Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HEMATOLOGI

“LIMFOMA HODKINS”
Dosen Pengampu : Putu Rika Veryanti. S. Farm. M. Farm-klin, Apt

DI SUSUN OLEH :

Chumaeroh Salsabila 20334703

Anggun Sulistiyowati 20334707

Adrully El Fienda 20334709

Rikson Lawasa 20334710

Edy Sofyan 20334715

Olivia mendrova Sitorus 20334719

Ina indaina 20334733

Hanifa Ashari 20334780

PROGRAM STUDI FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayahnya, sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan makalah “LIMFOMA HODKINS” dengan tepat waktu, sebagai tugas
dalam pelaksanaan mata kuliah HEMATOLOGI semester genap Tahun Ajaran
2020-2021 .

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan


bimbingan baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu kepada semua
pihak sebagai penulis mengucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini, masih banyak terdapat kesalahan dan keterbatasan oleh
kemampuan dan waktu, sehingga memiliki kekurangan dan belum mencapai
kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari kawan-kawan sangat penulis
harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca dan penulis
sendiri  dalam memahami materi di dalamnya.Semoga Allah senantiasa
menambahkan pengetahuan kita demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiin

Jakarta , Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I.....................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................5
1.3. Tujuan Makalah................................................................................................................5

BAB II....................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................6
2.1. Definisi Limfoma..............................................................................................................6
2.2. Etiologi dan Patogenesis...................................................................................................6
2.3. Klasifikasi.........................................................................................................................7
2.4. Diagnosis Limfoma Hodgkin............................................................................................9

BAB III................................................................................................................................12
PEMBAHASAN..................................................................................................................12
3.1. Penyebab Limfoma Hodgkin..........................................................................................12
3.2. Pemeriksaan Limfoma Hodgkins....................................................................................12
3.3. Pemeriksaan Radiologi...................................................................................................13
3.4. Pengobatan Limfoma Hodgkin.......................................................................................14
3.5. Komplikasi Limfoma Hodgkin.......................................................................................15
3.6. Penatalaksanaan Limfoma Hodgkin...............................................................................16

BAB IV................................................................................................................................19
KESIMPULAN....................................................................................................................19
4.1. Kesimpulan.....................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Limfoma merupakan penyakit keganasan yang berasal dari jaringan lim- foid
mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Limfoma terjadi akibat dari adanya
pertumbuhan yang abnormal dan tidak terkontrol dari sel sistem imun yaitu limfosit.
Sel limfosit yang bersifat ganas ini dapat menuju ke berbagai bagian dalam tubuh
seperti limfonodi, limfa, sumsum tulang belakang, darah atau berba- gai organ
lainnya yang kemudian dapat membentuk suatu massa yang disebut sebagai tumor.
Tubuh memiliki 2 jenis limfosit utama yang dapat berkembang menjadi limfoma
yaitu sel-B limfosit dan sel-T limfosit.
Secara umum, limfoma dapat dibedakan menjadi limfoma Hodgkin (LH) dan
limfoma non-Hodgkin (LNH). Klasifikasi ini dibuat berdasarkan perbedaan
histopatologik dari kedua penyakit di atas yang mana pada LH terdapat gambaran
histopatologik yang khas ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg. Kasus LH
terjadi lebih jarang daripada LNH dengan sekitar 9.000 kasus baru dapat terjadi di
setiap tahunnya serta dapat terjadi baik pada dewasa maupun anak-anak dan
biasanya terdiagnosis pada dewasa muda sekitar usia 20 dan 34 tahun.
Tanda dan gejala umum dari LH dapat berupa pembengkakan limfonodi yang
sering kali dirasakan tidak nyeri, demam, berkeringat di malam hari, penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan merasa kekurangan energi. Tanda dan
gejala tersebut bisa dikatakan tidak khas oleha karena sering kali juga ditemukan
pada penyakit lain yang bukan LH.3
Sebagian besar LH ditemukan pada stadium lanjut yang merupakan salah satu
penyulit dalam terapi kuratif. Penemuan penyakit pada stadium awal merupa- kan
faktor penting dalam terapi kuratif walaupun tersedia berbagai jenis terapi, baik
kemoterapi ataupun radioterapi. Akhir-akhir ini, angka harapan hidup penderita LH
semakin meningkat bahkan sembuh berkat manajemen penyakit yang tepat.2
Melalui responsi kasus yang kami lakukan, diharapkan dapat memberikan
lebih banyak informasi dan edukasi kepada penderita LH serta teman-teman sejawat

4
dokter muda dalam memahami manajemen terhadap penderita LH.

