Anda di halaman 1dari 21

PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN DENGAN

PENDEKATAN STEM – PROBLEM BASED LEARNING


PADA SMK TEKNIK PEMESINAN

Disusun Oleh :

Dani Wibowo (1502618026)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
proposal penelitian ini tepat pada waktunya dengan judul “PENGEMBANGAN
METODE PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN STEM – PROBLEM
BASED LEARNING PADA SMK TEKNIK PEMESINAN”. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
moril maupun materil sehingga proposal penelitian ini dapat selesai.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proposal


penelitian ini. Oleh karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan
penulis terima dengan baik. Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga
penelitian ini dapat bermanfaat yang membacanya dan untuk penulis sendiri
khususnya.

Jakarta, 26 Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7
BAB II ..................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 8
A. Landasan Teori ............................................................................................... 8
B. Kerangka Berpikir ........................................................................................ 16
BAB III ................................................................................................................. 18
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 18
A. Jenis Penelitian ............................................................................................. 18
B. Lokasi dan Waktu Peneltian ......................................................................... 18
C. Subyek Penelitian ......................................................................................... 18
D. Jenis Tindakan .............................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tenaga kerja yang banyak dibutuhkan dalam industrialisasi global
adalah tenaga kerja pada bidang teknik, baik tenaga kerja tingkat menengah
maupun ahli. Para calon tenaga kerja harus mempersiapkan diri dengan
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan di dalam dunia kerja. Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dan Perguruan Tinggi (PT) sebagai bagian dari
lembaga pendidikan yang mempersiapkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang unggul, dituntut mampu mempersiapkan lulusannya
dalam memenuhi kebutuhan dunia kerja di era industrialisasi maupun di era
mendatang. SMK merupakan lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga
ahli tingkat pemula yang terampil dalam bidang tertentu. UU SISDIKNAS No.
20 tahun 2003 pasal 15 menyebutkan bahwa “pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu”. Orientasi semacam ini membawa konsekuen
bahwa pendidikan kejuruan harus selalu dekat dengan dunia kerja. Tantangan
dunia pendidikan terutama SMK adalah apakah peserta didik yang lulus dapat
langsung bekerja? Untuk ini maka SMK harus dapat mengarahkan siswanya
untuk memiliki salah satu kompetensi khusus yang dibutuhkan oleh dunia
industri. SMK di samping bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang berintelektual dan siap pakai di lapangan kerja, secara rinci menurut
Kurikulum 2013 dikatakan SMK bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara
yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu
berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara dan beradab
dunia. Namun bila dilihat dari persaingan yang semakin ketat di lapangan kerja,
siswa SMK dalam merencanakan karirnya tidak lagi terpaku pada keinginan
untuk bisa langsung kerja setelah lulus dari SMK kelak. Keluhan-keluhan pun
muncul karena adanya ketidakpastian dan kekhawatiran tentang hari depan

4
mereka. Adanya kekhawatiran tersebut, salah satu penyebabnya diperkirakan
adalah karena lemah dan kurangnya kompetensi mereka dalam menghadapi
persaingan kerja pada masa abad 21 ini yang sudah masuk dalam revolusi
industri 4.0. dimana pekerjaan sudah hampir seluruhnya dikerjakan oleh mesin.
Di era globalisasi ini, persaingan yang terjadi antar bangsa sudah semakin
tinggi sehingga diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. Era
globalisasi tidak lepas dari yang namanya sains dan teknologi, di mana
perkembangan sains dan teknologi pun semakin pesat. Untuk itu, pada bidang
pendidikan khususnya perlu dibenahi dengan serius agar menghasilkan mutu
pendidikan yang layak dan terjamin. Pendidikan adalah bagian penting untuk
membentuk kepribadian. Pendidikan tidak selalu berasal dari pendidikan formal
seperti sekolah atau perguruan tinggi. Pendidikan informal dan non formal juga
memiliki peran yang sama untuk membentuk kepribadian seseorang.
Pendidikan adalah suatu upaya yang terencana dalam proses pembimbingan dan
pembelajaran bagi setiap individu agar berkembang dan tumbuh menjadi
manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat, dan
berakhlak mulia, baik dilihat dari aspek jasmani maupun rohani (Inanna, 2018).
Namun dunia pendidikan di Indonesia saat ini sudah tertinggal dari negara-
negara lainnya. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas,
efesiensi dan standarisasi pendidikan yang kurang dioptimalkan. Sistem
pendidikan juga memiliki kendala-kendala yang berkaitan dengan mutu
pendidikan. Beberapa kendala itu seperti pemerataan guru yang masih kurang
disetiap sekolah, fasilitas yang masih kurang memadai atau keterbatasan
fasilitas di sekolah-sekolah khususnya sekolah di pelosok, tingginya biaya
pendidikan, serta kualitas guru dalam mengajar yang masih kurang efektif dan
tidak kreatif terutama dalam menggunakan perangkat-perangkat pembelajaran,
sehingga pencapaian prestasi siswa yang rendah. Untuk itu, diperlukannya
sebuah pembenahan agar dapat menghasilkan generasi bangsa yang
berkompeten dalam berbagai bidang.
Pembelajaran berbasis proyek (PBL) merupakan model pembelajaran yang
inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
kompleks seperti memberi kebebasan pada peserta didik untuk bereksplorasi

