Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Kasus KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga)

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Ismail Marzuki (27)


kesal dan langsung memukuli istrinya Gusti Ayu Maryani (26), hingga
babak belur. Pasalnya sang istri tidak menurut perintah Ismail minta
dibelikan rokok, Sabtu (9/12). "Aku berteriak minta dibelikan rokok, tapi
dia (istri, red) berteriak tidak ada uang." Makanya aku marah dan dia
malah menjawab. Makanya aku pukuli," ungkapnya saat diamankan di
Polsek Kemuning Palembang. Gusti Ayu Maryam yang merasa telah
menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) melaporkan
suaminya ke polisi.

Warga Jalan Rimba Kemuning, Kelurahan Ario Kemuning


Kecamatan Kemuning Palembang tidak terima dengan perlakuan yang
dialami. Saat datang ke Polsek Kemuning Palembang, Gusti Ayu Maryan
kepada polisi mengatakan bila dirinya telah menjadi korban KDRT.
Dengan bukti-bukti lebam dan luka di tubuhnya, polisi langsung
melakukan penangkapan terhadap tersangka saat berada di rumahnya.
Tanpa banyak bicara, tersangka langsung digelandang ke Polsek
Kemuning Palembang untuk mempertanggung jawabkan penganiayaan
yang dilakukan terhadap sang istri. "Aku kesal saja, cuma mau minta
belikan rokok bilang tidak ada uang. Memang aku lagi tidak bekerja, tetapi
hanya meminta dibelikan rokok dia menolak," kilah Ismail.

Kapolsek Kemuning AKP Robert menuturkan, tersangka


ditangkap setelah melakukan penganiayaan terhadap korban yang tidak
lain istrinya sendiri. Korban mengaku sudah sering dipukuli suaminya
bila tidak memberi uang. Selain itu, tersangka ini juga sering meminta
uang untuk membeli narkoba. Namun, saat polisi mengkap dan digeledah

1
tidak ditemukan barang berupa narkoba di rumahnya. "Tersangka ini
memukuli istrinya dipipi, tangan, kaki, kepala lalu mencakar pipi dan dada
serta melempar dengan kompor mainan ke arah dada dan kening. Dari
keterangan pelapor, bahwa tersangka ini sering memakai narkoba dan
sering meminta uang kepadanya untuk membeli narkoba," ujarnya.

2
BAB II
TINJAUAN KASUS

2.1 Deskripsi Kasus KDRT


Dari kasus diatas dapat kita lihat bahwa Ismail Marzuki (27) telah
melakukan tidakan kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan
Gusti Ayu Maryan (Istri pelaku) mengalami luka lubam dan luka di bagian
tubuh lainnya.
Pelaku memukuli korban dipipi, tangan, kaki, kepala lalu mencakar
pipi dan dada serta melempar dengan kompor mainan ke arah dada dan
kening. Korban mengaku tidak kali ini saja ia dipukuli.
Pelaku mengakatan bahwa ia memukuli istrinya karena dia kesal
terhadap perkataan istrinya, pada saat pelaku meminta uang untuk
membeli rokok, istrinya mengakatakan kalau ia sedang tidak punya uang
maka dari itu pelaku langsung kesal dan memukuli korban sampai korban
mengalami luka-luka.

2.2 Permasalahan Kasus


Permasalahan dalam kasus tersebut merupakan faktor dari
kemiskinan dan pengangguran. Dimana seorang suami tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk keluarganya dan hanya bisa
meminta uang kepada istri,dan terjadilah suatu konflik antara suami dan
istri. Konflik itu mengakibatkan terjadinya KDRT (kekerasan dalam
rumah tangga) terhadap Gusti Ayu Maryan (istri pelaku), pelaku memukuli
istrinya dipipi, tangan, kaki, kepala lalu mencakar pipi dan dada serta
melempar dengan kompor mainan ke arah dada dan kening.
Kemiskinan dan pengangguran memang menjadi penghalang
kesejahteraan hidup masyarakat indonesia dan menjadi permasalahan
nomor satu di indonesia. Dan pemerintah harusnya peka terhadap masalah
kemeskinan dan pengangguran yang masih banyak terjadi di dalam
masyarakat indonesia

