Anda di halaman 1dari 12

Komponen-Komponen

dan Model Pengembangan Kurikulum

Mohamad Bisri1
1
Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Miftahul Mubtadiin, Jl. KH. Wachid Hasyim
Krempyang Tanjunganom Nganjuk Jawa Timur, 64482, Indonesia.
Email: afandibisri184@gmail.com

Abstrak: Pengembangan kurikulum merupakan sebuah kebutuhan dan kewajiban.


Hal ini bertujuan agar kurikulum tetap relevan dan mampu menjawab tantangan
zaman. Sebagaimana organism kurikulum tentu memiliki komponen-komponen
yang holistik dan saling berkaitan. Dalam mengembangkan kurikulum perlu
memperhatikan komponen-komponen dan model pengembangan kurikulum. Untuk
mengetahui subtansi komponen-komponen kurikulum dan model pengembangan
kurikulum, penulis menggunakan pendekatan kajian pustaka. Komponen-komponen
kurikulum meliputi : tujuan, isi, strategi dan evaluasi. Sedangkan model
pengembangan kurikulum cukup banyak, dalam tulisan ini penulis hanya
membatasi 6 model, yaitu: Top Down, Grass Roots, Ralp Tyler, Hilda Taba, DK
Wheeler dan Beauchamp.

Kata Kunci: Komponen Kurikulum, Model Pengembangan Kurikulum.

1. Pendahuluan
Pengembangan kurikulum merupakan sebuah kebutuhan dan kewajiban.
Pernyataan tersebut didasarkan pada perubahan iklim masyarakat yang pasti
terjadi dan terus menerus mengalami dinamisasi, sehingga kebutuhan masyarakat
juga berubah. Oleh karena itu kurikulum juga harus dikembangkan untuk
menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang. Jika tidak diadakan
pengembangan maka bisa dipastikan kurikulum tersebut tidak lagi relevan,
mandek, ketinggalan jaman, sehingga menyebabkan lembaga ditinggalkan oleh
masyarakat. Jika kurikulum diibaratkan organisme (manusia) maka jika
organisme tersebut tidak menyesuikan diri terhadap lingkungan atau keadaan
habibat yang ada maka secara hukum alam organisme tersebut akan mati atau
bisa tersengkir dari komunitasnya.
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme yang memiliki
susunan organ-organ tertentu seperti otak, jantung, paru-paru yang merupakan
organ vital adanya kehidupan. Kemudian kaki serta tangan yang merupakan organ
gerak dan organ panca indera. Organ-organ tersebut memiliki fungsi satu sama
lain yang saling bergantung. Jika organ-organ seluruh tubuh berjalan dengan
normal maka bisa dipastikan fungsinya akan berajalan lancar sehingga bisa
menbentuk organisme (manusia) secara utuh yang sehat dan berdaya guna. Setelah
organ-organ tersebut berjalan dengan lancer, apakah langkah selanjutnya yang
dilakukan? ingin ke mana manusia tersebut beraktivitas, dan seberapa efektif dan
efisienkah manusia tersebut bisa memanfaatkan organ-organ tersebut. Oleh karena
itu perlu adanya pengembangan diri pada diri organisme tersebut agar bisa
menyesuaikan diri pada lingkungan luar.