5
merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan
pada akhirnya menghasilkan suatu hasil produk berdasarkan pengalaman
beraktivitas secara nyata. PBL merupakan model pembelajaran yang disarankan
dalam kurikulum 2013, sedangkan STEM lebih pada sebuah strategi besar.
Pendidikan berbasis STEM membentuk SDM yang mampu bernalar dan
berpikir kritis, logis, dan sistematis, sehingga mereka nantinya mampu
menghadapi tantangan global serta mampu meningkatkan perekonomian
negara. Pemikiran yang kritis, logis dan sistematis ini tentunya tidak cukup
hanya satu pengetahuan, tetapi berasal dari beberapa pengetahuan yang
nantinya dikaitkan, sehingga kemampun koneksi disini sangat diperlukan.
Pendidikan STEM mengasah kemampuan generasi muda Indonesia untuk
memahami isu yang lebih kompleks, sehingga dapat mencari solusi dengan cara
yang tepat. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan pemikiran yang
tepat sangat dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan guna meningkatkan
produktivitas. Keberhasilan Indonesia di masa mendatang sangat bergantung
pada keahlian dan kemampuan berpikir tingkat tinggi, terutama di bidang
STEM.
Di lingkup pendidikan saat ini sudah banyak dikembangkan berbagai
pendekatan ataupun metode pembelajaran demi meningkatkan kualitas
kemampuan peserta didik. Semua usaha tersebut tentunya ditujukan untuk
peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mampu mengatasi segala
macam permasalahan kehidupan.. Di era ini maka tentunya sistem pendidikan
juga harus dapat membekali siswa dengan keterampilan sehingga siswa pun
dapat mengikuti perkembangan sains dan teknologi. Dengan begitu siswa pun
dipersiapkan untuk mampu bersaing dan mengatasi berbagai permasalahan
melalui pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yaitu dengan metode
pembelajaran pendekatan STEM – Problem Based Learning. Dengan
dilaksanakannya pendekatan tersebut diharapkan tujuan pembelajaran dapat
tercapai.

6
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu bagaimana cara mengembangkan


metode pembelajaran berbasis STEM Problem Based Learning untuk
meningkatkan soft skill maupun hard skill siswa SMK

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu menghasilkan metode pembelajaran berbasis


STEM Problem Based Learning yang valid dan diharapkan dapat mendorong
siswa untuk berfikir logis, mampu memecahkan masalah dari berbagai situasi,
serta meningkatkan hard skill maupun soft skill siswa SMK.

D. Manfaat Penelitian

1 Bagi Guru
Membantu tugas guru dalam meningkatkan kualitas siswa SMK selama
proses pembelajaran di kelas secara efektif dan efisien.
Bahan referensi atau masukan tentang model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kualitas siswa.
Mempermudah guru melaksanakan pembelajaran.

2 Bagi Siswa
Pelaksanaan model pembelajaran Project Based Learning STEM
diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa dalam proses
pembelajaran.
Siswa dapat membangun kemampuannya sendiri.

3 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang pelaksanaan
pembelajaran dengan model model pembelajaran Project Based Learning
Learning dengan pendekatan terintegrasi STEM.
Peneliti mampu mengetahui dan memahami perubahan tingkat pemahaman
siswa ketika diterapkan model pembelajaran Project Based Learning STEM

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Model Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu oleh guru dan
peserta didik. Perilaku guru pada saat kegiatan belajar mengajar adalah mengajar
dan perilaku peserta didik adalah belajar. Perilaku mengajar dan perilaku belajar
tersebut terkait dengan bahan pembelajaran. Bahan pembelajaran dapat berupa
pengetahuan, nilai-nilai kesusilaan, seni, agama, sikap, dan keterampilan. Kegiatan
pembelajaran dalam implementasinya mengenal banyak istilah untuk
menggambarkan cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru. Saat ini, terdapat
macam-macam strategi ataupun metode pembelajaran yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik dan dapat mencapai
tujuannya yaitu keberhasilan dalam kegiatan belajar mengajar.
a. Manfaat Model Pembelajaran
Model pembelajaran digunakan untuk memperjelas prosedur, hubungan dan
keadaan keseluruhan dari pembelajaran tersebut, dan dalam konteks
pembelajaran model pembelajaran sering diartikan sebagai suatu penyajian fisik
atau konseptual dari sistem pembelajaran, serta berupaya menjelaskan
keterkaitan berbagai komponen sistem pembelajaran ke dalam suatu pola
kerangka pemikiran yang disajikan secara utuh. Suatu model pembelajaran
meliputi keseluruhan sistem pembelajaran yang mencakup komponen tujuan,
kondisi pembelajaran, proses belajar-mengajar dan evaluasi hasil pembelajaran.
Ada beberapa manfaat model pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1. Memudahkan dalam melaksanakan tugas pembelajaran sebab telah jelas
langkah langkah yang akan ditempuh sesuai dengan waktu yang tersedia, tujuan
yang hendak dicapai, kemampuan daya serap peserta didik, serta ketersediaan
media yang ada.
2. Dapat dijadikan sebagai alat untuk mendorong aktifitas peserta didik dalam
pembelajaran.
3. Memudahkan untuk melakukan analisa terhadap perilaku peserta didik secara
personal maupun kelompok dalam waktu relatif singkat.
4. Dapat membantu pendidik pengganti untuk melanjutkan pembelajaran
peserta didik secara terarah dan memenuhi maksud dan tujuan yang sudah
ditetapkan (tidak sekedar mengisi kekosongan).

