Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Kegawatdaruratan Maternal tentang Neuropsikiatri

Pengampuh : (Dr. Roni Rowawi, SpOG(K))

KELOMPOK

FITRIANI YUSUF RANTE RAPA (4007200017)

ASIMA LAMTIAR HOTNAULI PAKPAHAN (4007200019)

YANI JUWITA (4007200012)

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA KEBIDANAN TERAPAN

STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk sederhana. Atas bantuan dan
bimbingan semua pihak maka makalah ini dapat diselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kami
memohon maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenaan dihati pembaca. Serta masukan berupa
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Bandung, Juli 2021


DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………………… i

Daftar Isi …………………………………………………………………………… ii

BAB 1. Pendahuluan …………………………………………………………………… 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….... 1

1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………

1.3 Tujuan ……………………………………………………………………

BAB 2. Pembahasan
……………………………………………………………………

BAB 3. Penutup …………………………………………………………………………...

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal
setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran, sekitar 99% dari
seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang, sekitar 80% kematian maternal
merupakan akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah
persalinan (WHO, 2014).
Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat
mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran
bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang
bisa mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan tersebut
harus segera ditangani, karena jika lambat dalam menangani akan menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi baru lahir (Walyani & Purwoastuti, 2015)
Tingginya AKI selama tahun 2010-2013 disebabkan oleh perdarahan saat
bersalin, selain itu juga ada 4 penyebab utama dari kematian ibu, janin, dan bayi baru
lahir (BBL) yaitu dapat disebabkan oleh adanya perdarahan saat bersalin, infeksi sepsis,
hipertensi dan preeklampsia atau eklampsia, dan persalinan macet atau distosia (Walyani
& Purwoastuti, 2015). Berdasarkan Data yang telah disampaikan oleh Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2016, bahwa di Indonesia AKI pada tahun 1991 sampai dengan 2007
mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup, sejak tahun
2012 menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan jumlah 359 kematian ibu per
100.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2015 jumlah AKI menunjukkan penurunan
dari 359 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2016). AKI ini belum
memenuhi target Millinium Development Goals (MDGs). Target Millinium Development
Goals (MDGs) tahun 2015 menurunkan angka kematian ibu dengan jumlah 102 per
100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2017).
Berdasarkan hasil riset Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada
tahun 2012, kejadian meninggalnya ibu sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup, hal ini
memberikan kontribusi sebesar 59% dari kematian bayi. Hasil survei penduduk antar
sensus (SUPAS) tahun 2015, bahwa jumlah AKB sebanyak 22,23 per 1.000 jumlah
kelahiran hidup, hal ini sudah sesuai dengan target Millinium Development Goals
(MDGs) yaitu sebesar 23 per kelahiran hidup AKB merupakan jumlah kematian bayi
dalam rentang usia 0 – 11 bulan pertama kehidupan (Kemenkes, 2017).
Kejadian kematian dan kesakitan ibu masih merupakan masalah kesehatan yang
sangat penting yang dihadapi di Negara-negara berkembang. Berdasarkan riset World
Health Organization (WHO) pada tahun 2017 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia masih
tinggi dengan jumlah 289.000 jiwa. Beberapa Negara berkembang AKI yang cukup
tinggi seperti di Afrika Sub-Saharan sebanyak 179.000 jiwa, Asia Selatan sebanyak
69.000 jiwa, dan di Asia Tenggara sebanyak 16.000 jiwa. AKI di Negara – Negara Asia
Tenggara salah satunya di Indonesia sebanyak 190 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam
sebanyak 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand sebanyak 26 per 100.000 kelahiran
hidup, Brunei sebanyak 27 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia sebanyak 29 per
100.000 kelahiran hidup (WHO, 2017).
Burger dkk, 1993 dalam Astri Y menyebutkan bahwa seorang ibu hamil yang
mengalami gangguan Kesehatan selama kehamilan, tentunya akan mengalami kecemasan
dalam menghadapi persalinan. Bagi ibu hamil yang memiliki janin dengan resiko tinggi
untuk kelainan bawaan, kecemasan makin meningkat, sedangkan ibu hamil dengan
komplikasi kehamilan adalah dua kali cenderung memiliki ketakutan terhadap kelemahan
bayinya atau menjadi depresi.Ibu hamil dengan tingkat kecemasan yang tinggi memiliki
resiko melahirkan bayi prematur bahkan keguguran (Astri Y, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Menjelaskan kegawatdaruratan neurologis pada kehamilan dan persalinan
2. Menjelaskan kegawatdaruratan psikiatri pada kehamilan
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kegawatdaruratan neurologis pada kehamilan dan persalinan
2. Menjelaskan kegawatdaruratan psikiatri pada kehamilan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Kegawatdaruratan Kehamilan dan Persalinan