Komponen-Komponen dan Model Pengembangan Kurikulum I 99


Dari penjelasan di atas sesungguhnya kurikulum bisa diibaratkan dengan
organisme, salah satu alasannya adalah karena keduanya sama-sama merupakan
sistem yang memiliki tujuan. Sistem tersebut bisa saja terbangun dari organ-orang
yang bekerja baik secara sadar maupun tidak sadar. Maka komponen kurikulum
bisa diartikan bagian dari keseluruah yang ada, atau bisa berarti unsur dari sesuatu
yang utuh. Seperti organism, maka kurikulum juga perlu mengadakan
pengembangan diri untuk menjaga eksistensinya agar bisa tetap berguna dan bisa
mendapat legitimasi dari lingkungan. Dalam mengembangkan kurikulum perlu
memperhatikan komponen-komponen dan model pengembangan kurikulum. Hal
ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis dari sudut mana dan arah
pengembangannya ke mana pengembangan tersebut dilakukan.
Sudah menjadi pengetahuan jamak bahwa komponen atau Organ dari
anatomi organanisme kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses
atau sistem penyampaian dan media serta evaluasi. Organ-organ tersebut harus
memiliki keterkaitan, kesinambungan, dan saling membangun satu sama lain
sehingga bisa menjadi sebuah sistem yang utuh dan bisa berjalan dengan normal.
Inilah yang kemudian disebut sebagai organisme kurikulum. Oleh karena itulah,
sangat penting dalam mengembangkan kurikulum perlu mengkaji tentang
komponen-komponen (organ) yang terbangun di dalamnya.
Selain menekankan pada komponen dalam mengembangkan kurikukulum
juga perlu mengkaji tentang model atau pola pengembangan kurikulum. Model
pengembangan kurikulum merupakan cara untuk mendeskirpsikan, menganalisis,
dan membuat skema dari organisme kurikulum. Seperti halnya manusia untuk
menemukan penyakit yang ada di dalam tubuhnya perlu adanya pemeriksaan atau
penelitian secara mendalam. Ataupun karena adanya tekanan psikologi maka perlu
cara-cara khusus. Karena setiap manusia mempunya latar belakang yang berbeda
bisa jadi penyakitnya juga berbeda, oleh karena itu penangananya juga harus
menggunakan model pengembangan yang berbeda. Dengan demikian maka
pengguanaan model-model pengembangan kurikulum di setiap tingkat satuan
pendidikan juga harus berbeda karena setiap sekolah tersebut memiliki ciri khas,
kurikulum, gejala penyakit, dan sumber daya yang berbeda.
Mengacu dari uraian di atas, untuk lebih fokusnya pembahasan penulis akan
memaparkan komponen-komponen kurikulum yang meliputi: tujuan, isi,/bahan
ajar, metode/strategi mengajar dan evaluasi. Sedangkan model pengembangan
kurikulum, penulis akan menjelaskan beberapa model diantaranya : model top
down, grass roots, Ralp Tyler, Hilda Taba, DK. Wheeler, dan Beauchamp.

2. Metode
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat library research atau
kajian pustaka. Karena kajian ini bersifat pustaka, untuk itu dalam seluruh
prosesnya dari awal hingga akhir penelitian, penulis menggunakan berbagai
macam pustaka yang relevan untuk menjawab permasalahan yang dicermati.
Sementara itu, penelitian kajian pustaka merupakan penampilan argumentasi
penalaran keilmuan yang memaparkan hasil kajian pustaka dan hasil olah pikir
peneliti mengenai topik atau masalah kajian, dimana memuat beberapa gagasan
atau proposisi yang berkaitan yang harus didukung oleh data yang diperoleh dari

100 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020


sumber pustaka. Obyek penelitian adalah komponen-komponen dan
pengembangan kurikulum Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif analitik dengan menerapkan analisa konten sebagaimana
yang digagas oleh Shelley dan Krippendorff yaitu teks, mengajukan pertanyaan
riset, memahami konteks, menganalisa konstruks, melakukan inferensi dan
validasi data.[5, p. 43] Untuk mempermudah analisa konten tersebut, diantara
langkah yang dilakukan adalah dengan mengumpulkan data-data dari berbagai
macam journal, artikel, serta buku-buku yang relevan seperti Pengembangan
Kurikulum karya A. Hamid Syarief, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek
karya Nana Syaodih Sukmadinata dan beberapa buku serta artikel terkait.