8
5. Memudahkan untuk menyusun bahan pertimbangan dasar dalam
merencanakan Penelitian Tindakan Kelas dalam rangka memperbaiki atau
menyempurnakan kualitas pembelajaran.
6. Memudahkan peserta didik untuk memahami materi pembelajaran.
7. Mendorong semangat belajar serta ketertarikan mengikuti pembelajaran
secara penuh.
8. Kesempatan yang lebih luas untuk berperan aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
Diatas adalah beberapa manfaat model pembelajaran yang secara umum akan
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik didalam proses belajar mengajar,
dan dengan menggunakan model pembelajaran pun dapat disimpilkun dapat
membantu pendidik selain memudahkan dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran ini akan membuat peserta didik menjadi lebih
baik dalam hasil belajarnya.
2. Project Based Learning
Goodman dan Stivers (2010) mendefinisikan Project Based Learning (PjBL)
merupakan pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan pembelajaran
dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik yang terkait dengan
kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.
Menurut Afriana (2015), pembelajaran berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan memberikan pengalaman
belajar yang bermakna bagi peserta didik. Pengalaman belajar peserta didik maupun
konsep dibangun berdasarkan produk yang dihasilkan dalam proses pembelajaran
berbasis proyek.
Grant (2002) mendefinisikan project based learning atau pembelajaran berbasis
proyek merupakan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk
melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik. Peserta didik
secara konstruktif melakukan pendalaman pembelajaran dengan pendekatan
berbasis riset terhadap permasalahan dan pertanyaan yang berbobot, nyata, dan
relevan.
Sedangkan Made Wena (dalam Lestari, 2015: 14) menyatakan bahwa model Project
Based Learning adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada
pendidik untuk mengelola pembelajaran dikelas dengan melibatkan kerja proyek.
Kerja proyek merupakan suatu bentuk kerja yang memuat tugas-tugas kompleks
berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat menantang dan
menuntun peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat
keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan peserta
didik untuk bekerja secara mandiri. Pendekatan pembelajaran berbasis proyek
(PjBL) menciptakan lingkungan belajar "konstruktivis" dimana peserta didik

9
membangun pengetahuan mereka sendiri dan pendidik menjadi fasilitator.
(Goodman dan Stivers, 2010)
Pada hakikatnya program pembelajaran bertujuan tidak hanya memahami dan
menguasai apa dan bagaimana suatu terjadi tetapi juga memberi pemahaman dan
penguasaan tentang “mengapa hal itu terjadi”. Berpijak pada permasalahan
tersebut, maka pembelajaran pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk
diajarkan. Model problem based learning merupakan model pembelajaran yang
didesain menyelesaikan masalah yang disajikan. PBL merupakan model
pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan
bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan. PBL
membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan
keterampilan menyelesaikan masalah. Problem Based Learning (PBL)
dikembangkan sejak tahun 1970-an di McMaster University di Canada dan metode
ini sudah merambah ke berbagai jenjang pendidikan. Dengan keunggulan metode
ini, jenjang pendidikan yang lebih rendah pun sudah mulai menggunakan metode
ini. Dengan perkembangannya yang pesat, rumusannya juga beragam. Problem
Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam
kurikulumnya, dirancang masalah-masalah yang menuntut mahasiswa
mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam
memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki
kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan
pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan
yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan sehari-hari.
Langkah-langkah model pembelajaran Project Based Learning
1) Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start with the big
question) Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving question yang
dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk melakukan suatu aktivitas.
Topik yang diambil hendaknya sesuai dengan realita dunia nyata dan dimulai
dengan sebuah investigasi mendalam.
2) Merencanakan proyek (design a plan for the project). Perencanaan dilakukan
secara kolaboratif antara pendidik dengan peserta didik. Dengan demikian peserta
didik diharapakan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Perencanaan berisi
tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab
pertanyaan esensial dengan mengintegrasikan berbagai subjek yang mendukung,
serta menginformasikan alat dan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menyelesaikan proyek.
3) Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule). Pendidik dan peserta didik secara
kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Waktu
penyelesaian proyek harus jelas, dan peserta didik diberi arahan untuk mengelola
waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba menggali sesuatu yang baru, akan

