Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 1:

 Hizkia Chandra S. (15)


 M. Hendriansyah S. (20)
 M. Dimas Fikri A. (22)
 Nanda Zhumrotul K. (28)
 Noritza Alivia D. (31)
 Putri Mariyani (34)
 Viko Pradana P. (42)

UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS


SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 KEDUNGWARU
Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo No. 12 Telp. (0355) 321381
Email : smari_duta@yahoo.com

TULUNGAGUNG

1
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT seraya kami panjatkan, karena berkat limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah PPKn ini tanpa ada suatu
halangan apapun. Kami bersyukur makalah ini dapat selesai tepat waktu dan memenuhi
tugas sesuai dengan yang telah diberikan.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bu Ratih selaku guru PKN XI-2 MIPA karena
berkat bimbingan beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tentunya tanpa ada
kerjasama teman teman satu kelompok makalah ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena
itu, kerjasama sangat penting dalam menyelesaikan sebuah tugas kelompok.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapapun yang membaca,baik itu untuk
menambah wawasan pengetahuan maupun sebagai referensi bagi yang membutuhkan.
Kami mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam penulisan makalah ini ataupun ada kata
kata yang kurang berkenan di hati.

Tulungagung, 4 Februari 2018

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………
Daftar Isi………………………………………………………………………………...
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…...………………………………………………………....
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….....
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………...
1.4 Manfaat……………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah PBB dan Hak Veto………………………………………………………...
2.2 Contoh Masalah Mengenai Hak Veto……………………………………………...
2.3 Reformasi Hak Veto………………………………………………………………...
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….
3.2 Daftar Pustaka………………………………………………………………………

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menginjak semester 2 kelas 11, kita mempelajari suatu bab baru yaitu Dinamika
Indonesia dalam Perdamaian Dunia. Apakah maksud dari bab ini? Bab ini membahas
tentang hubungan Internasional yaitu hubungan Indonesia dengan Negara Negara lain yang
bertujuan untuk dunia serta peran serta Indonesia dalam suatu wadah yang disebut PBB.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB, bahasa Inggris: United Nations, disingkat UN) adalah
organisasi internasional yang didirikan pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong
kerjasama internasional. Badan ini merupakan pengganti Liga Bangsa-Bangsa dan didirikan
setelah Perang Dunia II untuk mencegah terjadinya konflik serupa. Pada saat didirikan, PBB
memiliki 51 negara anggota; saat ini terdapat 193 anggota. Selain negara anggota, beberapa
organisasi internasional, dan organisasi antar-negara mendapat tempat sebagai pengamat
permanen yang mempunyai kantor di Markas Besar PBB, dan ada juga yang hanya berstatus
sebagai pengamat. Palestina dan Vatikan adalah negara bukan anggota (non-member states)
dan termasuk pengamat permanen (Tahta Suci mempunyai wakil permanen di PBB,
sedangkan Palestina mempunyai kantor permanen di PBB).Markas Perserikatan Bangsa-
Bangsa terletak di New York, Amerika Serikat, dan memiliki hak ekstrateritorialitas. Kantor
utama lain terletak di Jenewa, Nairobi, dan Wina. Organisasi ini didanai dari sumbangan
yang ditaksir, dan sukarela dari negara-negara anggotanya

B. Rumusan Masalah
1. Masih Relevankah Pemberian Hak Veto kepada anggota tetap Dewan Keamanan
PBB?

C. Tujuan Penulisan
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya .Berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah
a. Untuk mengetahui Apa itu Hak Veto dalam PBB
b. Untuk mengetahui Sejak kapan Hak Veto itu ada
c. Untuk mengetahui Siapa saja anggota tetap Dewan Kemanan PBB

D. Manfaat
a. Memenuhi tugas PPKn
b. Sebagai media pembelajaran dan menambah informasi
c. Memberikan wawasan yang luas kepada pembaca

