Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PERSALINAN

“MENDETEKSI ADANYA KOMPLIKASI PERSALINAN DAN CARA


MENGATASINYA”

Dosen pengampu:

Hj. Titik Hindriati, S.Pd, M.Kes

Kelompok IV:

- Alya defani
- Lia agustin
- Miftahul jannah
- Nurul purnamasari
- Riski saputri
- Suaemah
- Widya
- Yeyi puspa dewi

Kelas JU.A Semester III

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


JURUSAN DIII KEBIDANAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai pemenuhan tugas
askeb persalinan dan BBL yang diberikan oleh ibu Hj. Titik Hadrianti, S.Pd, M. kes
dengan waktu yang telah ditentukan.

Kami pun menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
adanya kritik dan saran demi perbaikan yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca.
Jambi, 3 September 2018

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. 2

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………………. 4


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan Masalah ………………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perdarahan Pada Kala III ……………………………………………………. 5


A. Atonia Uteri …………………………………………………………………. 7
B. Retensio plasenta …………………………………………………………… 9
C. Perlukaan jalan lahir ………………………………………………………… 10
2.2 Tindakan Perdarahan Kala III ………………………………………………. 10
A. Kompresi bimanual internal dan eksternal ………………………………… 10
B. Kompresi aorta ……………………………………………………………… 12
C. Manual Plasenta …………………………………………………………….. 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………… 18


3.2 Saran …………………………………………………………………………… 18

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 19

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan merupakan proses alamiah/ fisiologi yang akan dialami oleh setiap
wanita/ibu. Persalinan dapat dibagi dalam 3 tingkat yaitu: kala I dimulai dari
kontraksi uterus yang teratur dan berakhir pada pembukaan lengkap serviks, kala II
dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai dengan bayi lahir, dan kala III dari
bayi lahir sampai keluarnya plasenta. Rata-rata lama kala III berkisar 15-30 menit,
baik pada primipara maupun multipara.
Persalinan memang hal yang fisiologis tetapi keadaan ini dapat berubah menjadi
patologi apabila terjadi kelalaian dan kurang hati-hati. Jika hal yang patologik tersebut
tidak segera ditangani maka dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi yang
dapat membahayakan nyawa ibu. Untuk mencegah hal itu sebaiknya selama masa
kehamilan ibu selalu memeriksakan diri kepetugas kesehatan dan jika sudah waktunya
melahirkan ibu harus ditolong oleh petugas kesehatan pula (dokter atau bidan).

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa perdarahan kala III ?
B. Bagaimana tindakan yang dilakukan pada perdarahan kala III ?

1.3 Tujuan Masalah


A. Mengetahui Perdarahan Kala III
B. Mengetahui tindakan pada perdarahan kala III

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perdarahan Pada Kala III
Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan terpotongnya pembuluh-
pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi plasenta karena sinus-sinus
maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu
tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-
pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh
darah tersumbat oleh bekuan darah. Jumlah darah yang umum keluar tidak lebih dari
500ml atau setara dengan 2,5 gelas belimbing. Apabila  setelah lahirnya bayi darah
yang keluar melebihi 500ml maka dapat dikategorikan mengalami perdarahan pasca
persalinan.
Yang paling dikenal sebagai tiga penyebab klasik kematian ibu di samping
infeksi dan preeklamsi adalah pendarahan. Pendarahan Pasca Persalinan (PPP) adalah
pendarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada
jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu
di samping perdarahan karena hamil ektropik dan abortus. PPP bila tidak mendapat
penanganan yang semestinta akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta
proses penyembuhan kembali. Dengan berbagai kemajuan pelayanan obstetric di
berbagai tempat di Indonesia, maka telah terjadi pergeseran kausal kematian ibu
bersalin dengan perdarahan dan infeksi yang semakin berkurang tetapi penyebab
eklamsia dan penyakit medic non kehamilan semakin menonjol.
Definisi PPP adalah pendarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada
praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab
menghentikan pendarahan lebih dini akan memberikan proknosis lebih baik. Pada
umumnya bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah
menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung,
berkeringat dingin,sesak nafas,serta tensi , < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka
penanganan harus segera dilakukan.
Efek perdarahan terhadap ibu hamil bergantung padda volume darah saat ibu
hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hemoglobin
sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia (46 %) serta
fasilitas transfuse darah yang massih terbatas menyebabkan PPP akan mengganggu