10
tetapi pendidik juga harus tetap mengingatkan apabila aktivitas peserta didik
melenceng dari tujuan proyek. Proyek yang dilakukan oleh peserta didik adalah
proyek yang membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya, sehingga
pendidik meminta peserta didik untuk menyelesaikan proyeknya secara
berkelompok di luar jam sekolah. Ketika pembelajaran dilakukan saat jam sekolah,
peserta didik tinggal mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.
4) Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the progress of the
project). Pendidik bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain, pendidik berperan
sebagai mentor bagi aktivitas peserta didik. Pendidik mengajarkan kepada peserta
didik bagaimana bekerja dalam sebuah kelompok. Setiap peserta didik dapat
memilih perannya masing masing dengan tidak mengesampingkan kepentingan
kelompok.
5) Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome). Penilaian
dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing masing peserta didik, memberi
umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh peserta didik,
serta membantu pendidik dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
Penilaian produk dilakukan saat masing-masing kelompok mempresentasikan
produknya di depan kelompok lain secara bergantian.
6) Evaluasi (evaluate the experience). Pada akhir proses pembelajaran, pendidik
dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah
dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada
tahap ini, peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamannya selama menyelesaikan proyek.
Dalam Jurnal Ilmiah Didaktia (2013, h.2090) beberapa kelemahan strategi
pembelajaran berbasis masalah antara lain:
1) Manakala mahasiswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka
mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan
cukup waktu untuk persiapan.
3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin
mereka pelajari.
4) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian dosen
berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan
pemecahan masalah.
5) Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman mahasiswa yang tinggi
akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

11
6) PBM kurang cocok untuk diterapkan di Sekolah Dasar karena masalah
kemampuan bekerja dalam kelompok. PBM sangat cocok untuk mahasiswa
perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah.
7) PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.
8) Membutuhkan kemampuan dosen yang mampu mendorong kerja
mahasiswa dalam kelompok secara efektif, artinya dosen harus memilki
kemampuan memotivasi mahasiswa dengan baik.
9) Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.
2. STEM
STEM adalah kurikulum yang didasarkan pada gagasan mendidik siswa
dalam empat disiplin ilmu khusus yaitu sains, teknologi, teknik dan matematika
dalam pendekatan interdisipliner dan terapan yang pertama kali dikenalkan oleh
National Science Foundation Amerika Serikat sekitar tahun 1990-an. Kurikulum
STEM memadukan ke empat aspek tersebut untuk mengajarkan keterampilan abad
21 atau sebagai alat yang harus dimiliki peserta didik apabila mereka ingin berhasil
di tempat kerja “masa depan”. Idenya adalah agar peserta didik siap untuk bersaing
dan bekerja di industri maka mereka harus mampu menyelesaikan masalah,
menemukan dan menggunakan bukti, berkolaborasi dalam proyek dan berpikir
kritis. Apabila berbicara STEM maka kita berbicara integrasi. Torlakson (2014)
menyatakan STEM merupakan pendekatan campuran yang mendorong
pengalaman langsung dan memberikan peserta didik kesempatan untuk
memperoleh dan menerapkan pengetahuan “dunia nyata” yang relevan di kelas.
Pendekatan ini mampu menciptakan sebuah sistem pembelajaran secara kohesif dan
pembelajaran aktif karena keempat aspek dibutuhkan secara bersamaan untuk
menyelesaikan masalah. Menurut Brown, dkk (2011) STEM adakah meta-disiplin
di tingkat sekolah di mana guru sains, teknologi, teknik dan matematika
mengajarkan pendekatan terpadu dan masing-masing materi disiplin tidak dibagi-
bagi akan tetapi ditangani dan diperlakukan sebagai satu kesatuan yang dinamis.
Sanders (2009) menjelaskan bahwa STEM mengintegrasikan pendidikan sebagai
suatu pendekatan yang mengeksplorasi pembelajaran di antara dua atau lebih
bidang subyek STEM dengan mata pelajaran sekolah, misalnya teknologi dapat
dintegrasikan dengan pembelajaran seni dan sosial. Tsupros (2009) menyatakan
bahwa STEM adalah pendekatan interdisiplin pada pembelajaran, yang di
dalamnya peserta didik menggunakan sains, teknologi, teknik dan matematika
dalam konteks nyata yang dapat mengkoneksikan antar sekolah, dunia kerja dan
dunia global sehingga mengembangkan literasi STEM yang memampukan peserta
didik bersaing di era global. Dari uraian di atas dapat disimpulkan pembelajaran
berbasis STEM dalam kelas di desain untuk memberi peluang bagi peserta didik
mengaplikasikan pengetahuan akademik dalam dunia nyata dan mengembangkan
pemahaman peserta didik terhadap konten sains, kemampuan inovasi dan
pemecahan masalah, serta keterampilan soft skills antara lain komunikasi,
kerjasama, dan kepemimpinan.

