Disusun Oleh :
NIM : 22009053
KELAS :A
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt sebab karena limpahan rahmat serta anugrah
dari-Nya saya dapat menyelesaikan tugas final ini yang saya buat dengan judul
“Pentingnya Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi”
Tidak lupa shalawat dan salam selalu kita hanturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah Swt untuk kita
semua sebagai umatnya.
Selanjutnya dengan rendah hati saya meminta keritik dan saran dari bapak
Gamlan Dagani, S.H., M.H selaku dosen matakuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Agar saya dapat lebih mengembangkan diri untuk bekal
pengalaman di kemudian hari, dan saya mengucapkan terimakasih kepada bapak
atas bimbingannya selama beberapa waktu ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan.......................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................3
BAB 3 PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan.............................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya demokrasi telah tumbuh sejak zaman Yunani Kuno
ialah pada masa Neara Kota (City State) Athena sekitar abad ke-6 sampai
abad ke-3 sebelum masehi. Dalam sejarah dikenal bahwa Negara kota
Athena Kuno sebagai Negara demokrasi pertama di dunia mampu
menjalankan demokrasi langsung dengan majelis sekitar 5.000 sampai
6.000 orang berkumpul secara fisik menjalankan demokrasi langsung.
Pendidikan Pancasila di Indonesia diharapkan dapat
mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga Negara yang punya
komitmen yang kuat dan punya potensi untuk mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang 1 berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, dengan semangat kebangsaan dan berkehidupan
kemasyarakatan, maka pemahaman tentang komitmen tersebut perlu
ditingkatkan secara terus menerus kepada seluruh komponen bangsa
Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus. Untuk
membentuk warga negara yang berkomitmen dan berpotensi kuat,
berkehidupan yang demokratis perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi,
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, pemerintahan dan organisasi-organisasi non-
pemerintahan, agar mampu memahami dan melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya sebagai warga negara melalui jalur Pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pendidikan Pancasila?
2. Apa itu Demokrasi?
3. Bagaimana Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi?
1
C. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan Apa Pengertian Pendidikan Pancasila.
2. Menjelaskan Apa Pengertian Demokrasi.
3. Menjelaskan Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Demokrasi
Dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa
Yunani yaitu demos yang berarti atau rakyat dan cratos atau cratein yang
berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi secara bahasa, demoscratein
atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
Selanjutnya Pengertian demokrasi secara istilah dikemukakan oleh para
ahli yang dikutip dari Tim ICCE UIN:
3
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat.
2. Henry B. Mayo
4
Dalam pandangan nurcholish Madjid, ditegaskan bahwa demokrasi
bukanlah benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung
makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan.
Demokrasi dalam kerangka di atas berarti sebuah proses melaksanakan
nilai-nilai civility (kedaban) dalam bernegara dan bermasyarakat.
Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga civil society yang
menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi.
Meskipun demokrasi dalam pandangan barat merupakan upaya untuk
menghargai keberadaan manusia dalam hidup ini sehingga terwujud
persamaan, realita menunjukkan bahwa negara-negara berkembang yang
notabene mayoritas Islam “dipaksa” melaksanakan demokrasi ala
Amerika, yang belum tentu sesuai dengan kondisi sosial politik negara-
negara tersebut. Padahal demokrasi seharusnya bisa dimaknai seperti
sepatu, boleh jadi berbeda antara yang satu dengan lainnya. Bangsa-bangsa
Islam semestinya bisa diberi keleluasaan untuk mendefenisikan sendiri
makna demokrasi yang sesuai dengan budaya politik yang mereka miliki.
Adapun ciri-ciri Demokrasi Negara dengan sistem politik demokrasi
umumnya ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
5
menghargai hak-hak minoritas dan perorangan, lebih
mengutamakan musyawarah daripada paksaan dalam
menyelesaikan perselisihan, sikap menerima legitimasi dari
sistem pemerintahan.
3. Faktor geografis
5. Faktor sejarah
7. Faktor politik
6
Budaya demokratis haruslah menjadi langgam/ gaya hidup bagi
setiap warganegara baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Budaya demokrasi haruslah menjadi jalan hidup bangsa
Indonesia; sebab, hanya dengan cara itulah demokrasi berdasarkan
Pancasila dalam bidang politik, ekonomi ataupun sosial benar-benar dapat
kita jalankan. Perilaku demokratis tidak hanya berlaku dalam kehidupan
bernegara, melainkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Sebab aspek
kehidupan itu tidak dapat dipisah-pisahkan walau dapat dibedabedakan.