3. Hasil
Komponen- komponen kurikulum terjadi beda pendapat antara satu pakar
dengan pakar lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan sudut
pandang dalam mengidentifikasi unsur-unsur kurikulum. Sekalipun demikian
setidaknya ada 4 unsur penting kurikulum yang akan menjadi pembahasan dalam
artikel ini, yaitu: tujuan kurikulum, komponen isi/bahan, komponen strategi
pelaksanaan, dan komponen evaluasi.
Model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks
atau sistem, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah
realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari
keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan
yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah
berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil
keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum,
pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas
kelebihan dan kebaikan-kebaikanya serta kemungkinan tercapainya hasil yang
optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang
digunakan. Dalam artikel ini penulis membatasi beberapa model pengembangan
kurikulum diantaranya adalah: Top Down, Grass Roots, Ralp Tyler, Hilda Taba,
DK. Wheeler dan Beauchamp.

4. Pembahasan
Komponen-komponen kurikulum merupakan hal terpenting yang perlu
dipelajari, dikaji, diteliti oleh setiap insan yang notabene mengelola sebuah
lembaga pendidikan, begitu pula memahami model-model pengembangan
kurikulum sebab praktisi pendidikan akan salah arah manakala dia buta terhadap
keduanya. Untuk itulah, penulis akan mencoba membahas kedua hal tersebut
berikut ini:
A. Komponen-Komponen Kurikulum
Komponen kurikulum secara umum dalam dunia pendidikan yang luas
menurut Syaodih Sukmadinata teridentifikasi dalam unsur atau anatomi tubuh
kurikulum yang utama adalah terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut yaitu
tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, dan evaluasi,
Komponen-Komponen dan Model Pengembangan Kurikulum I 101
yang mana keempatnya berkaitan erat satu dengan lainnya. Sedangkan Hamid
Syarief menguraikan kurikulum secara struktural terbagi menjadi beberapa
Komponen diantaranya adalah
1) Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan erat dengan arah atau hasil yang
diharapan secara mikro maupun makro. Tujuan pendidikan memiliki
klasifikasi dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang
bersifat spesifik dan dapat diukur, yang kemudian dinamakan dengan
kompetensi. Pembahasan lebih lanjut tujuan pendidikan nasional
diklasifikasikan menjadi empat yaitu:
a) Tujuan Pendidikan Nasional (TPN); merupakan tujuan dan arah
pendidikan secara umum yang harus dijadikan patokan atau pedoman bagi
setiap lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. Maka untuk setiap
madrasah di seluruh Indonesia tidak boleh membuat rumusan tujuan
sendiri yang keluar dari koridor Tujuan pendidikan Nasional. Aturan main
atau pedoman tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-undang
RI terbaru yang telah disahkan oleh anggota DPR RI. Sebagaimana dalam
UU RI no. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang SISDIKNAS bahwa tujuan
pendidikan nasional adalah: “Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warg Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
b) Tujuan Intstitusional (TI) atau lembaga; tujuan kelembagaan dirumuskan
oleh masing-masing lembaga sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
lembaga dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Ini berarti bahwa
tujuan Insitusional tidak boleh keluar dari bingkai tujuan pendidkan
Nasional yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Tujuan Isntitusional
biasanya juga melihat dari jenjang masing-masing lembaga atau sesuai
dengan tingkat usia siswa, sehingga setiap jenjang harus memiliki
keterkaitan satu sama lain yang mana jenjang yang paling dasar
mendukung tujuan institusional secara umum jenjang yang lebih tinggi.
c) Tujuan Kurikuler (TK); tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi
atau mata pelajaran merupakan bagian dari salah satu cakupan tujuan
lembaga. Tujuan kurikuler merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan
tujuan institusional. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
d) Tujuan Intruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP); tujuan intruksional
merupakan bagian dari tujuan kurikuler. Tujuan pembelajaran adalah
tujuan yang harus dicapai oleh guru dan siswa dalam satu kali tatap muka
atau satu kali pertemuan. Dalam setiap sesi pertemuan merupakan salah
satu upaya untuk mencapai tujuan kurikuler. Dapat disimpulkan bahwa
dalam setiap pertemuan harus memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai.
Berdasarkan pemaparan di atas tertuama berdasarkan UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam
lembaga memiliki kewenangan dan hak untuk mengembangkan,
mengelaborasi, dan menyusun atau memprogram komponen-komponen

102 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020


kurikulum yang berlandaskan nilai-nilai yang menjadi ciri khas bagi masing-
masing sekolah.