1.2. Rumusan Masalah


1. Definisi dari Limfoma Hodgkin?
2. Etiologi dan patofisiologi Limfoma Hodgkin?
3. Pemeriksaan Hematologi Limfoma Hodgkin?
4. Tatalaksana Terapi (Farmakologi dan Non Farmakologi) Limfoma Hodgkin?
1.3. Tujuan Makalah
Mengetahui tentang Penyakit Limfoma Hodgkin serta pemeriksaan
hematologi dan tata laksana terapi farmakologi nya dan non farmakologinya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. Definisi Limfoma
Limfoma Hodgkin adalah keganasan pada sistem limfoid tepatnya pada
limfosit sel B yang disebabkan oleh mutasi gen.  Limfoma Hodgkin merupakan
salah satu jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan keberadaan jenis sel kanker
tertentu yang disebut sel Reed-Sternberg dengan tampilan yang secara
histopatologis, ditambah dengan latar belakang sel radang pleomorfik (limfosit,
eosinofil, sel plasma, dan histiosit). World Health Organization (WHO)
mengklasifikasikan limfoma Hodgkin ke dalam beberapa tipe, yaitu tipe klasik
(subtipe nodular sclerosing, subtipe mixed cellularity, subtipe lymphocyte depleted,
subtipe lymphocyte rich), dan tipe nodular lymphocyte predominant. Limfoma
Hodgkin tipe klasik merupakan tipe limfoma Hodgkin yang paling sering dijumpai,
yakni 95% dari keseluruhan limfoma Hodgkin.

3. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab pasti dari limfoma Hodgkin (LH) hingga saat ini masih belum jelas
diketahui namun beberapa faktor, seperti paparan infeksi virus, faktor keluarga dan
keadaan imunosupresi diduga memiliki keterkaitan dengan terjadinya LH.8 Pada
70% atau sepertiga dari kasus LH yang pernah dilaporkan di seluruh dunia
menunjukkan adanya keterlibatan infeksi virus Epstein Barr (EBV) pada sel Reed-
Sternberg.5 Ekspresi gen dari EBV diduga memicu terjadinya transformasi dan
pemrograman ulang dari sel-B limfosit menuju salah satu fenotif LH. Pada saat
terjadinya infeksi primer, EBV akan masuk dalam fase laten di dalam memori sel-B
limfosit sehingga EBV mampu bertahan sepanjang masa hidup sel-B limfosit. EBV
kemudian mengkode produk gen EBNA-1 dan LMP-1 yang diduga berperan dalam
proses transformasi memori sel-B lim-fosit. Produk-produk gen ini bekerja pada
jalur sinyal intraseluler di mana EBNA-1 bekerja secara langsung dengan
memberikan umpan negatif pada ek-spresi gen penekan tumor dan meningkatkan
perkembangan tumor melalui umpan positif pada CCL22 yang kemudian