5
penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi. Misalnya PPP karena
atonia uteri, PPP oleh karena robekan jalan lahir, PPP oleh karena sisa placenta, atau
oleh karena gangguan pembekuan darah. Sifat perdarahan pada PPP bisa banyak,
bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi
sedikit tanpa henti.

Sebagai patokan, setelah persalinan selesai maka keadaan disebut “aman” bila kesadaran
dan tandda vital ibu baik, kontraksi uterus baik, dan tidak ada perdarahan aktif/merembes
dari vagina.

Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan menunjukkan kenaikan


tekanan darah sebagai respons terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada
wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi setelah pendarahan. Pada
wanita hamil dengan eklamsia atau sangan pekat pada PPP, karena sebelumnya telah
terjadi defisit cairan intravascular dan ada penumpukan cairan ekstravaskular,
sehingga perdarahan yang sedikit saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu
dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda syok.
PPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama
setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam
dua minggu setelah bayi lahir.
Kausalnya dibedakan atas:
 Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
- Hipotoni sampai atonia uteri
 Akibat anestesi
 Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)
 Partus lama, partus kasep
 Partus presipiratatus/partus terlalu cepat
 Persalinan karena induksi oksitosin
 Multiparitas
 Korioamnionitis
 Pernah atonia sebelumnya
- Sisa plasenta
 Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
 Plasenta susenturiata

6
 Plasenta akreta, inkreta, perkreta
 Perdarahan karena robekan
- episiotomi yang melebar
- Robekan pada perenium, vagina, dan serviks
- Rupture uteri
 Gangguan koagulasi
- Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan diatas, misalnya pada
kasus trombofilia, sindroma HELLP, preeclampsia, solusio plasenta,
kematian janin dalam kandungan, dan emboli air ketuban.

Berdasarkan saat terjadinya PPP dapat dibagi menjadi PPP primer, yang terjadi dalam
24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh otonia uteri, berbagai robekan jalan
lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bisa karena inversion uteri.
PPP sekunder yang terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa
plasenta.

Jumlah perdarahan yang diperkirakan terjadi sering hanya 50% dari jumlah darah
yang hilang. Perdarahan yang aktif dan merembes terus dalam waktu lama saat
melakukan prosedur tindakan juga bisa menyebabkan PPP. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemeriksaan Hb dan hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan
yang terjadi saat persalinan dbandingkan dengan keadaan prapersalinan.

A. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir.
Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:
 Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang
bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidens perdarahan pascapersalinan
akibat atonia uteri.
 Pemberian misoprostol peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi
lahir.

Faktor predisposisinya adalah sebagai berikut.

7
1. Regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli, polihidramnion,
atau anak terlalu besar.
2. Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep.
3. Kehamilan grande-multipara.
4. Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit
menahun.
5. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
6. Infeksi intrauterine (korioamnionitis)
7. Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.

Diagnosis:

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih
aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi
pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000
cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus
dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

Tindakan

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik.
Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya.

Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut :

 Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.


 Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara :
- Masase fundus uteri dan merangsang puting susu.
- Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara IM,IV, atau
SC.
- Memberikan derivate prostaglantin F2α (carboprost tromethamine) yang
kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah,
febris, dan takikardia.
- Pemberian misoprostol 800-1000 µg per-rektal.