2) Komponen Isi
Komponen isi adalah komponen yang didesain untuk mencapai
komponen tujuan. Yang dimaksud komponen materi adalah bahan-bahan
kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman, dan
keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna
mencapai komponen tujuan. Komponen materi harus dikembangkan untuk
mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen tujuan dengan
komponen materi atau dengan komponen-komponen yang lainnya haruslah
dilihat dari sudut hubungan yang fungsional.Pada hakekatnya materi
kurikulum adalah isi kurikulum. Dalam Undang-undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa “Isi kurikulum merupakan bahan
kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional” (Bab IX, Ps. 39). Sesuai dengan rumusan tersebut isi
kurikulum dikembangkan dan disusun berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a) Materi kurikulum berupa bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan
kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam
proses belajar dan pembelajaran.
b) Materi kurikulum mengacu pada pencapaian tujuan masing-masing satuan
pendidikan. Perbedaan dalam ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran
disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan pendidikan tersebut.
c) Materi kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dalam hal ini, tujuan pendidikan nasional merupakan target tertinggi yang
hendak dicapai melalui pencapaian materi kurikulum.

Materi kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai dengan


tujuan kurikulum, yang meliputi :
a) Teori, ialah seperangkat konstruk atau konsep, definisi dan preposisi
yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang
gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara variable-
variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
b) Konsep, ialah suatu abstraksi yang dibentuk oleh generalisasi dan
kekhususan-kekhususan. Konsep adalah definisi singkat dari sekelompok
fakta atau gejala.
c) Generalisasi, adalah kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat, atau pembuktian dalam penelitian.
d) Prinsip, adalah ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
e) Prosedur, adalah suatu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi
pelajaran yang harus dilakukan oleh siswa.
f) Fakta, adalah sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap
penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat, dan kejadian.

Komponen-Komponen dan Model Pengembangan Kurikulum I 103


g) Istilah, adalah kata-kata perbendaharaan yang baru yang khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
h) Contoh atau ilustrasi, ialah suatu hal atau tindakan atau proses yang
bertujuan untuk memperjelas suatu uraian.
i) Definisi, adalah penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu
hal/suatu kata dalam garis besarnya.Preposisi, adalah suatu pernyataan
atau theorem, atau pendapat yang tidak diberi argumentasi.

3) Komponen Strategi
Komponen strategi dan metode merupakan komponen yang memiliki
peran yang sangat penting, dikarenakan berhubungan dengan implementasi
kurikulum. Strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum
perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan kata lain strategi memiliki
dua hal yang penting yaitu rencana yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan
dan strategi disusun untuk mencapai tujuan terentu. Sedangkan metode adalah
upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan belajar nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
Strategi menuju pada pendekatan, metode serta peralatan mengajar
yang digunakan dalam pengajaran. Pada hakekatnya strategi pengajaran tidak
hanya terbatas pada hal itu saja, tetapi menyangkut berbagai macam yang
diusahakan oleh guru dalam membelajarakan siswa tersebut. Dengan kata lain
mengatur seluruh komponen, baik pokok maupun penunjang dalam sistem
pengajaran. Subandijah, memasukkan komponen evaluasi kedalam komponen
strategi. Hal ini berbeda pula dengan pendapat para ahli lainnya yang
mengatakan bahwa komponen evaluasi adalah komponen yang berdiri sendiri.

4) Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat
diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainan sepak bola,
memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak
untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak diluluskan, karena itu siswa
yang dapat mencapai targetlah yang berhak untuk diluluskan,sedangkan siswa
yang tidak mencapai target (prilaku yang diharapkan) tidak berhak untuk
diluluskan. Dilihat dari fungsi dan urgeni evaluasi yang demikian, Dari sudut
komponen evaluasi misalnya, berapa banyak guru yang mengerjakan suatu
mata pelajaran yang sesuai dengan latar belakang pendidikan guru dan
ditunjang pula oleh media dan sarana belajar yang memedai serta murid yang
normal.
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan serta menilai proses pelaksaan mengajar secara keseluruhan. Setiap
kegiatan akan memberikan umpan balik demikian juga dalam pencapaian
tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut
digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi
penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajar,
strategi, dan media mengajar.

104 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020


5) Evaluasi hasil belajar mengajar
Untuk menilai keberhasilan penguasaan siswa atau tujuan-tujuan
khusus yang telah ditentukan, diadakan suatu evaluasi. Evaluasi ini disebut
juga evaluasi hasil belajar mengajar. Dalam evaluasi ini disusun butir-butir
soal untuk mengukur pencapaian tiap tujuan khusus yang telah ditentukan.
Untuk tiap tujuan khusus minimal disusun satu butir soal. Menurut lingkup
luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penugasan siswa terhadap
tujuan-tujan belajar dalam jangka waktu yang cukup pendek. Tujuan utama
dari evaluasi formatif sebenarnya lebih besar ditujukan untuk menilai proses
pengajaran. Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah evaluasi
formatif digunakan untuk menilai penugasan siswa setelah selesai
mempelajari satu pokok bahasan. Hasil evaluasi formatif ini terutama
digunakan untuk memeprbaiki proses belajar-mengajar dan membantu
mengatassi kesulitan-kesulitan belajar siswa. Dengan demikian evaluasi
formatif, selain sebagai fungsi menilai proses, juga merupakan evaluasi atau
tes diagnostic
Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap
tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangkaa waktu
yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendididkan.
Evaluasi sumatif mempunyai fungsi yang lebih luas dari pada evaluasi
formatif. Dalm kurikulum pendidikan dasar dan menengah, evaluasi sumatif
dimaksudkan untuk menilai kemajuan belajar siswa (kenaikan kelas,
Kelulusan ujian) serta menilai efektifitas program secara menyeluruh.
Untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang
telah ditentukan atau bahan yang telah diajarkan ada dua macam, yaitu:
Criterion Referenced dan Norm Referenced.
Dalam Criterion Referenced, Yaitu penguasaan siswa yang diukur
dengan sesuatu tes hasil belajar dibandingkan dengan sesuatu kriteria tertentu
umpamanya 80% dari tujuan atau bahan yang diberikan. Dengan demikian
dalam criterion referenced ada suatu kriteria standar. Dalam Norm
Referenced, tidak ada suatu kriteria sebagai standar, penguasaan siswa
dibandingkan tingkat penguasaan kawan-kawannya satu kelompok. Dengan
demikian norma yang digunakan adalah norma kelompok, yang lebih bersifat
relatif. Kelompok ini dapat berupa kelompok kelas, sekolah, daerah, ataupun
nasional,. Dalm implementasi kurikulum atau pelaksanaan pengajaran,
criterion referenced digunakan pada evaluasi formatif, sedangkan norm
referenced digunakan pad evaluasi sumatif.

6) Evaluasi pelaksanaan mengajar


Komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar
mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi
komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut sekuens
bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar
sendiri.