Pengertian kegawatdaruratan istilah kegawatan dan kegawatdaruratan adalah


suatu keadaan yang serius, yang harus mendapatkan pertolongan segera.
Kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau kegawatdaruratan yang
terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas (Maryunani A, 2016:28).
Kehamilan merupakan proses yang diawali dengan adanya pembuahan atau
konsepsi, masa pembentukan bayi dalam rahim, dan diakhiri dengan lahirnya sang bayi
(Manuaba, 2007). Banyak yang berubah saat kehamilan, mulai dari kondisi fisik maupun
psikososial karena pertumbuhan dan perkembangan alat reproduksi dan janin
(Fourianalistyawati, 2018). Pertumbuhan dan perkembangan alat reproduksi yang
dimaksudkan adalah persiapan ibu untuk menyusui dan saluran kelahiran untuk
persalinan. Perubahan ini dapat menimbulkan beberapa rasa sakit atau nyeri pada ibu
hamil (Triwulandari & Fourianalistyawati, 2017)
Ibu-ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit tertentu atau komplikasi, seperti
pre-eklampsia, diabetes dan darah tinggi termasuk dalam kondisi kehamilan resiko tinggi.
Selain itu, anemia, sakit jantung, obesitas, penyakit terkait saluran kencing, penyakit hati,
dan penyakit paru-paru yang diderita ibu-ibu hamil juga membuat mereka termasuk
dalam kondisi kehamilan dengan risiko tinggi (Vasquez, Acuna, & Montanez, 2012)
Secara normal, kehamilan umumnya berlangsung selama 280 hari (40 minggu
atau 9 bulan 7 hari). Selain kehamilan normal, ada juga yang disebut dengan kehamilan
risiko tinggi (KRT). Kehamilan risiko tinggi adalah kondisi kehamilan yang
menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun
janin yang dikandung (Manuaba, 2007). Prawiroharjo (2008) menyatakan bahwa
kehamilan risiko tinggi dapat berlangsung kurang atau lebih dari 280 hari.
Kegawatdaruratan obstetri dan neonatal merupakan suatu kondisi yang dapat
mengancam jiwa seseorang, hal ini dapat terjadi selama kehamilan, ketika kelahiran
bahkan saat hamil. Sangat banyak sekali penyakit serta gangguan selama kehamilan yang
bisa mengancam keselamatan ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Kegawatan tersebut
harus segera ditangani, karena jika lambat dalam menangani akan menyebabkan
kematian pada ibu dan bayi baru lahir (Walyani & Purwoastuti, 2015).
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan
segera guna menyelamtkan jiwa/nyawa (Campbell S, Lee C, 2010).
a. Pasien Gawat Darurat Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan
dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
b. Pasien Gawat Tidak Darurat Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru.
Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
c. Pasien Darurat Tidak Gawat Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi
tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan
label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Pasien yang tidak mengalami kegawatan
dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien
batuk, pilek.
e. Pasien Meninggal Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas
terakhir. Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak
segera ditangani akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi
penyebab utama kematian ibu janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002). Kasus
gawat darurat neonatus ialah kasus bayi baru lahir yang apabila tidak segara
ditangani akan berakibat pada kematian bayi. Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi
yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit
kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan
psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-
waktu (Sharieff, Brousseau, 2008). Kegawatdaruratan maternal perdarahan yang
mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang
terjadi pada minggu awal kehamilan, persalinan, postpartum, hematoma, dan koagulopati
obstetric.

