HADIS TEMATIK
Tugas Makalah
Mata Kuliah Hadis
Semester IV (S1) Tahun Akademik 2020
Kelompok 9 :
Nurul Qalbi
NIM: 30100118134
Sitti Aisyah
NIM: 30100118122
Nur Isda Wanti
NIM: 30100118082
Muhammad Iqram
NIM: 30100118116
Andi Baso Faturrahman
NIM: 30100118083
Dosen Pemandu;
Dr. Tasmin M.Ag.
1
Abu> ‘Abdillah Muhammad ibn Isma>’i>l al-Bukha>ri, al-Ja>mi’ al-S}ah}i>h}, Juz. I (Cet.
III; Beirut: Da>r Ibn Kas\i>r, 1407 H./1987 M.), h. 52.
umatnya untuk berhati hati di dalam memilih pemimpin. Sebab salah dalam
memilih pemimpin berarti turut berkonstribusi dalam menciptakan kesengsaraan
rakyat. Tanggung jawab seorang pemimpin sangat besar, baik di hadapan Allah
maupun di hadapan manusia.
Hadis yang kedua kami membahas tentang larangan menyuap, Dari realita
yang ada, dan sering juga kita dengar tentang kasus suap menyuap, padahal telah
jelas dilarang dalam agama islam, telah dijelaskan dalam nash, yaitu al Quran dan
al hadits bahwa perbuatan suap menyuap itu diharamkan. Akan tetapi banyak
sekali orang yang melakukan perbuatan suap menyuap, biasanya didalam
pengadilan, di luar itupun masih banyak lagi, seperti untuk masuk sekolah yang
bonafit bukan hanya bermodal dengan nilai UN yang bagus akan tetapi uang tetap
ada di belakang semua itu, oleh karena itu kita sebagai umat islam, jauhilah semua
perbuatan yang tercela tersebut.
Suap terjadi sebagai ungkapan gejala venalitas yang makin merebak.
Secara sosiologis, istilah venalitas menunjuk pada suatu keadaan saat uang bisa
digunakan membayar hal-hal yang secara hakiki tidak bisa dibeli dengan uang.
Keadilan bisa di pertukarkan dengan uang. Begitu pula dengan pasal-pasal dalam
kebijakan. Dalam uang terdapat faktor ekonomi yang bernama keuangan
Dalam makalah ini kami akan membahas terkait hadis ketaatan terhadap
pemimpin dan penjelasan hadisnya begitu pula dengan hadis larangan menyuap
kami akan membahas terjemahan dan penjelasan hadis tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kandungan Hadis Ketaatan terhadap Pemimpin
2. Bagaimana kandungan Hadis Laranga Menyuap
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadis Ketaatan terhadap Pemimpin
ُ صلَّى هَّللا
َ ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ع َْن النَّبِ ِّي ِ َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َس ِعي ٍد ع َْن ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ َح َّدثَنِي نَافِ ٌع ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ َر
صيَ ٍةِ صيَ ٍة فَإ ِ َذا أُ ِم َر بِ َم ْع
ِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل ال َّس ْم ُع َوالطَّا َعةُ َعلَى ْال َمرْ ِء ْال ُم ْسلِ ِم فِي َما أَ َحبَّ َو َك ِرهَ َما لَ ْم ي ُْؤ َمرْ بِ َم ْع
َفَاَل َس ْم َع َواَل طَا َعة
Artinya:
Dari Abdullah Bin Umar, Dari Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, berkata,
“(keharusan) mendengar dan taat atas orang muslim itu bergantung terhadap
apa yang ia senangi dan benci, selama belum diperintahkan berbuat maksiat, bila
kemudian diperintahkan untuk berbuat maksiat maka tidak ada lagi (keharusan
untuk) mendengar taat”2
Taat kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan
dalam al Kitab dan As sunnah. Diantaranya Allah berfirman yang artinya “ hai
orang-orang yang beriman, Ta”tilah Allah dan Tatilah RasulNya, dan ulil amri di
antara kamu”(QS. An-Nisa:4:49). Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan
kepada pemimpin dalam urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan RasulNya.
Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh ta’atilah karena
ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (taabi’) dari ketaatan kepada Allah
dan RasulNya SAW. Oleh karena itu, apabila seorang pemimpin memerintahkan
untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak ada kewajiban dengar dan taat.
Ulil amri adalah orang-orang yang diserahi kewenangan untuk mengemban
kepentingan masyarakat banyak dan mashlahat-mashlahat penting. Maka yang
nasuk dalam kategori ini; raja, menteri, kepala departemen, direktur, lurah, pejabat
sipil, hakim, wakilnya, polisi maupun tentara. Rasulullah telah memerintahkan
kepada setiap muslim mendengarkan perintah mereka ini dan untuk
menindaklanjutinya baik perintah itu ia senangi atau tidak. “ boleh jadi kamu
membenci sesuatu , padahal ia amat baik bagimu”. Yakni ketika ulil amri itu
menyeru kita untuk berperang dan mengorbankan harta benda kita dijalan Allah,
2
Muh. Rusdi T, HadisnTarbawi I, (Cet I; Makassar: Alauddin University Press, 2012), h.