4
BAB II
PEMBAHASAN

* Sejarah PBB dan Hak Veto


Pada akhir Perang Dunia I,Presiden Amerika Serikat Woodrow
Wilson,mengusulkan agar bangsa – bangsa di dunia membentuk sebuah organisasi untuk
menjaga serta memelihara perdamaian di dunia. Usul itu berasal dari empat belas pasal
yang terkenal dengan nama Wilson’s Fourteen Points. Atas dasar usulan Presiden Wilson
itulah kemudian dibentuk sebuah organisasi yang bernama Liga Bangsa – Bangsa (LBB)
atau League of Nations.
Pada Dasawarsa pertama sejak didirikan LBB ini, dunia mendapati suasana
aman dan damai di bawah LBB. Namun, dalam dasawarsa selanjutnya, dunia diliputi
suasana tidak aman karena adanya perlombaan senjata, serta timbulnya rasa
fasisme(prinsip atau paham golongan nasionalis ekstrem yang mengajukan pemerintahan
otoriter) dari tiga Negara, yaitu Jepang, Jerman, dan Italia. Disini, LBB menjadi semakin
tidak berdaya. Ditambah lagi dengan kegagalan yang selalu datang akibat banyaknya
negara besar yang tidak masuk ke dalam organisasi ini, seperti AS, Jerman, dan Italia.
Oleh karena itu, LBB tidak berdaya dalam menghadapi ancaman dan meletuslah Perang
Dunia II.
Setelah berlangsung lama dari kegagalan Misi LBB dahulu, pada tanggal 21
Agustus – 7 Oktober 1944 diselenggarakan konferensi di Dmbarton Oaks, AS, yang
diahadiri oleh wakil – wakil dari Negara Inggris, AS, ni Soviet, dan Cina.
Dari konferensi tersebut,hasilnya adalah sebagai berikut :
o Rencana pembentukan PBB.
o Rencana penyusunan struktur organisasi PBB
o Menentukan hak veto bagi Negara – Negara besar
o Dewan Keamanan sebagai eksekutif PBB.
Kemudian, pada tanggal 25 – 26 Juni 1945 diselenggarakan konferensi di San
Francisco yang dihadari oleh wakil – wakil dari 35 negara. Konferensi ini berhasil
menyusun dan menandatangani Piagam Perdamaian atau United Nations Charter. Piagam
PBB disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 1945 yang hingga sekarang
berlaku sebagai Anggaran Dasar PBB. Dengan demikian, secara resmi PBB berdiri pada
tanggal 24 Oktober 1945.
Di dalam PBB terdiri atas enam organ utama antara lain:Majelis Umum (dewan
musyawarah utama),Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC),
Sekretariat, Mahkamah Internasional (badan yudisial utama); dan Dewan Perwalian
Perserikatan Bangsa-Bangsa (tidak aktif semenjak tahun 1994). Dari keenam organ
tersebut, Dewan Keamanan merupakan organ yang punya peranan cukup penting karena
ditugaskan untuk menjaga perdamaian, dan keamanan antar negara. Jika organ-organ lain
dari PBB hanya bisa membuat 'rekomendasi' untuk pemerintah negara anggota, Dewan
Keamanan memiliki kekuatan untuk membuat keputusan yang mengikat. Dewan

5
Keamanan terdiri dari 15 negara anggota yang terdiri dari 5 anggota tetap yaitu Amerika
Serikat, China, Rusia, Inggris,dan Prancis. Anggota tetap Dewan Keamanan PBB dipilih
berdasarkan hasil Perang Dunia II. Kelima negara tersebut adalah pemenang dari Perang
Dunia II. Sedangkan 10 anggota tidak tetap diadakan selama dua tahun masa jabatan
dengan negara-negara anggota dipilih oleh Majelis Umum secara regional. Khusus untuk
5 anggota tetap dewan keamanan tersebut memiliki keistimewaan yang disebut Hak Veto.
Dalam Dewan Keamanan PBB, istilah hak veto sangat sering didengar..
Hak Veto adalah hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan
peraturan dan undang-undang atau resolusi. Jadi, suatu rancangan resolusi yang sudah
disusun secara baik, bagus, dan matang akan dapat dengan mudah dimentahkan kembali
dalam sebuah sidang jika salah satu saja dari anggota dewan keamanan PBB yang
memiliki Hak Veto tersebut menolak. Hal tersebut sejalan dengan Piagam PBB Pasal 27
yang menetapkan bahwa konsep resolusi pada non-prosedural jika hal itu diadopsi
sembilan atau lebih dari lima belas anggota Dewan Keamanan untuk memilih resolusi
serta jika tidak dipergunakannya "hak tolak" oleh salah satu dari lima anggota tetap.
Tujuan dari pemberian hak veto pada awalnya ialah untuk melindungi
kepentingan para pendiri PBB, dimana hal tersebut hanya diperuntukkan bagi negara-
negara yang memenangkan Perang Dunia II.