12
Pembelajaran sains berbasis STEM yang telah dilakukan di banyak negara
dapat menumbuhkan minat dan motivasi peserta didik untuk melanjutkan studi dan
berkarir dalam bidang profesi iptek, sebagaimana dibutuhkan negara saat ini dan di
masa datang. Secara lebih rinci, pembelajaran dengan pendekatan STEM memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) berfokus pada isu dan permasalahan dunia nyata. Dalam hal ini peserta didik
mampu mengatasi masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan nyata serta mencari
solusi;
2) dipandu oleh proses desain rekayasa/enjiniring (EDP). EDP menyediakan proses
yang fleksibel yang membawa peserta didik kepada rangkaian aktivitas dari
mengidentifikasi masalah atau tantangan desain ke menciptakan dan
mengembangkan solusi;
3) pekerjaan peserta didik bersifat langsung dan kolaboratif, dan keputusan tentang
solusi dihasilkan oleh peserta didik. Peserta didik berkomunikasi untuk berbagi ide
dan mendesain ulang prototipe mereka sesuai kebutuhan. Mereka mengendalikan
ide-ide mereka sendiri dan merancang penyelidikan mereka sendiri;
4) melibatkan peserta didik dalam kerja tim yang produktif, dalam hal ini dapat
membantu peserta didik bekerja bersama sebagai tim yang produktif bukanlah
pekerjaan yang mudah;
5) menerapkan konten matematika dan sains yang ketat untuk dipelajari peserta
didik. Dalam hal ini pendidik harus dengan sengaja menghubungkan dan
mengintegrasikan konten matematika dan sains; serta
6) memungkinkan beberapa jawaban benar dan membingkai ulang kegagalan
sebagai bagian penting dari pembelajaran.
Dalam melaksanakan pembelajaran STEM ada beberapa sintaks yang perlu
diketahui dan dilaksanakan, yaitu :
1) Identifikasi Masalah. Pada tahap ini peserta didik dalam kelompoknya
mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan atau tantangan yang
diberikan. Peserta didik juga diharapkan dapat mengidentifikasi constraint
atau batasan dan kriteria dari solusi yang dipersyaratkan oleh permasalahan
atau tantangan yang diberikan tersebut sebagai contoh alat dan bahan
tersedia, biaya yang boleh dikeluarkan, dan berbagai kriteria yang
dibutuhkan.
2) Bertukar pikiran (brainstorm). Tahap selanjutnya adalah peserta didik
saling bertukar pikiran tentang berbagai solusi yang memungkinkan untuk
menjawab permasalahan. Peserta didik dapat melakukan penelitian melalui
bermacam-macam sumber informasi yang mereka anggap relevan untuk
membantu mereka dalam menyusun berbagai ide solusi. Dari berbagai
solusi yang dimungkinkan tersebut, peserta didik dalam kelompoknya
menentukan satu solusi terbaik yang akan ditawarkan.

13
3) Merancang. Dengan ditentukannya satu solusi terbaik, maka tahapan
selanjutnya adalah memodelkan solusi tersebut dalam sebuah rancangan
atau sketsa gambaran konkrit dari solusi yang ditawarkan. Dalam rancangan
tersebut, peserta didik harus mampu menjelaskan bagian-bagian dari
rancangannya, fungsi yang terkait dari bagian-bagian tersebut, material
yang digunakan, serta bagaimana rancangan solusi mereka akan mampu
menjawab permasalahan.
4) Membangun (build/construct). Selanjutnya, dengan menggunakan
material yang ditentukan, dalam kelompoknya peserta didik menyusun
produk persis sesuai dengan hasil rancangan/sketsa yang mereka susun.
5) Ujicoba. Pada tahap ujicoba ini peserta didik akan mengetahui apakah
solusi yang mereka rancang dapat menjawab permasalahan atau tantangan
yang diberikan di awal.
6) Revisi. Jika solusi yang dikembangkan belum berhasil menjawab
permasalahan, maka dalam kelompoknya peserta didik mengidentifikasi
dan menganalisis penyebab dari adanya kegagalan tersebut dan menentukan
perbaikan yang harus dilakukan pada solusi awal.
7) Berbagi solusi/ komunikasi. Pada akhirnya masing-masing kelompok
akan mengkomunikasikan berbagai pengalaman mereka dalam menjawab
permasalahan atau tantangan baik dalam bentuk presentasi maupun laporan.
Pendekatan STEM yang terintegarasi dalam proses pembelajaran memiliki
empat aspek yang dibutuhkan. Adapun langkah-langkah dari setiap pelaksanaan
aspek tersebut adalah sebagai berikut; (1) Aspek Science dalam pendekatan STEM
didefinisikan oleh Hannover (2011) adalah keterampilan menggunakan
pengetahuan dan proses sains dalam memahami gejala alam dan memanipulasi
gejala tersebut sehingga dapat dilaksanakan; (2) Aspek Technology adalah
keterampilan peserta didik dalam mengetahui bagaimana teknologi baru dapat
dikembangkan, keterampilan menggunakan teknologi dan bagaimana teknologi
dapat digunakan dalam memudahkan kerja manusia; (3) Aspek Engineering
memiliki lima tahap fase dalam proses pembelajaran; dan (4) Aspek Mathematics
adalah keterampilan yang digunakan untuk menganalisis, memberikan alasan,
mengkomunikasikan idea secara efektif, menyelesaikan masalah dan
menginterpretasikan solusi berdasarkan perhitungan dan data dengan matematis.
Aspek engineering dalam pendekatan STEM adalah keterampilan yang dimiliki
seseorang untuk mengoperasikan atau merangkai sesuatu. Roberts, (2012)
mengklasifikasikan aspek engineering merujuk pada aplikasi dari pengetahuan
sains dan keterampilan dalam menggunakan teknologi dalam menciptakan suatu
cara untuk memecahkan masalah dan menggambar kesimpulan berdasarkan
prinsip-prinsip yang dipelajari sebelumnya yang diterapkan melalui sains,
teknologi, teknik dan matematika. Pembelajaran sains berbasis STEM dalam kelas
didesain untuk memberi peluang bagi peserta didik mengaplikasikan pengetahuan
akademik dalam dunia nyata. Pengalaman belajar sains berbasis pendidikan STEM
akan mampu mengembangkan pemahaman peserta didik terhadap konten sains,
kemampuan inovasi dan pemecahan masalah, soft skills (antara lain komunikasi,

