Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRATIKUM

ILMU KEPERAWATAN DASAR

NAMA : FIKRATUL AFDILA


NIM : 2011311009
KELAS : 3A
KELOMPOK : PRATIKUM A

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
MENCUCI TANGAN MENURUT WHO

Menurut WHO, mencuci tangan agar bersih menghabiskan waktu sekitar 20-30 detik. Ikuti 7 langkah
mencuci tangan yang benar menurut WHO untuk mencegah infeksi virus, kuman, dan bakteri.

1. Basahi tangan dan tuangkan atau oleskan produk sabun di telapan tangan.

2. Tangkupkan kedua telapak tangan dan gosokkan produk sabun yang telah dituangkan.

3. Letakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri dengan jari yang terjalin dan ulangi untuk
sebaliknya.

4. Letakkan telapak tangan kanan ke telapak tangan kiri dengan jari saling terkait.
5. Tangan kanan dan kiri saling menggenggam dan jari bertautan agar sabun mengenai kuku dan pangkal
jari.

6. Gosok ibu jari kiri dengan menggunakan tangan kanan dan sebaliknya.

7. Gosokkan jari-jari tangan kanan yang tergenggam di telapak tangan kiri dan sebaliknya.

8. Bilas dan keringkan. Setelah kering, tangan Anda sudah aman dari bakteri dan kotoran.
PEMASANGAN HANDSCOON

1. Periksa Ukuran Sarung Tangan

Sangat penting bahwa sarung tangan yang akan Anda pakai berukuran sesuai dengan tangan
Anda. Bila sarung tangan terlalu kecil maka terlalu ketat sehingga tidak nyaman (sakit) dan
potensi sarung tangan mudah robek. Bila terlalu longgar sarung tangan beresiko terlepas dan
mengurangi ketangkasan dalam bekerja.

Bisa jadi Ukuran sarung tangan berbeda-beda untuk setiap produsen. Pastikan dulu ukurannya
sebelum membeli sarung tangan.

2. Lepaskan Semua Perhiasan

Cincin, gelang dan jam tangan bisa merobek sarung tangan, lepaskan semua. Gambar 1

3. Cuci tangan Anda sampai bersih


Cuci tangan Anda dengan sabun antibakteri atau sanitizer, kemudian keringkan. Gambar 2

4. Kenakan Sarung Tangan Pada Tangan Dominan Lebih Dulu

Kenakan sarung tangan pada tangan yang sering Anda pakai untuk menulis (orang indonesia
pada umumnya tangan kanan), Tangan yang tidak dominan memegang sarung tangan bagian
dalam (bagian dalam sarung tangan adalah yang seharusnya menempel kulit Anda, arahkan
sarung tangan kebawah agar lebih mudah, dan masukkan tangan dominan kedalam sarung
tangan. tarik bagian dalam sarung tangan ke pangkal tangan. Gambar 3

5. Kenakan Sarung Tangan Pada Tangan non Dominan

Dengan Cara yang sama kenakan sarung tangan pada tangan yang lain, tarik perlahan ke pangkal
tangan, namun sarung tangan yang dipegang dan ditarik adalah sarung tangan bagian bagian
luar.  hal ini akan membiasakan bahwa sarung tangan bagian luar tidak boleh tersentuh oleh
kulit. Gambar 4

6. Sesuaikan Hingga Nyaman

Atur sedemikan rupa sarung tangan hingga nyaman ditangan, pastikan tidak sobek, bila sobek
ulangi kembali no 2 dan seterusnya.
Prinsipnya permukaan kulit tidak boleh menyentuh sarung tangan bagian luar

Bagaimana dengan melepas sarung tangan ?, Saat melepas sarung tangan justru harus lebih
berhati hati, asumsinya adalah karena sarung tangan tadi sudah memegang benda (zat) mungkin
berbahaya sehingga jangan sampai zat itu mengenai tangan kita.
PRINSIP STERILISASI

Prinsip dasar sterilisasi yaitu memperpanjang umur simpan bahan pangan dengan cara
membunuh mikroorganisme yang ada di dalamnya. Mikroorganisme yang tumbuh pada produk
pangan biasanya dapat mencemari produk pangan dan membuat makanan lebih cepat basi.
Mikroorganisme pembusuk tersebut bisa berupa bakteri, khamir (yeast) dan kapang (jamur).