8
- Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal
- Kompresi aorta abdominalis.
- Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri disambung
dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infuse 200
ml yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.
- Catatan : tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan
dan hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit
rujukan.
 Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan
operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan
uterus) atau melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa:
- Ligasi arteri uterine atau erteria ovarika
- Operasi ransel B Lynch
- Histerektomi supravaginal
- Histerektomi total abdominal

B. Retensio Plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir
disebut sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
pertolongan aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta
dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua
basalis dan nitabuch layer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai
menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai
menembus perimetrium.
Faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas
seksio sesarea, pernah kuret berulang, dam multiparitas. Bila sebagian kecil dari
plasenta masigh tertinggal dalam uterus disebut rest placenta dan dapat
menimbulkan PPP primer atau (lebih sering) sekunder. Proses kala III didahului
dengan tahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan
pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi
tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Schultze), sampa akhirnya tahap
ekspulsi, plasenta lahir. Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus
diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum
lewat setengah jam.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah
melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak
lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan

9
dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik dan robekan
jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan sekplorasi ke dalam rahim
dengan manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika. Anemia yang
ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfusi darah sesuai dengan
keperluannya.

C. Robekan Jalan Lahir


Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan
memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan
pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat
episiotomy, robekan spontan perineum, trauma forceps atau vakum ekstraksi,
atau karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomy, robekan
perineum spontan derajat ringan sampai rupture perinei totalis (sfingter terputus),
robekan pada dinding vagin, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan
uretra dan bahkan yang terberat, rupture uteri. Oleh karena itu, pada setiap
persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti untuk mencari kemungkinan
adanya robekan ini. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uterus baik, biasanya
karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara
melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai speculum
untuk mencari sumber perdarahan dengan cirri warna darah yang merah segar dan
pulsatif sesuai denyut nadi. Perdarahan karena rupture uteri dapat diduga pada
persalinan macet atau kasep, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan
adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intaabdominal. Semua sumber
perdarahan yang terbuka harus diklem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-
gat lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti.
Teknik penjahitan memerlukan asisten, anastesi local, penerangn lampu yang
cukup serta speculum dam memperhatikan kedalam luka. Bila penderita kesakitan
dan tidak kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan
keamanan saat melakukan hemostasis.

2.2 Tindakan Perdrahan Kala III


A. Kompresi Bimanual Internal dan Eksternal
1) Pengertian kompresi bimanual Internal

10
Kompresi Bimanual Interna adalah tangan kiri penolong dimasukan ke dalam
vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks anterior vagina.
Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri
dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di
belakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang antara 2 tangan antara lain,
yaitu tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian
menekannya terhadap tangan kiri.
Kompresi bimanual interna dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum
adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk
perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan
dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir
(Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Etiologi/Penyebab
Tindakan kompresi bimanual interna ini akibat adanya perdarahan yang
disebabkan karena Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
3. Inversio Uteri

Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk


meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga
perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi
yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan
perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu;
misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau
kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga
merupakan penyebab dari perdarahan postpartum.

2) Pengertian Kompresi Bimanual


Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk
mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual
ini diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat
11
dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan
kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan. Penolong
dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk
penatalaksanaan atonia uteri.
Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting,
demikian juga kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau
cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting,
demikian juga kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau
cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.

B. Kompresi Aorta
1) Pengertian
Peralatan yang di perlukan untuk dapat melakukan kompresi aorta
abdominalis tidak ada, kecuali sedapat mungkin teknik yang benar, sehingga
aorta benar-benar tertutup untuk sementara waktu sehingga perdarahan karena
otonia uteri dapat di kurangi.
Tata cara komperesi aorta abdominalis:
1. Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu
dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.
2. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak
terlalu banyak kekurangan darah.
3. Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara
sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika
secara intravena.
2) Tekhnik Penekanan Aorta
1. Berikan tekanan kebawah dengan tekanan tangan diletakan diatas pers
abdominalis aorta melalui dinding abdomen
2. Titik kompresi tepat diatas umbilikus dan agak kekiri
3. Denyut aorta dapat diraba dengan mudah melalui dinding abdomen
anterior segera pada periode pascapartum
4. Dengan tangan yang lain palpasi denyut nadi femoral untuk memeriksa
keadekuatan kompresi

