Assalamu‟alikum Wr.Wb
Dengan mengucap rasa syukur hanya kehadirat Allah SWT, Dzat Yang Maha Agung,
tempat memohon perlindungan dan tempat bergantung semua makhluk atas rahmat dan cinta-
Nya yang tiada pernah terputus. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan
Nabi Muhammad Rasulullah SAW, keluarga, sahabat beliau, dan pengikutnya yang setia
sampai akhir jaman.
Alhamdulillah, atas Ridho Allah SWT saya dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Konsep Fitrah dan Implikasinya Terhadap Pendidikan” dalam rangka memenuhi
tugas kelompok mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam. Kami mengucap terima kasih kepada
Bapak dosen Dr. H. Masykur H.Mansyur, M.M yang telah membina dan menuntun kami
untuk dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
“Tiada gading yang tak retak” Penulis menyadari bahwa tugas kelompok ini jauh dari
sempurna dan apabila ada penulisan yang salah, mohon untuk dimaafkan. Maka dari itu,
segala saran dan kritik sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Namun
demikian, penulis tetap berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita
semua.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
Hormat Kami
Kelompok 3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Fitrah Terhadap Pendidikan Islam ........................................................
B. Implementasi Fitrah Terhadap Pendidikan Islam ...............................................
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia merupakan makhluk yang sangat istimewa. karena manusia dikaruniai akal
sebagai keistimewaannya dibandingkan dengan dengan makhluk-makhluk yang lain.
Manusia merupakan makhluk yang mulia dari semua makhluk yang ada di alam bumi ini.
Allah yang memberikan manusia dengan berbagai keutamaan dengan ciri khas yang
membedakan makhluk satu dengan makhluk yang lainnya.
3. Mengatur alam semesta dan isinya secara lebih serasi dan seimbang
4. Memberikan makna pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoma bagi manusia
dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya.(S, 2001)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Fitrah terhadap Pendidikan Islam?
2. Bagaimana Implementasi Fitrah terhadap Pendidikan Islam?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Fitrah terhadap Pendidikan Islam.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Implementasi Fitrah terhadap Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitrah
Kata “fitrah” berasal dari kata kerja (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan”. Secara
etimologis fitrah berarti : kejadian, sifat semula jadi, potensi dasar, kesucian. Didalam
kamus munjid ditemukan bahwa fitrah mempunyai arti yaitu sifat yang menyifati segala
yang ada pada saat selesai di ciptakan. (Ramayulis, 1994)
Prof. Dr. Abdul Mujib mengutip dari imam al-qurtubi mengartikan fitrah jika
dikorelasikan dengan kalimat lain, mempunyai banyak makna; (1). fitrah dapat berarti suci
(al-thuhr). (2). Fitrah berarti potensi ber-islam (al-din Al-islamiy), ini bermakna bahwa
fitrah berarti beragama islam. (3). Fitrah mengakui keesaan Allah (Tawhid Allah). (4).
Fitrah berarti kondisi selamat(al-salamah) dan kontinuitas (istiqomah). (5). Fitrah berarti
perasaan yang tulus (al-Iklas), manusia dilahirkan membawa potensi baik. (6). Fitrah
berati kesanggupan menerima kebenaran. (7). Fitarh berarti potensi dasar manusia atau
prasaan untuk beribadah. (Mudzakkir, 2010) Hasan Langgulung menambahkan bahwa,
makna fitrah berarti; (8) Fitrah berarti ketetapan atau taqdir asal manusia mengenai
kebahagian (al-sa‟adat) atau kesensaraan (al-syaqawat) hidup. (9). Fitrah berarti tabiat atau
watak asli manusia. (10). Fitrah berarti sifat-sifat Allah, yang ditiupkan kepada manusia
sebelum lahir (Langgulung, 1995)
1. Jenis-Jenis Fitrah
Fitrah memiliki banyak dimensi, tetapi demensi yang terpenting adalah:
a) Fitrah Agama, Manusia sejak lahir mempunyai naluri atau insting yang beragama, dan
mengakui adanya dzat Allah, namun ketika dia lahir cendrung pada al-hanif, yakni
rindu akan kebenaran mutlak Allah..