2.1.1 Sterilisasi Secara Fisik Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan &
pemijaran.

1. Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum
inokulum, pinset, batang L dan lain-lain.

2. Sterilisasi panas kering : sterilisasi dengan oven umumnya pada suhu 160-1700C selama 1-2
jam. Sterilisasi panas kering cocok untuk sterilisasi serbuk yang tidak stabil terhadap uap air, alat
yang terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dan lain-lain. Sterilisasi uap panas:
konsep ini mirip dengan mengukus. Sterilisasi dengan 5 menggunakan uap panas dibawah
tekanan dengan menggunakan autoklaf. Pada sterilisasi ini umumnya dilakukan dalam uap jenuh
dalam waktu 15 menit dengan suhu 1210C.

2.1.2 Sterilisasi Kimia Biasanya sterilisasi secara kimiawi menggunakan senyawa desinfektan
antara lain alkohol. Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap seperti
halnya alkohol. Proses sterilisasi antiseptik kimia ini biasanya dilakukan dengan cara langsung
memberikan pada alat atau media yang akan disterilisasi. Pemilihan antiseptik terutama
tergantung pada kebutuhan dari tujuan tertentu serta efek yang dikehendaki.

2.1.3 Sterilisasi Mekanik (Filtrasi) Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu
saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan
pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang peka panas, misalnya
larutan serum, enzim, toksin kuman, ekstrak sel dan lain-lain.
PEMAKAIAN APRON DAN MASKER

A. Pemakaian Apron
1. Pastikan apron dalam keadaan baik
2. Tentukan jenis/tipe apron yang sesuai dengan kondisi ruang penyinaran, contoh: bila
ruang penyinarandengan kuantitas waktu yang lama dianjurkan memakai tipe apron yang
sekaligus menutupi kelenjer tyroid.
3. Pastikan bahwa pada saat memasuki ruangan penyinaran telah memakai apron, bila
penyinaran akan dimulai.
4. Hadapkan bagian badan yang terlindungi apron ke arah sumber sinar-x.
5. Hindari posisi membalikkan badan bila akan meninggalkan ruangan pemeriksaan,
sedangkan penyinaran masih berlangsung. Jika tetap meninggalkan ruangan lakukan
dengan berjalan mundur.
6. Bila selesai memakai apron, tempatkan apron dengan posisi digantung yang benar atau
simpan pada tempatnya.

B. Pemakaian Masker

Lalu bagaimana cara pemakaian masker yang benar? Ikuti langkah-langkah berikut:
1. Biasakan mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan masker, boleh
menggunakan air mengalir dengan sabun, boleh juga menggunakan cairan antiseptik berbahan
dasar alkohol.
2. Pastikan hidung, mulut, dan dagu tertutup seluruhnya, bagian berwarna berada di depan,
dan bagian berwarna putih yang menempel di wajah.
3. Tekan bagian atas masker yang ada kawatnya agar sesuai bentuk hidung.

