Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

PENTINGNYA PENDIDIKAN PANCASILA DI ERA DEMOKRASI

Disusun Oleh :

NAMA : ILHAM KURNIAWAN

NIM : 22009053

KELAS :A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt sebab karena limpahan rahmat serta anugrah
dari-Nya saya dapat menyelesaikan tugas final ini yang saya buat dengan judul
“Pentingnya Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi”

Tidak lupa shalawat dan salam selalu kita hanturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah Swt untuk kita
semua sebagai umatnya.

Selanjutnya dengan rendah hati saya meminta keritik dan saran dari bapak
Gamlan Dagani, S.H., M.H selaku dosen matakuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Agar saya dapat lebih mengembangkan diri untuk bekal
pengalaman di kemudian hari, dan saya mengucapkan terimakasih kepada bapak
atas bimbingannya selama beberapa waktu ini.

Kendari, Januari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................1
C. Tujuan.......................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................3

A. Pendidikan Pancasila (PP)......................................................................3


B. Demokrasi.................................................................................................3
C. Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi...............................................8

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................15

A. Kesimpulan.............................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya demokrasi telah tumbuh sejak zaman Yunani Kuno
ialah pada masa Neara Kota (City State) Athena sekitar abad ke-6 sampai
abad ke-3 sebelum masehi. Dalam sejarah dikenal bahwa Negara kota
Athena Kuno sebagai Negara demokrasi pertama di dunia mampu
menjalankan demokrasi langsung dengan majelis sekitar 5.000 sampai
6.000 orang berkumpul secara fisik menjalankan demokrasi langsung.
Pendidikan Pancasila di Indonesia diharapkan dapat
mempersiapkan peserta didik agar menjadi warga Negara yang punya
komitmen yang kuat dan punya potensi untuk mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang 1 berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, dengan semangat kebangsaan dan berkehidupan
kemasyarakatan, maka pemahaman tentang komitmen tersebut perlu
ditingkatkan secara terus menerus kepada seluruh komponen bangsa
Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus. Untuk
membentuk warga negara yang berkomitmen dan berpotensi kuat,
berkehidupan yang demokratis perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi,
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, pemerintahan dan organisasi-organisasi non-
pemerintahan, agar mampu memahami dan melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya sebagai warga negara melalui jalur Pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pendidikan Pancasila?
2. Apa itu Demokrasi?
3. Bagaimana Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi?

1
C. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan Apa Pengertian Pendidikan Pancasila.
2. Menjelaskan Apa Pengertian Demokrasi.
3. Menjelaskan Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendidikan Pancasila (PP)


Pendidikan Pancasila di Indonesia di artikan sebagai pendidikan politik
yang fokus materi adalah peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang
sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara. Menurut Azra dan
Zamroni, berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis
dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada 3
generasi baru tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan
masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat.
Pendidikan mengenai Pancasila ini memang perlu dilaksanakan
mengingat peran dan kedudukan Pancasila yang sangat vital bagi
masyarakat Indonesia. Pancasila sendiri adalah dasar Indonesia di mana di
dalamnya terkandung nilai luhur yang wajib menjadi acuan/landasan
dalam berpikir dan berprilaku dalam lingkungan sosial sehari-hari pun
juga dalam lingkungan berbangsa dan bernegara.

B. Demokrasi
Dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa
Yunani yaitu demos yang berarti atau rakyat dan cratos atau cratein yang
berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi secara bahasa, demoscratein
atau demos-cratos berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
Selanjutnya Pengertian demokrasi secara istilah dikemukakan oleh para
ahli yang dikutip dari Tim ICCE UIN:

1. Menurut Joseph A. Schmeter

demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional


untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu

3
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan
kompetitif atas suara rakyat.

2. Henry B. Mayo

Menyatakan demokrasi sebagai system politik yang


menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas
prinsipkesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.

Jadi kesimpulannya demokrasi adalah pemerintahan yang ada di


tangan rakyat, rakyat yang memberikan ketentuan-ketentuan dalam
masalah-masalah kehidupannya termasuk menilai kebijakan pemerintah
negara karena hal tersebut menentukan kehidupan rakyat banyak. Dengan
demikian negara yang menganut system demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kemauan dan kehendak rakyat.