b) Fitrah Intelek, Intelek adalah potensi bawaan manusia untuk memperolehpengetahuan
yang dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Karena daya dan fitrah ini
hingga dapat membedakan antara manusia dan hewan.
c) Fitrah Sosial, kecendrungan manusia untuk hidup berkelompok yang mempunyai ciri
khas yang disebut kebudayaan. Oleh karena itu tugas pendidikan disini adalah
menjadikan kebudayaan islam sebagai proses kurikulum pendidikan islam dalam
seluruh peringkat dan tahapan.
d) Fitrah seni, Kemampuan manusia untuk menimbulkan daya estetika, yang mengacu
pada sifat al-jamal Allah swt. Tugas utama pendidikan memberikan suasana gembira,
senang, dan aman dalam proses belajar mengajar, karena pendidikan adalah proses
kesenian, yang karenanya dibutuhkan seni mendidik.
e) Fitarh kemajuan, keadilan, kemerdekaan, kesamaan, ingin dihargai, kawin, cinta tanah
air, dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainya.
Sesungguhnya tubuh manusia terdiri dari dua jenis, yaitu: Tubuh kasar dan tubuh
halus, atau jasmani/fisik dan ruhani/ruh. Manusia tanpa jasmani belum bisa dikatakan
manusia, demikian dengan manusia tanpa ruh tidak dapat dikatakan manusia
hidup.Jasmani manusia berasal dari materi tanah, sedangkan ruh manusia berasal dari
Allah yaitu Tuhan semesta alam(Unila, 2014)
a) Pandangan Fatalis
Dalam pandangan fatalis ini mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan
Allah, adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam ini terjadi secara
semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana Tuhan. Syaikh Abdul Qadir Jailani
mengungkapkan bahwa seorang pendosa akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya
yang telah ditentukan Allah sebelumnya. Dengan demikian, tanpa memandang faktor-
faktor eksternal dari petunjuk dan kesalahan petunjuk, seorang individu terikat oleh
kehendak Allah untuk menjalani „cetak biru‟ kehidupannya yang telah ditetapkan baginya
sebelumnya.
b) Pandangan Netral
Pandangan netral ini dikomandani oleh Ibnu „Abd al-Barr dengan mendasarkan pada
firman Allah : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun” (QS. an-Nahl ayat: 78)
Penganut pandangan netral berpendapat bahwa anak terlahir dalam keadaan suci,
suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa kesadaran akan iman atau kufur.
Menurut pandangan netral, iman ataukufur hanya mewujud ketika anak tersebut mencapai
kedewasaan (taklif). Setelah mencapai taklif, seseorang menjadi bertanggung jawab atas
perbuatannya.
c) Pandangan Positif
Penganut pandangan positif ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim al-Jauziyah
(salaf), Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti Muhammad Syafi‟i, Ismail Raji al-Faruqi,
Mohamad Asad, Syah Waliyullah (kontemporer).
Menurut Ibnu Taimiyah, semua anak terlahir dalam keadaan fithrah, yaitu dalam
keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan individu
menyimpang dari keadaan ini. Muhammad „Ali Ash-Shabuni mengatakan bahwa kebaikan
menyatu pada manusia, sementara kejahatan bersifat aksidental. Manusia secara alamiah
cenderung kepada kebaikan dan kesucian. Akan tetapi, lingkungan-lingkungan sosial,
terutama orangtua, bisa memiliki pengaruh merusak terhadap fithrahanak.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa terdapat suatu kesesuaian alamiah antara fithrah
dan dien Islam. Agama Islam menyediakan kondisi ideal untuk mempertahankan dan
menyediakan kondisi ideal untuk mempertahankan dan mengembangkan sifat-sifat
bawaan manusia.
d) Pandangan Dualis
Tokoh utama pandangan dualis adalah Sayyid Quthb dan „Ali Shari‟ati. Pandangan
suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut Sayyid Quthb, dua unsur pembentuk
esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan
kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu
kecenderungan untuk tersesat. Kebaikan yang ada dalam diri manusia dilengkapi dengan
pengaruh-pengaruh eksternal seperti kenabian dan wahyu Tuhan sementara kejahatan yang
ada dalam diri manusia dilengkapi faktor eksternal seperti godaan dan kesesatan.