2.2 Prinsip Dasar Penanganan Gawat Darurat


Dalam menangani kasus gawatdaruratan, penentuan masalah utama (diagnosis)
dan tindakan pertolongan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang (tidak panik),
walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarannya mungkin dalam kepanikan.
Semuanya dilakukan dengan cepat, tepat dan terarah (Maryunani A dan Eka P, 2013:1 -
3).
1) Menghormati pasien
a) Setiap pasien harus diperlakukan dengan rasa hormat, tanpa memandang status
sosial dan ekonominya.
b) Dalam hal ini petugas juga harus memahami dan peka bahwa dalam situasi
dan konidisi kegawatdarurat perasaan cemas, ketakutan, dan kepribadian adalah
wajar bagi setiap manusia dan keluarga yang mengalaminya
2) Kelembutan
a) Dalam melakukan penegakan diagnosis, setiap langkah harus dilakukan
dengan penuh kelembutan.
b) Dalam hal ini, termasuk dalam menjelaskan keadaan pasien bahwa rasa sakit
atau kurang enak badan tidak dapat dihindari sewaktu melakukan pemeriksaan
dan memberikan pengobatan, tetapi prosedur itu akan dilakukan selembut
mungkin sehingga perasaan kurang enak itu di upayakan sedikit mungkin.
3) Komunikatif
a) Petugas kesehatan harus memiliki keterampilan dalam berkomunikasi, tentunya
dalam bahasa dan kalimat yang mudah dimengerti, mudah dipahami, dan
memperhatikan nilai norma kebudayaan setempat.
b) Menjelaskan kondisi yang sebenarnya pada pasien sangatlah penting.
4) Hak pasien
Hak – hak pasien harus dihormati, seperti penjelasan dalam pemberian
persetujuan tindakan (inform consent).
5) Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga sangatlah penting bagi pasien. Oleh karena itu,
petugas kesehatan harus mengupayakan hal itu antara lain dengan senantiasa
memberikan penjelasan kepada keluarga pasien tentang kondisi akhir pasien, peka
akan masalah keluarga yang berkaitan dengan keterbatasan keuangan (finansial),
keterbatasan transportasi, dan sebagainya.
2.3 Neupsikiatri dalam Kehamilan dan Persalinan

A. Defenisi Kegawatdaruratan Neurologis dalam Kehamilan dan Persalinan

Gangguan perkembangan neurologis adalah kegagalan untuk memiliki


kemampuan fungsi neurologis yang seharusnya dimiliki, yang disebabkan oleh adanya
lesi (defek) dari otak yang terjadi pada periode awal pertumbuhan otak. Penyebab
gangguan terjadi pada masa pranatal, perinatal ataupun pasca natal.Perkembangan
merupakan suatu proses yang teratur dan berurutan yang dimulai dari beberapa hal
sederhana, yang berkembang menjadi semakin kompleks. Pertumbuhan dan
perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng saraf (neural plate), pada
masa embrio yaitu sekitar hari ke-16 yang kemudian menggulung membentuk tabung
saraf (neural tube) pada hari ke-22. Pada minggu ke-5 mulailah terlihat cikal bakal otak
besar di ujung tabung saraf. Selanjutnya terbentuklah batang otak, serebelum dan bagian-
bagian lainnya. Perkembangan otak yang kompleks memerlukan beberapa seri proses
perkembangan yang terdiri atas : pembentukan tabung neural, kemudian neuron (sel
saraf) berproliferasi pada regio yang berbeda, terjadi migrasi neuron dari tempat
pembentukannya ke tempat yang permanen, diikuti agregasi sel sehingga membentuk
bagian-bagian otak, selanjutnya neuron-neuron imatur berdiferensiasi, dan terbentuk
hubungan antar neuron (sinaps), tahap berikutnya terjadi kematian sel dan eliminasi
selektif, penyempurnaan mielinasi (pembentukan mielin).