Selanjutnya bagaimana cara membuka dan membuang masker yang benar? Ikuti langkah-
langkah berikut:

1. Gantilah masker jika rusak, kotor, atau basah.


2. Lepas kaitan masker dari telinga atau ikatan masker, pastikan tidak memegang bagian
depan masker.
3. Buanglah masker dengan benar ke dalam tempat sampah.
4. Cucilah tangan pakai sabun atau bahan berbasis alkohol dengan baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA

https://tirto.id/cara-cuci-tangan-dengan-7-langkah-menurut-who-untuk-cegah-corona-eLyQ

https://rubriktangerang.id/kesehatan/cara-mengenakan-dan-melepas-sarung-tangan-yang-
benar/2020/

https://otodidakblend.blogspot.com/2019/09/spo-pemakaian-apron.html

http://eprints.undip.ac.id/58579/6/Bab_II.pdf

https://covid19.kemkes.go.id/warta-infem/beginilah-cara-memakai-dan-melepaskan-masker-
yang-benar/#.X2GbcJgzY2w
SAFE PATIENT HANDLING
PENGERTIAN PATIENT SAFETY
Patient Safety  atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di
rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
3. TUJUAN PATIENT SAFETY
Tujuan “Patient safety” adalah
1.      Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2.      Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3.      Menurunnya KTD di RS
4.      Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.
https://marsenorhudy.wordpress.com/2011/01/07/patient-safetiy-keselamatan-pasien-rumah-
sakit/
Dalam buku "Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of
Care" disebutkan upaya upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di rumah
sakit, yaitu:

 Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya.


 Menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat.
 Posisikan alat bantu panggil darurat dalam jangkauan.
 Posisikan barang-barang pribadi dalam jangkauan pasien.
 Menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi, kamar dan lorong.
 Posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit di posisi rendah ketika pasien sedang
beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang nyaman ketika pasien tidak tidur.
 Posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat berada di bangsal rumah sakit.
 Menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika stasioner.
 Gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada pasien.
 Gunakan lampu malam hari atau pencahayaan tambahan.
 Kondisikan permukaan lantai bersih dan kering. Bersihkan semua tumpahan.
 Kondisikan daerah perawatan pasien rapi.
 Ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat akan ke tempat tidur dan
meninggalkan tempat tidur.

https://mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/19-headline/532
Apa itu TTV?
Pemeriksaan tanda-tanda vital atau TTV adalah prosedur pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui tanda vital seseorang. Hal ini bertujuan untuk
mendeteksi gangguan, kelainan, atau perubahan pada fungsi organ tubuh.

Ada empat komponen tanda vital utama yang harus dipantau secara rutin
oleh tenaga kesehatan yaitu tekanan darah, denyut nadi, laju pernapasan, dan
suhu tubuh. Pemeriksaan tanda vital dilakukan pada saat pertama kali Anda
datang ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan perawatan medis.

Jenis-jenis pengukuran tanda vital


1. Tekanan darah
Tekanan darah merupakan kekuatan pemompaan darah yang dilakukan oleh
jantung untuk mengalirkan darah di dalam arteri (pembuluh darah) hingga ke
seluruh tubuh. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan
tensimeter dan stetoskop.

Tekanan darah dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistolik dan diastolik.

 Tekanan sistolik merupakan bagian atas yang menunjukkan tekanan darah


di dalam arteri pada saat jantung berkontraksi untuk memompa darah ke
seluruh bagian tubuh.
 Sedangkan tekanan diastolik menunjukkan tekanan darah di dalam arteri
pada saat jantung beristirahat untuk mengisi darah dari seluruh bagian
tubuh.

Tekanan darah normal untuk orang dewasa adalah 120/80 mmHg. Sementara


pada bayi dan anak-anak, tekanan darah normal lebih rendah daripada
dewasa. 
Tekanan darah normal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu aktivitas fisik,
diet dan usia. Maka untuk dapat melakukan pengukuran tekanan darah
dengan tepat, sebaiknya beristirahatlah dengan santai terlebih dahulu selama
sekitar 15 menit sebelum pengukuran dilakukan.

2. Denyut nadi
Denyut nadi merupakan frekuensi pemompaan jantung pada
arteri.Pengukuran denyut nadi bermanfaat untuk menentukan irama dan
kekuatan nadi.