Menurut Hasan Langgulung, fitrah adalah potensi yang baik. Haditsh yang
bermakna“Setiap anak-anak dilahirkan dengan fitrah. Hanya ibu bapaknyalah yang
menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. Tetapi hal ini tidak bermakna
bahwa manusia itu menjadi hamba kepada lingkungan, seperti pendapat ahli-ahli
behaviorisme. Fitrah adalah sifat-sifat Tuhan yang ditiupkan Tuhan kepada semua
manusia sebelum lahir, dan pengembangan sifat-sifat itu setinggi-tingginya. Senada
dengan hal ini, menurut Dr. Jalaluddin, manusia memiliki beberapa potensi utama yang
secara fitrah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu :
Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Yaitu dorongan primer yang berfungsi untuk
memelihara keutuhan dan kelanjutan setiap manusia. Diantara dorongan tersebut berupa
instink untuk memelihara diri, seperti makan, minum, penyesuaian tubuh terhadap
lingkungan dan sebagainya.
Bila pengertian fitrah di atas dikaitkan dengan tugas dan fungsi manusia lebih
lanjut dianalisa, maka akan terlihat bahwa fitrah manusia tersebut masih memerlukan
beberapa upaya untuk merangsangnya berkembang secara maksimal. Upaya tersebut
adalah pendidikan. Fitrah manusia bukan satu-satunya fotensi manusia yang dapat
mencetak manusia sesuai dengan fungsinya, tetapi ada juga potensi lain yang menjadi
kebalikan dari fitrah ini, yaitu nafsu yang mempunyai kecenderungan pada keburukan dan
kejahatan (Q.S. 12:53). Untuk itulah fitrah harus tetap dikembangkan dan dilestarikan.
Fitrah dapat tumbuhm dan berkembang secara baik dan wajar apabila mendapat suplay
yang dijiwai oleh wahyu Allah, tentu saja hal ini harus didorong dengan pemahaman Islam
secara kaffah dan universal. Semakin tinggi tingkat interaksi seseorang dengan Islam,
semakin baik pula perkembangan fitrahnya.
Konsep fitrah menurut Islam tidak sama dengan teori Tabularasa John Locke.
Sebab dalam Islam, manusia sejak lahir telah memiliki berbagai bentuk potensi yang bisa
dikembangkan. Konsep fitrah manusia menurut Islam juga berbeda jauh dengan teori
nativisme A, Scopenhour, sebab dalam Islam mengakui adanya pengaruh yang besar di
luar diri manusia, baik insani maupun non insani, dalam mengembangkan dan
memodifikasi potensi yang dimilikinya.
Konsep fitrah menurut Islam juga berbeda dengan teori konvergensi William
Stern, sebab dalam pandangan Islam, perkembangan potensi manusia itu bukan semata-
mata dipengaruhi oleh lingkungan semata dan tidak bisa ditentukan melalui pendekatan
kuantitas, sejauh mana peranan keduanya (potensi dan lingkungan) dalam membentuk
kepribadian manusia. Ada kalanya potensi yang lebih dominan dalam membentuk
kepribandian manusia, tapi ada kalanya lingkungan yang lebih dominan, atau kedua-
duanya sama-sama dominan. Bahkan dalam Islam, di luar kedua pengaruh tersebut, ada
pengaruh lainnya yang juga ikut memberikan warna tersendiri bagi pembentukan
kepribadian manusia, yaitu faktor hidayah yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-
Nya yang dikehendaki.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa cakupan dari pengertian fitrah manusia
dalam perspektif pendidikan Islam sangat luas dibanding dengan batasan yang
dikembangkan oleh para ahli pendidikan kontemporer dalam melihat potensi manusia
yang terkesan bersifat parsial dan lepas dari kerangka bingkai religiusitas manusia yang
sakral dan asasi.