6
memromosikan aktivasi sel-B limfosit. Pada saat yang bersamaan, produk gen
LMP-1 meniru sinyal yang dihasilkan oleh CD40 yang bekerja untuk mengaktifkan
jalur sinyal NF-kB, p38, PI3K, AP1 dan JAK-STAT dalam memromosikan
kelangsungan hidup sel-B limfosit. Infeksi EBV juga diduga menjadi penyebab dari
terjadinya mutasi genetik pada gen Ig yang mengkode reseptor sel-B limfosit di
mana EBV kemudian mengkode gen LMP-2 yang mampu memrogram ulang sel-B
limfosit matur menuju salah satu fenotif LH dan mencegah terjadinya proses
apoptosis melalui aktivasi sinyal penyelamatan pada pusat germinal sel-B limfosit. 9
Akibat dari adanya serangkaian proses tersebut di atas menyebabkan terjadinya
ekspansi klonal yang tidak terkontrol dari sel-B limfosit yang kemudian akan
mensekresikan 6 berbagai sitokin, seperti IL-5 yang akan menarik dan mengakti-
vasi eosinofil dan IL-13 yang dapat menstimulasi sel Reed-Sternberg lebih lanjut
untuk mengekspresikan CD30 (Ki-1) dan CD15 (Leu-M1). CD30 merupakan
penanda aktivasi limfosit yang diekspresikan oleh sel-sel jaringan limfoid yang
reaktif dan ganas, sedangkan CD15 merupakan penanda dari granulosit, monosit
dan sel-T limfosit yang teraktivasi yang dalam keadaan normal tidak diekspresikan
oleh sel-B limfosit.5,9 Orang dengan riwayat keluarga pernah menderita LH,
terutama saudara kembar dan orang dengan gangguan sistem imun, seperti penderita
HIV/AIDS juga memiliki resiko yang tinggi untuk menderita LH.

4. Klasifikasi
Klasifikasi Klasifikasi limfoma Hodgkin (LH) yang umum digunakan hingga
saat ini yaitu klasifikasi histologik menurut REAL (Revised American European
Lymphoma) dan WHO (World Health Organization) yang menglasifikasikan LH ke
dalam 5 tipe, yaitu (1) nodular sclerosing, (2) mixed cellularty, (3) lymphocyte
depleted, (4) lymphocyte rich dan (5) nodular lymphocyte predominant. LH tipe
nodular sclerosing, mixed cellularity, lymphocyte depleted dan lymphocyte rich
seringkali dikelompokkan sebagai LH klasik.
 LH tipe nodular sclerosing.
LH tipe nodular sclerosing adalah tipe LH yang paling sering dijumpai, baik
pada penderita pria ataupun wanita, terutama pada para remaja dan dewasa

7
muda. LH tipe ini memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar getah bening
yang terletak di supraklavikula, servikal dan mediastinum. Karakteristik
histologik dari LH tipe nodular sclerosing adalah (1) adanya variasi dari sel Reed
Stenberg yaitu sel lakuna yang merupakan sebuah sel besar yang memiliki
sebuah inti multilobus, anak inti yang kecil dan multipel serta sitoplasma yang
melimpah dan pucat dan (2) adanya fibrosis dan sklerosis yang luas dengan pita
kolagen yang membagi jaringan limfoid ke dalam nodul-nodul berbatas dengan
infiltrat seluler yang mengandung limfosit, eosinofil, histiosit dan sel lakuna.

 LH tipe mixed cellularity.


LH tipe mixed cellularity adalah tipe LH yang paling sering terjadi pada
anak-anak dan penderita yang berusia lebih dari atau sama dengan 50 tahun serta
mencangkup 25% dari keseluruhan kasus LH yang dilaporkan. Pria lebih
dominan untuk menjadi penderita dibandingkan dengan wanita dan LH tipe ini
memiliki kecenderungan predileksi pada kelenjar getah bening yang terletak di
abdomen dan limpa. Karakteristik histologik dari LH tipe mixed cellularity
adalah sel Reed Sternberg yang berlimpah di dalam infiltrat inflamasi heterogen
yang mengandung limfosit berukuran kecil, eosinofil, sel plasma dan makrofag.
LH tipe ini juga yang paling sering menunjukkan manifestasi sistemik
dibandingkan dengan tipe-tipe lainnya.

 LH tipe lymphocyte depleted.


LH tipe lymphocyte depleted merupakan tipe LH yang paling jarang
dijumpai dan hanya mencangkup kurang dari 1% dari keseluruhan kasus LH
namun merupakan tipe LH yang paling agresif dibandingkan dengan tipe LH
lainnya. LH tipe ini paling sering terjadi pada penderita dengan usia yang sudah
lanjut dan seringkali dihubungkan dengan infeksi virus HIV/AIDS. Infiltrat pada
LH tipe ini lebih sering tampak difus dan hiposeluler sedangkan sel Reed
Sternberg hadir dalam jumlah yang besar dan bentuk yang bervariasi. LH tipe
lymphocyte depleted dapat dibagi menjadi subtipe retikuler dengan sel Reed
Sternberg yang dominan dan sedikit limfosit serta subtipe fibrosis difus di mana

8
kelenjar getah bening digantikan oleh jaringan ikat yang tidak teratur dan
dijumpai sedikit sel limfosit dan sel Reed Sternberg.