Pada umumnya dapat dipastikan bahwa gangguan perkembangan neurologis


mempunyai basis biologik yaitu basis serebral. Beberapa hal disebutkan dapat
mempengaruhi dan merusak otak pada masa awal dari pertumbuhannya sehingga terdapat
lesi/defek pada otak yang menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan neurologis,
dimana terdapat keterlambatan/kegagalan untuk memiliki kemampuan fungsi-fungsi
neurologis yang seharusnya dimiliki.
a. Faktor-faktor yang berpengaruh

Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan


perkembangan neurologis dapat dibagi menjadi 3 golongan.

1. Faktor pranatal
Termasuk dalam golongan ini adalah faktor genetik yaitu defek gen atau defek
kromosom, misalnya trisomi 21 pada sindrom Down. Banyak sekali defek kromosom
yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologis. Penyimpangan ini sudah
ada sejak dini dan dalam bermacam-macam fase menyebabkan malformasi serebral,
tergantung gen yang bersangkutan1. Kesehatan ibu selama hamil, keadaan gizi dan emosi
yang baik ikut mempengaruhi keadaan bayi sebelum lahir. Faktor pranatal lain yang
dapat mempengaruhi terjadinya gangguan perkembangan neurologis adalah penyakit
menahun pada ibu hamil seperti: tuberkulosis, hipertensi, diabetes mellitus, anemia,
penggunaan narkotik, alkohol serta rokok yang berlebihan. Usaha untuk menggugurkan
kandungan sering pula berakibat cacatnya bayi yang lahir yang seringkali dapat disertai
gangguan perkembangan neurologis. Infeksi virus pada ibu hamil seperti rubella,
citomegalovirus (CMV) dan toksoplasmosis dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
potensial sehingga otak berkembang secara abnormal. Anoksia dalam kandungan, terkena
radiasi sinar-X dalam kehamilan, abruptio placenta, plasenta previa juga dapat
mempengaruhi timbulnya gangguan perkembangan neurologis.
2. Faktor perinatal

Keadaan-keadaan penting yang harus diperhatikan pada masa perinatal adalah :


a. Asfiksia. Bila keadaan ini berat dapat menyebabkan kematian atau kerusakan
permanen pada otak (Hypoxic-Ischemic Encephalopathy/HIE), sehingga bayi
dapat mengalami gangguan perkembangan neurologis bahkan menderita cacat
seumur hidup.
b. Trauma lahir. Trauma lahir merupakan salah satu faktor potensial terjadinya
gangguan perkembangan neurologis karena terdapat risiko terjadinya kerusakan
otak terutama akibat perdarahan.
c. Hipoglikemia. Dikatakan hipoglikemia bila kadar glukosa darah <45 mg/dL (2,6

mmol/L). Keadaan ini bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menyebabkan

kerusakan otak berat bahkan kematian.

d. Bayi berat lahir rendah (BBLR). Prognosis pada tumbuh-kembang termasuk

perkembangan neurologis pada bayi kecil masa kehamilan (KMK) lebih kurang

baik daripada bayi prematur, karena pada KMK telah terjadi retardasi pertumbuhan

sejak didalam kandungan, lebih-lebih jika tidak mendapat nutrisi yang baik sejak

lahir.

e. Infeksi. Infeksi berat dapat memberi dampak gejala sisa neurologis yang jelas

seperti : hidrosefalus, buta, tuli, cara bicara yang tidak jelas dan retardasi mental.

Gejala sisa yang ringan seperti gangguan penglihatan, kesukaran belajar dan

kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.

f. Hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia akan berpengaruh buruk apabila bilirubin

indirek telah melalui sawar otak, sehingga terjadi ensefalopati biliaris (Kern

icterus) yang dapat mengakibatkan gangguan perkembangan neurologis

dikemudian hari.

