Diketahuinya perbedaan kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik dengan
tingkat pendidikan, frekuensi dan lamanya hemodialisa.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritik
Manfaat penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan untuk bidang
keperawatan khususnya pada kualitas hidup pasien hemodialisa ditinjau dari tingkat
pendidikan, freukensi dan lamanya hemodialisa.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Profesi Keperawatan
Manfaat penelitian ini bagi profesi keperawatan adalah sebagai pedoman atau
referensi untuk meningkatkan pengetahuan khususnya pada kualitas hidup psaien
yang menjalani hemodialisa.
b. Bagi Rumah Sakit
Manfaat penelitian ini bagi rumah sakit dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
memberikan asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual dan khususnya pada psikologi dan spiritual pasien.
c. Bagi penelitian selanjutnya
Diharapkan dengan adanya penelitian ini penelitian ini dapat menambah ilmu
pengetahuan, wawasan dan dapat dijadikan dasar sebagai penelitian selanjutnya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka

1. Konsep Gagal Ginjal Kronik


a. Pengertian

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan


etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
The National Kidney Foundation (2002) mendefinisikan gagal ginjal kronik
sebagai adanya kerusakan ginjal, atau menurunya tingkat fungsi ginjal untuk
jangka waktu tiga bulan atau lebih. Hal ini dapat dibagi lagi menjadi 5 tahap,
tergantung pada tingkat keparahan kerusakan ginjal dan tingkat penurunan
fungsi ginjal. Tahap 5 Chonic Kidney Disease (CKD) disebut sebagai stadium
akhir penyakit ginjal (End Stage Renal Disease / End Stage Renal Failure).
Tahap ini merupakan akhir dari fungsi ginjal. Ginjal bekerja kurang dari 15%
dari normal (Corrigan 2011).

b. Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi, etiologi yang sering menjadi
penyebab penyakit ginjal kronik diantaranya adalah :
1) Glomerulunefritis
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan
difus yang sering berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon
imunologik dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti telah diketahui
etiologinya. Secara garis besar dua mekanisme terjadinya GN yaitu circulating
immune complex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in-situ.
Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh kompleks imun,
berbagai faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator inflamasi dan
komponen berperan pada kerusakan glomerulus.
Glomerulonefritis ditandai dengan proteinuria, hematuri, penurunan fungsi
ginjal dan perubahan eksresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran

4
darah dan hipertensi. Manifestasi klinik GN merupakan sindrom klinik yang
terdiri dari kelainan urin asimptomatik, sindrom nefrotik dan GN kronik. Di
Indonesia GN masih menjadi penyebab utama penyakit ginjal kronik dan
penyakit ginjal tahap akhir.
2) Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.1 Masalah yang akan
dihadapi oleh penderita DM cukup komplek sehubungan dengan terjadinya
komplikasi kronis baik mikro maupun makroangiopati. Salah satu komplikasi
mikroangiopati adalah nefropati diabetik yang bersifat kronik progresif.21
Perhimpunan Nefrologi Indonesia pada tahun 2000 menyebutkan diabetes
mellitus sebagai penyebab nomor 2 terbanyak penyakit ginjal kronik dengan
insidensi 18,65%.
3) Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping
faktor lain seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi dan faktor
lain.
Penyakit ginjal hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal
kronik. Insideni hipertensi esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal
kronik <10 %. Selain Glomerulonephritis, diabetes mellitus dan hipertensi,
terdapat penyebab lain penyakit ginjal kronik seperti kista dan penyakit
bawaan lain, penyakit sistemik (lupus, vaskulitis), neoplasma, serta berbagai
penyakit lainya.

c. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Penyakit ginjal kronik dapat diklasifikasikan menurut 2 hal yaitu, menurut
diagnosis etiologi dan menurut derajat (stage) penyakit. Menurut diagnosis
etiologi, penyakit ginjal kronik dapat di golongkan menjadi penyakit ginjal
diabetes, penyakit ginjal non diabetes, dan penyakit pada transplantasi sebagai
berikut :

5
Tabel 1.1
Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan etiologi

Penyakit Tipe Mayor


Penyakit Ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal non Diabetes Penyakit Glomerular (penyakit
autoimun, infeksi sistemik, obat,
neoplasia) Penyakit vascular (penyakit
pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopati) Penyakit
tubulointerstisial (pielonefritis kronik,
obstruksi, keracunan obat) Penyakit
kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik Keracunan Obat
Penyakit recurrent

Sesuai rekomendasi The National Kidney Foundation Kidney Disease


Improving Global Outcomes (NKF-KDIGO) tahun 2012, Klasifikasi PGK
menurut derajat penyakit di kelompokan menjadi 5 derajat, dikelompokan atas
penurunan faal ginjal berdasarkan LFG, yaitu :
Tabel 1.2
Klasifikasi penyakit ginjal ginjal kronik menurut derajat penyakit

Derajat LFG (mL/meit/1,73 m2)


G1 ≥90
G2 60-89
G3a 45-59
G3b 30-44
G4 15-29
G5 <15

d. Pathofisiologi
Kerusakan nefron yang terus berlanjut namun sisa nefron yang masih utuh tetap
bekerja secara normal untuk mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit. Sisa
nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh
beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan filtrasi beban solute dan
reabsorbsi tubular dalam ginjal turun di bawah nilai normal. Akhirnya 75% massa
nefron sudah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi setiap nefron

6
demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus, tubulus tidak lagi di
pertahankan (keseimbangan antara peningkatan filtrasi, reabsorsi dan fleksibilitas
proses ekskresi maupan konservasi solute dan air menjadi berkurang). Sedikit
perubahan dapat mengubah keseimbangan yang rawan karena makin rendah GFR
semakin besar perubahan kecepatan ekskresi pernefron, hilang kemampuan
memekatkan / mengencerkan kemih menyebabkan berat jenis urine 1,010 atau 285
m Os mol sehingga menyebabkan poliuria dan nokturia. (Price, 1995:814).

e. Tanda dan Gejala


Menurut (Brunner dan Suddarth, 2002:1448), tanda dan gejala pada pasien
Gagal Ginjal Kronik ini tergantung tingkat keparahannya. Seperti pada
Kardiovaskular: hipertensi, gagal jantung kongestif, edema pulmonary,
perikarditis. Dermatologi: pruritus, kulit kering, mudah lecet, perubahan pada
rambut (mudah patah, tipis, merah). Gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah,
cegukan, nausea, berat badan menurun, gastritis, diare, ulkus peptikum.
Neuromuskuler; perubahan tingkat kesadaran, tingkat kemampuan konsentrasi,
kejang, kedutan otot.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik berdasarkan derajatnya.
1. Derajat 1 : pasien dengan tekanan darah normal, tanpa abnormalitas hasil tes
laboratorium dan tanpa manifestasi klinis
2. Derajat 2 : umumnya asimtomatik, berkembang menjadi hipertensi,
munculnya nilai laboratorium yang tidak normal
3. Derajat 3 : asimtomatik, nilai laboratorium menandakan adanya abnormalitas
pada beberapa sistem organ, terdapat hipertensi
4. Derajat 4 : munculnnya manifestasi klinik PJK berupa kelelahan dan
penurunan rangsangan
5. Derajat 5 : peningkatan BUN, anemia, hipokalsemia, hiponatremia,
peningkatan asam urat, proteinuria, pruritus, edema, hipertensi, peningkatan
kreatinin, penurunan sensasi rasa, asidosis metabolik, mudah mengalami
perdarahan, hiperkalemia

f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Doengoes, 2000) pada pasien Gagal Ginjal Kronik di lakukan
pemeriksaan, yaitu :