14
kerjasama, kepemimpinan). Pembelajaran sains berbasis STEM menumbuhkan
minat dan motivasi peserta didik untuk melanjutkan studi dan berkarir dalam bidang
profesi iptek, sebagaimana dibutuhkan negara saat ini dan di masa datang. Agar
peserta didik mampu memecahkan masalah sains dan teknologi, diperlukan
keterampilan berpikir dan berkreasi. Untuk membelajarkan peserta didik pada aras
berpikir tingkat tinggi, pendekatan STEM saat ini menjadi alternatif yang dapat
digunakan untuk membangun generasi yang mampu menghadapi abad 21 yang
penuh tantangan. Pendekatan STEM bila diterapkan dalam proses pembelajaran
akan mampu mengembangkan pemahaman peserta didik terhadap konten sains dan
teknologi rekayasa, kemampuan inovasi dan pemecahan masalah, soft skills.
Terkait hal ini maka pembelajaran berbasis STEM memiliki karakteristik tertentu.
Diantaranya harus ada produk yang dihasilkan. Baik produk di akhir pembelajaran
maupun di tengah. STEM secara praktik adalah kerja berkelompok. Di akhir
pembelajaran siswa harus menyampaikan hasil pekerjaannya. Dalam pelaksanaan
nya pendekatan STEM dapat berkolaborasi dengan model pembelajaran lain
diantaranya PBL, PJBL, STEM PJBL dan 5E. Penyajian pembelajaran dengan
pendekatan STEM harus memenuhi beberapa aspek dalam Scientific &
Engineering Practice, juga menggambarkan adanya Crosscutting Concept atau
irisan konsep di antara pengetahuan sains, teknologi, rekayasa/enjiniring dan
matematika. Selain itu Higher Order Thinking Skills (HOTS) menjadi keharusan di
dalam pembelajaran maupun penilaiannya. Melalui pendidikan STEM, peserta
didik belajar menjadi pemecah masalah, inovator, pencipta, dan kolaborator yang
sangat penting bagi masa depan. Dalam pembelajaran sains dengan pendekatan
STEM akan melatih peserta didik dalam berpikir kritis, kreatif, berkolaborasi dan
berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran dengan pendekatan STEM
mendukung pencapaian keterampilan di abad 21, yaitu critis, kreatif, komuniaktif
dan kolaboratif.
3. Project Based Learning STEM (Science, Technology, Engineering, and
Mathematics)
Model PBL berbasis STEM mengintegrasikan model dengan proses
engineering untuk dapat meningkatkan kemampuan merancang (designing) siswa
yang dibutuhkan untuk pendidikan selanjutnya dan sebagai bekal kelak dalam
pekerjaannya. Proses engineering dalam PBL berbasis STEM ditandai dengan
perancangan (designing) produk dalam bentuk sketsa, yang jika dalam tahap proses
pembuatan produk ataupun ujicoba produk terdapat kukurangan, maka
perancangnya dapat mendesain ulang atau memperbaiki rancangan agar produk
yang dihasilkan lebih baik dari sebelumnya. Engineering Design Process
digambarkan oleh (Hynes et al., 2011) berupa siklus dengan sembilan langkah
yaitu: (1) identify need or problem, (2) research need or problem, (3) develop
possible solutions, (4) select best possible solution, (5) construct a prototype, (6)
test and evaluate solution, (7) communicate the solution, (8) redesign, (9)
completion decision. Tahapan PBL STEM dalam proses pembelajaran PBL STEM
yang efektif berdasarkan tahapan Laboy-Rush (2011), adalah sebagai berikut:

15
Tahap 1: Reflection
Tujuan dari tahap pertama untuk membawa siswa ke dalam konteks masalah dan
memberikan inspirasi kepada siswa agar dapat segera mulai 31
menyelidiki/investigasi. Fase ini juga dimaksudkan untuk menghubungkan apa
yang diketahui dan apa yang perlu dipelajari. Tahap 2: Research Tahap kedua
adalah bentuk penelitian siswa. Guru memberikan pembelajaran sains, memilih
bacaan, atau metode lain untuk mengumpulkan sumber informasi yang relevan.
Proses belajar lebih banyak terjadi selama tahap ini, kemajuan belajar siswa
mengkonkritkan pemahaman abstrak dari masalah. Selama fase research, guru lebih
sering membimbing diskusi untuk menentukan apakah siswa telah
mengembangkan pemahaman konseptual dan relevan berdasarkan proyek.
Tahap 3: Discovery
Tahap penemuan umumnya melibatkan proses menjembatani research dan
informasi yang diketahui dalam penyusunan proyek. Ketika siswa mulai belajar
mandiri dan menentukan apa yang masih belum diketahui. Beberapa model dari
PBL STEM membagi siswa menjadi kelompok kecil untuk menyajikan solusi yang
mungkin untuk masalah, berkolaborasi, dan membangun kerjasama antar teman
dalam kelompok. Model lainnya menggunakan langkah ini dalam mengembangkan
kemampuan siswa dalam membangun habit of mind dari proses merancang untuk
mendesain.
Tahap 4: Application
Tahap aplikasi ini bertujuannya untuk menguji produk/solusi dalam memecahkan
masalah. Dalam beberapa kasus, siswa menguji produk yang dibuat 32 dari
ketentuan yang ditetapkan sebelumnya, hasil yang diperoleh digunakan untuk
memperbaiki langkah sebelumnya. Di model lain, pada tahapan ini siswa belajar
konteks yang lebih luas di luar STEM atau menghubungkan antara disiplin bidang
STEM.
Tahap 5: Communication
Tahap akhir dalam setiap proyek dalam membuat produk/solusi dengan
mengkomunikasikan antar teman maupun lingkup kelas. Presentasi merupakan
langkah penting dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan
komunikasi dan kolaborasi maupun kemampuan untuk menerima dan menerapkan
umpan balik yang konstruktif. Seringkali penilaian dilakukan berdasarkan
penyelesaian langkah akhir dari fase ini.
B. Kerangka Berpikir
Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi peserta didik
dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara utuh. Keutuhan tersebut
menjadi dasar dalam perumusan kompetensi dasar tiap mata pelajaran, sehingga
kompetensi dasar setiap mata pelajaran mencakup kompetensi dasar kelompok