Saat ini, demokrasi merupakan komoditas rezim konseptual yang


paling laku di dunia ini, serta menjadi keimanan sebagian besar umat
manusia sebagai model ideal untuk mencapai tujuan perdamaian dan
keadilan. Demokrasi tidak hanyaberdiri kokoh di tempat kelahirannya saja,
tetapi telah sedemikian jauh mengglobal dari Barat ke timur, mengalir dari
utara ke selatan. Tentu saja proses perpindahan dan penyebaran demokrasi
tidak seperti yang dibayangkan tidak semudah yang diperkirakan dan tidak
Semudah yang diharapkan. Karena demokrasi tidak hanya terkait sistem
yang kokrit, tetapi juga syarat akan muatan nilai, ide, konsepsi yang lebih
abstrak sifatnya. Atau dengan kata lain demokrasi itu tidak hanya
mempermasalahkan mekanisme perwujudan dan pembentukan sistem
(prosedural) atau schumpeterian tetapi juga terkait dengan substansi
(hakekat) yang sifatnya fundamental.

4
Dalam pandangan nurcholish Madjid, ditegaskan bahwa demokrasi
bukanlah benda, tetapi lebih merupakan kata kerja yang mengandung
makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan.
Demokrasi dalam kerangka di atas berarti sebuah proses melaksanakan
nilai-nilai civility (kedaban) dalam bernegara dan bermasyarakat.
Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga civil society yang
menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi.
Meskipun demokrasi dalam pandangan barat merupakan upaya untuk
menghargai keberadaan manusia dalam hidup ini sehingga terwujud
persamaan, realita menunjukkan bahwa negara-negara berkembang yang
notabene mayoritas Islam “dipaksa” melaksanakan demokrasi ala
Amerika, yang belum tentu sesuai dengan kondisi sosial politik negara-
negara tersebut. Padahal demokrasi seharusnya bisa dimaknai seperti
sepatu, boleh jadi berbeda antara yang satu dengan lainnya. Bangsa-bangsa
Islam semestinya bisa diberi keleluasaan untuk mendefenisikan sendiri
makna demokrasi yang sesuai dengan budaya politik yang mereka miliki.
Adapun ciri-ciri Demokrasi Negara dengan sistem politik demokrasi
umumnya ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:

a) Adanya pembatasan terhadap tindakan pemerintah untuk


memberikan perlindungan bagi individu dan kelompok, dalam
penyelenggaraan pergantian pimpinan secara berkala, tertib,
damai dan melalui alat-alat perwakilan rakyat yang efektif.
Pembatasan ini tidak berarti bahwa tidak adanya campur tangan
pemerintah dalam beberapa segi kehidupan, sepanjang undang-
undang memberikan wewenang untuk itu.
b) Prasarana pendapat umum baik pers, televisi, dan radio harus
diberi kesempatan untuk mencari berita secara bebas dalam
merumuskan pendapat mereka. Karena kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat, berserikat, dan berkumpul merupakan
hak-hak politik dan sipil yang sangat mendasar. Sikap

5
menghargai hak-hak minoritas dan perorangan, lebih
mengutamakan musyawarah daripada paksaan dalam
menyelesaikan perselisihan, sikap menerima legitimasi dari
sistem pemerintahan.

Selain ciri-ciri, Demokrasi juga memiliki dua prinsip utama, yaitu:

a) Kebebasan: dalam demokrasi, kebebasan merupakan dasar


demokrasi. Demokrasi merupakan sistem politik yang
melindungi kebebasan dan memberikan tugas pada pemerintah
untuk menjamin kebebasan rakyat.
b) Kedaulatan rakyat: penyelesaian pertikaian secara damai dan
sukarela, terjaminnya perubahan secara damai dalam
masyarakat dinamis, pergantian kekuasaan secara teratur,
penggunaan paksaan sesedikit mungkin, pengakuan dan
penghormatan terhadap keanekaragaman, penegakan keadilan,
kemajuan ilmu pengetahuan, pengakuan dan penghormatan
atas kebebasan.