Masih Relevankah Pemberian Hak Veto Kepada Anggota


Tetap Dewan Keamanan PBB?

* Contoh Masalah Mengenai Hak Veto

a. SELASA 19 DESEMBER 2017 - 07:42 WIB


14 dari 15 Anggota DK PBB Tolak Status Yerusalem, AS: Penghinaan!
Voting DK PBB pada Senin (18/12/2017) di New York soal status Yerusalem. Dari 15 anggota
DK PBB hanya AS yang menolak draft resolusi soal pembatalan status Yerusalem Ibu Kota
Israel.
NEW YORK Dari 15 anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), 14 di
antaranya mendukung draft resolusi soal penolakan pengakuan status Yerusalem sebagai Ibu
Kota Israel. Amerika Serikat (AS) satu-satunya penolak draft resolusi itu marah dan menyebut
tindakan 14 anggota DK PBB sebagai penghinaan.
Kekompakan 14 anggota DK PBB “mengeroyok” AS itu berlangsung dalam voting hari
Senin waktu New York. Draft resolusi itu untuk mendesak pembatalan pengakuan Presiden AS
Donald Trump bahwa Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
“Penghinaan,” ucap Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley. ”Amerika Serikat tidak akan
didikte oleh negara manapun di mana kita bisa menempatkan kedutaan kita,” lanjut diplomat
perempuan Amerika ini, seperti dikutip The Guardian, Selasa (19/12/2017).

6
”Ini memalukan untuk mengatakan bahwa kita sedang melakukan upaya perdamaian,”
ujar Haley.Menyadari kalah jumlah dukungan, AS pun menggunakan hak vetonya yang
disesalkan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.
kedaulatan Amerika dan untuk membela peran Amerika dalam proses perdamaian Timur
Tengah bukanlah sumber rasa malu bagi kami; Ini harus menjadi malu bagi sisa (anggota)
Dewan Keamanan (PBB),” katanya.
Langkah Washington menggunakan hak veto sudah bisa diprediksi sebelumnya, di mana
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley terang-terangan akan membela Israel dan menyatakan
keputusan Presiden Trump sudah benar.
“(Veto) itu tidak dapat diterima dan mengancam stabilitas masyarakat internasional
karena tidak menghargai,” kata Abbas melalui seorang juru bicaranya.
Inggris dan Prancis telah mengindikasikan sebelumnya bahwa mereka ikut menentang
AS menuntut agar semua negara mematuhi resolusi DK PBB soal Yerusalem yang telah ada
sebelumnya, yakni resolusi yang mengamanatkan status Yerusalem diputuskan melalui
perundingan oleh Palestina dan Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berterima kasih kepada AS atas
pembelaannya.”Terima kasih, Duta Besar Haley. Di Hanukkah, Anda berbicara seperti Maccabi.
Anda menyalakan lilin kebenaran. Anda menghilangkan kegelapan. Satu mengalahkan banyak
orang. Kebenaran mengalahkan kebohongan. Terima kasih, Presiden Trump.

b. 4 FEBRUARI 2016 20:16


Merdeka.com - Penggunaan hak veto di Dewan Keamanan PBB oleh lima negara, yakni
Amerika Serikat, Rusia, Prancis, China dan Inggris terus mengundang kritik. Salah satunya dari
Indonesia.
Indonesia bahkan meminta penghapusan Hak Veto DK PBB tersebut yang
mengakibatkan tidak demokratisnya keputusan organisasi internasional itu. Hal ini diungkapkan
langsung oleh Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Indonesia, Hassan Kleib.
"Hak veto sangat tidak demokratis. Indonesia meminta, reformasi (DK PBB) diadakan
menyeluruh," sebut Kleib di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (4/2).
"Reformasi bukan hanya penambahan keanggotaan (DK PBB) tapi keseimbangan
keterwakilan negara maju dan berkembang dan yang pasti hak veto harus dihapuskan," tuturnya.
Selain tak demokratis, hak veto DK PBB dinilai tidak mewakili suara anggota PBB.
"Ya kita sangat mendukung reformasi DK PBB. Satu, tidak representatif, kurang negara
berkembang, padahal dua pertiga anggota PBB adalah negara berkembang. Kedua, tidak
demokratis di mana lima negara bisa memutuskan ya apa tidak kepentingan 193 negara dengan
hak veto," paparnya.