Kehidupan politik tidak terpisah dari kehidupan sosial, ekonomi dan
sebagainya. Karena itu, kita tidak dapat berperilaku demokratis dalam
kegiatan politik sementara dalam kegiatan hidup sehari-hari tidak.
Demokrasi harus menjadi jalan hidup, atau prinsip yang menjiwai tindakan
kita dalam segala bidang. Sikap dan perilaku demokratis dapat dipelajari
dan dibiasakan. Karena itu, kita perlu belajar bersungguh-sungguh dan
berupaya keras membiasakan diri agar selalu bersikap dan berperilaku
demokratis. Hal itu bisa kita mulai dari lingkungan yang paling kecil,
keluarga kita. Dalam pergaulan dan kegiatan di sekolah atau di masyarakat
sekitar, sikap dan perilaku demokratis perlu kita kembangkan. Kehidupan
demokrasi itu sangat nyata diterapkan ketika ada suatu masalah di
kampung, demokrasi tidak berjalan apabila pihak yang memecahkan
masalah itu hanya ketua adat saja. Sebaliknya, demokrasi berjalan apabila
semua warga kampung dilibatkan untuk memecahkan masalah tersebut.
Masing-masing warga tertentu memiliki pandangan tertentu terhadap
masalah dan pemecahannya.
7
kebebasan mengemukakan pendapat, dan sebagainya akan tumbuh dengan
sendirinya.
8
perebutan antara blok Barat dan blok Timur semasa Perang Dingin. Lima
ciri masyarakat democracy akan membawa Indonesia ke depan memiliki
identitas baru yaitu; lebih religius, lebih berpengetahuan, dan lebih
sejahtera. Agama akan menjadi orientasi dan sumber moralnya.
Pengetahuan menjadi sumber kompetensi dan produktivitasnya.
Kesejahteraan akan menjadi out put-nya. Modal untuk mencapai tahapan
itu ialah persatuan dan kesatuan yang pertama dan utama. Modal itu
diwujudkan pertama kali dengan adanya kesamaan perspektif tentang cara
pandang Bangsa Indonesia sendiri. Jika negeri ini ingin segera terbang
landas maka pertentangan dasar negara terutama terkait hubungan negara
dan agama sudah tidak perlu dipersoalkan lagi.
Tantangan bagi generasi baru Indonesia di era democracy bukan
lagi persoalan cadangan Sumber Daya Alam (SDA), melainkan penyiapan
Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas. Pengetahuan sebagai sumber
kompetensi dan produktivitas masyarakat di era democracy harus bisa
direbut lewat pendidikan. Untuk mewujudkan kualitas manusia unggul di
era democracy, maka negara harus menyiapkan serangkaian tools dalam
politik pendidikan nasional. Jamak diketahui bahwa kualitas SDM yang
bermutu seperti di Amerika Serikat, Jepang, dan negara maju lainnya
menjadi keunggulan dibandingkan negara-negara berkembang yang lebih
dikaruniai SDA melimpah. Penyiapan tools yang sistematis, holistik, dan
dalam jangka panjang harus didukung oleh stabilitas ekonomi dan politik.
Indonesia berada di antara negara-negara berkembang yang mempunyai
tantangan berupa pergantian kepemimpinan diikuti perubahan kebijakan
secara keseluruhan. Negeri ini seperti kehilangan road mapping
pembangunan untuk masa yang panjang. Pembangunan SDM menjadi
salah satu yang fundamental namun diabaikan dari ketiadaan road
mapping tersebut.
Kualitas sumber daya manusia Indonesia memang masih belum
bisa dianggap siap untuk menantang era baru democracy. Indeks
pembangunan manusia Indonesia berdasar data UNDP hanya memperoleh
9
rangking 121 dari 187 negara. Peringkat Indonesia masih kalah dengan
negara tetangga seperti Filipina (114), Thailand (103), Malaysia (64) dan
Singapura (18). Meskipun laporan PISA (2010, hlm. 78) menunjukkan
kuantitas pendidikan kita naik 7% dan performa mengalami pertumbuhan
30% tetapi jumlah anak putus sekolah di usia pendidikan dasar 7-12 tahun
masih tinggi di angka 182.773 siswa. Faktor besarnya angka anak putus
sekolah tidak semata persoalan anggaran pendidikan, melainkan juga akses
dan distribusi kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang masih
mengalami ketidakadilan antara Jawa dan luar Jawa. Jumlah pengangguran
terdidik di negeri ini dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga tidak bisa
dikatakan baik dengan angka 7% (tamatan SD), 14,9% (tamatan SMP),
20,8% (tamatan SMA), 21% (tamatan SMK), dan 15,8% (tamatan
sarjana). Pengangguran yang begitu besar amat disayangkan terjadi di
usia-usia produktif yang semestinya nanti menjadi penopang sektor-sektor
penting di negeri ini dalam persaingan global.