Firman Allah di atas menunjukkan bahwa kebutuhan jasmaniah anak didik tidak
boleh dibuang atau dibunuh, melainkan diarahkan pada hal-hal yang positif. Seorang
pendidik tidak boleh mengubah kebutuhan dasar jasmaniah anak didik, sebagaimana
firman Allah SWT. dalam surah An-Nisa ayat 119 :
ِ ّ ٰ او ا َٰل ُم ارَّنه ُ ۡم فالا ُي ابـ ِتّ ُك هن ٰا اذ اان ۡ ااَلنۡ اعا ِم او ا َٰل ُم ارَّنه ُ ۡم فالا ُيغ ِ ّ ُاّي هن اخلۡ اق
اللؕ او ام ۡن يهته ِِ ِِ ام هَّي ۡي ٰٰ ان او ِم ايا ِّم ۡن
ُِساًنا ُّم ِب ۡيناا
اِس خ ۡ ا الل فاقادۡ خ ِ ا ِ ّ ٰ د ُۡو ِن
… dan akan aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah), sehingga mereka mau
merubahnya. Barang siapa yang menjadikan syetan sebagai pelindung selain Allah, maka
sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (Depag, 1979: 141)
Berkaitan dengan hal tersebut Ali Syari‟ati mengungkapkan lima faktor yang secara
kontinu dan simultan membangun personalitas anak didik, yaitu :
Factor ibu yang memberi struktur dan dimensi kerohanian yang penuh dengan kasih
sayang dan kelembutan.
pengalaman tentang corak kehidupan manusia. (Syari`ati, 1982: 64) Kelima faktor di
atas merupakan stimulasi yang dapat mengembangkan fitrah anak didik dalam berbagai
dimensinya. Karena fitrah manusia memiliki sifat yang suci dan bersih, orang tua/pendidik
dituntut untuk tetap menjaganya dengan cara membiasakan hidup anak didiknya pada
kebiasaan yang baik, serta melarang mereka membiasakan diri untuk berbuat buruk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amir, D. (2012). Konsep Manusia dalam Sistem Pendidikan Islam. Al-Ta‟lim2, 1(3), 188–
200.
Aslan. (2017). Pendidikan Remaja Dalam Keluarga di Desa Merabuan, Kalimantan Barat (
Perspektif pendidikan Islam). Al-Banjari, 16(1), 122–135.
Hafidz. (2008). Konsep manusia yang menyejarah sebagai dasar pengembangan epistemologi
pendidikan Islam. Jurnal Filsafat, 18(2), 1–19.
Hidayati. (2016). Pendidikan Anti Korupsi Tinjauan Perspektif Pendidikan Islam. Hikmah:
Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), 100–128.
Ismail, S. (2013). Tinjauan Filosofis Pengembangan Fitrah Manusia dalam Pendidikan Islam.
At-Ta‟dib, 8(2), 242–263.
Lutfiyani. (2016). Pendidikan Karakter Dibentuk Dari Fitrah Manusia. Hikmah: Jurnal
Pendidikan Islam, 5(1), 129–145.
Muspiroh, N. (2016). Integrasi Nilai Islam Dalam Pembelajaran IPA ( Perspektif Pendidikan
Islam). Jurnal Pendidikan Islam, 28(3), 484–498.
Nahlawi, A. (1996). Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema
Insani Press.
Pransiska, T. (2016). Konsepsi Fitrah Manusia Dalam Perspektif Islam Dan Implikasinya
Dalam Pendidikan Islam Kontemporer. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, 17(1), 1–17.