Ada tujuh faktor-faktor yang mendorong apakah suatu negara akan


memakai demokrasi yang terdesentralisasi atau nasionalisme yang kokoh
tersentralistik sebagai berikut:

1.Faktor sifat dan bentuk negara

2. Faktor rezim dan berkuasa

3. Faktor geografis

4. Faktor warga Negara

5. Faktor sejarah

6. Faktor efifiensi dan efektivitas dan

7. Faktor politik

6
Budaya demokratis haruslah menjadi langgam/ gaya hidup bagi
setiap warganegara baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Budaya demokrasi haruslah menjadi jalan hidup bangsa
Indonesia; sebab, hanya dengan cara itulah demokrasi berdasarkan
Pancasila dalam bidang politik, ekonomi ataupun sosial benar-benar dapat
kita jalankan. Perilaku demokratis tidak hanya berlaku dalam kehidupan
bernegara, melainkan juga dalam kehidupan sehari-hari. Sebab aspek
kehidupan itu tidak dapat dipisah-pisahkan walau dapat dibedabedakan.
Kehidupan politik tidak terpisah dari kehidupan sosial, ekonomi dan
sebagainya. Karena itu, kita tidak dapat berperilaku demokratis dalam
kegiatan politik sementara dalam kegiatan hidup sehari-hari tidak.
Demokrasi harus menjadi jalan hidup, atau prinsip yang menjiwai tindakan
kita dalam segala bidang. Sikap dan perilaku demokratis dapat dipelajari
dan dibiasakan. Karena itu, kita perlu belajar bersungguh-sungguh dan
berupaya keras membiasakan diri agar selalu bersikap dan berperilaku
demokratis. Hal itu bisa kita mulai dari lingkungan yang paling kecil,
keluarga kita. Dalam pergaulan dan kegiatan di sekolah atau di masyarakat
sekitar, sikap dan perilaku demokratis perlu kita kembangkan. Kehidupan
demokrasi itu sangat nyata diterapkan ketika ada suatu masalah di
kampung, demokrasi tidak berjalan apabila pihak yang memecahkan
masalah itu hanya ketua adat saja. Sebaliknya, demokrasi berjalan apabila
semua warga kampung dilibatkan untuk memecahkan masalah tersebut.
Masing-masing warga tertentu memiliki pandangan tertentu terhadap
masalah dan pemecahannya.

Jadi salah satu pentingnya kehidupan demokrasi dalam masyarakat,


yakni keefektifan dan kecepatan dalam menyelesaikan masalah yang ada
dalam lingkungan masyarakat. Pentingnya kehidupan demokrasi dalam
masyarakat dapat pula menumbuhkan semangat kerukunan antara anggota
masyarakat. Bahkan demokrasi dapat menjadi wahana silaturahmi bagi
warga masyarakat. Dengan demikian, kekeluargaan, kebersamaan,

7
kebebasan mengemukakan pendapat, dan sebagainya akan tumbuh dengan
sendirinya.

C. Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi


Alvin Toffler (dalam Gulo, 2012) membagi perkembangan
peradaban manusia modern menjadi tiga tahapan. Pertama, penerapan
teknologi yang masih erat dengan pertanian dan tenaga alam menjadi
inspirasi bagi hadirnya gelombang pertama peradaban manusia dalam
kurun waktu 800 Sebelum Masehi (SM) hingga 1500 Masehi (M). Kedua,
di gelombang kedua ialah masyarakat industri hasil dari renaissance Eropa
yang berlanjut dengan kolonialisme di semua benua (1500 M-1970 M).
Lalu pada tahap ketiga, peradaban yang bercirikan masyarakat sebagai
hasil produk pendidikan massa, komunikasi massa dan media massa yang
dilatarbelakangi kemajuan iptek.
Anis Matta dalam bukunya Gelombang Ketiga mencoba menarik
teori Alvin Toffler ke dalam kondisi Indonesia sebagai negara bangsa yang
telah melampaui beberapa fase sejarah. Pertama, gelombang “menjadi
Indonesia” yang berlangsung sejak abad ke-17 hingga pertengahan abad
ke-20. Kedua, gelombang “menjadi negara modern” yang berlangsung
semenjak merdeka hingga era reformasi. Dan ketiga, gelombang “sejarah
baru” yang akan dimulai setelah 2014 sampai waktu yang akan ditentukan
oleh sikap Bangsa Indonesia sendiri. Gelombang ketiga atau yang terakhir
ini dimotori oleh faktor demografis Indonesia. Anis Matta menguraikan
perubahan utama demografi Indonesia dengan proporsi orang di bawah
usia 45 tahun akan mencapai lebih dari 60 persen dari total populasi.
Kelompok tersebut dinamakan “the new majority”, atau kelompok
mayoritas baru yang ada di Indonesia. Kelompok ini memiliki pendidikan
lebih baik, berpenghasilan baik, terkoneksi secara luas ke seluruh dunia,
dan democracy atau warga negara asli demokrasi. Masyarakat democracy
ini hanya mengenal demokrasi sebagai satusatunya sistem politik. Mereka
bukan generasi yang pernah mengalami pasang-surut ideologi dalam