Komponen-Komponen dan Model Pengembangan Kurikulum I 105


Dalam program mengajar komponen-komponen yang dievaluasi
meliputi: komponen tingkah laku yang meliputi aspek-aspek (subkomponen):
kognitif, afektif, dan psikomotor; komponen mengajar meliputi isi, metode,
organisasi, fasilitas, dan biaya; dan komponen populasi mencakup: siswa,
guru, administator, spesialis pendididkan, keluarga, dan masyarakat. Untuk
mengevaluasi komponen-komponen dan proses pelaksanaan mengajar bukan
hanya digunakan tes tetapi juga digunakan bentuk-bentuk nontes, seperti
observasi, studi dokumenter, analisis hasil pekerjaan, angket dan checklist.
Evaluasi dapat digunakan oleh guru atau pihak-pihak lain yang berwenang
atau diberi tugas, seperti kepala sekolah dan pengawas, tim evaluasi kanwil
atau pusat. Sesuai dengan prinsip sistem, evalasi dan umpan balik diadakan
secara terus menerus, walaupun tidak semua komponen mendapat evaluasi
yang sama kedalaman dan keluasannya. Karena sifatnya menyeluruh dan terus
menerus tersebut maka evaluasi pelaksaan sistem mengajar dapat dipandang
sebagai monitoring.

B. Model-Model Pengembangan Kurikulum


Kata model secara etimologi memiliki arti pola (acuan dan contoh dari
sesuatu yang dibuat). Sedangan menurut analisis penulis sesungguhnya model
pengembangan kurikulum bisa juga diartikan sebagai sebuah pendekatan atau
pola ‘apa’ yang digunakan untuk mengembangkan kurikulum. Sehingga dalam
proses pengembangan kurikulum bisa terlaksana secara tepat guna, tepat
sasaran, dan tepat pembiayaanya.
Pemilihan salah satu dari model pengembangan kurikulum bukan hanya di
dasarkan pada kelebihan, kebaikan, dan bisa ke tingkat pencapaian optimal.
Tetapi juga harus disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
pengelolalan pendidikan serta model konsep pendidikan yang digunakan.
Model-model pengembangan kurikulum diantaranya adalah:
1) Top Down
Model ini disebut juga model administratif atau garis-komando (line-
Staff) merupakan pola pengembangan kurikulum yang paling awal dan
mungkin yang paling dikenal. Model pengembangan kurikulum ini
berdasarkan pada cara kerja atasan-bawahan (top-down) yang dipandang
efektif dalam pelaksanaan perubahan kurikulum.
Model administrasi/garis komando memiliki langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Administrator Pedidikan / Top Administrative Officers (pemimpin)
membentuk komisi pengarah.
b) Komisi Pengarah (Steering Comittee) bertugas merumuskan rencana
umum, mengembangkan prinsip-prinsip sebagai pedoman, dan
menyaipkan suatu pernyataan filosofi dan tujuan-tujuan untuk seluruh
wilayah sekolah.
c) Membentuk komisi kerja pengembangan kurikilum yang bertugas
mengembangkan kurikulum secara operasional mencakup keseluruhan
komponen kurikulum dengan mempertimbangkan landasan dan prinsip-
prinsip pengembangan kurikulum.

106 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020


d) Komisi pengarah memeriksa hasil kerja dari komisi kerja dan
menyempurnakan bagian-bagian tertentu bila dianggap tidak perlu.
Karena pengembangan kurikulum model administratif ini berdasarkan
konsep, inisiatif, dan arahan dari atas kebawah, maka akan
membutuhkan waktu bertahun-tahun agar dapat berjalan dengan baik.
Hal ini disebabkan adanya tunututan untuk mempersiapkan para
pelaksana kurikulum tersebut.
Dari uraian mengenai model pengembangan kurikulum administratif
kita dapat menandai adanya dua kegiatan didalamnya:
a) Menyiapkan seperangkat dokumen kurikulum baru, dan
b) Menyiapkan instalasi dan implementasi dokumen.
Dengan kata lain, midel administratif/ garis-komando membutuhkan
kegiatan pemyiapan para pelaksana kurikulum melalui berbagai bentuk
pelatihan agar dapat melaksanakan kurkulum dengan baik.