Pengukuran denyut nadi dilakukan dengan menggunakan stetoskop atau


menggunakan jari yang ditekankan pada nadi penderita selama 60 detik.
Pengukuran denyut nandi dapat dilakukan pada 5 jenis arteri, yaitu:

 Arteri radialis (pergelangan tangan)


 Arteri brakialis (siku)
 Arteri karotis (leher)
 Arteri poplitea (belakang lutut)
 Arteri dorsalis pedis (kaki)
Denyut nadi normal untuk orang dewasa adalah 60-100 kali per menit, dapat
disebut juga dengan detak jantung normal. Pada bayi dan anak-anak, denyut
nadi normal cenderung lebih tinggi daripada orang dewasa.

Denyut nadi seseorang dapat meningkat akibat beberapa faktor, seperti


olahraga, emosi, kondisi sakit, atau mengalami cedera. Sama seperti
pengukuran tekanan darah, pengukuran denyut nadi juga sebaiknya dilakukan
setelah seseorang beristirahat terlebih dahulu.

3. Pernafasan

Tujuan : untuk menilai frekuensi pernafasan

Teknik : Operator berdiri di belakang dan tanpa sepengetahuan pasien kemudian dilakukan
observasi sangkar dada. dihitung jumlah gerakan sangkar dada (siklus fase inspirasi dan ekspirasi)
dalam 1 menit.
Intepretasi : kecepatan respirasi normal

 Bayi adalah 24-30 siklus per menit


 Anak-anak adalah 20-24 siklus per menit
 Remaja dan dewasa muda adalah 12-18 siklus per menit
 Dewasa adalah 8-12 siklus per menit

4. Suhu Tubuh

Tujuan : untuk menentukan suhu tubuh penderita

Teknik : menggunakan berbagai alat tera suhu tubuh , disesuaikan alat tera yang digunakan

Intepretasi :

 suhu tubuh orang dewasa normal 36,1 C sampai dengan 37,5 C


 sub febris 37,5 C sampai dengan 38,5 C
 Febris di atas 38,5 C

https://www.honestdocs.id/tanda-tanda-vital-ttv-pemeriksaan-nilai-normal#:~:text=Pemeriksaan
%20tanda%2Dtanda%20vital%20atau,perubahan%20pada%20fungsi%20organ%20tubuh.

https://ibmm.fkg.ugm.ac.id/2017/11/03/vital-sign-tekanan-darah-dan-nadi/

PENGERTIAN NYERI
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International
Association for Study of Plain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Respon nyeri sangat subyektif tergantung dari ambang nyeri dari setiap klien, koping klien,
pengalaman nyeri, ansietas, budaya dari klien serta dipengaruhi oleh gender dan usia. Oleh
karena itu, untuk mengkaji nyeri, perawat dapat melakukan observasi respon dan perubahan
perilaku klien diantaranya menurut Zborowski (1969) ada lima kelompok umum respon klien
terhadap nyeri.
1. Motor responses (twisting, wriggling, movement of body or its parts, walking, jumping,
clencing teeth).
2. Vocal responses (moaning, groaning, crying, screaming).
3. Verbal responses (complaining, cursing, talking about plain, asking for help).
4. Social responses (withdrawl from people, changes in communication patterns, changes
in social manners or personal appearance)
5. The absence of manifest behavior (hiding of plain or suppressing external sign of pain).
Respon seseorang terhadap nyeri bisa kombinasi antara beberapa respon diatas.
Rasa Nyeri
(Sumber : health.ghiboo.com)

FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,
secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak
bermielien dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu


pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya
yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
1. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini
biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus)
terbagi dalam dua komponen yaitu : a) Reseptor A delta yang merupakan serabut
komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri
tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan. b) Serabut C yang
merupakan serabut komponen lambat (kecepatan 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah
yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
2. Struktur reseptor nyeri somantik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang,
pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi.
3. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ
viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor
ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetap sangat sensitif terhadap
penekanan, iskemia, inflamasi.

