Anda di halaman 1dari 19

Program BK di Sekolah

NAMA KELOMPOK :

1. Akmala Maghfiro (1713052038)


2. Amelia Irentika Maharani (1713052026)
3. Diajeng Setia Ganis (1713052012)
4. Husnul khotimah (1713052040)
5. Ibam Ramadhan (1713052027)
6. Istiqomah (1713052013)
7. Larasati Defa Setia (1753052004)
8. M. Akbar Sanusi (1753052003)
9. M. Diki Septian (1713052025)
10. Mia Aulia (1713052047)
11. Mella Trisniati (1713052022)
12. Yuli Hasanah (1713052021)

Mata kuliah : Program BK di Sekolah

Dosen pengampu : Tika Febriyani, M.Pd.

Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan


Bimbingan Konseling
Universitas Lampung
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah Konsep Dasar Program
BK di Sekolah. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Program BK di
Sekolah, dan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang definisi program menurut
para ahli, keterkaitan program sekolah dengan program BK, kedudukan mata kuliah program
BK di sekolah, tujuan program BK, manfaat program BK, dan prinsip program BK.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Dalam penulisan makalah ini penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna dan masih banyak kesalahan-kesalahan, terutama dalam segi penyusunan,
bahasa, dan penulisannya. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan  demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberi banyak
pengetahuan dan gambaran mengenai program BK di sekolah, serta dapat menjadi pelajaran
untuk pembuatan makalah berikutnya dan bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, 15 Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................6

2.1 Arah Kebijakan Sekolah ..........................................................................6

2.2 Peran dan Fungsi Pelayanan Bimbingan dan Konseling .........................10

2.3 Keterlibatan Stakeholder dalam Asosiasi Profesi maupun Kelompok Kerja

........................................................................................................................13
BAB III PENUTUP...........................................................................................18

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk


peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa
berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun
karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan
norma-norma yang berlaku (SK Mendikbud No. 025/D/1995).
Adapun dalam dunia pendidikan, bimbingan dan konseling juga sangat
dipelukan karena dengan adanya bimbingan dan konseling dapat
mengantarkan peserta didik pada pencapai Standar dan kemampuan
profesional dan Akademis, perkembangan dini yang sehat dan produktif, setra
peningkatan fungsi atau manfaat individu dalam lingkungannya. Semua
perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan individu, yakni
proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang
sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung
jawab yang penting untuk mengembangkan lingkungan, membangun interaksi
dinamis antara individu dengan lingkungan, membelajarkan individu untuk
mengembangkan, merubah dan memperbaiki perilaku.
Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks
adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang
studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik,
sehingga ada beberapa ketentuan dalam penyelenggaraannya

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu arah kebijakan sekolah?
2. Apa saja peran dan fungsi konselor?
3. Bagaimana keterlibatan stakeholder dalam asosiasi profesi maupun
kelompok kerja?

4
1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu arah kebijakan sekolah

2. Untuk mengetahui peran dan fungsi konselor

3. Untuk mengetahui keterlibatan stakeholder dalam asosiasi profesi


maupun kelompok kerja

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arah Kebijakan Sekolah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang bemokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan fungsi dan
tujuan tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun


manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki
kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal.
Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga hal paling mendasar, yaitu (1) afektif yang
tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti
luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis; (2) kognitif yang tercermin
pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (3) psikomotorik yang
tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis,
dan kompetensi kinestetis.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, Misi Pendidikan Nasional adalah:

1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan


yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;

6
2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak
usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;

3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk


mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;

4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat


pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai
berdasarkan standar nasional dan global; dan

5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan


berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.

Selaras dengan Misi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas untuk tahun 2005 –
2009 menetapkan Misi sebagai berikut:

“MEWUJUDKAN PENDIDIKAN YANG MAMPU MEMBANGUN INSAN


INDONESIA CERDAS KOMPREHENSIF DAN KOMPETITIF”. Untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional tersebut, maka ditetapkanlah tujuan pembangunan
pendidikan nasional jangka menengah sebagai berikut.

1. meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia;

2. meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi;

3. meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis;

4. meningkatkan kualitas jasmani;

5. meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan jenjang
pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis
tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama,
kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual;

7
6. menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara efisien,
bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas
manusia Indonesia;

7. menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara;

8. memperluas akses pendidikan nonformal bagi penduduk laki-laki maupun


perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah
dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan;

9. meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri,


bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta
memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai
tantangan dan perubahan;

10. meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan


nasional dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi
minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya;

11.meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan


melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan
penerapannya pada masyarakat;

12. menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien,
produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel;

13. meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui


peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi
pendidikan termasuk otonomi keilmuan; dan

8
14. mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan
Depdiknas yang bersih dan berwibawa; Dalam upaya meningkatkan kinerja
pendidikan nasional, diperlukan suatu reformasi menyeluruh yang telah dimulai
dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi pendidikan sebagai bagian dari
reformasi politik pemerintahan. Reformasi politik pemerintahan ini ditandai dengan
perubahan radikal tata kepemerintahan dari sistem sentralistik ke sistem
desentralistik, dengan memberikan otonomi yang luas kepada daerah yang diatur
dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diatur kembali
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pendidikan yang semula menjadi kewenangan pemerintah pusat kemudian dialihkan
menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pengelolaan pendidikan yang menjadi
wewenang pemerintah daerah ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas manajemen pendidikan, sehingga diharapkan dapat memperbaiki kinerja
pendidikan nasional.

9
2.2 Peran dan Fungsi pelayanan Bimbingan dan Konseling

(ABKIN) telah menggariskan rambu rambu penyelenggaraan bimbingan dan


konseling dalam jalur pendidikan formal dengan menegaskan bahwa ada 10 fungsi
bimbingan dan koseling ( Depdiknas, 2007: 200-2003).

1. fungsi pemahaman

Membantu peserta didik agar memiliki pemhaman terhadap dirinya dan


lingkungannya berdasarkan pemahaman ini peserta didik diharapkan mampu
mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan secara dinasmis dengan konstruktif.

2. fungsi fasilitasi

Memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan


perkembangan yang optimal serasi,selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri
konseli

3. fungsi penyesuaian

Fungsi ini merupakan upaya bantuan agar para peserta didik mampu
mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau
seperangkat perilaku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungan.

4. fungsi penyaluran

Fungsi ini bertujuan membantu peserta didik dalam memilih kegiatan


ekstrakurikuler ,jurusan,atau program studi dan memantapkan penguasaan karir atau
jabatan yang sesuai dengan minat bakat keahlaihdan cirri cirri kepribadiannya
berdasarkan pemahaman akan peluang dan kesempatan yang tersedia di
lingkungannya.

5. fungsi adptasi

10
Fungsi ini ditunaikan untuk membantu para pelaksana pendidikan,kepala
sekolah/madrasah dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar
belakang pendidikan,minat,kemampuan dan kebutuhan peserta didik.

6. fungsi pencegahan

Fungsi ini di jalankan berkaitandengan upaya konselor untuk senantiasa


mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya mencegahnya
supaya tidak dialami peserta didik.

7. fungsi perbaikan

Fungsi ini dilakukan sebagai upaya bantuan kepada peserta didik sehingga
mereka dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir berperasan dan bertindak

8. fungsi penyembuhan

Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada peserta
didik yang telah mengalami masalah baik menyangkut aspek pribadi,sosial,belajar
maupun karir

9. fungsi pemeliharaan

Fungsi ini ditunaikan untuk membantu peserta didik supaya dapat menjaga
diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.

10. fungsi pengembangan

Fungsi bimbingan dan konseling sifatnya lebih proaktif dari fungsi fungsi
lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif,yang memfasilitasi perkembangan peserta didik Dalam kaitan dengan
program peminatan peserta didik , khusus dalam implementasi kurikulum 2013,
Bimbingan dan Konseling berperan dan berfungsi secara kolaboratif,dalam hal hal
berikut.

1. menguatkan pembelajaran secara menyuluruh

11
Perwujuadan suasana belajar dan proses pembelajaran yang mendidik
sebagaimana yang dikehendaki oleh kaidah kaidah implementasi Kurikulum 2013,
harus memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik. Suasana semacam ini pada
hakikatnya adalah proses mengadvokasi dan memfasilitasi perkembangan peserta
didik yang dalam implementasinya memerlukan penerapan prinsip prinsip bimbingan
dan konseling . bimbingan dan konseling harus meresap dalam kurikulum dan
pembelajaran untuk mengembangkanlingkungan belajar yang mendukung
perkembangan potensi peserta didik. Untuk mewujudkan lingkungan belajar
dimaksud ,Guru BK/Konselor hendaknya :

a. memahai kesiapan belajar peserta didik dan penerapan prinsip

b. bimbiagan dan konseling dalam pembelajaran

c. melakukan asesmen potensi peserta didik

d. melakukan diagnostic kesulitan perkembangan dan belajar peserta didik

e. mendorong terjadinya internalisasi nilai sebagai proses individuasi peserta didik