8
perebutan antara blok Barat dan blok Timur semasa Perang Dingin. Lima
ciri masyarakat democracy akan membawa Indonesia ke depan memiliki
identitas baru yaitu; lebih religius, lebih berpengetahuan, dan lebih
sejahtera. Agama akan menjadi orientasi dan sumber moralnya.
Pengetahuan menjadi sumber kompetensi dan produktivitasnya.
Kesejahteraan akan menjadi out put-nya. Modal untuk mencapai tahapan
itu ialah persatuan dan kesatuan yang pertama dan utama. Modal itu
diwujudkan pertama kali dengan adanya kesamaan perspektif tentang cara
pandang Bangsa Indonesia sendiri. Jika negeri ini ingin segera terbang
landas maka pertentangan dasar negara terutama terkait hubungan negara
dan agama sudah tidak perlu dipersoalkan lagi.
Tantangan bagi generasi baru Indonesia di era democracy bukan
lagi persoalan cadangan Sumber Daya Alam (SDA), melainkan penyiapan
Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas. Pengetahuan sebagai sumber
kompetensi dan produktivitas masyarakat di era democracy harus bisa
direbut lewat pendidikan. Untuk mewujudkan kualitas manusia unggul di
era democracy, maka negara harus menyiapkan serangkaian tools dalam
politik pendidikan nasional. Jamak diketahui bahwa kualitas SDM yang
bermutu seperti di Amerika Serikat, Jepang, dan negara maju lainnya
menjadi keunggulan dibandingkan negara-negara berkembang yang lebih
dikaruniai SDA melimpah. Penyiapan tools yang sistematis, holistik, dan
dalam jangka panjang harus didukung oleh stabilitas ekonomi dan politik.
Indonesia berada di antara negara-negara berkembang yang mempunyai
tantangan berupa pergantian kepemimpinan diikuti perubahan kebijakan
secara keseluruhan. Negeri ini seperti kehilangan road mapping
pembangunan untuk masa yang panjang. Pembangunan SDM menjadi
salah satu yang fundamental namun diabaikan dari ketiadaan road
mapping tersebut.
Kualitas sumber daya manusia Indonesia memang masih belum
bisa dianggap siap untuk menantang era baru democracy. Indeks
pembangunan manusia Indonesia berdasar data UNDP hanya memperoleh

9
rangking 121 dari 187 negara. Peringkat Indonesia masih kalah dengan
negara tetangga seperti Filipina (114), Thailand (103), Malaysia (64) dan
Singapura (18). Meskipun laporan PISA (2010, hlm. 78) menunjukkan
kuantitas pendidikan kita naik 7% dan performa mengalami pertumbuhan
30% tetapi jumlah anak putus sekolah di usia pendidikan dasar 7-12 tahun
masih tinggi di angka 182.773 siswa. Faktor besarnya angka anak putus
sekolah tidak semata persoalan anggaran pendidikan, melainkan juga akses
dan distribusi kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang masih
mengalami ketidakadilan antara Jawa dan luar Jawa. Jumlah pengangguran
terdidik di negeri ini dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga tidak bisa
dikatakan baik dengan angka 7% (tamatan SD), 14,9% (tamatan SMP),
20,8% (tamatan SMA), 21% (tamatan SMK), dan 15,8% (tamatan
sarjana). Pengangguran yang begitu besar amat disayangkan terjadi di
usia-usia produktif yang semestinya nanti menjadi penopang sektor-sektor
penting di negeri ini dalam persaingan global.
Respon terhadap tantangan di era percepatan teknologi dan
informasi dalam bidang penyiapan SDM berkualitas dilakukan pemerintah
dengan mewacanakan generasi emas 2045. Generasi emas 2045 atau
generasi pada momentum kemerdekaan Indonesia yang tepat mencapai
usia 100 tahun. Pada 2045, Indonesia diharapkan menjadi satu dari tujuh
kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan per kapita mencapai $ 47.000
dollar. Untuk mencapai impian tersebut, pendidikan menjadi kunci dan
pemerintah mulai melakukan perubahan pada arah pendidikan nasional.
Terobosan yang dilakukan pemerintah diataranya dengan
mengkampanyekan perubahan kurikulum nasional (KTSP menjadi
Kurikulum 2013), memecah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menjadi Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan
Menengah serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,
mengelontorkan biaya pendidikan lewat beasiswa LPDP, mengadakan
sertifikasi guru, dan mencanangkan pendidikan karakter sebagai basis
moral pendidikan nasional. Meskipun secara teoritik berbagai kebijakan