7
1. Kreatinin plasma meningkat, karena penurunan laju filtrasi glomerulus.
2. Natrium serum rendah / normal.
3. Kalium dan fosfat meningkat.
4. Hematokrit menurun pada animia Hb : biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
5. GDA : PH : penurunan asidosis matabolik (kurang dari 7,2).
6. USG ginjal.
7. Pielogram retrograde.
8. Arteriogram ginjal.
9. Sistouretrogram.
10. EKG.
11. Foto rontgen.
12. SDM waktu hidup menurun pada defisiensi eritopoetin.
13. Urine :
Volume : oliguria, anuria
Warna : keruh.
Sedimen : kotor, kecoklatan.
BD : kurang dari 1,0125.
Klerin kreatinin menurun.
Natrium : lebih besar atau sama dengan 40 m Eq/L.
Protein : proteinuria.

2. Konsep Hemodialisa
a. Pengertian
Hemodialisis adalah proses pembuangan limbah metabolik dan kelebihan
cairan tubuh melalui darah. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti
ginjal selain transplantasi ginjal bagi pasien penyakit ginjal kronik.
Pada hemodialisis, penyaringan terjadi di luar tubuh menggunakan mesin
dialisis. Prinsip utama hemodialisis adalah difusi partikel melewati suatu membran
semipermeabel dengan kompartemen dialisat. Tujuan utama dari hemodialisis
adalah untuk mengembalikan kedaan cairan intraselular dan ekstraseslular ke
keadaan normal.

b. Tujuan Hemodialisa
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya
adalah menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa

8
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang
lain), menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat, meningkatkan kualitas hidup
pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal
sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).

c. Indikasi dilakukan Hemodialisa


Indikasi terapi dialisis pada gagal ginjal kronik adalah jika laju filtrasi
glomerulus <5ml/menit/1,73m2 atau memenuhi salah satu kriteria:23
1. Keadaan umum buruk dengan gejala uremi
2. K serum < 6 mEq/L
3. Ureum darah >200 mg/dl
4. pH darah < 7,1
5. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
6. Fluid overloaded

d. Komplikasi
Komplikasi dari terapi hemodialisis antara lain demam, hipotensi, hemolisis,
demensia, kejang, perdarahan daan nyeri otot. selain itu dapat pula terjadi reaksi
hipersensifitas terhadap dialiser, thrombosis, iskemia, serta amiloidosis yang
berhubungan dengan dialisis.
Komplikasi lain yang dapat terjadi pada pasien hemodialisis adalah terjadinya
dialysis disequilibrium syndrome, gejala dan tanda dari sindrom ini diantaranya
adalah pusing, edema cerebri, peningkatan tekanan intra cranial, koma, hingga
dapat menyebabkan kematian.

e. Prinsip Kerja Hemodialisa


Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan
lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus
selofan yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah
akan melewati tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di
sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi
melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2006).

9
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses
difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan
dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2011). Cairan dialisat
tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang
ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dimana
air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke
tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat ditingkatkan melalui
penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin
dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap
pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all, 2011)).
Gambar 2.1
Proses Hemodialisa

3. Konsep Kualitas Hidup


a. Pengertian
Kualitas hidup menurut World Health Organozation Quality of Life
(WHOQOL) Group (dalam Rapley, 2003), didefinisikan sebagai persepsi individu
mengenai posisi individu dalam hidup dalam konteks budaya dan sistem nilai
dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan, standar yang
ditetapkan dan perhatian seseorang. (Nimas, 2012).

10
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam
kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka tinggal dan dalam
hubungannya dengan tujuan mereka, harapan , standar dan kekhawatiran (WHO,
1996).
Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu terhadap kondisi fisik,
psikologis, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari yang dialaminya
(Urifah, 2012).Sedangkan menurut Chipper (dalam Ware, 1992) mengemukakan
kualitas hidup sebagai kemampuan fungsional akibat penyakit dan pengobatan yang
diberikan menurut pandangan atau perasaan pasien.
Sedangkan menurut Hermann (Silitonga, 2007) kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan dapat diartikan sebagai respon emosi dari pasien terhadap aktivitas
sosial, emosional, pekerjaan dan hubungan antar keluarga, rasa senang atau bahagia,
adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang ada, adanya kepuasaan dalam
melakukan fungsi fisik, sosial dan emosional serta kemampuan mengadakan
sosialisasi dengan orang lain.

b. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


Raebun dan Rootman (Angriyani, 2008) mengemukakan bahwa terdapat
delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:
1) kontrol, berkaitan dengan control terhadap perilaku yang dilakukan oleh
seseorang, seperti pembahasan terhadap kegiatan untuk menjaga kondisi tubuh.
2) Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar seseorang dapat
melihat peluang yang dimilikinya.
3) Keterampilan, berkaian dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat mengembangkan dirinya, seperti
mengikuti suatu kegiatan atau kursus tertentu.
4) Sistem dukungan, termasuk didalamnya dukungan yang berasal dari lingkungan
keluarga, masyarakat maupun sarana-sarana fisik seperti tempat tinggal atau
rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas yang memadai sehinga dapat menunjang
kehidupan.
5) Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan dan stress
yang diakibatkan oleh tugas tersebut. Kejadian dalam hidup sangat berhubungan
erat dengan tugas perkembangan yang harus dijalani, dan terkadang kemampuan
seseorang untuk menjalani tugas tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri.

11
6) Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang. Sumber
daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh seseorang sebagai individu.
7) Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada
lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat bencana.
8) Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti krisi moneter
sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/mata pencaharian.
Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan pasienan orang lain,
perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati.
c. Komponen Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik
Menurut WHOQOL-BREF (dalam rapley, 2003) terdapat empat aspek mengenai

kualitas hidup, diantaranya sebagai berikut: (Nimas, 2012)

1) Kesehatan fisik, mencakup aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada obat-

obatan, energi dan kelelahan, mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan,

tidur/istirahat, kapasitas kerja

2) Kesejahteraan psikologis, mencakup bodily image appearance, perasaan

negative, perasaan positif, self-esteem, spiritual/agama/keyakinan pribadi,

berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

3) Hubungan sosial, mencakup relasi personal, dukungan sosial, aktivitas seksual

4) Hubungan dengan lingkungan mencakup ssumber finansial, kebebasan,

keamanan dan keselamatan fisik, perawatan kesehatan dan sosial termasuk

aksesbilitas dan kualitas, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan

berbagai informasi baru maupun keterampilan, partisispasi dan mendapat

kesempatan untuk melakukan rekreasi dan kegiatan yang menyenangkan di

waktu luang, lingkungan fisik termasuk polusi/kebisingan/lalu lintas/iklim serta

transportasi.

d. Adekuasi Hemodialisa

12
a) Definisi

Adekuasi hemodialisis merupakan kecukupan dosis hemodialisis yang

direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal

ginjal yang menjalani hemodialisis (NKF-K/DOQI, 2000).

b) Tujuan adekuasi hemodialisis

Pencapaian adekuasi hemodialisis diperlukan untuk menilai efektivitas

tindakan hemodialisis yang dilakukan. Hemodialisis yang adekuat akan

memberikan manfaat yang besar dan memungkinkan pasien gagal ginjal tetap

bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa. Terdapat hubungan yang kuat antara

adekuasi hemodialisis dengan morbiditas dan mortalitas pasien gagal ginjal.