TIPE NYERI
Beberapa tipe nyeri antara lain :
1. Somatic pain
2. Neurophatic pain
3. Surgery Pain
4. Chemotherapeutik drugs
5. After rediation theraphy

TEORI PENGONTROLAN NYERI


Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat
menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan
bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan
(Tamsuri, 2007).

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur
atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan
bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan
nyeri.

Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak
mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan
substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,
terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan masukan yang dominan berasal dari
serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. 

Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung
klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsian sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri
dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri.
Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh
nyeri alami yang berasal dari tubuh.

Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.


Tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endofrin
(Potter, 2005).

MANAJEMEN NYERI
Dalam manajemen nyeri, terdapat empat teknik yang bisa digunakan, antara lain :
Stimulas kutaneus
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan melakukan stimulasi pada kulit untuk menghilangkan
nyeri. Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
 Kompres dingin
 Analgetic ointments
 Counteriritan, seperti plester hangat
 Contralateral stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area
nyeri
Distraksi
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada hal lain sehingga
kesadaran terhadap nyerinya berkurang. Teknik distraksi dapat dilakukan diantaranya dengan
cara :
 Nafas dalam lambat dan berirama
 Massage and slow, rhythmic breating
 Rhythmic singing and tapping
 Active listening
 Guided imagery (kekuatan imajinasi klien bisa dengan mendengarkan musik yang
lembut)
Anticipatory Guidance
Merupakan teknik reduksi yang dilakukan oleh perawat dengan cara memberikan informasi yang
dapat mencegah terjadinya misinterpretasi dari kejadian yang dapat menimbulkan nyeri dan
membantu pemahaman apa yang diharapkan. Informasi yang diberikan kepada klien
diantaranya :
 Penyebab nyeri
 Proses terjadinya nyeri
 Lama dan kualitas nyeri
 Berat-ringannya nyeri
 Lokasi nyeri
 Informasi tentang keamanan yang akan diberikan kepada klien
 Metode yang digunakan perawat pada klien untuk mengurangi nyeri
 Hal-hal yang diharapkan klien selama prosedur
Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan,
antara lain :
 Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stres.
 Menurunkan nyeri
 Menolong individu untuk melupakan nyeri
 Meningkatkan periode istirahat dan tidur
 Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
 Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi antara lain sebagai berikut :
 Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
 Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan
betapa nyaman hal tersebut
 Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
 Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan - lahan, pada saat ini
biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan pikiran
pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
 Ulangi langkah diatas dan konsentrasikan pikiran pada lengan, perut, punggung dan
kelompok otot-otot yang lain.
 Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi
hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

http://www.galeripustaka.com/2013/03/manajemen-nyeri.html

A. Pengertian Tingkat Kesadaran


Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu.
(Corwin, 2001). Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana
seseorang mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. (Padmosantjojo,
2000).
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kewaspadaan, yaitu aksi dan reaksi
terhadap apa yang diserap (dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dan seterusnya) bersifat
sesuai dan tepat. (Mutaqqin, 2008).
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa tingkat kesadaran adalah Tingkat
kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan.
B. Jenis-jenis tingkat kesadaran
Berdasarkan penilaian kualitatif tingkat kesadaran dibagi menjadi :
1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-
teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
C. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Tingkat Kesadaran
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan
dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit
tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas
reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan
angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam
mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah
satu bagian dari vital sign.
D. Penyebab Penurunan Kesadaran
Menurut Harsono, 1996 untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan –
kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :
1. S : Sirkulasi
Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang
mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam
mempertahankan suplai darah yang memadai.
2. E : Ensefalitis
Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin
melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.
3. M : Metabolik
Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum. Etiologi
hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini, hipoglikemia dalm rangka
pengobatan DM yang berupa penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi yang lahir
dari ibu pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan
DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit hati yang
berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarism
4. E : Elektrolit
Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat disertai
muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut.
5. N : Neoplasma
Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30%
kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa
posterior,
6. I : Intoksikasi
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di
batangotak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon
aktivitas membran neuronal atau multifaktor.
7. T : Trauma
Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural,
dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi
dan ventilasi walaupun terdapat airway yang paten.
8. E : Epilepsi
Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan
kesadaran. ( Harsono , 1996 )
E. Cara Mengukur Tingkat Kesadaran (Pemeriksaan GCS)
GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien
terhadap rangsangan yang diberikan.
Glasgow Coma Scale