10
pemerintah memang tepat, namun dalam praktek di lapangan masih
banyak ketidaksuaian antara das sollen (semestinya) dengan das sein
(realitasnya).
Jika kita menilik Pembukaan UUD 1945 alinea IV, maka akan kita
temukan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa,” menjadi satu diantara
empat tujuan nasional Bangsa Indonesia. Jika kita renungkan lebih dalam,
pendidikan semestinya menjadi saluran pertama mewujudkan tujuan
nasional secara keseluruhan. Fakta empiriknya, pendidikan nasional
dirasakan belum bisa menyiapkan generasi yang mampu membayar hutang
proklamasi yang belum terbayarkan. Kalimat “mencerdaskan” bukan
semata dimaknai cerdas secara kognitif-matematis, melainkan cerdas
menjalani kehidupan sebagai bangsa. Artinya, setiap diri Bangsa Indonesia
harus mengenali siapa dirinya, bangsanya, dan cita-cita pendirian bangsa
dan negara. Untuk sampai ke arah itu, maka pendidikan karakter menjadi
terminologi yang sejak era Soekarno dicetuskan sebagai nation and
character building. Kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam
konteks penyiapan generasi emas 2045 ialah pembangunan karakter
manusia Indonesia secara individu dan menyeluruh tumpah darah
Indonesia tanpa terkecuali.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 3 menunjukkan dengan jelas tujuan
pendidikan nasional kita, yaitu “mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Dari
UU Sisdiknas ini dapat kita gali nilai-nilai karakter yang hendak dibangun
dalam rangka nation and character building yaitu manusia Indonesia. Jika
kita cari korelasikan dengan identitas pada masyarakat democracy
Indonesia di masa depan yaitu lebih religius, lebih berpengetahuan, dan
lebih sejahtera, maka kiranya tepat jika karakterkarakter di atas menjadi
pilar pendidikan moral di Indonesia. Namun, nilai-nilai karakter di atas

11
sejatinya tidak lengkap tanpa sebuah dasar filosofis yang kuat. Dengan
mengutip tesis Samuel Huntington dalam the clash of civilizations
(Benturan Antar Peradaban, terjemah Indonesia) bahwa bangsa dengan
kejayaan peradaban besar hanya dimiliki oleh bangsa dengan basis nilai
ideologi kuat. Ideologi tersebut harus memuat nilai-nilai absolut, yaitu
nilai-nilai keyakinan yang bersumber dari agama atau keyakinan religius.
Pancasila sebagai dasar negara sudah seharusnya menjadi basis dasar bagi
penerapan pendidikan moral.
Belajar dari sejarah, untuk menjadi basis dasar bagi pembangunan
negara dan karakter (nation and character building) semestinya Bangsa
Indonesia melakukan rejuvikasi (penyegaran) terhadap cara pandang
kepada Pancasila. Latar belakang historitas dalam implementasi Pancasila
di bagian awal tulisan ini mengambarkan Teori Pendidikan , Psikologi,
Nilai, Sosial Budaya Agama, Pancasila, UUD 1945, UU No. 20/2003
Sisdiknas Pengalaman terbaik (best practices) dan praktik nyata Nilai-nilai
Luhur Perilaku Berkatakter INTERVENSI HABITUASI Masyarakat
Keluarga Satuan Pendidikan Sumber : Budimansyah, 2010, hlm. 56 bahwa
beragam tafsir yang justru menjadikan Pancasila semakin sakit disebabkan
oleh sikap apatis di satu sisi dan phobia di sisi yang lain. Kaelan (2013)
menyebutkan bahwa Pancasila bagi Bangsa Indonesia memiliki
kedudukan yang primer sebagai suatu weltanscahuung (pandangan hidup).
Pancasila sebagai pandangan hidup bukanlah seperti pemaknaan kita
terhadap agama yang kita yakini. Sebab Pancasila bukanlah agama dan
tidak mungkin untuk meng-agama-kan Pancasila. Buah pikir para pendiri
republik bahwa Indonesia tidak dibangun sebagai negara berdasar satu
agama tertentu, tetapi negara yang dihidupi oleh keyakinan kepada Tuhan
dan melindungi kebebasan beragama bagi warganya. Jika hal ini dihayati
dengan sepenuhnya maka akan diperoleh keinsyafan bahwa Pancasila akan
dapat menjadi solusi persoalan-persoalan individu maupun kenegaraan.
Dengan Pancasila sebagai ideologi dan dasar hukum bagi semua peraturan

12
perundang-undangan, yang jika dilaksanakan secara konsekuen akan
membawa bangsa ini menjadi bangsa yang adil, sejahtera, dan makmur.
Realita di masa sekarang Pancasila seperti hanya utopia bagi
Bangsa Indonesia sendiri. Semenjak diikrarkan oleh Soekarno pada 1945
sebagai nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang, yang diambil dari bumi
pertiwi sebagai asa moral dasar kehidupan berbangsa dan bernegara,
Pancasila kehilangan makna dalam prakteknya. Di era reformasi, tak
banyak perubahan berarti. Justru semakin bertambah parahnya degradasi
moral seperti konflik politik, korupsi, pembunuhan, pengangguran,
pencurian sumber daya alam, hukum yang berat sebelah, pengrusakan
lingkungan, pelanggaran HAM, narkoba, seks bebas di kalangan remaja,
tawuran pelajar, gerakan separatis, kacau balaunya sistem pendidikan
adalah gambaran kondisi Indonesia saat ini.
Pancasila tidak lagi membutuhkan konsep-konsep yang panjang
dan berbelit di ruang wacana namun hanya berada di menara gading. Tak
tersentuh dalam kehidupan nyata. Pancasila kita saat ini membutuhkan
orang-orang yang mau menghidupkan kembali nilai-nilainya. Yudi Latif
menggambarkan masih adanya sosok-sosok yang mencerminkan nilai-nilai
Pancasila dalam bukunya Air Mata Keteladanan. Yudi Latif
mengungkapkan kerisauannya bahwa pelajaran moral Pancasila diajarkan
lewat butirbutir hafalan yang menjemukan, kehilangan impresi yang bisa
menumbuhkan nurani. Pancasila semestinya menemukan suri teladan yang
dapat dikisahkan. Maka dalam buku tersebut Yudi Latif menceritakan
model manusia Indonesia seperti Buya Hamka, Agus Salim, Romo
Mangun, sampai B. R. Agus Indra Udayanan yang merefleksikan
semangat ketuhanan. Kemudian dihadirkan pula tokoh-tokoh semisal R.
M. Serjopranoto, Tan Malaka, Hoegeng, sampai Baharuddin Lopa yang
menunjukkan perjuangan HAM dan keadilan di Indonesia. Juga
keteladanan dari Soetomo, Soedirman hingga Mak Eroh yang giat
mempererat jiwa gotong-royong untuk menjaga kesatuan dan persatuan.
Adapula Ki Hajar Dewantara, Habibie, Ki Bagoes Hadikusumo, Muh.

13
Hatta yang getol memperjuangkan asas permusyawaratan, keterbukaan,
dan keadilan sosial. Yudi Latif menampilkan tokoh-tokoh di atas sebagai
keteladanan dalam implementasi Pancasila. Bahwa Pancasila bukan
pedoman berperilaku yang hanya dapat digunakan oleh barisan malaikat,
tetapi Pancasila sebenarnya telah menemukan sosok panutan sebagaimana
Muhammad dan Isa Al-Masih pada agama Islam dan Kristen.
Pendidikan karakter yang di dalamnya diisi nilai-nilai Pancasila
semestinya diintroduksikan ke dalam kehidupan baik secara formal
maupun non formal melalui contoh-contoh keteladanan. Hal ini sesuai
dengan ungkapan “Moral is not thought but caught.” Implementasi
Pancasila melalui keteladanan ini harus merujuk bahwa Pancasila dengan
kelima sila-nya memiliki esensi atau core value. Dan core value dari
kelima sila dalam Pancasila ialah nilai Ketuhanan. Hal ini diutarakan oleh
Notonagoro bahwa Pancasila sebagai sistem nilai yang berbentuk
piramida dengan sila pertama sebagai dasar keempat sila lainnya. Dalam
penjelasannya, sila kedua dijiwai sila pertama dan menjiwai sila ketiga,
keempat, dan kelima; sila ketiga dijiwai sila pertama dan sila kedua serta
menjiwai sila keempat dan kelima; sila keempat dijiwai sila pertama, sila
kedua, dan sila ketida serta menjiwai sila kelima. Sila kelima dalam sistem
piramida tersebut berada di puncak atau sebagai tujuan akhir untuk
menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Persaingan global dengan tuntutan atas kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia unggul tidak dapat lagi ditawar. Indonesia dengan
bonus demografinya di masa yang akan datang membutuhkan solusi
jangka panjang yang harus secepatnya dimulai guna memenangkan
persaingan di era democracy. Sumber daya manusia unggulan yang
dipersyaratkan di era democracy bukan hanya unggul secara kognitif-
intelektual, melainkan juga memiliki basis karakter yang kuat. Pancasila
sebagai ideologi Bangsa Indonesia memberikan basis kekuatan karakter
tersebut lewat nilai-nilainya yang dapat teraktualisasikan melalui
pendidikan karakter.
Negara Indonesia tidak boleh lagi larut dalam pertentangan
ideologi di antara ekstrem kanan dan kiri. Pengalaman sejarah telah
membelajarkan kepada kita bahwa Pancasila masih layak dan harus
terus dipertahankan sebagai sumber nilai bagi pembangunan
bangsa dan negara. Di era democracy, karakter manusia Pancasila
harus diteladankan dan bukan sekedar dibelajarkan. Pancasila
jangan hanya menjadi wacana kampanye atau diskursus lewat
mimbar-mimbar seminar. Pancasila harus dekat, hidup dan
dihidupkan dalam setiap aktivitas kehidupan rakyat Indonesia.
Rejuvikasi atau penyegaran nilai-nilai Pancasila dapat dijalankan
untuk pendidikan karakter di Indonesia. Tujuan pendidikan nasional dan
identitas masyarakat democracy mempersyaratkan nilai religius sebagai
basis moral tertinggi dalam mengatur pola sikap dan tata laku (moral
order). Pancasila yang dijiwai oleh semangat keimanan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan menjunjung tinggi kebebasan beragama dan

15
menjalankan agama menjadi sintesa terbaik bahwa di masa depan setiap
pribadi Indonesia dapat menjadi warga global yang lebih religius, lebih
berpengetahuan dan lebih sejahtera. Dengan kembali kepada nilai-nilai
agama, maka setiap diri Bangsa Indonesia akan menemukan cara pandang
yang teduh, jernih dan merdeka dalam mengaplikasikan Pancasila dalam
konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka kiranya tepat bahwa
manusia Indonesia yang Pancasilais ialah manusia Indonesia yang beriman
dan bertakwa, yang dengan iman dan takwanya tersebut menjadi karakter
guna memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negerinya.

B. Saran
Semoga Makalah Ini Bisa Bermanfaat Bagi Penulis Dan Pembaca.
Makalah Ini Saya Buat Untuk Menambah Wawasan Kita mengenai
Pentingnya Pendidikan Pancasila di Era Demokrasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://osf.io/9u2s3/download/?format=pdf diakses 26 januari 2021

https://brainly.co.id/tugas/12838541#:~:text=Pendeknya%2C%20yang
%20dimaksud%20dengan%20PENDIDIKAN,watak%20Pancasila%20di
%20dalam%20dirinya. Diakses 26 januari 2021

https://www.researchgate.net/publication/305401808_Pancasila_di_Era_Native_D
emokrasi/link/578da35e08ae59aa66815e2e/download diakses 26 januari 2021

https://indomaritim.id/demokrasi-pengertian-dan-contohnya-di-indonesia/ diakses
26 januari 2021

17

Anda mungkin juga menyukai