Pourfarziani et al (2008) telah meneliti adekuasi 338 pasien hemodialisis di Iran,

dan dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bersihan urea yang tidak optimal

pada hemodialisis yang tidak adekuat akan meningkatkan morbiditas dan

mortalitas pasien hemodialisis. Hemodialisis yang tidak adekuat juga dapat

mengakibatkan kerugian material dan menurunnya produktivitas pasien

hemodialisis.

c) Faktor-faktor yang mempengaruhi adekuasi hemodialisis

Hemodialisis yang tidak adekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang, dan

kesalahan dalam pemeriksaan laboratorium (ureum darah). Fink (2001)

mengemukakan bahwa adekuasi dipengaruhi oleh tipe akses vaskular, blood flow

(Qb), dialyzer urea clearance, dan waktu dialisis. Li (2000) mengemukakan hasil

penelitiannya bahwa adekuasi hemodialisis dipengaruhi oleh tipe akses vascular,

jenis membran dialisis, blood flow (Qb), dan dialyzer clearance. Dewi (2010)

dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang

13
bermakna antara Quick of blood (Qb) dengan adekuasi terhadap adekuasi

hemodialisis. Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang

diberikan harus memperhatikan hal-hal berikut (Roesli, 2004; Pernefri, 2003;

Daugirdas, 2007) :

a) Time of Dialisis

Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisis yang idealnya 10-12 jam

perminggu. Bila hemodialisis dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap

kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3 kali/minggu

maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam. Lama waktu hemodialisis

sangat penting dalam usaha untuk mencapai adekuasi hemodialisis.

Sebagaimana yang dikemukakanoleh Sathvik (2008) dalam penelitiannya

bahwa makin panjang durasi/waktu sesi hemodialisis akan makin

mengoptimalkan bersihan ureum sehingga adekuasi dapat tercapai dan kualitas

hidup pasien meningkat. Nilai Kt/V yang rendah dapat disebabkan karena

jumlah mesin yang tidak memadai dan durasi hemodialisis yang <4 jam

(Borzou, 2009; Malekmakan, 2010).

b) Interdialytic Time

Adalah waktu interval atau frekuensi pelaksanaan hemodialisis yang

berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisis

dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di

Indonesia dilakukan 2 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam, dengan

pertimbangan bahwa PT ASKES hanya mampu menanggung biaya

hemodialisis 2 kali/minggu (Gatot, 2003).

c) Quick of Blood (Blood flow)

14
Adalah besarnya aliran darah yang dialirkan ke dalam dialiser yang

besarnya antara 200-600 ml/menit dengan cara mengaturnya pada mesin

dialisis. Pengaturan Qb 200 ml/menit akan memperoleh bersihan ureum 150

ml/menit, dan peningkatan Qb sampai 400ml/menit akan meningkatkan

bersihan ureum 200 ml/menit. Kecepatan aliran darah (Qb) rata-rata adalah 4

kali berat badan pasien, ditingkatkan secara bertahap selama hemodialisis dan

dimonitor setiap jam. Penelitian pada 36 pasien hemodialisis yang

ditingkatkan Qb-nya 15% pada pasien dengan berat badan <65 kg dan 20%

pada pasien dengan berat badan >65 kg. Hasilnya menunjukkan bahwa

peningkatan Qb 15-20% secara bertahap dapat meningkatkan adekuasi

hemoadialisis (Kim, 2004). Peningkatan Qb dapat meningkatkan pencapaian

adekuasi hemodialisis, yang telah dibuktikan oleh Borzou (2009) yang

meneliti 42 pasien hemodialisis yang dibagi menjadi 2 kelompok dengan

pengaturan Qb yang berbeda, yaitu 200 ml/menit dan 250 ml/menit. Hasilnya

pada pasien dengan Qb 200 ml/menit sebanyak 16,7% pasien mencapai Kt/V

>1,3 dan URR >65%, sedangkan pada pasien dengan Qb 250 ml/menit

sebanyak 26,2% pasien mencapai Kt/V >1,3 dan URR >65%. Penelitian Gatot

(2003) menyebutkan bahwa salah satu faktor penting dalam proses

hemodialisis adalah pengaturan dan pemantauan Qb Hal itu menunjukkan

bahwa peningkatan Qb dapat meningkatkan pencapaian adekuasi hemodialisis.

Berbeda dengan penelitian tersebut, Moist (2006) meneliti 259 pasien

hemodialisis yang dibagi menjadi 3 kelompok dengan pengaturan Qb yang

berbeda, yaitu Qb 300 ml/menit, 275 ml/menit, dan 250 ml/menit. Hasil

pencapaian adekuasi ketiga kelompok tersebut kemudian dibandingkan, dan

hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengaturan Qb 300

15
ml/menit, 275 ml/menit, dan 250 ml/menit. Begitu juga di Indonesia,

penelitian Erwinsyah (2009) pada pasien hemodialisis di Jambi mendapatkan

hasil bahwa tidak ada hubungan antara Qb dengan penurunan kadar ureum

post hemodialisis (p=0,799) dan kadar kreatinin post hemodialisis (p=0,100).

Penelitian Dewi (2010) di unit hemodialisis RSU Tabanan Bali juga

mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara Qb dengan adekuasi

hemodialisis (p = 0,225).

d) Quick of Dialysate (Dialysate flow)

Adalah besarnya aliran dialisat yang menuju dan keluar dari dialiser

yang dapat mempengaruhi tingkat bersihan yang dicapai sehingga perlu di atur

sebesar 400-800 ml/menit dan biasanya sudah disesuaikan dengan jenis atau

merk mesin. Daugirdas (2007) menyebutkan bahwa pencapaian bersihan

ureum yang optimal dapat dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah (Qb),

kecepatan aliran dialisat (Qd), dan koefisien luas permukaan dialiser.

e) Clearance of dialyzer

Klirens menggambarkan kemampuan dialiser untuk membersihkan

darah dari cairan dan zat terlarut, dan besarnya klirens dipengaruhi oleh bahan,

tebal, dan luasnya membran. Luas membran berkisar antara 0,8-2,2 m². KoA

merupakan koefisien luas permukaan transfer yang menunjukkan kemampuan

untuk penjernihan ureum. Untuk mencapai adekuasi diperlukan KoA yang

tinggi yang diimbangi dengan Qb yang tinggi pula antara 300-400ml/menit

(Hoenick, 2003).

f) Tipe akses vascular

16
Akses vaskular cimino (Arterio Venousa Shunt) merupakan akses yang

paling direkomendasikan bagi pasien hemodialisis. Akses vaskular cimino

yang berfungsi dengan baik akan berpengaruh pada adekuasi dialisis. Wasse

(2007) menyatakan adanya hubungan antara akses vaskular dengan adekuasi

hemodialisis dan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis.

g) Trans membrane pressure

Adalah besarnya perbedaan tekanan hidrostatik antara kompartemen

dialisis (Pd) dan kompartemen darah (Pb) yang diperlukan agar terjadi proses

ultrafiltrasi. Nilainya tidak boleh < kurang dari -50 dan Pb harus lebih besar

daripada Pd serta dapat dihitung secara manual dengan rumus :

TMP = (Pb – Pd) mmHg

3. Pengukuran adekuasi hemodialisis

Hemodialisis dinilai adekuat bila mencapai hasil sesuai dosis yang direncanakan.