16
sikap, kompetensi dasar kelompok pengetahuan, dan kompetensi dasar kelompok
keterampilan. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut.
Pada dasarnya kemampuan berpikir sudah dimiliki siswa sejak lahir, namun
untuk dapat memiliki kemampuan berpikir kritis itu sendiri seperti yang telah
disebutkan sebelumnya diperlukan upaya-upaya untuk dapat mencapainya,
misalnya melalui pembelajaran disekolah. Upaya meningkatkan aktivitas berpikir
siswa berkaitan dengan berbagai faktor yang saling terkait dalam pembelajaran
antara lain guru, siswa, sarana dan prasarana mengajar, strategi pembelajaran, dan
lingkungan. Untuk mengetahui atau mengajarkan kemampuan berpikir kritis
khususnya dalam mata pelajaran mesin cnc, sangat perlu dicari model pembelajaran
yang sesuai untuk itu. Pada kenyataannya selama ini 49 pembelajaran yang bersifat
konvensional atau dengan model ceramah siswa hanya sekedar menghafal materi
saja tanpa mendiidk mereka agar berpikir kritis tentang subjek yang sedang
dipelajari sehingga mereka hanya sekedar hafal materi tanpa tahu informasi yang
terbaru dan materi yang dibahas dan mereka tidak bisa mengimplementasikannya
dakam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal
dengan melatih kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan cara menggunakan
model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang dirasa tepat untuk
menggantikan metode ceramah adalah metode Problem Based Learning (PBL)
STEM karena metode PBL ini meliputi analisis masalah, pengumpulan dan
penyatuan informasi, kemudian mencari penyelesaian masalah dan terakhir
mempresentasikan penemuan sehingga model PBL ini membiasakan siswa mencari
solusi dari sebuah masalah yang ada disekitarnya sehingga siswa terbiasa berpikir
kritis dan kemampuan berpikir kritis siswa tentu akan terlatih

17
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research)
atau disingkat PTK. Penelitian Tindakan Kelas meliputi empat tahapan yaitu
perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan, dan refleksi.
Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut

Gambar 1. Diagram Siklus Penelitian Tindakan Kelas


B. Lokasi dan Waktu Peneltian
Penelitian ini dilakukan di SMK Insan Mandiri Depok yang dilaksanakan pada
tahun ajaran 2019/2020
C. Subyek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI Teknik Pemesinan (TPM)
SMK Insan Mandiri Depok tahun ajaran 2019/2020 yang berjumlah 31 siswa.
D. Jenis Tindakan
Siklus PTK yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga siklus yaitu:
Siklus Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II. Data yang kumpulkan dalam penelitian
ini adalah kemampuan siswa dalam menyusun program setelah tindakan. Instrumen
dalam penelitian ini adalah penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menyusun
program CNC. Instrumen penelitian bertujuan untuk mengukur peningkatan
kemampuan siswa dalam menyusun program CNC, diukur melalui indikator
penyusunan program CNC untuk mesin bubut Kontrol GSK (GSK928Tea, 2014)
yang meliputi:
(1) penyusunan kepala program,
(2) penyusunan parameterparameter pemrograman,
(3) penyusunan kode G dan M, dan

