Anda di halaman 1dari 4

2.

Bagaimana anda melihat dilema etik sentral pada kasus ini, dimana pada satu pihak anda
sebagai dokter dan di lain pihak anda sebagai keluarga pasien.

= Dilihat pada posisi dokter tidak boleh menggunakan obat kategori C untuk ibu hamil
dan juga penggunaan instruksi via telpon yang kurang tepat dalam memberikan
tindakan terhadap pasien.
4. Jelaskan isu lain (jika ada isu hukum & HAM) yang relevan dengan kasus ini dan
bagaimana jika kita melihatnya dalam perspektif agama
 Dalam perspektif HAM
Dalam Deklarasi Universal HAM (1948)
Pasal 25 (1), Standar Hidup yang Layak dan Jaminan Perlindungan
Kesehatan:
Setiap orang berhak atas hidup yang memadai untuk kesehatan, kesejahteraan diri
dan keluarganya, termasuk atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan
kesehatan, sertapelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada
saat pengangguran, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia
lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang
berada diluar kekuasaannnya.
- Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia artikel 25:
Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan,
sandang, papan dan pelayanan kesehatan. pelayanan sosial yang diperlukan, serta
hak atas keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh
pasangannya, lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan
merosotnya taraf kehidupan yang terjadi di luar kekuasaannya.
- Ibu dan anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak,
baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati
perlindungan sosial yang sama.
- Perlindungan terhadap hak-hak ibu dan anak juga mendapat perhatian terutama
dalam Konvensi Hak Anak. Instrumen internasional lain tentang hak atas
kesehatan juga terdapat pada Pasal 12 dan 14 Konvensi Internasional tentang
Penghapusan semua Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dan ayat 1
Deklarasi Universal tentang Pemberantasan Kelaparan dan kekurangan Gizi.
- Pasal 34 ayat 3 (Tentang pelayanan kesehatan)
“Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak”.
- Pasal 28 C ayat 1 (Tentang hak untuk pengajaran )
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.
- Pasal 28 B ayat 2 (Tentang kelangsungan hidup)
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
- Pasal 28 ayat 1
“Setiap orang atau warga negara berhak untuk hidup, tidak mendapatkan
penyiksaan, bebas dalam pikiran dan hati nurani, berhak beragama, tidak
diperbudak, diakui di hadapan hukum yang berlaku sebagai seorang pribadi,
dituntut atas dasar hukum yang berlaku, dansemua hak tersebut tidak dapat
dikurangi ataupun dihilangkan dalam keadaan apapun oleh orang lain maupun
orang atau warga negara itu sendiri”.
- Pasal 4 UU No. 23 Tahun 1992
”Setiap orang mempunyai hak yang, sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal”.
- Pasal 25 Universal Declaration Human Right
1. Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan
kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian,
perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang
diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit,
cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan
mata pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.
2. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa.
Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus
mendapat perlindungan sosial yang sama.
 Dalam Perspektif Hukum
- Pasal 51 UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter
wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
- Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 1
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992
tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis
- Analisa kasus Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik
Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa “Persetujuan tindakan medik kedokteran
adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien
- Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1) dijelaskan bahwa
“Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau
mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran”

 Dalam Prespektif Agama


- Dokter dalam berpraktek menjunjung tinggi nilai altruism atau yang dikenal
tanpa pamri dan mencari solusi terbaik dengan tujuan utama untuk
pengobatan, pencegahan, penyembuhan, dan perawatan penyakit terhadap
pasien tersebut, sama halnya dalam al-qur’an yang kita diperintahkan untuk
saling tolong menolong
- Surah Al-Maidah ayat 32
“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.”
- Dokter juga manusia biasa yang terkadang lalai dalam tugas, tapi bukan berarti
hal itu menjadi penghalang untuk tetap bekerja dengan sungguh-sungguh
Sebab
”Sesungguhnya Allah Mencintai jika salah seorang di antara kalian
mengerjakan pekerjaan kemudian dia membaguskan pekerjaannya.” (Hadis
hasan lighairihi, Ash-shahihah:1113)
- Dan pada Surah Al-Maidah Ayat 2, Allah SWT bersabda :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa”

Anda mungkin juga menyukai