7
Walaupun Indonesia mendukung penghapusan hak veto, namun tidak mudah untuk
melakukannya. Pasalnya, untuk menghapuskan veto, harus ada persetujuan dari negara
pemegang hak ini.
"Tapi kita mengerti hak veto (tak akan dihapus) kecuali dari persetujuan negara
pemiliknya," jelasnya.
"Karena itu kami pernah mengusulkan kalau ada anggota tetap baru tak akan dikasih veto
dengan artian kita akan keluarkan limitasi regulasi penggunaan hak veto mereka menuju
penghapusan," jelas dia.

c. PBB DAN DUNIA BERTEKUK LUTUT DI KAKI HAK VETO


27 April 2015 21:58
Diperbarui: 27 April 2015 21:58
PBB dan Dunia Bertekuk Lutut di Kaki Hak Veto
Salah satu point penting pidato Presiden Joko Widodo di KTT Asia-Afrika ke-60 adalah
mengenai ketidakberdayaan PBB dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Keterusterangan Bapak Presiden kita ini merupakan keberanian yang patut diacungi jempol. Di
dalam pidato tersebut Presiden Jokowi mengatakan bahwa makin kentara ketika PBB tidak
berdaya. Mandat PBB telah menafikan keberadaan badan dunia, lanjutnya. Menurut Presiden RI
ke-7 ini kita dan dunia tidak boleh berpaling dari penderitaan rakyat Palestina. Karena itulah, kita
harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka (di sini). Wajar, bila kemudian seusai
pidato tersebut Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallahmengucapkan rasa terima kasih dan
kekagumannya yang mendalam atas kepedulian Indonesia terhadap Palestina.
Adapun, mengenai ketidakberdayaan PBB dalam kaitannya dengan Kemerdekaan
Palestina memang bukanlah isapan jempol semata. Akan tetapi, sesuatu hal yang perlu
digarisbawahi, bahwa tidak berdaya dan tidak peduli adalah dua istilah yang berbeda makna.
Karena itulah, Presiden Joko Widodo lebih memilih istilah tidak berdaya ketimbang tidak peduli.
Tidak berdaya punya pengertian tidak berkekuatan; tidak berkemampuan. Sedang tidak
peduli mengacu pada makna tidak menghiraukan; tidak memperhatikan. Dalam soal Palestina
ini, PBB tak bisa dikatakan tidak peduli. Fakta menunjukkan bahwa PBB sebenarnya sangat
peduli. Malah bukan hanya PBB, Sekjen PBB Ban Ki-moon dan para pendahulunya pun punya
kepedulian, Anggota-anggota PBB juga peduli, Negara-negara yang mayoritas muslim, Negara-
negara minoritas muslim juga memiliki kepedulian yang sama. Artinya dukungan terhadap
Palestina senantiasa mengalir deras. Cuma masalahnya, PBB dan duniatidak berdaya. PBB dan
dunia peduli tapi tidak berdaya dan tidak berdaya meski punya rasa peduli.
Lalu apa yang bisa membuat lembaga selevel PBB dibuat bertekuk lulut serta tidak
berdaya?
Suasana sidang Dewan Keamanan PBB. AS mengatakan tidak mendukung rancangan
resolusi PBB tentang status Palestina sebagai Negara