Untuk itu, sebelum hemodialisis dilaksanakan harus dibuat suatu peresepan untuk

merencanakan dosis hemodialisis, dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil

hemodialisis yang telah dilakukan untuk menilai keadekuatannya. Adekuasi

hemodialisis diukur secara kuantitatif dengan menghitung Kt/V yang merupakan

rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisis dengan volume distribusi urea

dalam cairan tubuh pasien (Eknoyan, 2000 ; Owen, 2000 ; Cronin, 2001 ; Jindal,

2006). Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa di Indonesia

adekuasi hemodialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-15 jam

perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisis 3 kali/minggu diberi target Kt/V

1,2, sedangkan pasien yang menjalani hemodialisis 2 kali/minggu diberi target

Kt/V 1,8. K/DOQI (2006) merekomendasikan bahwa Kt/V untuk setiap

17
pelaksanaan hemodialisis adalah minimal 1,2 dengan target adekuasi 1,4.

Penghitungan Kt/V dapat dilakukan dengan menggunakan rumus

Daugirdas sebagai berikut :

Kt/V = -ln (R–0,008t) + (4–3,5R) x (BB pre dialisis – BB post dialisis)

BB post dialisis

Keterangan :

K : Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/menit
Ln : Logaritma natural
R : Ureum post dialisis
Ureum pre dialisis
t : lama dialisis (jam)
V : volume cairan tubuh dalam liter (laki-laki 65% BB/berat badan dan wanita 55%
BB/berat badan)

4. Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa adekuasi hemodialisis diukur

secara berkala setiap bulan sekali atau minimal setiap 6 bulan sekali. Secara klinis

hemodialisis dikatakan adekuat bila keadaan umum pasien dalam keadaan baik,

merasa lebih nyaman, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup pasien semakin

panjang. Akan tetapi ketergantungan pasien pada mesin dialisis seumur hidupnya

mengakibatkan terjadinya perubahan pada kemampuan untuk menjalani fungsi

kehidupan sehari-hari yang dapat mempengaruhi kualitas hidupnya (Black, 2005 ;

Ignatavicius, 2006).

5. NKF-KDOQi (2001) adekuasi hemodialisa adalah kecukupan dosis hemodialisis

yang di rekomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal

ginjal yang menjalani hemodialisa. Nurcahyati (2010) secara klinis hemodialisis

dikatakan adekuat apabila keadaan umum pasien dalam keadaan baik, merasa lebih

nyaman, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup pada pasien lebih panjang.

Akan tetapi ketergantungan pasien pada mesin dialisis seumur hidupnya

18
mengakibatkan terjadinya perubahan pada perubahan untuk menjalani kehidupan

sehari-hari yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.

6. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Paisen Gagal Ginjal Kronik

a) Faktor Individu
1) Usia
Usia berpengaruh terhadap cara pandang seseorang dalam kehidupan, masa
depan dan pengambilan keputusan. Pasien yang termasuk dalam usia
produktif merasa terpacu untuk sembuh karena masih mempunyai harapan
hidup yang tinggi. Usia berkaitan dengan prognose penyakit dan harapan
hidup mereka yang berusia diatas 55 tahun, kecenderungan untuk terjadi
berbagai komplikasi yang memperberat fungsi ginjal sangat besar bila
dibandingkan dengan yang berusia dibawah 40 tahun (Indonesia nursing,
2008). Menurut Silva et al (2012) pada pasien merasakan kelelahan setelah
melakukan hemodialisis. Kelelahan tersebut dirasakan oleh semua pasien
terutama pada pasien usia 60 tahun yang memiliki kelelahan lebih tinggi
karena para pasien mempunyai penyakit penyerta terkait dengan penyakit
gagal ginjal kronis yang di derita.
2) Jenis Kelamin
Secara umum, setiap penyakit dapat menyerang manusia baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi
antara laki – laki dan perempuan yang disebabkan perbedaan pekerjaan,
kebiasaan hidup, genetika atau kondisi fisiologis (Budiarto & Anggraeni,
2002). Pasien yang menjalani hemodialisis menunjukan pasien perempuan
secara konsisten memiliki kualitas hidup lebih buruk daripada laki – laki,
karena perempuan memiliki tugas domestik yang menjadi tanggung
jawabnya (Mollaoglu, 2003).
3) Tingkat Pendidikan
Pasien GGK yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan lebih luas yang memungkinkan pasien dapat mengontrol
dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya
diri yang tinggi, berpengalaman, dan mempunyai perkiraan yang tepat
bagaimana mengatasi kejadian, mudah mengerti tentang apa yang

19
dianjurkan oleh petugas kesehatan, serta dapat mengurangi kecemasan
sehingga dapat membantu individu tersebut dalam membuat keputusan
(Yuliaw, 2009).
b) Keadaan Medis
1) Lama menjalani Hemodialisis
Lama menjalani hemodialisis berperan penting dalam mempengaruhi
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis (single et al, 2003)
2) Staduim penyakit
Stadium penyakit pada gagal ginjal diawali dengan terjadinya gangguan
fungsi ginjal yang dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan tes
GFR. Pada stadium akhir terjadi kerusakan massa nefron sebesar 90 % dan
peningkatakan kreatinin serum dan BUN. Gejala yang timbul pada stadium
akhir penyakit ginjal yaitu oliguri karena kegagalan glomelurus dan
sindrom uremik yang dikarenakan ginjal tidak sanggup mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh (Suharyanto dan Madjid
2009).
3) Terapi hemodialisis yang dijalani
Kualitas hidup pasien hemodialisis dipengaruhi oleh keadekuatan terapi
hemodialisis yang dijalani dalam rangka mempertahankan fungsi hidupnya.
Efektifitas hemodialisis dapat dinilai dari bersihan ureum selama
hemodialisis karena ureum merupakan indikator pencapaian adekuasi
hemodialisis. Agar hemodialisis yang dilakukan efektif perlu dilakukan
pengaturan kecepatan aliran darah (Qb) dan akses vascular yang adekuat
(Eptiwi, 2011).
c) Status Fiungsional
1) Anemia
Anemia yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik karena penurunan
ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritroprotein. Pasien
yang menjalani hemodialisis jangka panjang akan kehilangan darah
kedalam dializer sehingga mengalami defisiensi besi (Smeltzer dan Bare,
2002). Menurut National Kidney Foundation’s Kidney Disease Outcomes
Quality Intiative (NKF-K/DOQI), nilai Hb yang direkomendasikan pada
pasien GGK yaitu pada level 11-12 g/Dl (Gregory, 2005). Tanda dan gelaja
pasien GGK yang mengalami anemia berupa kelelahan, kelemahan, peka

20
terhadap rangsangan cahaya, nafas dangkal dan cepat, pucat, pusing, nadi
meningkat, penurunan tekanan darah, ekstermitas dingin yang dapt
menyebabkan penurunan kualitas hidup serta meningkatkan mortilitas
(Nurcahyati, 2011).
2) Adekuasi Hemodialisis
Adekuasi hemodialisis adalah kecukupan dosis hemodialisis yang
direkomendasikan untuk mendapatkan hasil yang adekuat pada pasien gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis (NKF-K/DOQI, 2000). Adekuasi
hemodialisis diukur secara kuantitatif dengan menghitung Kt/V. Kt/V
merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisis dengan volume
distribusi urea dalam cairan tubuh pasien. Di indonesia adekuasi
hemodialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-15 jam
perminggu. Hemodialisis dilkukan selama 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali
perminggu dengan hasil evaluasi telah dapat mencapai nilai Kt/V yang
mencukupi (.1,2) (Konsesus Dialisis Pernefri, 2003).

