Jawab :
Pelaksanaan manajemen risiko dari kasus diatas terdapat 2 bentuk penyimpangan yakni
Saving plan dan Investasi Nilai kerugian negara yang nyata dan pasti baru dapat ditentukan
setelah BPK melakukan pemeriksaan investigatif yang lebih lanjut, rencananya hasil tersebut
akan selesai dalam waktu dua bulan. Dalam Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
tahun 2016, BPK mengungkap 16 temuan terkait dengan pengelolan bisnis, investasi,
pendapatan dan biaya operasional Jiwasraya selama 2014-2015. Temuan tersebut antara
lain, investasi pada saham TRIO, SUGI, dan LCGP tahun 2014 dan 2015, yang tidak didukung
oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai. Kemudian, Jiwasraya berpotensi
menghadapi risiko gagal bayar atas Transaksi Investasi Pembelian Medium Term Note PT
Hanson Internasional (HI). BPK menilai Jiwasraya kurang optimal dalam mengawasi
reksadana yang dimiliki dan terdapat penempatan saham secara tidak langsung di satu
perusahaan yang berkinerja kurang baik. Penerapan manajemen risiko seharusnya tidak
sepotong – potong; perlu dibangun secara sistematis dan secara terintegrasi sehingga
penerapan tersebut dapat menjadi budaya perusahaan dalam melakukan pengelolaan risiko
yang efektif. Hal ini juga hanya dapat terwujud jika SDM Jiwasraya kompeten dalam
melakukan manajemen risiko dan memiliki integrasi yang tinggi. Oleh sebab itu, dapat
disimpulkan bahwa SDM Jiwasraya dan para pemangku kepentingan tidak bersungguh –
sungguh dalam melakukan peran mereka untuk melakukan manajemen risiko terhadap
perusahaan. Dalam kasus Jiwasraya ini, kepala divisi Manajemen Risiko Jiwasraya masih
menjadi saksi atas permasalahan ini.
2. Berikan solusi dari permasalahan tata kelola dan pengendalian internal dari kasus di
atas!
Jawab :
Solusi dari permasalahan tersebut yaitu pada kerugian tersebut diyakini karena
Jiwasraya menjual produk saving plan dengan imbal hasil tinggi di atas bunga
deposito, serta dana tersebut diinvestasikan di reksadana kualitas rendah akibatnya
terdapat selisih marjin yang negatif. Alhasil pada Oktober 2018 lalu, Jiwasraya
terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis yang jatuh tempo untuk 711 polis
produk bancassurance JS Saving Plan senilai Rp802 miliar. Produk itu menjanjikan
manfaat asuransi jiwa berupa santunan meninggal dunia karena kecelakaan atau
bukan atau cacat tetap total. Produk tersebut menyasar investor usia 18-65 tahun,
tenor lima tahun dengan premi sekaligus Rp50 juta hingga Rp5 miliar. Produk saving
plan sendiri memang memberikan kontribusi pendapatan tertinggi pada Jiwasraya.
Namun, produk yang ditawarkan melalui bank (bancasurance) ini menawarkan
bunga tinggi dengan tambahan manfaat asuransi. Tapi benefit yang ditawarkan ini
tidak mempertimbangkan biaya atas asuransi yang dijual.
3. Atas dasar permasalahan diatas, bagaimana saran Anda sebagai investor untuk
penempatan investasi yang aman?
Jawab :
Sebagai investor saran saya agar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebagai entitas
utama terhadap anak perusahaannya yang bergerak di bidang usaha jasa keuangan,
yang merupakan konglomerasi keuangan harus dapat mengkontrol dan mengawasi
anak perusahaan tersebut agar tata kelola anak perusahaan tersebut menerapkan
pedoman GCG Terintegrasi sehingga mencerminkan prinsip Good Corporate
Governances dalam rangka mewujudkan perlindungan hukum terhadap konsumen
dalam usaha bisnis yang dijalankan dan mewujudkan investasi yang aman. Dalam
mencapai tujuannya sembari memenuhi kebutuhan seluruh kelompok stakeholder
tanpa melanggar hukum. Penerapan GGC dalam hal investasi yang aman yaitu untuk
menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami
oleh stakeholders. Perusahaan harus selalu dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya. Untuk itu, perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai
dengan selalu memperhitungkan kepentingan stakeholders. Perusahaan harus
dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.