3. Faktor Pascanatal
Banyak sekali faktor pasca-natal yang dapat menimbulkan kerusakan otak dan

mengakibatkan terjadinya gangguan perkembangan neurologis. Termasuk diantaranya

adalah infeksi intra kranial, trauma kapitis, tumor otak, gangguan pembuluh darah

otak, kelainan tulang tengkorak (misalnya kraniosinostosis), kelainan endokrin dan

metabolik, keracunan otak, malnutrisi. Otak anak dengan malnutrisi lebih kecil

daripada otak normal seumurnya, jumlah sel neuron dan jumlah lemak otak juga

berkurang.
B. Neupsikiatri dalam Kehamilan

Kehamilan risiko tinggi (risti) adalah suatu kehamilan yang memiliki


ancaman lebih besar dari biasanya seperti terjadi penyakit atau kecacatan bahkan
kematian sebelum maupun sesudah persalinan. Kondisi kehamilan dengan risiko
membuat penderita lebih rentan mengalami gangguan psikologis salah satunya
adalah depresi. Hal tersebut terjadi karena berbagai hal seperti, kekhawatiran akan
keselamatan janin, ancaman kematian yang lebih besar dan keterbatasan dalam
beraktivitas. Tantangan yang lebih besar saat menjalani kehamilan juga dapat
mempengaruhi kualitas hidup yaitu, persepsi individu mengenai keberfungsian
mereka dalam kehidupan. Salah satu faktor yang menyebabkan individu memiliki
kualias hidup yang buruk yaitu ketika individu mengalami gangguan psikologis
berupa depresi. Kondisi kehamilan yang berisiko juga dapat mengakibatkan
terganggunya kondisi psikologis. Hal yang cukup berbahaya ialah, ibu hamil
berisiko rentan mengalami depresi.

Gangguan depresi yang dialami saat hamil juga dapat berpengaruh pada
kondisi kesehatan bayi. Pada penelitian yang dilakukan pada ibu yang memiliki
gejala depresi, didapatkan berat badan bayi ketika lahir menjadi rendah. Gejala
depresi lebih banyak terjadi pada kelompok ibu yang melahirkan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan Berat
Badan Lahir Normal (BBLN) (Hapisah, Dasuki, Probandari, 2010).

Kondisi-kondisi yang dialami ibu hamil risti dan ancaman kematian yang
membayangi, berdampak pada kualitas hidup selama proses kehamilan yang
disertai risiko (Akhyar, 2010). Dalam hal fisik, kehamilan risti memiliki penyulit
pada masa kehamilan sehingga kesehatan ibu dan janin menjadi terancam. Begitu
pula dengan kondisi psikologis, ibu hamil risti memiliki tingkat kekhawatiran
yang lebih tinggi dikarenakan kondisi penyulit yang dialami.
Hasil serupa ditemukan dalam banyak survei dan studi di berbagai negara,
yaitu sekitar 23%-50% ibu hamil berisiko mengalami gangguan psikologis,
diantaranya adalah gangguan depresi. Hal tersebut dikarenakan perasaan yang
didominasi oleh rasa cemas, resah dan takut terhadap kehamilan yang berisiko
(Hawari, 2006). Hal yang menyebabkan ibu hamil berisiko tinggi mengalami
depresi karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang dianggap berbahaya
sehingga mereka memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi terhadap
keselamatan janin yang dikandung (Brandon & Hymen, 2008).

Kegawatdaruratan psikiatri adalah setiap gangguan dalam pikiran,


perasaan, atau tindakan yang memerlukan intervensi segera. Kejadian gawat
darurat psikiatri semakin meningkat karena kekerasan, penggunaan narkoba, dan
gangguan jiwa. Sebagian gawat darurat psikiatri dapat ditemui diunit gawat
darurat. Jenis kegawatdaruratan psikiatri yang mungkin ditemukan adalah gaduh
gelisah atau kekerasan, percobaan bunuh diri, penelantaran diri, sindroma putus
zat, perkosaan dan bencana lain, dan sindroma neuroleptik maligna. Gawat
darurat psikiatri memerlukan penilaian yang cepat dan tepat melalui pendekatan
pragmatis. Pendekatan ini memerlukan skill yang cukup karena keterbatasan
ruang dan waktu pelayanan. Target dari penanganan awal adalah initial diagnosis,
identifikasi faktor pencetus, dan keputusan untuk merujuk ke bagian yang sesuai

Kegawatdaruratan psikiatri merupakan bagian dari psikiatri yang


mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan
intervensi terapeutik segera. yang disebabkan oleh berbagai keadaan seperti
bertambahnya tindak kekerasan, perubahan perilaku dan jiwa akibat penyakit
organik, serta epidemik dari gangguan penggunaan zat seperti alkoholisma. Pada
kedaruratan psikiatri, prioritas yang utama diberikan pengobatan pada pasien
agitasi yang dapat menimbulkan insiden pada pasien dan melukai petugas yang
menimbulkan ketidaknyamanan secara psikologis terhadap pasien. Secara klinis
agitasi dapat dijumpai berupa pembicaraan yang berlebihan dan abnormal atau
penyerangan fisik, perilaku motorik tertentu,kemarahan yang memuncak daan
gangguan fungsi pada pasien
Kondisi psikiatrik yang banyak terkait dengan tindak kekerasan termasuk
gangguan psikotik seperti skizofrenia dan mania terutama bila pasien paranoid
atau sedang mengalami halusinasi perintah, intoksikasi alkohol dan obat lain,
sindrom putus alkohol dan hipnotika-sedatif, furor (kegelisahan) katatonik,
depresif agitatif, gangguan kepribadian yang ditandai oleh amarah dan
pengendalian impuls yang burukcontoh gangguan kepribadian ambang dan anti
sosial, dan gangguan organik terutama yang mengenai lobus temporal dan frontal.
Faktor risiko lain untuk tindak kekerasan termasuk ungkapan yang mengarah ke
tindak kekerasan itu, adanya rencana kearah tindak kekerasan, terdapatnya alat
atau senjata untuk tindak kekerasan, jenis kelamin laki-laki, umur muda 15-24
tahun, status ekonomi rendah, sistem penunjang sosial buruk,riwayat tindak
kekerasan sebelumnya, tindak antisosial lainnya, pengendalian impuls yang
kurang, riwayat usaha percobaan bunuh diri dan stressor yang baru saja terjadi.
Faktor tambahan lainnya yang penting termasuk riwayat penganiayaan masa anak,
adanya riwayat trias masa kanak yang penting seperti suka mengompol, bermain
api dan membakar,serta kekejaman terhadap hewan, riwayat tindak pidana;
mengendarai kendaraan ugal-ugalan, serta riwayat tindak kekerasan keluarga.
Pasien kadang memerlukan opname, tergantung pada diagnosis, keparahan
depresi, gagasan bunuh diri, kemampuan pasien dan keluarga mengatasi masalah,
adanya faktor risiko, dan tersedianya dukungan sosial. Medikamentosa dapat
diberikan sesuai dengan penyebab. Misalnya antipsikotik atau antidepresan.
2.4 Klasifikasi Neuropsikiatri Terkait Topik (jurnal)

i. Jurnal tentang komplikasi stroke saat kehamilan dan pasca melahirkan


Review jurnal

What : Komplikasi stroke saat kehamilan dan pasca melahirkan

When : 2018

Where : Bagian/SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD Zainoel Abidin


Banda Aceh Bagian Anatomi Histologi FK Unsyiah Banda Aceh

Who : Nasrul M, Hidayaturahmi

Why : Stroke merupakan gangguan neurologis yang terjadi secara tiba-tiba dan semata-
mata disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak. Stroke masih merupakan
“pembunuh” dan penyebab kecacatan yang besar

How : Kondisi kehamilan merupakan faktor risiko yang lebih besar untuk terjadinya
stroke dibandingkan dengan wanita pada umumnya yang mengalami kondisi faktor
risiko stroke. Kondisi yang sama juga terjadi sesudah melahirkan. Penting untuk
mengetahui kondisi-kondisi yang dapat mengarah ke stroke pada wanita hamil
sebagai salah satu langkah untuk pencegahannya.
ii. Jurnal tentang hubungan antara depresi dengan kualitas hidup pada ibu hamil
berisiko tinggi
Review jurnal

What : Hubungan antara Depresi dengan Kualitas Hidup pada Ibu Hamil Berisiko
Tinggi

When : Desember 2016

Where : Fakultas Psikologi Universitas YARSI

Jl. Letjen Suprapto Kav 13, Menara YARSI Lantai 6, Cempaka Putih, Jakarta
Pusat

Who : Rizky F, Endang F.