18
(4) penyusunan adress X, Z, U, V, P, Q, I, dan K, yang diamati setelah dilakukan
penerapan model pembelajaran Project Based Leaning dengan pendekatan
STEM.
Data kemampuan kemampuan menyusun program CNC diperoleh melalui
penilaian hasil pemrograman siswa, meliputi penilaian kemampuan menyusun
program CNC pada saat pra tindakan, pada akhir siklus I, dan pada akhir siklus II.
Untuk menguji tingkat signifikasi perbedaan kemampuan menyusun program
CNC setiap siklus dilakukan uji perbedaan dua rata-rata melalui uji-t dengan
bantuan SPSS 20 for Windows dengan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
uji homogenitas data.
Implementasi Project Based Leaning dengan pendekatan STEM diterapkan
pada siklus I, yaitu dengan menerapkan langkahlangkah Project Based Learning
Laboy-Rush (Laboy-Rush D., 2010) meliputi sintak: reflection, research, discovery,
application, dan communication. Pada sintak reflection siswa diberi permasalahan
berkaitan dengan pembuatan bidak catur menggunakan bahan aluminium, pada
sintaks research siswa dikondisikan untuk menentukan standar opreasional
prosedur penyusunan program CNC pembuatan bidak catur, pada sintak discovery
siswa dikondisikan untuk menyusun program CNC untuk membuat bidak catur,
pada sintak application siswa dikondisikan untuk mengoperasikan program CNC
pada mesin CNC sampai dihasilkan bidak catur, dan pada sintak communication
siswa dikondisikan untuk mempresentasikan hasil.
Pada siklus I terdapat 100% siswa yang menunjukkan kemampuan menyusun
program CNC pada indikator penyusunan kepala program, 70% pada indikator
penyusunan parameter-parameter pemrograman, 65 % siswa pada penyusunan kode
G dan M, dan 55% siswa pada penyusunan adress X, Z, U, V, P, Q, I, dan K.
Pada Siklus II dilanjutkan implementasi Project Based Learning dengan
pendekatan STEM. Kegiatan pada sintak reflection siswa diberi permasalahan
berkaitan dengan pembuatan proros bertingkat tirus yang merupakan bagian dari
suku cadang mesin menggunakan bahan baja ST-37, pada sintaks research siswa
dikondisikan untuk menentukan standar opreasional prosedur penyusunan program
CNC pembuatan proros bertingkat tirus, pada sintak discovery siswa dikondisikan
untuk menyusun program CNC pembuatan proros bertingkat tirus, pada sintak
application siswa dikondisikan untuk mengoperasikan program CNC pada mesin
CNC sampai dihasilkan proros bertingkat tirus, dan pada sintak communication
siswa dikondisikan untuk mempresentasikan hasil. Pada siklus I terdapat 100%
siswa yang menunjukkan kemampuan menyusun program CNC pada indikator
penyusunan kepala program, 95% pada indikator penyusunan parameterparameter
pemrograman, 82 % siswa pada penyusunan kode G dan M, dan 80% siswa pada
penyusunan adress X, Z, U, V, P, Q, I, dan K.
Deskripsi pencapaian nilai kemampuan analisis dan N-gain pada setiap
indikator dan pada setiap siklus dicantumkan dalam Tabel 1.

19
Tabel 1. Deskripsi Kemampuan Analisis Siswa

Perbandingan nilai rata-rata kemampuan analisis setiap indikator pada setiap


siklus ditampilkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Pencapaian Nilai Rata-rata Kemampuan Menyusun


Program CNC Setiap Indikator pada Setiap Siklus

20
DAFTAR PUSTAKA

Brown, R., Brown, J., Reardon, K., and Merril, C. 2011. Understanding STEM:
Current Perceptions. Technology and Engineering Teacher, 70(6), 5-9
Hanover Research (2011). K-12 STEM education overview.
https://www.eurekapendidikan.com/2017/03/pembelajaran-berbasis-science-
TechnologyEngineering-Mathematics-STEM diunduh tanggal 25 Juni 2020.html.
Roberts, A. (2012). A justification for STEM education. Technology and
Engineering Teacher, 74(8), 1-5.
Sanders, M. 2009. STEM, STEM education, STEM mania. The Technology
Teacher, 68)4).20-26.
Torlakson. T. 2014. Innovate A Bluepoint For Science, Technology, Engineering,
And Mathematics, in California Public Education California: State Superintendent
of Public Instruction.
Sumardiana, Hidayat, A., & Parno. (2019). Kemampuan Berpikir Kritis pada Model
Project Based Learning disertai STEM Siswa SMA pada Suhu dan Kalor.
Khoiriyah, N., Abdurrahman, & Wahyudi, I. (2018). Implementasi pendekatan
pembelajaran STEM untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA
pada Materi Gelombang Bunyi.
Utami, I.S., Septiyanto, R.F., & Wibowo, F.C. (2017). Pengembangan STEM-A
(Science, Technology, Engineering, Mathematic and Animation) Berbasis Kearifan
Lokal dalam Pembelajaran Fisika.
Kusumaningrum, S., & Djukri, D. (2016). Pengembangan perangkat pembelajaran
model project based learning (PjBL) untuk meningkatkan keterampilan proses sains
dan kreativitas.
Mayasari, T., Kadarohman, A., & Rusdiana, D. (2014). Pengaruh Pembelajaran
Terintegrasi Science , Technology , Engineering , And Mathematics ( Stem ) Pada
Hasil Belajar Peserta Didik : Studi Meta Analisis
Rais, M. (2010). Project Based Learning: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi
Soft Skills.
Ariani, L., Sudarmin, & Nurhayati, S. (2019). Analisis Berpikir Kreatif Pada
Penerapan Problem Based Learning Berpendekatan Science, Technology,
Engineering, And Mathematics.
Septiani, A., Biologi, M. P., Indonesia, U. P., Proses, K., Proyek, P., & Sains, I. K.
(2014)
Rustaman, N. (2016). Pemberdayaan Entrepreneurship : Implementasi Teori-U
dalam Bioteknologi Praktis Berbasis Stem. P

21

Anda mungkin juga menyukai