2) Grass Roots
Pendekatan Grass roots merupakan kebalikan dari pendekatan
Adminidtratif, Pendekatan grass roots yang disebut juga dengan istilah
pendekatan bottom-up, yaitu suatu proses pengembangan kurikulum yang
diawali dari keinginan yang muncul dari tingkat bawah (sekolah atau guru).
Keinginan ini biasanya didorong oleh hasil pengalaman yang
dirasakan pihak sekolah atau guru, dimana kurikulum yang sedang berjalan
dirasakan terdapat beberapa masalah atau ketidaksesuaian dengan
kebutuhan dan potensi yang tersedia di lapangan.
Untuk terlaksananya pengembangan kurikulum model grass roots ini
diperlukan kepedulian dan profesionalisme yang tinggi dari pihak sekolah
antara lain yaitu.
a) Sekolah atau guru bersifat kritis untuk menyikapi terhadap kurikulum
yang sedang berjalan
b) Sekolah atau guru memiliki ide-ide inovatif dan bertanggung jawab
untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan
potensi yang dimiliki
c) Sekolah atau guru secara terus menerus terlibat dalam proses
pengembangan kurikulum
d) Sekolah atau guru bersikap terbuka dan akomodatif untuk menerima
masukan-masukan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum model grass roots ini secara teknis
operasional bisa dilakukan dalam pengembangan kurikulum secara
menyeluruh (kurikulum utuh), maupun pengembangan hanya terhadap
aspek-aspek tertentu saja. Misalnya pengembangan untuk satu mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran tertentu, pengembangan terhadap
metode dan strategi pembelajaran, pengembangan visi dan misi serta
tujuan, dan lain sebagainya. Dengan demikian yang dimaksud
pengembangan kurikulum baik dengan pendekatan top down approach
maupun grass roots approach secara teknis bisa pengembangan terhadap
kurikulum secara menyeluruh (kurikulum utuh), atau pengembangan hanya

Komponen-Komponen dan Model Pengembangan Kurikulum I 107


berkenaan dengan bagian atau aspek-aspek tertentu saja sesuai dengan
kebutuhan.

3) Ralp Tyler
Ralph Tayler pada tahun 1950 menciptakan suatu mata pelajaran baru
dengan judul prinsip prinsip kurikulum pengajaran. Kemudian beliau
mengidentifikasi 4 pertanyaan fundamental yang memerlukan jawaban dan
pengembangan untuk setiap kurikulum dan perencanaan pengajaran.
Pertanyaan pertanyaan tersebut adalah:
a) Tujuan tujuan pendidikan apakah yang harus dicapai oleh sekolah
lembaga pendidikan?
b) Pengalaman pendidikan apakah yang sangat perlu disediakan?
c) Bagaimanakah pengalaman pendidikan dapat diorganisasikan?
d) Bagaimana dapat diketahui dan ditentukan bahwa tujuan tujuan
tersebut telah dicapai?
Pemikiran Ralph Tayler tersebut telah banyak mendasari dalam
pengembangan kurikulum masa sekarang. Dalam kaitannya dengan
pelaksanaan kurikulum Tayler mengembangkan pertanyaan-pertanyaan.
Pandangan ini yang menyarankan suatu pendekatan linier dalam
pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Wheler 1967. Dia
menyatakan bahwa proses pengembangan kurikulum terdiri atas lima
komponen yaitu; tujuan dan sarana, penentuan pengalaman belajar,
penentuan isi atau materi pelajaran, organisasi dan integrasi pengalaman
proses belajar mengajar di kelas, evaluasi terhadap efektifitas semua aspek
dari komponen di atas dalam mencapai tujuan.