21
BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif analitik yaitu suatu metode
penelitian yang bertujuan menjawab suatu permasalahan, dengan mencoba
mengumpulkan teori-teori yang kemudian disimpulkan secara deduktif, berupa suatu
hipotesis atau jawaban sementara atau dugaan. Untuk membuktikan hipotesis
(jawaban sementara) itu, perlu dilakukan pengumpulan data, kemudian diuji
menggunakan uji statistik. Oleh karena harus diuji menggunakan statistik, maka data-
data yang dikumpulkan akan berupa angka-angka (numerik) dalam bentuk score atau
nilai (Machfoedz, 2016).

2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi melalui pendekatan cross
sectional yaitu suatu pendekatan yang mengambil data dalam satu waktu bersamaan
(Point time approach) (Machfoedz, 2016).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Peneltian
Penelitian ini dilakukan di instalasi dialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Waktu Penelitian
Waktu pada penelitian ini dilakukan tanggal 17 Juni – 19 Juni 2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa
di instalasi dialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yaitu sejumlah 170 pasien.

2. Sampel Penelitian
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik
sampling dalam penelitian ini adalah Consecutive sampling. Consecutive sampling
yaitu pemilihan sample dengan menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian
dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah
responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2003).

22
3. Besar Sampel
Besar sampel pada responden di hitung menggunakan rumus slovin.
Adapun rumus Slovin :

N
n=
1+ N (d )¿ 2

Keterangan :
n = Besar Sampel
N = Besar Populasi
D = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang dibutuhkan : 10% (0,1)
Jumlah populasi responden yang menjalani hemodialisa sebanyak 170 orang.
170
n=
1+ 170 ( 0,1 )¿ 2
170
n=
1+ 1.7
170
n=
2.7
n = 63 Orang
Sehingga jumlah sampel berdasarkan perhitungan dengan rumus tersebut
sebanyak 63 orang.
Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien yang bersedia menjadi responden
2) Usia lebih dari 14 tahun
3) Pasien dengan durasi HD 4 jam
4) Pasien dengan Durasi HD 5 jam
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien yang tidak hadir dalam pengambilan data
2) Pasien yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi

D. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-
anggota suatu kelompok yang berada dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Definisi
lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep
23
pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, dan sebagainya
(Notoadmotdjo, 2010).

1. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap menentukan
variabel terikat. Variabel ini dapat merupakan faktor risiko, prediktor, penyebab
(Saryono, 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah lama menjalani
hemodialisa.

2. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi. Variabel tergantung disebut juga
kejadian, luaran, manfaat, efek atau dampak. Variabel tergantung juga disebut
penyakit atau outcome (Saryono, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kualitas hidup pasien.

E. Instrument Penelitian
Jenis instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner kualitas hidup
pada penderita gagal ginjal KDQOL SF-36 yang di adopsi dari Handi yang berjudul
faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien CKD yang menjalani
hemodialisa. Terdiri dari 36 pertanyaan.
Kuesioner SF-36 ini terdiri atas 36 pertanyaan yang mewakili 8 dimensi yaitu fungsi
fisik (10 pertanyaan), peranan fisik (4 pertanyaan), rasa nyeri (2 pertanyaan),kesehatan
umum(5 pertanyaan), fungsi sosial (2 pertanyaan), energy (4 pertanyaan), peranan emosi
(3 pertanyaan), dan kesehatan jiwa (5 pertanyaan). Skor SF-36 berkisar antara 0-100,
dimana semakin tinggi skor menunjukkan semakin baiknya kualitas hidup terkait
kesehatan pasien). Penghitungan hasil skor kualitas hidup terkait kesehatan dengan
kuesioner SF-36 menggunakan daftar nilai seperti yang tersebut dalam tabel dibawah ini.
Untuk skor akhir, dilakukan perhitungan rata-rata pada masing-masing pertanyaan yang
menunjukkan dimensi yang diwakilinya seperti pada tabel di bawah sehingga hasil
akhirnya akan menunjukkan skor masing-masing dimensi yaitu skor dimensi fungsi fisik,
peranan fisik, rasa nyeri, kesehatan umum, fungsi sosial, energy, peranan emosi, dan
kesehatan jiwa.
Dalam penelitian ini digunakan alat ukur generik yaitu SF-36 ,karena kuesioner ini
adalah instrumen generic dimana dengan kuesioner ini dapat dipergunakan untuk
bermacam penyakit namun tetap memiliki batas usia. Subjek yang dapat menggunakan

24
kuesioner ini harus berusia diatas 14 tahun. Kuesioner SF-36 ini dapat digunakan oleh
subjek wanita maupun pria.
Tabel 3.1
Kuesioner KDQOL SF-36

Skala Jumlah Item No Pertanyaan


Fungsi Fisik 8 2, 3, 5, 7, 30, 34, 36
Peranan Fisik 3 4, 8, 19
Perasaan emosi 4 6, 11, 13, 21
Enrgi 4 8, 10, 20, 33
Kesehatan jiwa 3 14, 16, 22,
Fungsi social 2 12, 24,
Rasa Nyeri 3 25, 26, 27
1, 17, 18, 23, 28, 29, 31, 32,
Kesehatan Umum 9
35,

Tabel 3.2
Skor kuesioner KDQOL SF-36

No Pertanyaan No Respon Skor


1, 8, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 1 100
23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,
30, 31, 32, 33, 34, 35, 36
2 75
3 50
4 25
5 0
12, 13, 14, 15, 16 1 0
2 25
3 50
4 75
5 100
2, 3 1 0
2 50
3 100
4, 5, 6, 7 1 0
2 100
9, 10, 11 1 100
2 80
3 60
4 40
5 20
6 0

25
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2011). Pada
penelitian ini akan menggunakan Data Primer dimana data didapatkan langsung dari
responden yaitu lembar kuisioner pengetahuan dan lembar observasi sikap perawat.

1. Pengolahan Data
Dalam pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :
a. Editing
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan
penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan
kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner
(Notoadmodjo, 2010).
b. Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan coding.
Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilangan[ CITATION Soe10 \l 1057 ]. Cooding pada penelitian ini yaitu nama
responden diganti menggunakan angka-angka dan durasi menjalani HD 4 jam di
beri kode = 1, dan 5 jam di beri kode =2.
c. Procesing (Data Entry)
Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
“kode” (angka atau huruf) dimasukan ke dalam program atau “software”
komputer. Kemudian data dimasukan kedalam program komputer SPSS 20
(Notoadmodjo, 2010).
d. Cleaning
Pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi (Notoadmodjo, 2010).