8
Berkaitan dengan Permasalahan yang dihadapi oleh Palestina maka Palestina adalah
Negara yang sering dirugikan oleh kesaktian yang dipunyai Hak Veto tersebut. Negara-negara
pemilik Hak Veto dianggap sering menyalahgunakannya dengan membawa kepentingan mereka
sendiri.
Amerika Serikat saja sejak 1972 – 2006 telah memveto 66 resolusi DK PBB yang
menyangkut tentang sengketa Palestina – Israel. Bahkan kurun waktu 2001 – 2011 dari 10 veto
yang dikeluarkan AS maka 8 di antaranya berhubungan dengan permasalahan di atas. Dan jika
dicermati, ternyata sebagian besar resolusi yang diveto ialah yang mengandung unsur sanksi atau
larangan untuk Israel. Berulang kembali pada Maret 2011 ketika DK PBB mengeluarkan resolusi
yang berisi antara lain pembangunan pemukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina
sebagai tindakan ilegal. Dari kelima belas anggota DK PBB, hanya Amerika Serikat yang
memveto resolusi tersebut. Melaui veto AS ini, resolusi yang didukung Uni Eropa itupun gagal
diadopsi (di sini).
Selanjutnya, pada akhir 2014 silam ketika Palestina mendorong Dewan Keamanan PBB
untuk segera melakukan pemungutan suara mengenai rancangan resolusi yang mendesak Israel
untuk mengakhiri pendudukan wilayah-wilayah Palestina dalam waktu tiga tahun, episode
berikutnya bisa ditebak. Lagi-lagi Amerika Serikat mengatakan tidak mendukung rancangan
resolusi PBB tentang status Palestina sebagai negara, sebagian karena hal itu tidak menjamin
keamanan Israel (di sini).
Bila demikian keadaannya, masih diperlukankah senjata sakti bernama Hak Veto itu?
Tidakkah keberadaannya malah mengancam perdamaian dunia yang dicita-citakan oleh PBB?
Sepatutnyalah untuk segera melakukan reformasi total di tubuh PBB terhadap aturan-
aturanyang sudah tidak sejalan lagi dengan semangat perubahan zaman ke arah yang lebih baik.
Sudah saatnya Hak Veto dikubur dalam-dalam. Perang Dunia II sudah lewat. Hak Veto yang
notabene adalah warisan yang diambil oleh negara-negara kuat pemenang perang sudah kelewat
usang untuk tetap dipertahankan. Bagaimana bisa mengajarkan tentang persamaan hak semua
bangsa yang harus berdiri sejajar tetapi dalam waktu bersamaan tetap merasa dirinya paling
istimewa sehingga berhak untuk tetap memiliki Hak Veto.
Sudah saatnya Dunia menggugat ini semua. Karena kalau ini tetap dibiarkan maka untuk
selamanya pulaPBB dan Dunia akan terus bertekuk lutut di kaki ‘Hak Veto’.

Berdasarkan statistik dari tahun 1946-2002, negara yang paling banyak menggunakan
hak veto adalah Uni Sovyet, yaitu sebanyak 122 kali. Kemudian diikuti oleh Amerika Serikat
sebanyak 81 kali, Inggris sebanyak 32 kali dan Prancis menggunakan hak veto sebanyak 18 kali.
Sedangkan China baru menggunakannya sebanyak 5 kali. Dari statistik di atas, terlihat jelas
bahwa hak veto didominasi oleh dua negara yang pernah bersiteru dalam perang dingin, yaitu
Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Untuk Amerika Serikat, 39 veto yang dikeluarkan ialah untuk
memberikan dukungan terhadap Israel. Menurut data, dalam konflik Arab-Israel, dari 175
resolusi Dewan Keamanan PBB tentang Israel, 97 menentang Israel, 74 netral dan 4 mendukung
Israel. Tentunya ini tidak termasuk resolusi yang diveto Amerika Serikat.
Statistik di atas tentunya menunjukkan bagaimana sebenarnya hak veto yang dimiliki
oleh kelima negara tersebut, khususnya oleh Amerika hanya digunakan sebagai alat untuk