Uji Nilai Respons Pasien

Buka mata

Spontan 4 Mata terbuka secara spontan

Rangsangan suara 3 Mata terbuka terhadap perintah verbal

Rangsangan nyeri 2 Mata terbuka terhadap rangsangan nyeri

Tidak ada 1 Tidak membuka mata terhadap rangsangan

Respons Motorik

Mematuhi perintah 6 Bereaksi terhadap perintah verbal

Melokalisasi 5 Mengidentifikasi nyeri yang terlokalisasi

Menarik 4 Fleksi dan menarik dari rangsangan nyeri

Fleksi abnormal 3 Membentuk posisi dekortikasi

Ekstensi abnormal 2 Membentuk posisi deserebrasi

Tidak ada 1 Tidak berespons; hanya berbaring lemah

Respons Verbal

Orientasi baik 5 Orientasi baik dan mampu berbicara

Bingung 4 Disorientasi dan bingung

Kata-kata yang tidak tepat 3 Mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak

Kata-kata yang tidak jelas 2 Mengerang atau merintih

Tidak ada 1 Tidak berespon

Nilai total GCS


• Compos Mentis (GCS: 15-14)
• Apatis (GCS: 13-12)
• Somnolen(11-10)
• Delirium (GCS: 9-7)
• Sporo coma (GCS: 6-4)
• Coma (GCS: 3)

https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/07/makalah-tentang-pengkajian-tingkat.html

https://www.alodokter.com/seberapa-sadarkah-anda-cek-dengan-gcs

Penilaian Tingkat Kesadaran


Nilai GCS digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pada pasien yang mengalami
cedera kepala saja, namun saat ini digunakan juga untuk memberikan pertolongan
medis darurat. Terdapat objek yang akan diperiksa untuk menentukan nilai GCS yaitu
mata, respon verbal, dan gerakan tubuh.
Tingkat kesadaran tidak hanya dibagi menjadi dua antara sadar dan koma, namun
dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan. Berikut adalah 7 (tujuh) penilaian tingkat
kesadaran dan nilai GCS yang mewakilinya:

1. Compos mentis adalah kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini, respon pasien
terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga dapat menjawab
pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk compos mentis adalah 15-14.
2. Apatis adalah kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa segan terhadap
lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12.
3. Delirium adalah kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai dengan
kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien mengalami gangguan siklus tidur, merasa
gelisah, mengalami disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta. Nilai GCS adalah
11-10.
4. Somnolen adalah kondisi mengantuk yang cukup dalam namun masih bisa
dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika rangsangan tersebut berhenti,
maka pasien akan langsung tertidur kembali. Nilai GCS untuk somnolen adalah 9-7.
5. Sopor adalah kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya dapat dibangunkan
melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan nyeri. Meskipun begitu pasien tidak
dapat bangun dengan sempurna dan tidak mampu memberikan respons verbal dengan
baik. Nilai GCS adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan adalah kondisi penurunan kesadaran di mana pasien
tidak dapat memberikan respons pada rangsangan verbal dan bahkan tidak dapat
dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui mata maka masih akan terlihat
refleks kornea dan pupil yang baik. Pada kondisi ini respons terhadap rangsangan nyeri
tidak cukup terlihat atau hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma adalah 4.
7. Koma adalah kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam. Dalam kondisi
ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak muncul juga respons terhadap
rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3.