3
BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Landasan Hukum

Dalam kasus diatas dapat kita lihat terdapat suatu tindakan pidana
yang melanggar hukum yaitu suatu tindakan Kekerasan dalam Rumah
Tangga(KDRT) yang dilakukan oleh Ismail Marzuki terhadap istrinya
sendiri. Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan
perlindungan hukum dalam Undang-Undang Anti Kekerasan dalam
Rumah Tangga No.23 2004 yang antara lain menegasakan :
a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman
dan bebes dari segala bentuk  kekerasan sesuai dengan
falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia
tahun 1945.
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam
rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia,
dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk
deskriminasi yang harus dihapus.
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang
kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan
perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar
terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman
kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan
derajat dan martabat kemanusiaan.
d. Bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah
tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di
indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban
kekerasan dalam rumah tangga.

4
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk
Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam
rumah tangga.
Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri
sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak
pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-
undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi
pasal yang berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap
ayah, ibu, isteri
atau anak diancam hukuman pidana”

Pada Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri
dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :

a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikologis / emosional
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga

Dari kasus diatas dapat dilihat bahwa pelaku telah melanggar hukum pada
Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga No
23/2004.

Pada Pasal 6 Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga No


23/2004 berbunyi “Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a
adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.”

Ketentuan pidana bagi pelaku KDRT yang sesuai dalam peraturan Undang-
Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga No 23/2004 terdapat dalam Pasal
44 UU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga No 23/2004 yang berbunyi :

5
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidananpenjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp 15.000.000.00 (lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000.00
(tiga puluh juta rupiah).

3.2 Pemabahasan
Pada umumnya masyarakat mengetahui bahwa perbuatan KDRT
itu melanggar hukum di indonesia. Lalu kenapa mereka masih melakukan
perbuatan tersebut? Banyak yang bisa menjadi penyebab terjadinya KDRT
seperti sifat yang tidak sabar, sifat ego yang terlalu tinggi, faktor ekomi
yang rendah, tidak ada budaya demokrasi dalam rumah tangga, kurang
terbuka dalam keluarga, sifat yang selalu berprasangka buruk, rendahnya
pendidikan dan pengetahuan perempuan sebagai istri, adanya budaya
patriaki dimasyarakat, dan lemahnya pemahaman dan penangan dari aparat
penegak hukum.
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah tindakan
yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun
anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan
keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor
23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU
PKDRT).
lingkup tindakan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga. Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan

6
pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau
orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau
korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak
bahkan pembatu rumah tangga yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Tidak semua tindakan KDRT dapat ditangani secara tuntas karena korban
sering menutup-nutupi dengan alasan ikatan struktur budaya, agama, dan
belum dipahaminya sistem hukum yang berlaku. Padahal perlindungan
oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap
korban serta menindak pelakunya.

7
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara
suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan
harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan
kerukunan di antara kedua belah pihak, itu juga bisa jadi pemicu
timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Seharusnya seorang suami dan
istri bisa mengimbangi kebutuhan prikism dimana kebutuhan itu sangat
mempengaruhi keinginan kedua belah pihak yang bertentangan. Seorang
suami dan istri harus saling menghargai pendapat pasangannya ,asing-
masing.
Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak
harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa
menimbulkan kekerasan. Tidak hanya satu pihak yang bisa memicu
konflik di dalam rumah tangga, bisa suami maupun istri. Sebelum kita
lihat kesalahan orang lain, marilah kita melihat kesalahan orang lain,
marilah kita berkaca pada diri kita sendiri.
4.2 Saran
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga
maka masyarakat perlu digalakkanpendidikan mengenai HAM dan
pemberdayaan perempuan, menyebarkan informasi dan mempromosikan
prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta
menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah, mengadakan
penyuluhun untuk mencegah kekerasan.

8
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

http://sumsel.tribunnews.com/2017/12/10/sudah-pengangguran-tak-dibelikan-
rokok-sama-istri-lihat-tindakan-kejam-yang-dilakukan-ismail

Anda mungkin juga menyukai