Respon terhadap tantangan di era percepatan teknologi dan
informasi dalam bidang penyiapan SDM berkualitas dilakukan pemerintah
dengan mewacanakan generasi emas 2045. Generasi emas 2045 atau
generasi pada momentum kemerdekaan Indonesia yang tepat mencapai
usia 100 tahun. Pada 2045, Indonesia diharapkan menjadi satu dari tujuh
kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan per kapita mencapai $ 47.000
dollar. Untuk mencapai impian tersebut, pendidikan menjadi kunci dan
pemerintah mulai melakukan perubahan pada arah pendidikan nasional.
Terobosan yang dilakukan pemerintah diataranya dengan
mengkampanyekan perubahan kurikulum nasional (KTSP menjadi
Kurikulum 2013), memecah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan
Menengah serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,
mengelontorkan biaya pendidikan lewat beasiswa LPDP, mengadakan
sertifikasi guru, dan mencanangkan pendidikan karakter sebagai basis
moral pendidikan nasional. Meskipun secara teoritik berbagai kebijakan
10
pemerintah memang tepat, namun dalam praktek di lapangan masih
banyak ketidaksuaian antara das sollen (semestinya) dengan das sein
(realitasnya).
Jika kita menilik Pembukaan UUD 1945 alinea IV, maka akan kita
temukan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa,” menjadi satu diantara
empat tujuan nasional Bangsa Indonesia. Jika kita renungkan lebih dalam,
pendidikan semestinya menjadi saluran pertama mewujudkan tujuan
nasional secara keseluruhan. Fakta empiriknya, pendidikan nasional
dirasakan belum bisa menyiapkan generasi yang mampu membayar hutang
proklamasi yang belum terbayarkan. Kalimat “mencerdaskan” bukan
semata dimaknai cerdas secara kognitif-matematis, melainkan cerdas
menjalani kehidupan sebagai bangsa. Artinya, setiap diri Bangsa Indonesia
harus mengenali siapa dirinya, bangsanya, dan cita-cita pendirian bangsa
dan negara. Untuk sampai ke arah itu, maka pendidikan karakter menjadi
terminologi yang sejak era Soekarno dicetuskan sebagai nation and
character building. Kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam
konteks penyiapan generasi emas 2045 ialah pembangunan karakter
manusia Indonesia secara individu dan menyeluruh tumpah darah
Indonesia tanpa terkecuali.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 3 menunjukkan dengan jelas tujuan
pendidikan nasional kita, yaitu “mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Dari
UU Sisdiknas ini dapat kita gali nilai-nilai karakter yang hendak dibangun
dalam rangka nation and character building yaitu manusia Indonesia. Jika
kita cari korelasikan dengan identitas pada masyarakat democracy
Indonesia di masa depan yaitu lebih religius, lebih berpengetahuan, dan
lebih sejahtera, maka kiranya tepat jika karakterkarakter di atas menjadi
pilar pendidikan moral di Indonesia. Namun, nilai-nilai karakter di atas
11
sejatinya tidak lengkap tanpa sebuah dasar filosofis yang kuat. Dengan
mengutip tesis Samuel Huntington dalam the clash of civilizations
(Benturan Antar Peradaban, terjemah Indonesia) bahwa bangsa dengan
kejayaan peradaban besar hanya dimiliki oleh bangsa dengan basis nilai
ideologi kuat. Ideologi tersebut harus memuat nilai-nilai absolut, yaitu
nilai-nilai keyakinan yang bersumber dari agama atau keyakinan religius.
Pancasila sebagai dasar negara sudah seharusnya menjadi basis dasar bagi
penerapan pendidikan moral.