 LH tipe lymphocyte rich.


LH tipe lymphocyte rich mencangkup kurang dari 5% dari keseluruhan kasus
LH. Karakteristik histologic dari LH tipe ini adalah adanya sel Reed Sternberg
dengan latar belakang infiltrat sel limfosit serta sedikit eosinofil dan sel plasma
yang dapat berpola difus atau noduler.

 LH tipe nodular lymphocyte predominant.


LH tipe nodular lymphocyte predominant mencangkup sekitar 5% dari
keseluruhan kasus LH. Karakteristik histologik dari LH tipe ini yaitu adanya
variasi sel Reed Sternberg limfohistiositik (L & H) yang memiliki inti besar
multilobus yang halus dan menyerupai gambaran berondong jagung (pop-corn).
Sel Reed Sternberg L & H biasanya ditemukan di dalam nodul besar yang
sebagian besar dipenuhi oleh sel-B limfosit kecil yang bercampur dengan
makrofag sedangkan sel-sel reaktif lainnya seperti eosinofil, neutrophil dan sel
plasma jarang ditemukan. Varian sel ini juga biasanya tidak menghasilkan CD30
dan CD15 seperti sel Reed Sternberg pada umumnya melainkan menghasilkan
CD20.

5. Diagnosis Limfoma Hodgkin


Diagnosis dan Staging Penegakan diagnosis dari limfoma Hodgkin (LH)
dilakukan dengan mempertimbangkan temuan yang diperoleh pada saat melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terhadap penderita.

1. Anamnesis.
A. Gejala konstitusional yang terdiri atas:
 Simtom B yang terdiri atas penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 6
bulan terakhir, demam lebih dari 38 derajat Celcius dan berkeringat di
malam hari.

9
 Demam Pel-Ebstein yaitu demam tinggi selama 1 sampai 2 minggu lalu
terdapat periode afebril selama 1 sampai 2 minggu kemudian demam tinggi
muncul kembali.
 Pruritus yaitu rasa gatal pada sebagian atau seluruh tubuh.
 Rasa nyeri yang timbul di daerah limfa setelah meminum alkohol.
B. Nyeri dada, batuk, sesak napas serta nyeri punggung atau nyeri tulang.
C. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama, terutama pada LH tipe
nodular sclerotic.

2. Pemeriksaan Fisik.
A. Limfadenopati asimptomatik, yaitu pembesaran kelenjar getah bening yang
tidak nyeri, biasanya asimetrik dengan konsistensi yang padat kenyal seperti
karet. Adapun predileksi kelenjar getah bening yang biasanya terlibat, yaitu
leher (60-70%), axila (10- 15%), inguinal (6-12%), mediastinum (6-11%),
hilus paru, kelenjar para-aorta dan retro-peritoneal.
B. Splenomegali dan hepatomegali tetapi jarang bersifat masif.
C. Sindrom superior vena cava dengan tanda dan gelajanya berupa distensi pada
vena leher dan dinding dada, edema pada wajah dan ekstremitas atas, sesak
napas dan sakit kepala pada penderita dengan limfadenopati mediastinum
yang bersifat masif.
3. Pemeriksaan Penunjang.
A. Pemeriksaan hematologik, dapat ditemukan adanya anemia, neutrofilia,
eosinofilia, limfopenia, serta laju endap darah dan LDH (lactate
dehydrogenase serum) yang meningkat pada pemeriksaan darah lengkap.
B. Pemeriksaan pencitraan, dapat ditemukan gambaran radiopaque dari nodul
unilateral atau bilateral yang berbatas tidak tegas atau tegas serta konsolidasi
pada pemeriksaan foto polos dada proyeksi Posterior Anterior (PA);
gambaran hiperdens dari massa jaringan lunak multipel akibat agregasi nodul
pada pemeriksaan CT scan dengan kontras di daerah thorax, abdomen atau
pelvis.
C. Pemeriksaan histopatologik, dapat ditemukan adanya sel Reed Sternberg