2. memfasilitasi advokasi dan aksesibilitas

Pelayanan peminatan melalui bimbingan dan konseling berperan melakukan


advokasi,aksebilitas dan fasilitasi agar terjadi diferensiasi dan diversifikasi layanan
pendidikan bagi pengembanagan pribadi,sosial,belajar dan karir para peserta didik.
Untuk itu kolaborasi guru BK/Konselor dengan guru mata pelajaran perlu
dilaksanakan dalam bentuk :

a. memahami potensi dan pengembangan kesiapan belajar peserta didik

b. merancang program pembelajaran dan melayani kekhususan kebutuhan peserta


didik, serta

c. membimbing perkembangan pribadi,sosial,belajar dan karir

12
3. menyelenggarakan fungsi Outreach

Untuk mendukung upaya membangun karakter sebagai suatu keutuhan


perkembangan sesuai dengan arahan pasal 4 (3) UU nomor 20 tahun 2003, dan
penekanan prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 sebagai proses pemberdayaan dan
pembudayaan, maka bimbingan dan konseling tidak cukup menyelanggarakn fungsi
fungsi Inreach tetapi juga melaksanakan fungsi Outreach yang berorientasi pada
penguatan daya dukung lingkungan perkembangan sebagai lingkungan belajar.
Dalam konteks ini kolaborasi guru BK/KOnselor dengan guru mata pelajaran
hendaknya terjadi dalam konteks kolaborasi yang lebih luas, antara lain:

a. kolaborasi dengan orangtuaatau keluarga

b. kolaborasi dengan dunia kerja dan lembaga pendidikan intervensi terhadap institusi
terkait lainnya dengan tujuan membantu perkembangan peserta didik

2.3 Keterlibatan Stakeholder dalam Asosiasi Profesi Maupun Kelompok Kerja

A. Pengertian Stakeholder
Stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti pemerintah,
masyarakat sekitar, lingkungan sekitar, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
sejenisnya, lembaga pemerhati lingkungan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang
keberadaannya sangat menpengaruhi dan dipengaruhi oleh komunitas. Stakeholder
diterjemahkan ke dalam istilah sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang
lain, pola-pola interaksi, hubungan kerja sama antar peran, kedudukan dari satu
jabatan administrasi, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

13
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Salah satu komponen dari sekolah adalah stakeholder.

Sekolah memiliki peran dalam mewujudkan pendidikan yang lebih baik lagi, kualitas
stakeholder juga memiliki peran besar dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Masalah yang sering muncul di sekolah adalah minimnya stakeholder dalam
suatu lembaga pendidikan yang memberikan celah stakeholder untuk melakukan
bimbingan yang tidak sesuai dengan keahliannya, sehingga yang menjadi imbasnya
adalah siswa sebagai anak didik yang tidak mendapatkan solusi yang maksimal.
Padahal siswa adalah sasaran pendidikan yang dibentuk melalui bimbingan,
keteladanan, bantuan, latihan, pengetahuan yang maksimal, kecakapan, keterampilan,
nilai, sikap yang baik dari stakeholder.

B. Peran Stakeholder
Peran stakeholder dalam bimbingan dengan melaksanakan program
bimbingan belajar berfungsi untuk membantu siswa dalam mencapai perkembangan
siswa secara optimal dalam proses pembelajaran, baik dalam hal mencerna materi
pelajaran maupun dalam mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa. Fungsi seorang pembimbing di sekolah adalah membantu stakeholder beserta
stafnya di dalam menyelenggarakan sekolah.
Proses bimbingan belajar yang diterapkan stakeholder dapat dilakukan dengan
melakukan proses membantu individu agar siswa dapat membantu dirinya sendiri
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.7 Peningkatan hasil belajar,
stakeholder membutuhkan keterampilan tertentu yang harus digunakan dan
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Artinya guru harus menerapkan
pendekatan yang menunjang pencapaian kegiatan proses belajar mengajar yang
dilakukan tanpa mengindahkan tujuan belajar yang telah diterapkan. Stakeholder
berusaha melakukan inovasi sesuai perkembangan situasi, kondisi, dan kemajuan
teknologi yang sangat bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kematangan
siswa.

14
C. Peran Organisasi Profesi
Salah satu karakterisitik dari sebuah pekerjaan profesional yaitu adanya suatu
organisasi profesi yang menaungi para anggota dari profesi yang bersangkutan.
Wikipedia (2009) menyebutkan” Professions usually have professional bodies
organized by their members, which are intended to enhance the status of their
members and have carefully controlled entrance requirements”. Dalam organisasi
profesi itulah, para anggota profesi hidup dalam kebersamaan dan kesejawatan,
bersatu padu melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan profesi yang
digelutinya.