9
melanggengkan sebuah rencana yang tentunya hanya mengacu pada national interest dari negara
tersebut. Sebagai contoh, akibat dari pembelaan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Israel,
banyak kasus pembangkangan yang dilakukan oleh Israel terutama implementasi resolusi 271,
298, 452, dan 673.
Melihat realitas saat ini, penggunaan hak veto yang dimiliki oleh anggota tetap Dewan
Keamanan PBB sangat jauh atau bertentangan dengan asas keadilan dan mengingkari realitas
sosial. Adakala keputusan yang ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara pemilik
veto. Sebagai contoh, tidak hanya sekali, dua kali hak veto digunakan oleh Amerika Serikat
untuk melapangkan jalan bagi Israel untuk melancarkan perang, selain itu Amerika Serikat juga
menggunakan hak vetonya untuk menghentikan serangan Israel ke Libanon.
Sebenarnya, hak veto tidak menjadi sebuah masalah jika digunakan sebagaimana
mestinya. Namun, jika melihat kondisi saat ini hak veto digunakan untuk menentang prinsip-
prinsip keadilan dan kebenaran atau dengan kata lain merusak citra PBB sebagai penjaga
perdamaian dunia. Jika melihat lebih ke dalam lagi, serangan Israel ke Palestina jelas-jelas sudah
melanggar hukum humaniter internasional yang ditetapkan sendiri oleh PBB, tapi adanya veto
justru membiarkan hukum humaniter dilanggar oleh Israel.
Hingga detik ini, masalah hak veto selalu membayangi legitimasi PBB. Dengan hak veto,
maka setiap anggota dari Dewan Keamanan PBB dapat mempengaruhi terjadinya perubahan
substansi secara besar-besaran dari suatu resolusi. Bahkan, hak veto mampu mengancam
terbitnya resolusi yang mampu mengancam terbitnya resolusi yang dianggap tidak
menguntungkan bagi negara pemegang veto. Inilah sebuah kesalahan fatal dari penyalahgunaan
sistem hak veto.
Di lain sisi, para perwakilan negara di PBB kadang mengungkapkan kecenderungan
negara pemegang veto untuk saling mengancam menggunakan vetonya dalam forum tertutup
agar kepentingan mereka masing-masing dapat terpenuhi tanpa sama sekali peduli terhadap
negara anggota tidak tetap. Hal inilah yang terkenal dengan istilah “closet veto”.
Sejak pertengahan tahun ‘90-an telah berulangkali ditegaskan terhadap ketidaksetujuan
akan penggunaaan hak veto, sebab hal itu sama saja memberikan jaminan atas ekslusifitas dan
dominasi peran negara anggota Dewan Keamanan PBB. Walaupun mereka selalu mengatakan
bahwa veto adalah jalan terakhir, tapi pada kenyataannya mereka beberapa kali menggunakan
hak veto secara sembunyi-sembunyi.
Kredibilitas Dewan Keamanan semakin dipertanyakan, khususnya mengenai keabsahan
penggunaan hak veto yang dimiliki oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan. Sinyalemen kuat
tersebut setidaknya datang dari negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab yang selama ini
merasa tidak pernah memperoleh tempat dalam menyampaikan suaranya. Dampak buruk dari
peristiwa ini dipastikan akan membawa angin segar bagi pihak Israel bahwa mereka mempunyai
legitimasi perlindungan atas hukum guna melanjutkan pembantaian warga palestina melalui
agresi-agresi berikutnya.
Dari penjabaran di atas sudah seharusnya kita menyuarakan agar hak veto dikaji ulang.
Seperti kita ketahui, pemberian hak veto bagi Anggota Tetap DK PBB tidak terlepas dari faktor
Perang Dunia II dimana negara-negara pemenang perang memiliki hak veto dan dikuatkan
melalui Pasal 27 Piagam PBB. Artinya, pemberian hak veto sedikit banyak merupakan ambisi