Belajar dari sejarah, untuk menjadi basis dasar bagi pembangunan
negara dan karakter (nation and character building) semestinya Bangsa
Indonesia melakukan rejuvikasi (penyegaran) terhadap cara pandang
kepada Pancasila. Latar belakang historitas dalam implementasi Pancasila
di bagian awal tulisan ini mengambarkan Teori Pendidikan , Psikologi,
Nilai, Sosial Budaya Agama, Pancasila, UUD 1945, UU No. 20/2003
Sisdiknas Pengalaman terbaik (best practices) dan praktik nyata Nilai-nilai
Luhur Perilaku Berkatakter INTERVENSI HABITUASI Masyarakat
Keluarga Satuan Pendidikan Sumber : Budimansyah, 2010, hlm. 56 bahwa
beragam tafsir yang justru menjadikan Pancasila semakin sakit disebabkan
oleh sikap apatis di satu sisi dan phobia di sisi yang lain. Kaelan (2013)
menyebutkan bahwa Pancasila bagi Bangsa Indonesia memiliki
kedudukan yang primer sebagai suatu weltanscahuung (pandangan hidup).
Pancasila sebagai pandangan hidup bukanlah seperti pemaknaan kita
terhadap agama yang kita yakini. Sebab Pancasila bukanlah agama dan
tidak mungkin untuk meng-agama-kan Pancasila. Buah pikir para pendiri
republik bahwa Indonesia tidak dibangun sebagai negara berdasar satu
agama tertentu, tetapi negara yang dihidupi oleh keyakinan kepada Tuhan
dan melindungi kebebasan beragama bagi warganya. Jika hal ini dihayati
dengan sepenuhnya maka akan diperoleh keinsyafan bahwa Pancasila akan
dapat menjadi solusi persoalan-persoalan individu maupun kenegaraan.
Dengan Pancasila sebagai ideologi dan dasar hukum bagi semua peraturan
12
perundang-undangan, yang jika dilaksanakan secara konsekuen akan
membawa bangsa ini menjadi bangsa yang adil, sejahtera, dan makmur.
Realita di masa sekarang Pancasila seperti hanya utopia bagi
Bangsa Indonesia sendiri. Semenjak diikrarkan oleh Soekarno pada 1945
sebagai nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang, yang diambil dari bumi
pertiwi sebagai asa moral dasar kehidupan berbangsa dan bernegara,
Pancasila kehilangan makna dalam prakteknya. Di era reformasi, tak
banyak perubahan berarti. Justru semakin bertambah parahnya degradasi
moral seperti konflik politik, korupsi, pembunuhan, pengangguran,
pencurian sumber daya alam, hukum yang berat sebelah, pengrusakan
lingkungan, pelanggaran HAM, narkoba, seks bebas di kalangan remaja,
tawuran pelajar, gerakan separatis, kacau balaunya sistem pendidikan
adalah gambaran kondisi Indonesia saat ini.
Pancasila tidak lagi membutuhkan konsep-konsep yang panjang
dan berbelit di ruang wacana namun hanya berada di menara gading. Tak
tersentuh dalam kehidupan nyata. Pancasila kita saat ini membutuhkan
orang-orang yang mau menghidupkan kembali nilai-nilainya. Yudi Latif
menggambarkan masih adanya sosok-sosok yang mencerminkan nilai-nilai
Pancasila dalam bukunya Air Mata Keteladanan. Yudi Latif
mengungkapkan kerisauannya bahwa pelajaran moral Pancasila diajarkan
lewat butirbutir hafalan yang menjemukan, kehilangan impresi yang bisa
menumbuhkan nurani. Pancasila semestinya menemukan suri teladan yang
dapat dikisahkan. Maka dalam buku tersebut Yudi Latif menceritakan
model manusia Indonesia seperti Buya Hamka, Agus Salim, Romo
Mangun, sampai B. R. Agus Indra Udayanan yang merefleksikan
semangat ketuhanan. Kemudian dihadirkan pula tokoh-tokoh semisal R.
M. Serjopranoto, Tan Malaka, Hoegeng, sampai Baharuddin Lopa yang
menunjukkan perjuangan HAM dan keadilan di Indonesia. Juga
keteladanan dari Soetomo, Soedirman hingga Mak Eroh yang giat
mempererat jiwa gotong-royong untuk menjaga kesatuan dan persatuan.
Adapula Ki Hajar Dewantara, Habibie, Ki Bagoes Hadikusumo, Muh.
13
Hatta yang getol memperjuangkan asas permusyawaratan, keterbukaan,
dan keadilan sosial. Yudi Latif menampilkan tokoh-tokoh di atas sebagai
keteladanan dalam implementasi Pancasila. Bahwa Pancasila bukan
pedoman berperilaku yang hanya dapat digunakan oleh barisan malaikat,
tetapi Pancasila sebenarnya telah menemukan sosok panutan sebagaimana
Muhammad dan Isa Al-Masih pada agama Islam dan Kristen.