Menurut Ikatan Konselor Indonesia (2008) bahwa organisasi profesi pada umumnya
berpegang pada apa yang disebut tridarma organisasi profesi, yaitu: (1) ikut serta
mengembangkan ilmu dan teknologi profesi; (2) meningkatkan mutu pelayanan
kepada sasaran layanan; dan (3) menjaga kode etik profesi. Merujuk pada pemikiran
IKI tersebut, maka setiap organisasi profesi hendaknya dapat memberikan dukungan
dan kontribusi positif bagi para anggotanya untuk senantiasa mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta melahirkan berbagai inovasi untuk kepentingan
pengembangan dan kemajuan dari profesi itu sendiri, baik berdasarkan pemikiran
kritis maupun riset. Dalam hal ini, kerja sama mutualistik antara organisasi profesi
dengan berbagai perguruan tinggi yang melahirkan anggota-anggota profesi yang
bersangkutan tampaknya mutlak diperlukan. Selain berupaya mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, organisasi profesi juga seyogyanya dapat terus-menerus
mendorong dan memotivasi para praktisi profesi di lapangan untuk dapat
melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan standar yang disyaratkan, sehingga
kehadirannya dapat memberikan manfaat dan kepuasan bagi para pengguna jasa
layanan maupun masyarakat luas. Kegiatan pengembangan profesi dengan tujuan
untuk meningkatkan mutu pelayanan tampaknya juga mutlak diperlukan, –misalnya
dalam bentuk riset, pelatihan, seminar, simposium,– baik yang diselenggarakan oleh
organisasi profesi itu sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain. Untuk menjaga
wibawa dan martabat profesi, organisasi profesi perlu menetapkan, memelihara dan

15
menegakkan kode etik profesi untuk tidak dilanggar oleh para anggotanya, sehingga
pelayanan profesi tidak tercemari oleh berbagai bentuk penyimpangan praktik profesi
(malpraktik). Masih menurut Ikatan Konselor Indonesia (2008) bahwa di samping
memfokuskan diri pada kegiatan tridarma, organisasi profesi juga melayani
anggotanya dari sisi kesejahteraan kehidupan bersama dalam organisasi, serta dapat
memberikan perlindungan hukum untuk kelancaran kegiatan profesi dan keamanan
para anggota dalam bekerja, dalam pengabdiaannya kepada masyarakat. Lahirnya
Undang Undang No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008
tentang guru pada dasarnya merupakan bentuk pengakuan secara yuridis formal
terhadap guru, (termasuk di dalamnya konselor, kepala sekolah, dan pengawas
sekolah) sebagai sebuah jabatan profesional yang tentunya perlu disambut gembira,
dengan harapan masing-masing profesi tersebut dapat meningkatkan pengabdiannya,
demi kemaslahatan orang banyak. Kecuali untuk kepala sekolah, saat ini tiga jabatan
lainnya telah memiliki organisasi profesi yang menaunginya. Kita sebut saja,
misalnya PGRI untuk guru, ABKIN atau IKI untuk konselor dan APSI untuk
pengawas sekolah.

D. Peran Kelompok Kerja


Adanya peranan kelompok kerja sangat membantu bagi peningkatan mutu
pendidikan, diantaranya:      

1. Menambah kemampuan dan keterampilan intraksional pada guru,


kepala sekolah maupun pengawas
2. Memajukan pola dan jenis interaksi guru, kepala sekolah dan
pengawas ke tahap yang lebih baik
3. Mengembangkan perilaku dalam pengelolaan kelas yang lebih kreatif
khususnya bagi guru
4. Memiliki wawasan kependidikan yang lebih luas 
5. Memiliki tekad yang baik untuk maju bersama dalam meningkatkan
mutu pendidikan

16
17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Program BK di sekolah mengacu pada arah kebijakan sekolah yang diperkuat


dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang bemokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan fungsi dan
tujuan tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan,
membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan disini guru dan konselor memiliki
peran penting dalam membimbing dan membantu siswa guna tercapainya
pengembangan kemampuan dan pembentukan watak bagi peradaban bangsa.
Skadeholder juga memiliki peran penting dalam mebimbing yaitu dengan
melaksanakan program bimbingan belajar berfungsi untuk membantu siswa dalam
mencapai perkembangan siswa secara optimal dalam proses pembelajaran, baik
dalam hal mencerna materi pelajaran maupun dalam mengatasi kesulitan-kesulitan
belajar yang dialami oleh siswa

18
Daftar Pustaka

Akhmad Sudrajat. (2009). Sebuah Catatan Tentang Rencana Sertifikasi Pengawas


Sekolah

Ikatan Konselor Indonesia (2008). Arah Pemikiran Pengembangan Profesi


Konselor.Padang: IKI

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah; Tinjauan Teoretik dan


Permasalahannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005).

Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling; dalam Berbagai Latar


Kehidupan, (Bandung: Refika Aditama, 2007).

19

Anda mungkin juga menyukai