10
negara-negara pemenang perang untuk tetap memiliki kekuatan mengendalikan jalannya dunia.
PBB hanya milik dari lima negara pemegang hak veto yang saling tumpang tindih dalam
memperjuangkan kepentingan nasional atau national interest dalam menggunakan hak veto. PBB
bukan lagi sebuah organisasi internasional seidela penjabaran dari Piagam PBB. PBB bukan lagi
PBB yang sesuai pada hakikatnya, melainkan sebuah lembaga yang melegitimasi kepentingan
nasional lima negara pemegang hak veto.
Berpikir bijak, keputusan PBB menyangkut urusan apapun tetap berada di Majelis Umum
(MU) sebagai representasi seluruh anggota tanpa intervensi negara-negara di DK PBB.
Ringkasnya, kita dituntut untuk menyuarakan penghapusan hak veto itu secara konsisten
termasuk mendesak kelima negara pemilik hak veto agar bersedia melepaskan hak vetonya.
Sejarah kelam kembali mencatat ketidakberdayaannya Dewan Keamanan PBB mengatasi
konflik yang terjadi di Timur-Tengah. Inilah kali keduanya pada tahun yang sama Amerika
Serikat melalui juru bicaranya, John Bolton, memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan
yang mengecam serangan Israel di Gaza yang sedikitnya telah menewaskan 18 warga sipil,
termasuk anak-anak dan beberapa perempuan. Dengan demikian, Amerika kini telah
memperpanjang rekor penggunaan hak vetonya guna membendung tindakan internasional
terhadap kebrutalan agresi Israel menjadi sebanyak 41 kali dari 82 hak veto yang pernah
dikeluarkannya selama ini (Global Policy Forum, 14/10/06).
Kredibilitas Dewan Keamanan kini semakin dipertanyakan, khususnya mengenai
keabsahan penggunaan hak veto yang dimiliki oleh 5 (lima) anggota tetap Dewan Keamanan.
Sinyalemen kuat tersebut setidaknya datang dari negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab
yang selama ini merasa tidak pernah memperoleh tempat dalam menyampaikan suaranya.
Dampak buruk dari peristiwa ini dipastikan akan membawa angin segar bagi pihak Israel bahwa
mereka mempunyai legitimasi perlindungan atas hukum guna melanjutkan pembantaian warga
palestina melalui agresi-agresi berikutnya.
* Reformasi Hak Veto
Penggunaan sistem veto sejak awal pembentukannya memang digunakan untuk
melindungi kepentingan para pendiri PBB, dimana hal tersebut hanya diperuntukan bagi negara-
negara yang memenangkan Perang Dunia II (A. Mohammed, 2003). Pada saat pendiriannya di
tahun 1948, telah ditentukan bahwa perwakilan dari Inggris, China, Uni Soviet, Amerika Serikat,
dan Perancis akan menjadi anggota tetap Dewan Kemanan yang kemudian hak veto tersebut
melekat padanya berdasarkan Pasal 27 Piagam PBB.
Hingga saat ini, problematika hak veto selalu membayangi legitimasi dari Dewan
Kemanan PBB. Dengan “mengantongi” hak veto, maka anggota tetap setiap saat dapat
mempengaruhi terjadinya perubahan substansi secara besar-besaran dari suatu resolusi. Bahkan,
hak veto mampu mengancam terbitnya resolusi yang dianggap tidak menguntungkan negara
maupun sekutunya. Sebagai contoh, Amerika Serikat telah menggunakan hak vetonya lebih dari
anggota tetap lainnya sejak tahun 1972, khususnya terhadap resolusi yang ditujukan bagi Israel.
Terlebih lagi sejak 26 Juli 2002, negara adidaya tersebut mengumandangkan doktrin
Negroponte, dimana menyatakan bahwa Amerika Serikat akan selalu siap menentang setiap
resolusi Dewan Kemanan yang berusaha untuk menghukum Israel. Inilah salah satu kesalahan
fatal dari penyalahgunaan sistem hak veto.

11
Di sisi lain, para perwakilan negara-negara di PBB juga acapkali mengungkapkan bahwa
di antara anggota tetap selalu saling mengancam untuk menggunakan hak veto-nya dalam suatu
forum konsultasi tertutup agar kepentingan mereka masing-masing dapat terpenuhi tanpa sama
sekali memperdulikan ada-tidaknya anggota tidak tetap lainnya. Praktek inilah yang biasa
disebut dengan istilah “closet veto” (Celline Nahory, 2004).
Oleh karena itu, banyak kalangan menilai bahwa sistem dan struktur yang ada pada
Dewan Keamanan saat ini haruslah segera direformasi. Sejak pertengahan 90-an, The Non-
Aligned Movement telah berungkali menegaskan ketidaksetujuannya terhadap penggunaan hak
veto, sebab hal itu sama saja memberikan jaminan atas ekslusifitas dan dominasi peran negara
angota tetap Dewan Keamanan. Walaupun anggota tetap mengakui bahwa hak veto seharusnya
merupakan upaya terakhir, tetapi faktanya mereka menggunakan hak veto tersembunyi secara
berulang kali. Penyalahgunaan hak istimewa tersebut pada akhirnya justru menimbulkan
kekacauan sistem di dalam tubuh Dewan Keamanan, membuat semakin tidak demokratis, jauh
dari sebuah arti legitimasi, dan seringkali efektivitasnya dirasakan sangat menyedihkan. Oleh
karenanya, salah satu tuntutan reformasi tersebut yaitu berupaya untuk menghilangkan
pemberian hak veto yang dianggap sebagai akar permasalahan utama dari ketidakefektifan
Dewan Keamanan selama ini. Namun hambatan utamanya adalah dapat dipastikan bahwa negara
anggota tetap akan senantiasa melakukan penolakan setiap adanya keinginan reformasi dari
sistem pengambilan suara yang telah ada, sebab memenuhi tuntutan reformasi tersebut sama saja
melempar posisi mereka jauh menjadi tidak diperhitungkan lagi dalam percaturan politik global.