10
dengan latar belakang sel radang pleomorf pada pemeriksaaan biopsi
kelenjar getah bening.
D. Pemeriksaan imunohistokimia, dapat ditemukan penanda CD15, CD20 atau
CD30 pada sel Reed Sternberg.10
E. Pemeriksaan lainnya, seperti tes fungsi hati, ginjal dan paru, ekokardiografi
dan eletrokardiografi digunakan untuk mengetahui adanya tanda dan gejala
keterlibatan organ lainnya selain kelenjar getah bening serta tes kehamilan
pada penderita wanita muda. Staging limfoma Hodgkin (LH) yang umum
digunakan hingga saat ini yaitu staging menurut kriteria Ann Arbor dengan
revisi Costwold. Ada
Setelah diagnosis dipastikan, dokter akan menentukan stadium limfoma
Hodgkin. Berikut penjabarannya:
 Stadium 1 - kanker berada hanya di satu kelenjar getah bening atau pada satu
bagian tubuh saja, misalnya pada leher saja atau area lain di atas/bawah diafragma.
 Stadium 2 - kanker telah menyerang dua kelenjar getah bening atau menyebar pada
kelenjar getah bening terdekat, namun masih pada bagian tubuh yang sama, di atas
atau bawah diafragma.
 Stadium 3 - kanker telah menyerang jaringan di sekitarnya atau organ lain,
misalnya limpa. Pada kondisi ini, kanker juga telah menyebar dari lokasi
kemunculan pertama, ke kumpulan kelenjar di atas dan bawah diafragma.
 Stadium 4, disebut juga dengan stadium akhir, yaitu ketika kanker telah menyebar
ke beberapa jaringan atau organ tubuh lainnya. Kanker dapat menyebar ke paru-
paru, tulang, hati, limpa, kulit, dan sumsum tulang.

11
BAB III
PEMBAHASAN

4. Penyebab Limfoma Hodgkin


Limfoma Hodgkin disebabkan oleh sel kanker yang berkembang pada sistem
limfatik. Sel kanker berawal dari mutasi pada sel, sehingga sel berkembang secara
tidak normal dan tidak terkendali. Penyebab mutasi sel kanker hingga saat ini belum
diketahui.
Pada limfoma Hodgkin, sel-sel limfosit tipe B yang bertugas melawan infeksi
bermutasi menjadi sel kanker dan berlipat ganda dengan cepat. Sel ini terus
bertambah banyak hingga membunuh sel-sel yang sehat. Saat inilah tubuh mulai
rentan terhadap infeksi, dan berbagai gejala mulai muncul.
Walau belum diketahui penyebab mutasi sel-sel tersebut menjadi sel kanker,
sejumlah faktor berikut ini dapat meningkatkan risiko terjadinya limfoma Hodgkin:
 Riwayat kanker dalam keluarga
 Berusia 20 tahun ke atas
 Berjenis kelamin laki-laki
 Menderita infeksi virus Epstein-Barr, dengan gejala berupa pembengkakan
pada kelenjar limfa dan organ hati, demam, lemas, muncul ruam pada kulit,
dan radang tenggorokan
 Lemahnya sistem kekebalan tubuh, misalnya karena menderita HIV.
5. Pemeriksaan Limfoma Hodgkins

A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan sebagai penapis awal untuk


mengarahkan penyebab pembesaran NL. Selain itu, perlu diingat bahwa tes
darah tidak menentukan diagnosis tetapi melihat keparahan dan kemungkinan
toleransi terhadap pengobatan. Tes laboratorium meliputi :

 Pemeriksaan darah lengkap (CBC)

12
 Laju endap darah: terdapat peningkatan pada infeksi, limfoma, atau
kondisi inflamasi lain
 Tes fungsi ginjal dan hati
 Panel metabolik lengkap
 Protein reaktif C (CRP): peningkatan menandakan inflamasi
 Pemeriksaan laktat dehidrogenase (LDH): peningkatan menandakan
jaringan rusak, limfoma, dan keganasan (kanker) lainnya
 Alkalin fosfatase
 Albumin
 Kalsium, fosfat, dan asam urat
 pemeriksaan infeksi seperti HIV (HL yang berhubungan dengan
imunosupresi) atau HepB dan HepC (beberapa kemoterapi perlu
diperhatikan jika terdapat HepB dan HepC)

6. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi digunakan untuk membantu menilai beberapa hal


meliputi
 penyebab dari pembesaran NL
 stadium dan penyebaran HL
 efektivitas pengobatan
 kemungkinan kambuh

Pemeriksaan radiologi yang sering digunakan antara lain :

 X-ray toraks (CXR) – menilai NL di daerah toraks yang mengalami


pembesaran
 CT scan – menggunakan sinar X untuk menilai NL di seluruh tubuh
(menentukan penyebaran dan penyebab pembesaran), biasanya CT scan
digunakan untuk membantu melakukan biopsi.
 MRI – menggunakan medan magnet untuk menilai jaringan limfe lebih
baik dibandingkan CT scan karena jaringan limfe adalah jaringan lunak
13
 PET scan – menggunakan gula radioaktif untuk menilai penyebaran dan
aktivitas sel (sel kanker lebih aktif dan mengonsumsi lebih banyak
glukosa). PET scan tidak memberikan gambaran detail tetapi memberi
informasi penyebaran di seluruh tubuh. Beberapa alat menggabungkan PET
dan CT scan.
 Skintigrafi (bone scan) – digunakan untuk menilai penyebaran ke tulang.

7. Pengobatan Limfoma Hodgkin


Limfoma Hodgkin memiliki peluang kesembuhan yang tinggi jika terdeteksi
dan diobati sejak dini. Pengobatan limfoma Hodgkin ditentukan berdasarkan
stadium kanker serta kondisi kesehatan pasien, dan bertujuan untuk menghancurkan
sebanyak mungkin sel kanker dalam tubuh pasien.
Beberapa langkah pengobatan yang dilakukan untuk mengobati limfoma
Hodgkin adalah:
 Kemoterapi. 
Obat-obatan akan digunakan untuk membunuh sel limfosit yang telah
berubah menjadi sel kanker. Obat kemoterapi tersedia dalam bentuk pil dan
cairan yang disuntikkan ke pembuluh darah. Pada stadium lanjut, obat
kemoterapi bisa digunakan tanpa digabung dengan metode pengobatan lain.
Efek samping obat kemoterapi yang umum terjadi adalah mual dan rambut
rontok. Pada beberapa kasus limfoma Hodgkin, kemoterapi dapat
dikombinasikan dengan terapi radiasi, baik untuk mengobati kanker pada
stadium awal maupun stadium lanjut.
 Kortikosteroid. 
Obat-obatan ini akan digunakan bersamaan dengan pengobatan
kemoterapi. Efek samping yang akan muncul berupa gangguan tidur,
gelisah, meningkatnya nafsu makan yang dapat memicu penambahan berat
badan, dan gangguan pencernaan.
 Rituximab. 
Rituximab adalah obat yang berfungsi membantu antibodi untuk
menyerang sel kanker. Obat ini akan menempel pada permukaan sel

14
kanker, sehingga akhirnya memicu sistem kekebalan tubuh untuk
membunuh sel kanker tersebut. Beberapa efek samping rituximab yang bisa
muncul adalah mual, diare, kelelahan, dan gejala-gejala yang menyerupai
flu, seperti pusing dan nyeri otot.
 Radioterapi. 
Terapi menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Sinar X akan
dipaparkan pada area kanker, misalnya pada kelenjar getah bening atau
area penyebaran sel kanker. Durasi terapi akan bergantung pada stadium
kanker. Beberapa efek samping dari terapi ini adalah rambut rontok,
muncul warna kemerahan pada kulit yang terpapar radiasi, dan rasa lelah.
 Transplantasi sumsum tulang atau sel punca (stem cell). 
Prosedur ini dilakukan untuk mengganti sumsum tulang penghasil sel
limfosit dengan yang sehat. Prosedur transplanstasi sumsum tulang dipilih
jika limfoma Hodgkin kambuh. Prosedur dilakukan dengan bantuan obat
kemoterapi dan radiasi untuk menghancurkan sel kanker sebelum sumsum
tulang yang sehat dimasukkan dalam tubuh.
Pengobatan kanker akan memerlukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk
memantau kondisi pasien dan mendeteksi tanda-tanda kambuhnya kanker.
Pemeriksaan juga berguna untuk mengobati efek samping atau komplikasi
pengobatan, yang pada kasus terburuk berisiko menjadi kanker jenis lainnya.
Pemeriksaan kesehatan berkala dapat dilakukan mulai dari beberapa minggu sekali
hingga beberapa bulan sekali. Seiring waktu, frekuensi pemeriksaan bisa berkurang.