G. Analisa Data

1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian (Notoadmodjo, 2010). Rumus yang digunakan yaitu :
f
P= x 100 %
N

26
Keterangan :
P = Persentase yang dicari
F = jumlah Frekuensi Setiap Kategori
N = Jumlah Sampel
Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi karakteristik responden yaitu jenis
kelamin, umur dan tingkat pendidikan.

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif,
asosiatif maupun korelatif. Terdapat uji parametrik dan non-parametrik pada analisis
bivaria (Saryono, 2008). Pada penelitian ini menggunakan uji Spearmen Rank dengan
melihat skala data yaitu ordinal. Adapun rumus Spearmen Rank yaitu :
6∑ D ²
ρ=1−
n(n−1)
Keterangan :
𝜌 : Koefisiensi Korelasi Rank Spearmen
D : Selisih Setiap Rank
n : Banyaknya Pasangan Data
Jika 𝜌 hitung ≥ 𝜌 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima dan jika 𝜌 hitung < 𝜌 tabel
maka Ho diterima dan Ha ditolak.

H. Etika Penelitian
Etika penelitian sangatlah penting guna memperlancar jalannya penelitian. Penelitian
kesehatan pada umumnya dan penelitian keperawatan pada khususnya menggunakan
manusia sebagai objek yang diteliti, dan di sisi lain manusia sebagai peneliti. Oleh sebab
itu sesuai dengan prinsip etika dan moral, maka peneliti harus memperhatikan hubungan
antara kedua belah pihak secara etika, sehingga peneliti harus menjamin hak asasi
responden dalam melaksanakan penelitian (Notoadmodjo, 2010). Adapun etika
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia (Respect For Human Dignity)


Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan
informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Disamping itu,
peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi
atau tidak memberikan informasi (berpartisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti

27
menghormati harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti mempersiapkan
formulir persetujuan subjek (inform concent) (Notoadmodjo, 2010). Dalam
pelaksanaan penelitian melihat aspek menghormati hak dan martabat, peneliti
menghormati subjek penelitian dalam jalannya penelitian termasuk informasi yang
diberikan. Peneliti memberikan informasi tentang jalannya penelitian.
2. Keadilan dan Inklusivitas atau Keterbukaan (Respect for Justicean Inclusiveness)
Peneliti sebaiknya menjelaskan prinsip keadilan kepada responden bahwa prinsip
keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan
keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis, dan sebagainya
agar responden tidak merasa dibedakan dengan responden lain (Notoadmodjo,
2010). Dalam pelaksanaan penelitian melihat aspek keadilan, peneliti tidak
membeda-bedakan responden. semua diperlakukan sama dan penilaianpun subjektif
dari peneliti atau asisten peneliti.
3. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan (Respect For Privacy and Confidentiality)
Setiap orang memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan
individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan
apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh karena itu peneliti tidak boleh
menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasian subjek penelitian.
Peneliti sebaiknya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas
responden (Notoadmodjo, 2010). Dalam pelaksanaan penelitian melihat aspek
privasi atau kerahasiaan, peneliti menjaga kerahasiaan dari lembar kuisioner yang
telah diisi dan peneliti menggunakan kode dalam menganalisis data dalam program
SPSS 20.
4. Memperhatikan Manfaat dan Kerugian yang ditimbulkan (Balancing Harms and
Benefits)
Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi
masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti
hendaknya meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh karena itu,
pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa
sakit, cedera, stres, maupun kematian subjek penelitian (Notoadmodjo, 2010).

I. Jalannya Penelitian
1. Tahap Persiapan

28
Tahap awal dalam penyusunan mini riset ini adalah dengan konsul judul dan
permasalahan kepada pembimbing klinik. Setelah konsul judul kemudian melakukan
studi pendahuluan dan menyusun bab satu pendahuluan sampai dengan bab tiga
metode penelitian.
2. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan kami menyebarkan kuesioner kualtas hidup. Pengambilan data
menggunakan teknik wawancara kepada pasien yang menjalani hemodialisa.
Pengambilan data dilakukan selama tiga hari.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


RSUP Dr. Sardjito merupakan RSUP rujukan nasional yang memiliki moto mitra
menuju sehat dengan kebijakan Menuju terwujudnya Good Corporate dan Good
Clinical Governance. Menuju pelayanan RS yang ber-etika, ramah lingkungan dan
29
mengutamakan keselamatan pasien (Patient Safety). Mewujudkan mutu pelayanan
dan sistem pembiayaan berbasis kinerja, mutu & efisien (Sistem Case-Mix),
Mewujudkan Citra Rumah Sakit sebagai Mitra Terpercaya Menuju Sehat; Menuju
terwujudnya RS yang kompetitif dan berwawasan global. Dengan ketersedian tempat
tidur 813 bed.
RSUP Dr Sardjito merupakan RS Pendidikan Kelas A RS Rujukan nasional yang
terdiri 23 KSM (Kelompok Staf Medis) 29 Instalasi yang beralamat Jalan Kesehatan
No.1, Sinduadi, Mlati, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55281.
Salah satu instalasi yang berada di RSUP Dr Sardjito adalah Instalasi Dialisis
dimana itu adalah instalasi dialisis merupakan instalasi khusus yang berada di pojok
selatan sendiri berdampingan dengan IRNA V. Dengan kapasitas tempat tidur dan
mesin dialisis berjumlah 27 buah dengan ruang isolasi terdiri dari 2 bed dan 2 mesin
dialisis dengan jumlah pasien yang hemodialis rutin sebanyak 170 orang yang terbagi
dalam 3 shift yaitu shif pagi, sore dan malam.

2. Analisis Data
a. Analisis Univariat

1) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSUP Dr.


Sardjito Yogyakarta
Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Responden Total
Jenis Kelamin
f % f %
Laki-Laki 19 63,3 19 63,3
Perempuan 11 36,7 11 36,7
Total 30 100 30 100
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 4.1 menunjukan bahwa sebagian besar responden yang berjenis
kelamin laki – laki sebanyak 19 orang dengan persentase 63,3%. Dan
sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang
dengan persentase 36,7%.

2) Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Di RSUP Dr. Sardito


Yogyakarta

30
Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Responden Total
Usia (Tahun)
f % f %
< 20 2 6,7 2 6,7
21-30 3 10,0 3 10,0
31-40 9 30.0 9 30.0
41-50 3 10,0 3 10,0
>50 13 43,3 13 43,3
Total 30 100 30 100
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 4.2 menunjukan bahwa sebagian besar responden berusia >50 tahun
sebanyak 13 orang dengan persentase 43,3%, sebagian lagi berusia 31-
40tahun sebanyak 9 orang dengan persentase 30,0%. Dan sebagian kecil
responden berusia < 20 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase 6,7%.

3) Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Di RSUP Dr. Sardito


Yogyakarta
Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Responden Total
Pendidikan
f % f %
SD 4 13,3 4 13,3
SMP 5 16,7 5 16,7
SMA Sederajat 15 50,0 15 50,0
D1/D2/D3/S1 3 10,0 3 10,0
S2 3 10,0 3 10,0
Total 30 100 30 100
Sumber : Data Primer, 2019
Tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA
sederajat sebanyak 15 orang dengan persentase 50,0%, sedangkan sebagian
kecil responden berpendidikan D3/S1 dan S2 sebanyak 3 orang dengan
persentase 10,0%.
4) Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Hemodialisa Di RSUP Dr.
Sardito Yogyakarta
Tabel 4.4 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama
Menjalani HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

31
Responden Total
Lama HD
F % f %
< 1 Tahun 8 26,7 8 26,7
1-5 Tahun 14 46,7 14 46,7
6-10 Tahun 5 16,7 5 16,7
> 10 Tahun 3 10,0 3 10,0
Total 63 100 63 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden yang menjalani
HD 1-5 tahun sebanyak 14 orang dengan persentase 46,7 %, sedangkan > 10
tahun sebanyak 3 orang dengan persentase 10,0 %.

5) Karakteristik Responden Berdasarkan Edukuasi waktu HD di RSUP


Dr. Sardjito Yogyakarta
Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Edukuasi
waktu HD di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Responden Total
Waktu HD
f % f %
4 jam 17 56,7 17 56,7
5 jam 13 43,3 13 43,3
Total 30 100 30 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa responden dengan durasi HD 4 jam


sebesar 17 orang dengan persentase 56,7%, sedangkan responden yang
menjalani HD dengan durasi 5 jam sebanyak 13 orang dengan persentase 43,3
%.

6) Karakteristik Responden Berdasarkan Kualitas Hidup di RSUP Dr.


Sardjito Yogyakarta
Tabel 4.6 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kualitas
Hidup di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Responden Total
Kualitas Hidup
f % f %

32
Baik 18 56,7 18 56,7
Buruk 12 43,3 12 43,3
Total 30 100 30 100
Sumber : Data Primer, 2019

Tabel 4.6 menunjukan bahwa sebagian besar responden yang menjalani


hemodialisa memiliki kualitas hidup baik sebanyak 18 orang dengan
persentase 56,7 %, sedangkan sebagian kecil responden memiliki kualitas
hidup buruk sebanyak 30 orang dengan persentase 43,3 %.

b. Analisis Bivariat : Hubungan Edukuasi menjalani hemodialisa dengan


kualitas hidup (Quality of Life) pasien dengan gagal ginjal kronik di instalasi
dialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta di tunjukan pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Hubungan Edukuasi Menjalani Hemodialisa dengan Kualitas
Hidup (Quality of Life) pasien dengan Gagal Ginjal Kronik di Instalasi
Dialisis RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Kualitas Hidup P-
Total
Waktu HD Baik Buruk Value
f % f % f %
4 jam 9 33,3 8 26,5 40 59,5
0,384
5 jam 9 33,3 4 7,3 23 46,6
Total 18 66,6 21 39,9 63 100

Berdasarkan tabulasi silang antara edukuasi waktu menjalani hemodialisa


dengan kualitas hidup didapatkan data bahwa persentase pasien yang menjalani
hemodialisa 4 jam dengan kualitas baik sebanyak 9 orang dengan persentase 33.3
%. Pasien menjalani hemodialisa dengan waktu 4 jam dengan kualitas buruk
sebanyak 8 orang dengan persentase 26,5 %. Sedangkan pasien yang menjalani
hemodialisa dengan waktu 5 jam dengan kualitas hidup baik sebanyak 9 orang
dengan persentase 33,3 %, pasien yang menjalani hemodialisa degan waktu 5 jam
dengan kualitas buruk sebanyak 4 orang dengan persentase 7,3 %.
Berdasarkan hasil uji menggunakan chi square didapatkan nilai p-value
sebesar 0,384 yang berarti diatas taraf (<0,05), artinya tidak ada hubungan yang
signifikan secara statistik antara edukuasi waktu menjalani hemodialisa dengan
kualitas hidup pada pasien gagal ginjal kronik.

33
B. Pembahasan

1. Analisis Univariat
a. Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukan bahwa sebagian besar responden yang
berjenis kelamin laki – laki sebanyak 19 orang dengan persentase 63,3%. Dan
sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang dengan
persentase 36,7%.
Dari hasil penelitian bahwa jenis kelamin laki – laki adalah terbanyak yang
mengalami gagal ginjal. Secara umum setiap penyakit dapat menyerang manusia
baik laki – laki maupun perempuan, tetapi beberapa penyakit terdapat perbedaan
frekuensi antara laki – laki dan perempuan yang di sebabkan perbedaan
pekerjaan, kebisaan hidup, genetika atau kondisi fisiologis (Budiarto &
Anggraeni, 2002).

b. Umur
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukan bahwa sebagian besar responden berusia
> 50 tahun sebanyak 13 orang dengan persentase 43,3%, sedangkan sebagian
kecil responden berusia < 20 tahun sebanyak 2 orang dengan persentase 6,7%.
Penelitian yang dilakukan oleh Aidilah (2017) menunjukan bahwa sebagian
besar usia pasien yang menjalani hemodialisa adalah 46 – 60 tahun. Banyak
faktor yang menjadikan seseorang terkena gagal ginjal diantaranya penyakit lain
seperti Diabetes Melitus dan Hipertensi, gaya hidup yang kurang sehat, sering
mengkonsumsi minuman berenergi dan lainnya. Usia berpengaruh terhadap cara
pandang seseorang dalam kehidupan, masa depan dan pengambilan keputusan.
Pasien yang termasuk usia produktif merasa terpacu untuk sembuh karena masih
mempunyai harapan hidup yang tinggi dan sebagai tulang punggung keluarga.
Usia berkaitan dengan prognose penyakit dan harapan hidup mereka yang berusia
diatas 55 tahun, kecenderungan untuk terjadi berbagai komplikasi yang
memperberat fungsi ginjal sangat besar bila dibandingkan dengan yang berusia
dibawah 40 tahun.

c. Pendidikan

34
Tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA
sederajat sebanyak 15 orang dengan persentase 50,0%, sedangkan sebagian kecil
responden berpendidikan D3/S1 dan S2 sebanyak 3 orang dengan persentase
10,0%.
Tingkat pendidikan secara tidak langsung berhubungan dengan penyakit,
tetapi lebih banyak berkaitan dengan jenis pekerjaan. Penduduk dengan tingkat
pendidikan yang tinggu dengan penghasilan yang besar cenderung mengalami
perubahan pola konsumsi makanan dan mempunyai preferensi dalam bidang
kesehatan terhadap alat atau obat yang digunakan (Budiarto, 2003). Pasien
dengan GGk yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan lebih luas yang memungkinkan pasien dapat mengkontrol sirinya
dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi, berpengalaman dan mempunyai perkiraan yang tepat bagaimana
mengatasi kejadian, mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas
kesehatan, serta dapat mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu
tersebut dalam membuat keputusan (Yuliaw, 2009).

d. Lama HD
Tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden sudah
menjalani HD selama 1-5 tahun sebanyak 14 orang dengan persentase 46,7 %,
sedangkan sebagian kecil responden menjalani HD selama > 10 tahun sebanyak
3 orang dengan persentase 10,0 %.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien lebih banyak yang menjalani
HD <5 tahun, lama menjalani HD pada seseorang tergantung pada penyakit yang
diderita, kapan pasien terdiagnosa gagal ginjal kronik dan kapan harus menjalani
terapi hemodialisa. Lama menjalani hemodialisa berperan penting dalam
mempengaruhi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik (Sanle et all, 2013).

e. Lama Hemodialisa
Tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden yang menjalani
Waktu HD 4 jam sebanyak 17 orang dengan persentase 56,7 %, sedangkan 5 jam
sebanyak 13 orang dengan persentase 43,3 %.