Setelah mengetahui berbagai tingkatan kesadaran, selanjutnya Anda akan mengetahui


bagaimana cara mengukur penilaian tingkat kesadaran dengan menggunakan nilai
GCS.

Cara Mengukur Nilai GCS


Metode GCS adalah metode untuk menilai tingkat kesadaran yang sudah ada sejak
tahun 1974. Metode ini diperkenalkan oleh Graham Teasdale dan Bryan Jennett.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa cara mengukur
tingkat kesadaran adalah dengan cara memeriksa tiga aspek yaitu mata, respons
verbal, dan gerakan tubuh.

Cara mengukur nilai GCS pada orang dewasa tentunya berbeda dengan cara
mengukur nilai GCS pada anak-anak. Pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dapat
diberikan berbagai jenis GCS. Penilaian tingkat kesadaran ini disebut Children’s Coma
Scale (CCS).
CCS digunakan untuk anak yang belum bisa berbicara atau bergerak sebaik orang
dewasa. Metode ini akan menentukan seberapa baik anak membuka matanya sendiri,
mengoceh, dan menangis.

Berikut adalah nilai GCS berdasarkan respons yang diberikan pasien dewasa
maupun bayi atau anak-anak.

Cara Mengukur Tingkat Kesadaran Orang Dewasa

1. Mata

 Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.


 Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau diperintahkan
membuka mata.
 Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.

2. Respons verbal

 Nilai (5) untuk mampu berbicara normal dan sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
 Nilai (4) untuk cara bicara yang tidak jelas atau diulang-ulang, serta mengalami
disorientasi atau tidak mengenali lingkungannya.
 Nilai (3) untuk mampu berbicara tapi tidak dapat berkomunikasi
 Nilai (2) untuk bersuara namun tidak berkata-kata atau hanya mengerang saja.
 Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.

3. Gerakan tubuh

 Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan.


 Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan
rangsangan nyeri.
 Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.
 Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.
 Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan rasa
nyeri.
 Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.

Cara Mengukur Tingkat Kesadaran Bayi atau Anak

1. Mata

 Nilai (4) untuk mata terbuka dengan spontan.


 Nilai (3) untuk mata terbuka ketika diberikan respons suara atau diperintahkan
membuka mata.
 Nilai (2) untuk mata terbuka ketika diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai (1) untuk mata tidak terbuka meskipun diberikan rangsangan.
2. Respons verbal

 Nilai (5) untuk mampu berbicara atau mengoceh dengan normal.


 Nilai (4) untuk menangis lemah.
 Nilai (3) untuk menangis ketika diberikan rangsangan nyeri
 Nilai (2) untuk menangis sangat lemah atau merintih ketika diberikan rangsangan nyeri.
 Nilai (1) untuk tidak bersuara sama sekali.

3. Gerakan tubuh

 Nilai (6) untuk dapat mengikuti semua perintah yang diinstruksikan atau dapat bergerak
spontan.
 Nilai (5) untuk dapat menjangkau atau menjauhkan stimulus ketika diberikan
rangsangan sentuh.
 Nilai (4) untuk dapat menghindari atau menarik tubuh menjauhi stimulus ketika diberi
rangsangan nyeri.
 Nilai (3) untuk satu atau kedua tangan menekuk (abnormal flexion) ketika diberikan
rangsangan nyeri.
 Nilai (2) untuk satu atau kedua tangan lurus (abnormal extension) ketika diberikan rasa
nyeri.
 Nilai (1) untuk tidak ada respons sama sekali.

Nilai dari ketiga aspek pemeriksaan di atas kemudian digabungkan untuk mendapatkan
nilai GCS. Contohnya jika pada pemeriksaan mata pasien mendapatkan nilai 4,
pemeriksaan respons verbal mendapatkan nilai 5, dan pemeriksaan gerak tubuh
mendapatkan nilai 6, maka totalnya adalah 15, itu artinya pasien berada dalam kondisi
compos mentis atau tingkat kesadaran tertinggi.