12
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa ,Hak Veto ini sudah tidak relevan lagi.Sebagaimana uraian
diatas,banyak penyelewengan yang dilakukan negara-negara anggota tetap Dewan Kemanan
PBB yang menggunakan Hak Veto nya hanya untuk kepentingan negara nya saja,tidak
memperdulikan anggota tidak tetap PBB yang lainnya dan hal ini sangat tidak sesuai dengan
PBB itu sendiri yang bertujuan untuk memelihara keamanan negara,justru PBB ini seakan tidak
berdaya untuk menentang 5 negara tetap tersebut. Bagaimana Indonesia menyikapi hal ini,itu
juga sangat sulit.
Melihat kondisi seperti ini, nampaknya Indonesia yang baru saja terpilih menjadi anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB, akan menemui jalan terjal untuk berperan banyak dalam
menciptakan perdamaian dunia, khususnya terhadap pasang-surutnya konflik yang terjadi di
wilayah Timur-Tengah. Padahal, peran Indonesia di forum Dewan Keamanan PBB akan sangat
diharapkan oleh negara-negara dunia ketiga. Hal tersebut disebabkan karena Indonesia
dipandang sebagai wakil dari negara berkembang dan juga wakil dari negara-negara muslim
yang tergabung dalam OKI, mengingat latar belakang negara Indonesia adalah sebagai negara
demokrasi terbesar ketiga dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
Dua tahun masa keanggotaan bukanlah waktu yang cukup lama, sebab meninjau
pengalaman negara-negara anggota tidak tetap selama ini, setidaknya dibutuhkan waktu kurang
lebih satu tahun untuk mendapatkan “sense and feeling” untuk bergerak di Dewan Keamanan.
Terlebih lagi jika harus bersuara dalam forum pertemuan ataupun berdialog langsung dengan
lima negara anggota tetap lainnya yang notabennya sudah puluhan tahun mempunyai
pengalaman bersilat lidah dalam forum yang tetap dan sama itu.
Dalam dua tahun kedepan jua lah dapat dipastikan menjadi batu ujian bagi Indonesia
dalam melaksanakan amanah yang telah diberikan oleh negara-negara anggota PBB selama ini.
Kiranya secepat mungkin Indonesia harus membangun jaringan dengan negara-negara anggota
tidak tetap lainnya, termasuk terhadap publik internasional yang selama ini selalu memberikan
dukungan bagi negara-negara independen sekelas Indonesia. Terkait dengan rencana kunjungan
Bush ke Indonesia, terlepas dari jadi atau tidaknya, semoga hal tersebut tidak ikut menjinakan
integritas dan independensi Indonesia di forum Dewan Keamanan, namun justru memberikan
sinyalemen kuat kepada dunia bahwa ke depannya peran Indonesia benar-benar sangat
diperhitungkan dalam pentas internasional, khususnya oleh “veto power” seperti Amerika
Serikat sekalipun

13
DAFTAR PUSTAKA

 https://panmohammadfaiz.com
 https://id.m.wikipedia.org
 https://anakhimenulis.wordpress.com
 https://international.sindonews.com
 https://www.kompasiana.com
 Samidwae.blogspot.com

14

Anda mungkin juga menyukai