35
Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien lebih lama yang menjalani HD 5-6
jam lebih efektif dan membuat kualitas hidup pasien lebih baik karena proses
hemodialisa lebih maksimal ( waktu HD Jurnal yg tak krm ya im )

f. Kualitas Hidup
Tabel 4.6 menunjukan bahwa sebagian besar responden yang menjalani
hemodialisa memiliki kualitas hidup baik sebanyak 18 orang dengan persentase
60,0 %, sedangkan sebagian kecil responden memiliki kualitas hidup buruk
sebanyak 12 orang dengan persentase 43,3 %.
Menurut Harasyid dan Mianda (2012) pasien yang telah menjalani
hemodialisa >8 bulan menunjukan kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan
dengan yang menjalani hemodialisa <8 bulan. Pasien akan memiliki kualitas
hidup yang semakin baik dari waktu ke waktu jika menjalani hemodialisa secara
teratur, dengan ditunjang adanya hubungan perbaikan antara tenaga kesehatan
agar terbinsa hubungan saling percaya pada pasien. Karena terapi hemodialisa
bukanlah terapi yang menyembuhkan akan tetapi terapi rehabilitatif sebagai
pengganti fungsi ginjal untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik.

2. Analisis Bivariat : Hubungan antara Edukuasi HD dengan Kualitas Hidup


Pasien yang Mengalami Gagal Ginjal Kronik di Instalasi Dialisis RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta.
Edukuasi menjalani hemodialisa dengan kulaitas hidup pasien dengan gagal ginjal
kronik dengan uji chi square didapatkan bahwa nilai p= 0,384 > 0,05 dan nilai r =
dengan taraf signifikansi 5 % yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
Edukuasi HD dengan kualitas hidup.
Penelitian ini bertolak dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyu Septiwi
(2010) tentang Hubungan antara Edukuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien
penyakit gagal ginjal gronik di RSUP Prof Dr. Margono Soekarjo Purworkerto. Dari
hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara
Edukuasi HD dengan kualitas hidup pasien. Variabel pemicu seperti usia, pendidikan,
pekerjaan dan lama menjadi HD. Jenis kelamin berpengaruh terhadap kualitas hidup.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien dengan menjalani HD < 5tahun dengan
kualitas hidup baik sebanyak 7 (11,4%), cukup 16 (36,4%), kurang 5 (15,9%). Dan

36
yang menjalani HD > 5 tahun dengan kualitas hidup baik 5 (11,4%), cukup (6
13,6%), kurang 5 (11,4%).
Penelitian lain oleh Harasyid mengenai hubungan lamanya hemodialisis dengan
kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik menunjukkan
hubungan yang tidak bermakna pada empat domain yaitu lingkungan (0,374),
kesehatan fisik (p=0,445), kesehatan psikologis (0,119) dan sosial (0,750).
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa pasien yang menjalani HD <5 tahun
dengan kualitas hidup baik sebanyak 25 orang (39,7%). Dan yang menjalani HD >5
tahun dengan kualitas baik sebanyak 17 orang (27,0%). Sedangkan yang menjalani
HD <5 tahun dengan kualitas buruk sebanyak 15 orang (23,8), dan yang menjalani
HD >5 tahun dengan kualitas hidup buruk sebanyak 6 orang (9,5%).
Kualitas hidup pasien dapat dipengaruhi oleh kontrol diri pasien berkaitan dengan
kontrol terhadap perilaku yang dilakukan oleh seseorang, seperti pembahasan
terhadap kegiatan untuk menjaga kondisi tubuh. Sistem dukungan, termasuk
didalamnya dukungan yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun
sarana-sarana fisik seperti tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas
yang memadai sehinga dapat menunjang kehidupan.
Kurang hubungannya dalam penelitian ini dapat di pengaruhi beberapa faktor
diantaranya adalah adaptasi pasien, dukungan, kesejahteraan psikologis pasien
sehingga pasien dapat mengontrol diri dalam menjalani aktivitas keseharian,
mengontrol diri dalam kesedihan, stress yang dialami selama menjalani hemodialisa.
Semakin lama pasien menjalani HD akan semakin terbiasa dan kualitas hidup pasien
juga akan semakin membaik dikarenakan pasien dapat beradaptasi perubahan yang
terjadi pada dirinya.

BAB V

37
PENUTUP
A. Keseimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara Edukuasi menjalani HD dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik
dengan nilai p-value 0,384 diatas taraf signifikansi <0,005. Hal ini dapat dikarenakan
berbagai hal seperti pasien sudah dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada
dirinya, dukungan sosial dari keluarga dan lingkungan, semangat untuk mempertahankan
kehidupan yang lebih baik dari pasien juga dapat mempengaruhi kualitas hdiup pasien.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menjadi dasar atau pedoman untuk
menerapkan asuhan keperawatan yang berkualitas dan meningkatkan kepuasan pasien
dalam menjalani hemodialisa.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang menjalani hemodialisa.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas area penelitian dengan
menghubungkan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup dan lainnya.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Pernefri. 5 th report of Indonesian renal registry (2012).[cited 2015 Nov 22];12–3. Available
from: http://www.pernefri-inasn.org/Laporan/5th Annual Report Of IRR 2012.pdf
2. Puspita DS (2015). Hubungan lama hemodialisis dengan pasien gagal ginjal di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta (dissertation). Ilmu Keperawatan. [Yogyakarta]: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah.
3. Harasyid AM (2012). Hubungan lamanya hemodialisis dengan kualitas Hidup pasien
penyakit ginjal kronik di RSUP H. Adam Malik bulan juni 2011(dissertation). Universitas
Sumatera Utara.
4. Alam, S. Dan Hadibroto, I. (2007). Gagal Ginjal: Informasi Lengkap untuk Penderita dan
Keluarga. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
5. Bustan, MN. (2007). Epidemiologi Penyakit tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta
6. Anggraini, Dwi, Yunita. (2016). Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang
Menjalani Hemodialisa di RSUD Blambangan Banyuwangi. Skripsi. Universitas Jember
7. Mollaoglu, M. (2013). Quality of Life in Patient Undergoing Hemodialysis. [serial onlne].
http://dx.doi.org/10.5772/45929. [25 Maret 2018]
8. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
9. Nurcahyati, S. (2010). Analisis Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup
Pasien Penyakit Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Rumah Sakit Islam
Fatimah Cilacap Dan Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Tesis. Depok: Universitas
Indonesia.
10. Smeltzer dan Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah Vol 2 Edisi 8. Jakarta:
EGC
11. Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian. Edisi revisi. Jakarta : Rineka Cipta.
12. Budiarto & Anggraeni. (2002). Pengantar Epidemiologi, Edisi 2. Jakarta: EGC.
13. Suparyanto & Madjid. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

39

Anda mungkin juga menyukai