Why : Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan depresi dengan kualitas hidup
pada ibu hamil berisiko tinggi

How : Uji hipotesis menunjukkan bahwa depresi berhubungan secara signifikan pada
setiap dimensi kualitas hidup.
iii. Jurnal tentang infeksi HIV dalam kehamilan
Review jurnal

What : Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam Kehamilan

When : 2019

Where : 1.Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya,

2.Rumah Sakit Umum Kalideres, Jakarta, Indonesia

Who : Hartanto, Marianto

Why : Beberapa strategi telah dikembangkan untuk menurunkan transmisi vertikal


berupa edukasi kesehatan reproduksi, pencegahan infeksi dengan penggunaan
kondom, skrining HIV universal, tatalaksana menggunakan ARV, PrEP (Pre-
Exposure Prophylaxis), serta deteksi dini dan tatalaksana infeksi HIV pada ibu
hamil.

How : Pemilihan jenis persalinan pada wanita hamil dengan HIV sangat bergantung
pada viral load pada saat usia kehamilan sudah aterm. Tatalaksana ARV pada ibu
hamil tetap dilakukan demi menekan risiko transmisi. Pemberian ASI pada
dasarnya dikontraindikasikan. Profilaksis ARV diberikan kepada bayi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran


Bagi ibu hamil bersiko tinggi hendaknya melakukan pemeriksaan
psikologis selain dari pemeriksaan fisik. Keadaan depresi yang dialami pada ibu
hamil berisiko tinggi apabila tidak ditangani oleh ahli profesional dapat
membahayakan keselamatan ibu dan janin. Apabila ditemukan pada ibu hamil
berisiko tinggi dengan depresi, seharusnya menjadi perhatian yang lebih bagi para
instansi kesehatan, dan wanita hamil mempunyai risiko terjadinya stroke lebih
tinggi dibandingkan wanita tidak hamil. Perlu perhatian khusus terhadap gejala-
gejala yang dialami selama kehamilan. Kemungkinan terjadinya stroke perlu
dipikirkan jika dalam masa kehamilan mengalami tanda- tanda awal yang
berkaitan dengan gangguan vaskularisasi otak. Terapi pasien stroke dengan
kehamilan dan pasca melahirkan memerlukan perhatian khusus terutama perlu
memperhatikan usia dan kondisi kehamilan, keadaan janin dan perubahan
fisiologis yang terjadi.

Bagi keluarga seperti suami, dan sanak saudara hendaknya selalu


mendampingi ibu hamil yang memiliki risiko pada kehamilan. Kondisi kehamilan
yang berisiko telah memiliki penyulit secara fisik sehingga mereka sangat
memerlukan dukungan keluarga agar kehamilan berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Akhyar, Y. (2010). Deteksi Ibu Hamil Resiko Tinggi (Bumil Risti) Di Posyandu. Diperolehi
pada 1 September 2014 dari pada http://yayanakhyar.wordpress.com/201
0/05/11/deteksi-ibu-hamil-resiko- tinggi-bumil-risti-di-posyandu/.

Brandon, A. R. & Hymen, L. S. (2008). Depression is More Common in Women With High Risk
Pregnancies. Prenatal Depression in Women Hospitaliazed for Obstetric Risk.
Jclin Psychiatry. (27).

Hapisah., Dasuki, D., & Probandari, Y, S. (2010). Depressive Symptom pada Ibu Hamil dan
Bayi Berat Lair Rendah. Berita Kedokteran Masyarakat. 26, (2).

Anda mungkin juga menyukai