Sedangkan jika pada pemeriksaan mata pasien mendapat nilai 1, pada pemeriksaan
respons verbal mendapatkan nilai 1, dan pada pemeriksaan gerak tubuh mendapat nilai
1, maka totalnya adalah 3. Nilai GCS mewakili kondisi tingkat kesadaran terendah yang
artinya pasien sedang mengalami koma.

Hal yang Memengaruhi Tingkat Kesadaran


Menurunnya tingkat kesadaran seseorang juga bisa dipengaruhi beberapa hal, antara
lain:

 Penggunaan obat tertentu.


 Konsumsi alkohol.
 Cedera kepala berat.
 Demensia.
 Syok.
 Stroke.
 Epilepsi.
 Gangguan ginjal, hati, maupun jantung.
 Kondisi lainnya yang terkait dengan sel-sel otak.
https://doktersehat.com/tingkat-kesadaran-berdasarkan-nilai-gcs/

Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS)


GCS adalah skala yang digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran pasien
dengan cara menilai respon pasien terhadap rangsang yang diberikan oleh
pemeriksa. 

Teori GCS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dengan


Jennett yang bertujuan untuk mengukur dan merekam tingkat keadaan
seseorang. 

Pada pemeriksaan GCS, respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3


hal yaitu:

 Reaksi membuka mata (eye)


 Pembicaraan (verbal)
 Gerakan (motorik)
Hasil pemeriksaan tersebut dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang
angka 1-6 tergantung respon yang diberikan.

Cara menghitung nilai GCS dan intrepretasi


hasilnya
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E-V-M dan selanjutnya nilai GCS tersebut dijumlahkan. Nilai GCS yang
tertinggi atau GCS normal adalah 15 yaitu E 4V5M6 , sedangkan yang terendah
adalah 3 yaitu E1V1M1.

Berikut beberapa penilaian GCS dan interpretasinya terhadap tingkat


kesadaran :

 Nilai GCS (15-14) : Composmentis


 Nilai GCS (13-12) : Apatis
 Nilai GCS (11-10) : Delirium
 Nilai GCS (9-7) : Somnolen
 Nilai GCS (6-5) : Sopor
 Nilai GCS (4) : Semi-coma
 Nilai GCS (3) : Coma

Cara Meningkatkan GCS


Penurunan GCS dapat terjadi karena cedera yang terjadi pada kepala. Untuk
meningkatkan nilai GCS dibutuhkan beberapa tindakan seperti:

1. Pemberian Obat
Obat diberikan untuk mencegah kerusakan pada organ otak setelah terjadi
kecelakaan. Obat yang diberikan dapat berupa:

Obat Diuretik

Digunakan untuk mengurangi jumlah cairan dalam lapisan tissur dan


meningkatkan pengeluaran urin. Obat diuretik diberikan untuk seseorang
dengan cedera kepala untuk mengurangi tekanan yang terjadi dalam otak.

Obat Anti Kejang

Seseorang yang mengalami cedera kepala ringan sampai berat mungkin


mengalami kejang selama minggu pertama setelah kecelakaan.  Obat anti
kejang mungkin diberikan untuk menghidari resiko kerusakan lebih buruk
pada otak yang diakibatkan karena kejang. 

2. Operasi
Operasi darurat mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan
tambahan pada jaringan otak. 
3. Rehabilitasi
Kebanyakan orang yang mengalami kecelakaan otak mungkin akan
membutuhkan rehabilitasi. Pasien perlu belajar kembali hal-hal dasar seperti
berjalan dan berbicara. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melakukan aktifitas harian.

https://www.honestdocs.id/penilaian-tingkat-kesadaran-berdasarkan-nilai-gcs

Anda mungkin juga menyukai