8. Komplikasi Limfoma Hodgkin


Penderita limfoma Hodgkin berisiko mengalami komplikasi akibat
pengobatan. Komplikasi bisa tetap muncul walaupun pasien telah sembuh. Beberapa
komplikasi tersebut di antaranya adalah:
 Melemahnya sistem kekebalan tubuh, sehingga rentan terkena infeksi
dan penyakit. Pada sebagian kasus, pasien harus mengonsumsi antibiotik
secara rutin untuk mencegah
 Gangguan kesuburan. Pengobatan dengan kemoterapi dan radiasi dapat

15
menyebabkan gangguan kesuburan yang bersifat sementara maupun
permanen. Pasien akan ditawarkan untuk menyimpan sel telur ataupun
sperma sebelum pengobatan dimulai, agar bisa digunakan ketika mereka
akan merencanakan kehamilan.
 Gangguan kesehatan, seperti penyakit jantung dan paru-paru.
 Berkembangnya kanker jenis lain, misalnya kanker darah (leukemia),
kanker paru-paru, atau kanker Risiko yang disebabkan oleh kemoterapi
dan radioterapi ini biasanya muncul beberapa tahun hingga lebih dari
sepuluh tahun setelah pasien melalui prosedur pengobatan tersebut.

9. Penatalaksanaan Limfoma Hodgkin


Penatalaksanaan limfoma Hodgkin (LH) berbeda-beda sesuai dengan tipe dan
stadiumnya dengan modalitas penatalaksanaan yang terdiri atas radioterapi,
kemoterapi dan terapi kombinasi. EORTC (European Organiza- tion for Research
and Treatment of Cancer) mengelompokkan penderita LH klasik ke dalam 3 stage
berdasarkan atas kriteria yang terdiri atas stadium L- H dengan ada atau tidak
adanya faktor resiko sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 2.

16
Stage dari Limfoma Hodgkin Klasik menurut EORTC (European
Organization for Research and Treatment of Cancer).
Stage Kriteria
Early-Stage Stadium I-IIA, tanpa
Favorable faktor resiko.
Early-Stage Stadium I-IIA, > 1
Unfavorabel. faktor resiko
Advanced-Stage Stadium IIB, III dan
Disease IV
Faktor Resiko
1. Adenopati mediastinum yang besar (massa melewati 1/3 diameter
horizontal dada).
2. Usia > 50 tahun.
3. Peningkatan laju endap darah > 50 mm/ jam tanpa gejala sistemik
atau > 30 mm/ jam dengan gejala sistemik.
4. Keterlibatan > 4 daerah kelenjar getah bening.

1. Early-Stage Favorable.
Penatalaksanaan LH klasik early-stage favorable dilakukan dengan
pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/ m 2, IV, hari ke-1 dan
15; Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Vinblastine 6 mg/ m 2, IV, hari ke-
1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 2 siklus dan diikuti
dengan pembe- rian radioterapi sebesar 20 Gy.