4) Hilda Taba
Model pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh Hilda Taba
atas dasar data induktif yang disebut model terbalik, karena biasanya
pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang secara
deduktif.
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak
merangsang timbulnya inovasi-inovasi, menurutnya pengembangan
kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreatiitas guru adalah yang
bersifat induktif, yang merupakan investasi atau arahan terbalik dari model
tradisional.
Pengembangan model ini diawali dengan melakukan pencarian data
serta percobaan dan penyusunan teori serta diikuti dengantahapan
implemen-tasi, hal ini dilakukan guna mempertemukan teori dan praktek,
adapun lankah –langkah adalah
a) Mendiagnosis kebutuhan merumuskan tujuan menentukan materi,
penilaan, memperhatikan antara luas dan dalamnya bahan, kemudian
disusunkah suatu unit kurikulum.
b) Mengadakan try out
c) Mengadakan revisi atas tray out

108 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020


d) Menyusun kerangka kerja teori
e) Mengumumkan adanya kurikulum baru yang akan diterapkan.

5) DK. Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, curriculum process,
Wheler (1967) mempunyai argument tersendiri agar pengembang
kurikulum ( curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses
melingkar ( a cycle process), yang mana setiap elemen saling berhubungan
dan saling bergantung. Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam
pengembangan kurikulum pada dasrnya memiliki bentuk rasional.Setiap
langkahnya merupakan pengembangan secara logis terhadap model
sebelumnya, di mana secara umum suatu langkah tidak dapat dilakukan
sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan.

6) Beauchamp
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode beauchamp
dikembangkan oleh Beauchamp ahli dibidang kurikulum hal ini memiliki 5
bagian pembuat keputusan. Lima tahap tersebut adalah:
a) Memutuskan arena atau lingkup wilayah pengembangan kurikulum,
suatu keputusan yang menjabarkan ruang lingkup upaya pengembangan.
(suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di
kelas diperluas di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik bersekala
regional atau nasional yang disebut arena)
b) Menetapkan personalia atau tim para ahli kurikulum, yaitu siapa-siapa
saja yang ikut terlibat dalam pengembangan kurikulum.
c) Tim menyusun tujuan pengajaran kurikulum dan pelaksanaan proses
belajar mengajar, untuk tugas tersebut perlu dibentuk dewan kurikulum
sebagai coordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan
kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria
untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai dan menulis secara
menyeluruh mengenai kurikulum yang akan dikembangkan.
d) Implementasi kurikulum, yakni kegiatan untuk menerapkan kurikulum
seperti yang sudah diputuskan dalam ruang lingkup pengembangan
kurikulum.
e) Evaluasi Kurikulum.

5. Kesimpulan
Komponen-komponen kurikulum meliputi: tujuan kurikulum, komponen
isi/bahan, komponen strategi pelaksanaan, dan komponen evaluasi. Tujuan
kurikulum meliputi : tujuan nasional, institusional, kurikuler dan instruksional.
Komponen isi meliputi ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman, dan keterampilan
yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna mencapai komponen
tujuan. Komponen strategi pembelajaran merupakan pola dan urutan umum
perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi ditujukan untuk menilai
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksaan

Komponen-Komponen dan Model Pengembangan Kurikulum I 109


mengajar secara keseluruhan. Evaluasi terbagi 2, yaitu: evaluasi hasil belajar
mengajar & evaluasi pelaksanaan mengajar Model-model pengembangan
kurikulum banyak ragamnya, diantaranya: model Top Down, Grass Roots, Ralp
Tyler, Hilda Taba, DK. Wheeler dan Beauchamp.

6. Daftar Referensi
[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka, 1989.
[2] A. H. Syarief, Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
[3] N. S. Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek.
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.
[4] W. Sanjaya and D. Andayani, “Komponen-komponen Pengembangan
Kurikulum,” in Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press, 2011.
[5] Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
[6] O. Hamalik, Kurikulum Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
[7] Dimyati and Mudjiono, Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta,
2006.
[8] Dakir, Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta,
2010).
[9] Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum . Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 1996.
[10] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2014.

110 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

Anda mungkin juga menyukai