148-149
kita harus menyanggupinya, ketika mereka meminta kita untuk mengeluarkan
pajak yang disyariatkan itu kita harus memberikannya. ketika mereka
menganjurkan kita untuk membantu orang-orang yang tertimpa bencana maka kita
harus memenuhi anjuran mereka itu. Semua itu merupakan sesuatu keharusan
ntuk didengarkan dan dilaksanakan tanpa kita pedulikan apakah itu setuju dengan
keinginan kita atau tidak. Dan satu lagi kita juga tidak bisa memperhitungkan
apakah itu menyulitkan kita atau tidak, selama seruan itu untuk kemashlahatan
orang banyak dan halal secara hukum syariat, maka harus kita lakukan.
Berbeda halnya dengan mereka memerintahkan kita untuk melakukan
maksiat, misalnya memerinthkan kita untuk menuduh dan menyekap orang yang
tidak bersalah apa-apa serta menyakitinya dan menyita haratnya dengan unsure
menzhalimi atau permusuhan di dalam hatinya. Menganjurkan membawa perkara
ke pengadilan untuk dimanipulasi dan di hukumi secara curang. Bila ulil amri
memerintahkan kita untuk mengerjakan perintah yang seperti itu maka kita wajib
taat kepada allah dan mengingkari mereka. Menerima keputusan Allah dan
menolak perintah mereka, karena taat kepda mereka berarti sebuah keharamn
yang harus dijauhi.
Rasulullah SAW bersabda “ Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka
bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang maruf (bukan
maksiat). [HR. Bukhari no7257].
Rasulullah SAW juga bersabda “ seorang muslim wajib mendengr dan taat
dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak di perintahkan untuk
bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban
mendengar dan taat.” [HR. Bukhari 7144].
3
Mausu’ah al-Hadits al-Syariif al-Kutub al-Sittah, (Riyadh: Dar al-Salam li-Nashri wa
Tauzi’, cet. 4, 2008) Jami’ al-Tirmidzi, No Hadits: 1336, hlm. 1785-1786.
4
Ibnu Atsir, Nihayah fi Gharibil Hadits wa Atsar, (maktabah syamilah)
untuk mendapatkan haknya. yakni dengan cara menarik upah kepada seseorang
yang ingin mendapatkan haknya, maka hal ini hukumnya haram bagi pelaku yang
menerima suap dan tidak haram bagi orang yang memberikan upah karena orang
tersebut memiliki wewenang mendapatkan haknya.
Sedangkan hadiah jika uang atau harta itu diberikan sebelum hakim
menduduki jabatannya sebagai seorang hakim. Maka halal bagi si pemberi itu
meneruskan kebiasaannya dengan memberikan hadiah tersebut. Akan tetapi jika
hadiah itu diberikan setelah hakim menduduki jabatannya sebagai hakim dan si
pemberi hadiah tidak mmeiliki persengketaan atau permasalahan yang ditangani
oleh hakim, maka hadiah tersebut boleh diambil kana tetapi hukumnya makruh.
Hukumnya haram bagi hakim menerima suap jika si pemberi hadiah sedang
bersengketa yang ditangani oleh hakim tersebut dan yang memeberi hadiah pun
hukumnya haram.
Dinamakan upah apabila seseorang hakim sudah mendapattkan gaji secara
rutin dari baitul mal, maka haram baginya untuk menerima upah dalam
memutuskan perkara. Dan rizki adalah suatu yang wajar diterima sang hakim.5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pandangan islam, seorang pemimpin adalah orang yang di beri amanat
dan akan dimintai pertanggungjawabnnya. Sebagai seorang pemimpin, bukan
berarti menjadi orang yang paling hebat, karena sesungguhnya pemimpin
5
Muhammad bin Isma’il al-Shon’ani, Subul al-salam syarh bulugh al-maram min jam’i
adilah al-ahkam, (Kairo: Dar al-Hadits, 2007) juz: 4, hlm: 170
mempunyai tugas yang sangat berat yakni melayani masyarakat yang menjadi
tanggungjawabnya. Islam telah mengingatkan umatnya untuk berhati hati di
dalam memilih pemimpin. Sebab salah dalam memilih pemimpin berarti turut
berkonstribusi dalam menciptakan kesengsaraan rakyat. Tanggung jawab seorang
pemimpin sangat besar, baik di hadapan Allah maupun di hadapan manusia.
Hadis yang kedua yaitu membahas tentang larangan menyuap, dari realita
yang ada, dan sering juga kita dengar tentang kasus suap menyuap, padahal telah
jelas dilarang dalam agama islam, telah dijelaskan dalam nash, yaitu al Quran dan
al hadits bahwa perbuatan suap menyuap itu diharamkan. Akan tetapi banyak
sekali orang yang melakukan perbuatan suap menyuap, biasanya didalam
pengadilan, di luar itupun masih banyak lagi.
B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih terdapat kekurangan
bahkan kekeliruan. Oleh karena itu, kami sangat berharap saran yang membangun
baik dari pembaca, agar penyusunan makalah kita dapat lebih baik lagi di
kesempatan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA