Anda di halaman 1dari 18

HUKUM INTERNASIONAL

PERBEDAAN RESOLUSI MAJELIS UMUM DAN

DEWAN KEAMANAN PBB

Disusun Oleh :

NAMA : ILHAM KURNIAWAN

NIM : 22009053

KELAS :A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt sebab karena limpahan rahmat serta anugrah
dari-Nya saya dapat menyelesaikan tugas ini yang saya buat dengan judul
“Perbedaan Resolousi Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB”

Tidak lupa shalawat dan salam selalu kita hanturkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk Allah Swt untuk kita
semua sebagai umatnya.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Hasan Hafidz Nur, SH.MH.


Selaku dosen Mata kuliah Hukum Internasional, yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kendari, Juli 2021

Ilham Kurniawan

i
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
D. Manfaat....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

A. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).........................................................3


B. Majelis Umum PBB (General Assambly)...............................................5
C. Dewan Keamanan PBB (Security Council)............................................6
D. Soft Law dan Hard Law..........................................................................7
E. Perbedaan Resolusi Majelis Umum dan Dewan Keamanan...................8

BAB III PENUTUP.........................................................................................12

A. Kesimpulan............................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

ii
BAB I

PEMBAHASAN

A. Latar belakang
Perang Dunia Pertama (Selanjutnya disingkat PD I) yang
berlangsung pada tahun 1914 sampai tahun 1919, melatarbelakangi
lahirnya sebuah pemikiran untuk segera mengakhiri penderitaan yang
ditimbulkan akibat perang, yaitu untuk segera membentuk sebuah lembaga
perdamaian yang mampu mempersatukan seluruh bangsa . Pendirian
Perserikatan Bangsa-Bangsa (Selanjutnya disingkat PBB) dilatarbelakangi
oleh kekhawatiran umat manusia terhadap perdamaian dan keamanan
internasional yang didasarkan pada pengalaman PD I dan Perang Dunia
Kedua (Selanjutnya disingkat PD II). Kekhawatiran umat manusia ini
nampak melalui pembukaan Piagam PBB yang berbunyi: “We the Peoples
of the United Nations determined to save our succeeding generations from
scourge of war, which twice in our lifetime has brought sorrow to
mandkind and ..”
Penegasan lebih lanjut mengenai tujuan pendirian PBB dapat
dilihat dalam Pasal 1 Angka 1 Piagam PBB yang berbunyi :
Memelihara perdamaian dan Keamanan Internasional dan untuk
tujuan itu: melakukan tindakan-tindakan bersama yang efektif untuk
mencegah dan melenyapkan ancaman-ancaman terhadap
pelanggaranpelanggaran terhadap perdamaian dan akan menyelesaikan
dengan jalan damai, serta sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan
hukum internasional, mencari penyelesaian terhadap pertikaian-
pertikaian internasional atau keadaan-keadaan yang dapat menganggu
perdamaian.”
Dalam PBB Terdapat lima organ utama di dalamnya, dan dua
diantaranya adalah apa yang akan menajdi focus dalam topik pembahasan
yang akan dibahas oleh penulis yaitu, Majelis Umum PBB dan Dewan
Keamanan PBB, Majelis Umum Majelis Umum adalah majelis

1
permusyawaratan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terdiri dari semua
negara anggota PBB, majelis bertemu setiap tahun di bawah pimpinan
yang di pilih negara negara anggota. Dewan keamanan yaitu dewan yang
diberi tugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara. Bila
organ-organ lain dari PBB hanya bisa membuat ‘rekomendasi’ untuk
pemerintah negara anggota, dewan keamanan benar kekuatan untuk
membuat keputusan yang mengikat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu PBB?
2. Apa itu Majelis Umum PBB?
3. Apa itu Dewan Keamanan PBB?
4. Jelaskan Perbedaan Soft law dan Hard Law dalam Hukum
Internasioanl!
5. Jelaskan Perbandingan Resolusi Majelis Umum dan Dewan
Keamanan PBB!
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa itu PBB
2. Untuk Mengetahui Apa itu Majelis Umum PBB
3. Untuk Mengetahui Apa itu Dewan Keamanan PBB
4. Untuk Mengetahui Apa itu Soft law dan Hard Law
5. Untuk Mengetahui Perbedaan Resolusi Daya Ikat dari Majelis
Umum dan Dewan Keamanan PBB
D. Manfaat
Diharapkan dengan penulisan makalah ini dapat menambah
wawasan pembaca dan juga wawasan dari penulis sendiri mengenai
perbedaan serta alasan mengapa Resolusi dari Majelis Umum PBB bersifat
Soft Law sedangkan Dewan Keamana Memiliki Resolusi yang bersifat
Hard Law.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)


1. Sejarah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Liga Bangsa-Bangsa dianggap gagal mencegah meletusnya Perang
Dunia II (1939–1945). Untuk mencegah meletusnya Perang Dunia
Ketiga yang tidak diinginkan oleh seluruh umat manusia, pada tahun
1945 PBB didirikan untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa yang gagal
dalam rangka untuk memelihara perdamaian internasional, dan
meningkatkan kerjasama dalam memecahkan masalah ekonomi, sosial,
dan kemanusiaan internasional.

Rencana konkrit awal untuk organisasi dunia baru ini dimulai di


bawah naungan Departemen Luar Negeri AS pada tahun 1939. Franklin D.
Roosevelt dipercaya sebagai seorang yang pertama menciptakan
istilah "United Nations" atau Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai istilah
untuk menggambarkan negara-negara Sekutu. Istilah ini pertama kali
secara resmi digunakan pada 1 Januari 1942, ketika 26 pemerintah negara
berjanji untuk melanjutkan usaha perang menandatangani Piagam
Atlantik. Empat kesepakatan Atlantic Charter tersebut adalah

1. Tidak dibenarkan adanya usaha perluasan wilayah


2. Setiap bangsa berhak untuk menentukan usahanya sendiri
3. Setiap bangsa punya hak untuk turut serta dalam perdagangan
dunia
4. Perdamaian dunia harus diciptakan agar setiap bangsa hidup bebas
dari rasa takut dan kemiskinan.
Sebagai tindak lanjut Atlantic Charter tersebut, pada tanggal 25
April 1945, Konferensi PBB tentang Organisasi Internasional diadakan
di San Francisco, dengan dihadiri oleh 50 pemerintah negara, dan
sejumlah organisasi non-pemerintah yang terlibat dalam
penyusunan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (Declaration of the
United Nations). PBB resmi dibentuk pada 24 Oktober 1945 atas ratifikasi
Piagam oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan -Prancis, Republik
Tiongkok, Uni Soviet, Inggris dan Amerika Serikat- dan mayoritas dari 46
negara anggota lainnya.

3
Sidang Umum pertama, dengan 51 wakil negara, dan Dewan
Keamanan, diadakan di Westminster Central Hall di London pada Januari
1946. Kedudukan organisasi ini awalnya menggunakan bangunan milik
Sperry Gyroscope Corporation di Lake Success, New York, mulai dari
1946 hingga 1952. Penggunaannya sampai gedung Markas Besar PBB di
Manhattan telah selesai dibangun.
Sejak pendiriannya, banyak kontroversi, dan kritik tertuju pada
PBB. Di Amerika Serikat, saingan awal PBB adalah John Birch Society,
yang memulai kampanye "get US out of the UN" pada tahun 1959, dan
menuduh bahwa tujuan PBB adalah mendirikan "One World Government"
atau Pemerintah Seluruh Dunia.
Setelah Perang Dunia Kedua berakhir, Komite Kemerdekaan
Prancis terlambat diakui oleh AS sebagai pemerintah resmi Prancis,
sehingga Prancis awalnya tidak diikutsertakan dalam konferensi yang
membahas pembentukan PBB. Charles de Gaulle menyindir PBB dengan
menyebutnya le machin (dalam bahasa Indonesia: "Si Itu"), dan merasa
tidak yakin bahwa aliansi keamanan global akan membantu menjaga
perdamaian dunia, dia lebih percaya pada perjanjian/pakta pertahanan
antar negara secara langsung.

2. Dasar hukum Pendirian


Tak lama setelah berdirinya PBB mencari pengakuan sebagai
badan hukum internasional supaya bisa menerima "Ganti Rugi Kepada
PBB Atas Cedera yang Dideritanya" dengan disertai pendapat dari
Mahkamah Internasional (ICJ). Pertanyaan yang muncul adalah "Apakah
PBB, sebagai organisasi, memiliki hak untuk meminta klaim internasional
terhadap pemerintahan tertentu terkait cedera yang diderita oleh PBB,
yang diduga telah disebabkan oleh negara/pemerintahan tersebut
Pengadilan menyatakan: Organisasi ini (PBB) berniat
melaksanakan hak, dan kewajiban, dan pada kenyataannya memang
mampu melaksanakan kewajiban, dan menerima hak tertentu yang hanya
mungkin dapat dijelaskan jika memiliki kapasitas kepribadian
internasional yang besar, dan mampu untuk beroperasi dalam ranah
internasional. Dengan demikian, Pengadilan telah sampai pada kesimpulan
bahwa Organisasi ini (PBB) adalah Badan Hukum Internasional.

3. Organisasi
PBB saat ini terdiri dari lima organisasi utama, yaitu: Majelis
Umum (dewan musyawarah utama); Dewan Keamanan (dewan yang
membuat beberapa resolusi mengikat mengenai perdamaian, dan
keamanan); Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) (dewan yang
mendorong kerjasama dan pembangunan ekonomi sosial

4
internasional); Sekretariat (yang berfungsi menyediakan studi, informasi,
dan fasilitas yang dibutuhkan PBB); dan Mahkamah Internasional (badan
yudisial utama)[13]. Adapun sebuah organ utama PBB yang telah
dinonaktifkan adalah Dewan Perwalian (Trusteeship Council) Perserikatan
Bangsa-Bangsa (tidak aktif semenjak tahun 1994 setelah
kemerdekaan Palau, satu-satunya wilayah perwalian PBB yang tersisa)
Lima dari enam organ utama Perserikatan Bangsa-Bangsa terletak
di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa berkedudukan di wilayah
internasional di Manhattan, New York City, USA; sedangkan sebuah
organ utama PBB yaitu Mahkamah Internasional berkedudukan di Den
Haag, Belanda.
Adapun lembaga-lembaga besar lainnya berbasis di kantor PBB di
Jenewa, Wina, dan Nairobi. Lembaga PBB lainnya tersebar di seluruh
dunia. Lembaga-lembaga khusus yang berada di bawah Sistem
PBB meliputi Grup Bank Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia, Program
Pangan Dunia, Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB,
dan Dana Anak-anak PBB. Petugas terpenting dalam hierarki PBB
adalah Sekretaris Jenderal, yang saat ini dijabat oleh Antonio
Guterres dari Portugal sejak tahun 2017, menggantikan Ban Ki
Moon dari Korea Selatan. Organisasi-organisasi non-pemerintah dapat
memperoleh status konsultatif di ECOSOC dan badan-badan lain untuk
berpartisipasi di PBB.

B. Majelis Umum PBB (General Assambly)

Majelis Umum PBB atau Sidang Umum PBB adalah salah satu


dari enam badan utama PBB. Majelis ini terdiri dari anggota dari seluruh
negara anggota dan bertemu setiap tahun di bawah seorang Presiden
Majelis Umum PBB yang dipilih dari wakil-wakil. Pertemuan pertama
diadakan pada 10 Januari 1946 di Balai Tengah
Westminster di London dan termasuk wakil dari 51 negara.
Pertemuan ini biasanya dimulai pada hari Selasa ketiga bulan
September dan berakhir pada pertengahan Desember. Pertemuan khusus
dapat diadakan atas permintaan dari Dewan Keamanan, mayoritas anggota
PBB. Pertemuan khusus diadakan pada Oktober 1995 untuk memperingati
perayaan 50 tahun PBB
Majelis Umum adalah majelis permusyawaratan utama
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Terdiri dari semua negara anggota PBB,
majelis bertemu setiap tahun di bawah pimpinan yang dipilih dari negara-
negara anggota. Selama periode dua minggu awal setiap sesi, semua
anggota memiliki kesempatan untuk berpidato di hadapan majelis.

5
Biasanya Sekretaris Jenderal melakukan pidato pertama, diikuti oleh
pimpinan dewan. Sidang pertama diadakan pada tanggal 10 Januari 1946
di Westminster Central Hall di London, dan dihadiri oleh wakil dari 51
negara.
Ketika Majelis Umum mengadakan pemilihan pada masalah-
masalah penting, minimal diperlukan dua pertiga suara dari seluruh
anggota yang hadir. Contoh masalah penting ini termasuk: rekomendasi
tentang perdamaian, dan keamanan; pemilihan anggota untuk badan PBB;
pemasukan, suspensi, dan pengusiran anggota; dan hal-hal anggaran.
Sedang masalah-masalah lain yang ditentukan cukup oleh suara mayoritas.
Setiap negara anggota memiliki satu suara. Selain hal-hal persetujuan
anggaran, resolusi tidak mengikat pada anggota. Majelis dapat membuat
rekomendasi mengenai setiap masalah dalam lingkup PBB, kecuali
masalah perdamaian, dan keamanan yang berada di bawah pertimbangan
Dewan Keamanan.
Dapat dibayangkan, dengan struktur satu negara memiliki satu
suara maka dapat terjadi negara-negara yang mewakili dari hanya delapan
persen populasi mampu meloloskan resolusi dengan suara dua-pertiga
(lihat Daftar negara menurut jumlah penduduk). Namun, karena resolusi
ini tidak lebih dari sekadar rekomendasi, sulit dibayangkan situasi dimana
ketika rekomendasi dari delapan persen populasi dunia akan diikuti oleh
sembilan puluh dua persen lainnya, jika mereka semua menolak resolusi
tersebut.

C. Dewan Keamanan PBB (Security Council)

Pada tahun 1945, para pendiri PBB mempertimbangkan Dewan


Keamanan sebagai mekanisme untuk mencegah dan memberhentikan
agresi yang dilakukan negara satu terhadap negara yang lain. Pada 45
tahun pertama keberadaannya, Perang Dingin melumpuhkan kinerja
Dewan Keamanan karena negara-negara anggota Dewan Keamanan saling
bertentangan. Setelah Perang Dingin, peran Dewan Keamanan menjadi
lebih penting di dalam komunitas internasional.
Dewan Keamanan mengadakan pertemuan pertamanya pada 17
Januari 1946 di Church House, London. Sejak pertemuan pertamanya,
Dewan Keamanan telah berkedudukan tetap di Markas Besar PBB di New
York. Dewan Keamanan juga melakukan pertemuan di berbagai kota,
seperti di Addis Ababa, Ethiopia pada tahun 1972, di Panama City,
Panama, dan di Jenewa, Swiss pada tahun 1990.
Dewan Keamanan ditugaskan untuk menjaga perdamaian, dan
keamanan antar negara. Jika organ-organ lain dari PBB hanya bisa
membuat 'rekomendasi' untuk pemerintah negara anggota, Dewan

6
Keamanan memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang mengikat
bahwa pemerintah negara anggota telah sepakat untuk melaksanakan,
menurut ketentuan Piagam Pasal 25. Keputusan Dewan dikenal sebagai
Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Dewan Keamanan terdiri dari 15 negara anggota, yang terdiri dari
5 anggota tetap—Tiongkok, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat
—dan 10 anggota tidak tetap, saat ini, Bosnia dan
Herzegovina, Brasil, Kolombia, Gabon, Jepang, Jerman, India, Lebanon, 
Nigeria, Portugal, dan Afrika Selatan. Lima anggota tetap memegang hak
veto terhadap resolusi substantif tetapi tidak prosedural, dan
memungkinkan anggota tetap untuk memblokir adopsi tetapi tidak
berkuasa untuk memblokir perdebatan resolusi tidak dapat diterima untuk
itu. Sepuluh kursi sementara diadakan selama dua tahun masa jabatan
dengan negara-negara anggota dipilih oleh Majelis Umum secara regional.
Presiden Dewan Keamanan diputar secara abjad setiap bulan.

D. Soft law dan Hard Law


Dalam literatur hukum internasional, hard law diartikan sebagai
perjanjian yang memiliki kekuatan mengikat secara hukum, sedangkan
soft law hanya mengikat secara moral. Untuk memudahkan identifikasi
antara perjanjian yang bersifat hard law dengan soft law, secara sederhana
biasanya dapat dikenali dari penggunaan nama perjanjian itu. Hard law
umumnya akan menggunakan istilah konvensi, kovenan, protokol, dan
treaty, sedangkan soft law menggunakan istilah deklarasi, rekomendasi,
serta rencana aksi (action of plan).
Judith Goldstein. dalam Introduction: Legalization and World
Politics menyatakan bahwa bentuk legalisasi sebuah perjanjian merupakan
salah satu bagian yang sangat vital untuk mengukur efektifitas produk
hukum yang dihasilkan oleh suatu organisasi internasional . Jika
legalisasinya berbentuk soft law maka secara teoretis implementasinya
akan cenderung kurang efektif. Sebaliknya bila legalisasinya berbentuk
hard law, maka implementasinya akan cenderung lebih efektif.
Lebih lanjut, Abbot . menjelaskan bahwa efektif atau tidaknya
implementasi sebuah aturan perjanjian dalam hukum internasional sangat
ditentukan oleh bentuk legalisasi hukum atau aturan internasional tersebut,

7
apakah berbentuk soft law atau hard law . Kedua bentuk legalisasi ini
merujuk pada longgar (weak) atau kuat (rigid) nya aturanaturan yang
mengikat (binding) pada para pihak yang terlibat di dalamnya.
Pada hakikatnya, perjanjian internasional merupakan sumber
hukum internasional yang paling utama yang diakui oleh masyarakat
internasional, dimana tertampung kehendak dan persetujuan negara-negara
di dalamnya untuk mencapai tujuan bersama. Perlu diketahui bahwa dalam
hukum internasional, dikenal 2 jenis sumber hukum, yaitu hard law dan
soft law. Istilah hard law dan soft law berasal dari pandangan pakar hukum
yang digunakan untuk membedakan secara sederhana antara hukum yang
mengikat dan tidak mengikat. Hard law mendapatkan namanya dari
sifatnya yang keras, yatu mengikat negara-negara. Ketika berhadapan
dengan hard law berarti terdapat kewajiban yang telah dirumuskan secara
jelas dan mengikat secara hukum, dalam hal ini dibuat secara saksama
melalui ajudikasi atau penerbitan peraturan terperinci dan mendelegasikan
kewenangan untuk menafsirkan dan mengimpelementasikan perjanjian
tersebut. Dengan demikian, hard law menghasilkan suatu “compliance
pull”, yaitu kekuatan atau tekanan untuk patuh yang lebih besar, sehingga
negara-negara lebih ditekan untuk mematuhi hard law. Apabila terjadi
pelanggaran hard law, maka biaya yang ditimbulkan akan lebih besar
disbanding soft law. Pada umumnya, hard law menggunakan istilah
perjanjian berupa konvensi, konvenan, protokol, dan treaty.

E. Perbedaan Resolusi Majelis Umum dan Dewan Keamanan


1. Kekuatan mengikat Resolusi Majelis Umum PBB bagi negara anggota dan
bukan anggota PBB

Dalam mengeluarkan suatu resolusi, Majelis Umum mengacu atau


berlandaskan pada Pasal 10 dan Pasal 11 Piagam PBB. Resolusi yang
dikeluarkan berkaitan dan merupakan manifestasi fungsi eksternal yang
berhubungan langsung dengan kekuasaan dan fungsi-fungsi PBB yang

8
berkaitan dengan ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, atau lainnya
bahkan yang melibatkan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
selama masalah tersebut berada dalam lingkup Piagam PBB. Pasal 10
Piagam PBB menyebutkan: Majelis Umum dapat membicarakan segala
soal yang termasuk dalam ruang lingkup Piagam ini atau yang
berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi sesuatu badan seperti yang
ditentukan dalam Piagam ini dengan pengecualian ketentuan Pasal 12,
dapat mengemukakan rekomendasi-rekomendasi kepada anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau kepada Dewan Keamanan atau kepada
kedua badan tersebut mengenai segala soal dan hal yang demikian itu.

Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa Majelis Umum


berwenang untuk mendiskusikan tanggung jawab Dewan Keamanan yaitu
dalam hal pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Oleh
karena itu Majelis Umum PBB dapat mengeluarkan resolusi yang pada
dasarnya adalah wewenang Dewan Keamanan, dengan syarat Dewan
Keamanan mendiskusikan masalah yang sama. Dengan pengatribusian
kewenangan tersebut maka Majelis Umum dapat memperluas dan
memperbesar peranannya yang bersifat pembantuan apabila Dewan
Keamanan tidak sanggup menjalankan tugas tersebut.

Kekuatan mengikat resolusi Majelis Umum yang lahir dan


berkaitan dengan lingkungan atau faktor eksternal PBB pada pokoknya
berbentuk rekomendasi-rekomendasi yang diartikan sebagai nasihat yang
ditujukan kepada negara/pelaku-pelaku tertentu dalam dunia politik
dengan tujuan agar pelaku tersebut dapat menahan diri dari pelaksanaan
tindakan atau serangkaian tindakan tertentu tanpa tidak menyatakan secara
tidak langsung bahwa negara atau pelaku yang dituju dalam resolusi
tersebut mempunyai suatu kewajiban hukum untuk dilaksanakan. Dewan
Keamanan dapat meminta Majelis Umum mendiskusikan dan
mengeluarkan sebuah resolusi yang melibatkan masalah perdamaian dan
keamanan internasional, berdasarkan Piagam untuk mencari penyelesaian

9
sengketa secara damai. Berdasarkan hal tersebut maka setiap negara
anggota dan bukan anggota PBB dapat menerima kewajiban dari resolusi
selama negara tersebut menyatakan keinginannya lebih dulu.

Namun demikian, sejauh ini keberlakuan dari resolusi-relolusi


yang dikeluarkan oleh Majelis Umum PBB masih belum terpecahkan oleh
karena banyak resolusi Majelis Umum yang masih diabaikan oleh negara
anggota PBB walaupun terdapat anggota PBB lainnya yang mendesak
agar ditaati. Dalam bagian Function and Powers pada Bab IV Piagam PBB
juga tidak diatur secara jelas seberapa jauh kekuasaan Majelis Umum
dalam membuat keputusan/ resolusi sehingga juga mengakibatkan
ketidakjelasan apakah keputusan tersebut mengikat atau tidak bagi negara
anggota atau bukan anggota PBB.

2. Kekuatan mengikat Resolusi Dewan Keamanan PBB bagi negara anggota


dan bukan anggota PBB

Dalam menjalankan tugasnya, secara tegas Dewan Keamanan


diberikan wewenang dalam bentuk umum berdasarkan Pasal 24 Piagam
PBB. Pasal 24 menyatakan bahwa untuk menjamin tindakan yang cepat
dan efektif oleh PBB maka anggota-anggotanya memberi tanggung jawab
utama kepada Dewan Keamanan dalam memelihara perdamaian dan
keamanan internasional dan sepakat bahwa di dalam menjalankan tugas-
tugas ini Dewan Keamanan bertindak atas nama seluruh anggota.

Dewan Keamanan dalam menjalankan tugasnya juga diberikan


wewenang khusus yang ditetapkan dalam Bab VI, VII, VIII, dan XII
Piagam. Oleh sebab itu, ketentuan-ketentuan sebagaimana di maksud
dalam Piagam secara signifikan memberikan kekuasaan yang lebih besar
bagi Dewan Keamanan dalam menyelesaikan tugas sesuai tujuan dan
prinsip PBB. Berdasarkan Pasal 48 dan Pasal 49, Dewan Keamanan juga
dapat mengambil tindakan eksklusif dalam beberapa bidang tertentu
dengan mengeluarkan resolusi untuk tindakan yang berhubungan dengan

10
ancaman terhadap perdamaian, perkosaan perdamaian dan tindakan
serangan.

Dalam hal kekuatan mengikat resolusi Dewan Keamanan bagi


negara anggota PBB dapat dilihat dalam Pasal 25 yakni negara anggota
PBB terikat dengan tindakan yang dilakukan oleh Dewan Keamanan
sehingga mereka setuju, menerima dan melaksanakan resolusi yang
dikeluarkan sesuai dengan Piagam sehingga resolusi yang tersebut
mempunyai daya hukum atau legal binding. Sedangkan bagi negara bukan
anggota PBB juga tetap terikat terhadap resolusi yang dikeluarkan oleh
Dewan Keamanan sehingga harus mengambil tindakan untuk
menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan perdamaian dan
keamanan internasional.

Dasar hukum kekuatan mengikat bagi negara bukan anggota PBB


dinyatakan dalam Pasal 2 Ayat (6), yang menyatakan bahwa negara-
negara yang bukan anggota PBB bertindakan sesuai dengan prinsip-prinsip
apabila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional.
Karena itu, negara bukan anggota PBB terikat pada resolusi yang
dikeluarkan oleh Dewan Keamanaan apabila mengenai masalah
perdamaian dan keamanan internasional dan akan dikenakan sanksi bagi
yang melanggar sebagaimana diatur dalam Piagam.

Jadi, perbandingan kekuatan mengikat resolusi Majelis Umum dan


Dewan Keamanan bagi negara anggota dan bukan negara anggota PBB
berdasarkan sifatnya resolusi Majelis Umum merupakan tugas
pembantuan yang dilakukan apabila Dewan Keamanan gagal
melaksanakan tugasnya dalam hal masalah perdamaian dan keamanan
internasional dan kekuatan mengikatnya dilakukan dengan tiga pendekatan
yaitu Instan Customary Approach, New Source Approach, dan Grey Zona
atau Soft Law. Untuk resolusi Dewan keamanan bersifat tugas utama dan
wewenang khusus dalam hal masalah perdamaian dan keamanan

11
internasional yang mengikat bagi negara anggota berdasarkan Pasal 25
Piagam serta bagi negara bukan anggota berdasarkan Pasal 2 ayat (6)
yakni Prinsip-prinsip Hukum Internasional.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Selanjutnya disingkat
PBB) dilatarbelakangi oleh kekhawatiran umat manusia terhadap
perdamaian dan keamanan internasional yang didasarkan pada pengalaman
PD I dan Perang Dunia Kedua (Selanjutnya disingkat PD II).
Kekhawatiran umat manusia ini nampak melalui pembukaan Piagam PBB
yang berbunyi: “We the Peoples of the United Nations determined to save
our succeeding generations from scourge of war, which twice in our
lifetime has brought sorrow to mandkind and ..”
Majelis Umum PBB atau Sidang Umum PBB adalah salah satu
dari enam badan utama PBB. Majelis ini terdiri dari anggota dari seluruh
negara anggota dan bertemu setiap tahun di bawah seorang Presiden
Majelis Umum PBB yang dipilih dari wakil-wakil. Pertemuan pertama
diadakan pada 10 Januari 1946 di Balai Tengah
Westminster di London dan termasuk wakil dari 51 negara.

Dewan Keamanan ditugaskan untuk menjaga perdamaian, dan


keamanan antar negara. Jika organ-organ lain dari PBB hanya bisa
membuat 'rekomendasi' untuk pemerintah negara anggota, Dewan
Keamanan memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang mengikat
bahwa pemerintah negara anggota telah sepakat untuk melaksanakan,

12
menurut ketentuan Piagam Pasal 25. Keputusan Dewan dikenal sebagai
Resolusi Dewan Keamanan PBB.
 Hard law diartikan sebagai perjanjian yang memiliki kekuatan
mengikat secara hukum, sedangkan soft law hanya mengikat secara moral.

Jadi, perbandingan kekuatan mengikat resolusi Majelis Umum dan


Dewan Keamanan bagi negara anggota dan bukan negara anggota PBB
berdasarkan sifatnya resolusi Majelis Umum merupakan tugas
pembantuan yang dilakukan apabila Dewan Keamanan gagal
melaksanakan tugasnya dalam hal masalah perdamaian dan keamanan
internasional dan kekuatan mengikatnya dilakukan dengan tiga pendekatan
yaitu Instan Customary Approach, New Source Approach, dan Grey Zona
atau Soft Law. Untuk resolusi Dewan keamanan bersifat tugas utama dan
wewenang khusus dalam hal masalah perdamaian dan keamanan
internasional yang mengikat bagi negara anggota berdasarkan Pasal 25
Piagam serta bagi negara bukan anggota berdasarkan Pasal 2 ayat (6)
yakni Prinsip-prinsip Hukum Internasional.

13
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Marlina, Sharon alfa. 2018 Skripsi Analisis hukum resolusi dewan keamanan pbb
terhadap uji coba nuklir lintas benua oleh korea utara. Makassar, Universitas
Hasanuddin.

Albayumi, Fuat. 2012 Jurnal, Soft Law Sebagai Sebuah Strategi: Stud Kasus
Piagam Asean (Asean Charter).

Internet

http://p2k.um-surabaya.ac.id/id3/3045-2942/Pbb-Perserikatan-Bangsa-
Bangsa_14637_p2k-um-surabaya.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Perserikatan_Bangsa-Bangsa

https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Keamanan_Perserikatan_Bangsa-
Bangsa#Sejarah

https://www.google.com/search?
q=hard+law+dan+soft+law&oq=hard+law+dan+soft+law&aqs=chrome..69i57.63
80j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://docplayer.info/35877396-Hard-law-dan-soft-law-dalam-hukum-
internasional-dan-implementasinya-di-indonesia.html

https://www.pphbi.com/karakteristik-hard-law-dan-soft-law-dalam-perjanjian-
internasional/

14
https://www.kompasiana.com/anakkampushukum/5fa41709f5f3293821347372/ap
a-itu-soft-law-dalam-hukum-internasional?page=2

15

Anda mungkin juga menyukai