2. Early-Stage Unfavorable.
Penatalaksanaan LH klasik early-stage unfavorable dilakukan dengan
pemberian kemoterapi regimen ABVD (Adriamycin 25 mg/ m 2, IV, hari ke-1 dan
15; Bleomycin 10 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15; Vinblastine 6 mg/ m2, IV, hari ke-
1 dan 15; Dacarbazine 375 mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 15) dalam 4 siklus dan diikuti
dengan pemberian radioterapi sebesar 30 Gy. Penatalaksanaan lainnya yang lebih
intensif yaitu dengan pemberian kemoterapi regimen BEAC- OPP (Bleomycin 10
mg/ m2, IV, hari ke-1 dan 8; Etoposide 200 mg/ m2, IV, hari ke-1 sampai 3;
Adriamycin 35 mg/ m2, IV, hari ke-1;

17
Cyclophosphamide 1.250 mg/ m2, IV, hari ke-1; Oncovin 1,4 mg/ m2, IV,
hari ke-1 dan 8; Procarbazine 100 mg/ m 2, oral, hari ke-1 sampai 7; Prednisone 40
mg/ m2, oral, hari ke-1 sampai 14) dengan dosis meningkat dalam 2 siklus serta
diikuti dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD dalam 2 siklus dan
radioterapi sebesar 30 Gy.

A. Advanced-Stage Disease.

Penatalaksanaan LH klasik advanced-stage disease dilaku- kan


dengan pemberian kemoterapi regimen ABVD atau BEACOPP dalam 6
sampai 8 siklus dan diikuti dengan pemberian radioterapi jika ukuran
limfoma > 1,5 cm setelah pemberian kemoterapi regimen ABVD atau >
2,5 cm setelah pemberian kemoterapi regimen BEACOPP.

B. LH tipe nodular lymphocyte predominant.

Penatalaksanaan LH tipe nodular lymphocyte predominant


berbeda dengan penatalaksanaan LH klasik oleh karena LH tipe ini
memiliki karakteristik biologis yang berbeda dengan LH klasik oleh
karena adanya CD20. Pada penderita dengan stadium IA tanpa ada- nya
faktor resiko, dapat dilakukan pengangkatan kelenjar getah be- ning
yang diikuti dengan watchful waiting atau pemberian radioterapi
sedangkan pada penderita dengan stadium yang lebih lanjut, dapat
dilakukan pemberian kemoterapi regimen ABVD yang dikombi-
nasikan dengan Rituximab.

18
BAB IV
KESIMPULAN
4. Kesimpulan
Limfoma Hodgkin adalah keganasan pada sistem limfoid tepatnya pada
limfosit sel B yang disebabkan oleh mutasi gen.  Limfoma Hodgkin merupakan
salah satu jenis limfoma yang dibedakan berdasarkan keberadaan jenis sel kanker
tertentu yang disebut sel Reed-Sternberg dengan tampilan yang secara
histopatologis, ditambah dengan latar belakang sel radang pleomorfik (limfosit,
eosinofil, sel plasma, dan histiosit). World Health Organization (WHO)
mengklasifikasikan limfoma Hodgkin ke dalam beberapa tipe, yaitu tipe klasik
(subtipe nodular sclerosing, subtipe mixed cellularity, subtipe lymphocyte depleted,
subtipe lymphocyte rich), dan tipe nodular lymphocyte predominant.
Penatalaksanaan limfoma Hodgkin terdiri atas radioterapi, kemoterapi, dan
transplantasi sel punca hematopoietik. Pilihan terapi akan bergantung pada
karakteristik histologis, staging  penyakit, dan ada tidaknya faktor prognostic
Pengobatan limfoma Hodgkin ditentukan berdasarkan stadium kanker serta
kondisi kesehatan pasien, dan bertujuan untuk menghancurkan sebanyak mungkin
sel kanker dalam tubuh pasien.

19
DAFTAR PUSTAKA

Piris MA, Medeiros LJ, Chang KC. Hodgkin lymphoma: a review of


pathological features
and recent advances in pathogenesis. Pathology. 2020
Lash BD. Hodgkin Lymphoma. Emedicine.medscape.com. 2018
Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.
Harri- son’s
Principles of Internal Medicine. Edisi 18. Amerika Serikat. McGraw- Hill
Companies. 2012.
Ansell SM. Hodgkin Lymphoma: Diagnosis and Treatment. Mayo Clin
Proc. 2015
Early detection, diagnosis, and staging [Internet]. Georgia: American Cancer
Society; 2018 May 1 [Akses : 26 mei 2021]. Available from:

20

Anda mungkin juga menyukai