Pendidikan karakter yang di dalamnya diisi nilai-nilai Pancasila
semestinya diintroduksikan ke dalam kehidupan baik secara formal
maupun non formal melalui contoh-contoh keteladanan. Hal ini sesuai
dengan ungkapan “Moral is not thought but caught.” Implementasi
Pancasila melalui keteladanan ini harus merujuk bahwa Pancasila dengan
kelima sila-nya memiliki esensi atau core value. Dan core value dari
kelima sila dalam Pancasila ialah nilai Ketuhanan. Hal ini diutarakan oleh
Notonagoro bahwa Pancasila sebagai sistem nilai yang berbentuk
piramida dengan sila pertama sebagai dasar keempat sila lainnya. Dalam
penjelasannya, sila kedua dijiwai sila pertama dan menjiwai sila ketiga,
keempat, dan kelima; sila ketiga dijiwai sila pertama dan sila kedua serta
menjiwai sila keempat dan kelima; sila keempat dijiwai sila pertama, sila
kedua, dan sila ketida serta menjiwai sila kelima. Sila kelima dalam sistem
piramida tersebut berada di puncak atau sebagai tujuan akhir untuk
menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persaingan global dengan tuntutan atas kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia unggul tidak dapat lagi ditawar. Indonesia dengan
bonus demografinya di masa yang akan datang membutuhkan solusi
jangka panjang yang harus secepatnya dimulai guna memenangkan
persaingan di era democracy. Sumber daya manusia unggulan yang
dipersyaratkan di era democracy bukan hanya unggul secara kognitif-
intelektual, melainkan juga memiliki basis karakter yang kuat. Pancasila
sebagai ideologi Bangsa Indonesia memberikan basis kekuatan karakter
tersebut lewat nilai-nilainya yang dapat teraktualisasikan melalui
pendidikan karakter.
Negara Indonesia tidak boleh lagi larut dalam pertentangan
ideologi di antara ekstrem kanan dan kiri. Pengalaman sejarah telah
membelajarkan kepada kita bahwa Pancasila masih layak dan harus
terus dipertahankan sebagai sumber nilai bagi pembangunan
bangsa dan negara. Di era democracy, karakter manusia Pancasila
harus diteladankan dan bukan sekedar dibelajarkan. Pancasila
jangan hanya menjadi wacana kampanye atau diskursus lewat
mimbar-mimbar seminar. Pancasila harus dekat, hidup dan
dihidupkan dalam setiap aktivitas kehidupan rakyat Indonesia.
Rejuvikasi atau penyegaran nilai-nilai Pancasila dapat dijalankan
untuk pendidikan karakter di Indonesia. Tujuan pendidikan nasional dan
identitas masyarakat democracy mempersyaratkan nilai religius sebagai
basis moral tertinggi dalam mengatur pola sikap dan tata laku (moral
order). Pancasila yang dijiwai oleh semangat keimanan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan menjunjung tinggi kebebasan beragama dan
15
menjalankan agama menjadi sintesa terbaik bahwa di masa depan setiap
pribadi Indonesia dapat menjadi warga global yang lebih religius, lebih
berpengetahuan dan lebih sejahtera. Dengan kembali kepada nilai-nilai
agama, maka setiap diri Bangsa Indonesia akan menemukan cara pandang
yang teduh, jernih dan merdeka dalam mengaplikasikan Pancasila dalam
konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka kiranya tepat bahwa
manusia Indonesia yang Pancasilais ialah manusia Indonesia yang beriman
dan bertakwa, yang dengan iman dan takwanya tersebut menjadi karakter
guna memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negerinya.
B. Saran
Semoga Makalah Ini Bisa Bermanfaat Bagi Penulis Dan Pembaca.
Makalah Ini Saya Buat Untuk Menambah Wawasan Kita mengenai
Pentingnya Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://brainly.co.id/tugas/12838541#:~:text=Pendeknya%2C%20yang
%20dimaksud%20dengan%20PENDIDIKAN,watak%20Pancasila%20di
%20dalam%20dirinya. Diakses 26 januari 2021
https://www.researchgate.net/publication/305401808_Pancasila_di_Era_Native_D
emokrasi/link/578da35e08ae59aa66815e2e/download diakses 26 januari 2021
https://indomaritim.id/demokrasi-pengertian-dan-contohnya-di-indonesia/ diakses
26 januari 2021
17