12
5. Jika denyut nadi teraba selama kompresi tekanan yang dikeluarkan
kepalan tangan tidak adekuat
6. Jika denyut nadi femoral tidak teraba tekanan yang dikeluarakan
kepalan tangan adekuat
7. Pertahanan kompresi sampai darah terkontrol
8. Jika pendarahan berlanjut walaupun kompresi telah dilakukan
9. Lakukan ligasi uteria dan ligasi ateri uteri
10. Bila tidak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir

C. Manual Plasenta
a. Pengertian
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya
pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual
yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong
persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Bila setelah 30
menit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam
waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, plasenta sebaiknya
dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan
retensio plasenta. Teknik operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus
dipikirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan
jiwa penderita. (Manuaba, IBG).
b. Indikasi Manual Plasenta
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan
dengan :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
 Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan
plasenta. 
 Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga
memasuki sebagian lapisan miometrium. 
 Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion plaSenta hingga
mencapai/memasuki miometrium. 
 Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang
menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. 

13
 Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri
yang disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi
perdarahan
3. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
4. Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan :
 Darah penderita terlalu banyak hilang, 
Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan
tidak terjadi.
 Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.  
c. Patologis
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila : 
 Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang. 
 Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc 
 Pada pertolongan persalinan dengan narkosa. 
 Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam. 
d. Tanda dan Gejala Manual Plasenta 
Tanda dan gejala manual plasenta antara lain : 
 Adanya riwayat multiple fetus dan polihidramnion 
 Plasenta tidak dapat lahir spontan setelah bayi lahir (lebih dari 30
menit) 
 Timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan 
 Plasenta tidak ditemukan didalam kanalis servikalis tetapi secara
parsial atau lengkap menempel didalam uterus. 
 Perdarahan yang lama lebih dari 400 cc setelah bayi lahir Setelah
mengetahui tanda dan gejala manual plasenta dalam keadaan darurat
dengan indikasi perdarahan lebih dari 400 cc jika masih terdapat
kesempatan penderita untuk dapat dikirim ke puskesmas atau rumah
sakit sehingga mendapat pertolongan yang adekuat. Dalam melakukan
rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus dan
memberikan cairan serta dalam merujuk didampingi oleh tenaga
kesehatan sehingga dapat memberikan pertolongan darurat. 

14
e. Komplikasi Tindakan Manual Plasenta 
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi, terjadinya
perforasi uterus misalnya : 
 Terjadinya infeksi : terdapat sisa plasenta atau membrane dan bakteria
terdorong ke dalam rongga rahim 
 Terjadi perdarahan karena atonia uteri.

Prosedur Manual Plasenta


 Pasang set dan cairan infus RL/NaCl 
 Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan 
 Lakukan anestesia verbal atau analgesia per rektal 
 Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi 
 Pastikan kandung kemih kosong karena kandung kemih yang
penuh dapat menggeser letak uterus. 
 Lakukan bila plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir
dan telah disertai manajeman aktif kala III. 
 Dan atau tidak lengkap keluarnya plasenta dan perdarahan
berlanjut. 
 Lakukan persetujuan tindakan medis (informed consent). 
 Berikan sedatif diazepam 10 mg IM/IV.
 Antibiotika dosis tunggal (profilaksis): Ampisilin 2 g IV +
metronidazol 500 mg IV, ATAU Cefazolin 1 g IV +
metronidazol 500 mg IV 
 Cuci tangan dan pasang sarung tangan panjang steril. 
 Jepit tali pusat dengan klem dan tegangkan sejajar dengan
lantai. 
 Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri
bagian bawah tali pusat. 
 Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke
dalam kavum uteri, sedangkan tangan di luar menahan fundus
uteri, untuk mencegah inversio uteri. Menggunakan lateral jari
tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan (insersi)
plasenta. 

15
 Tangan obstetri dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu
jari-jari dirapatkan. 
 Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta
yang paling bawah. 
 Gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke
arah kranial hingga seluruh permukaan plasenta dilepaskan. 
 Jika plasenta tidak dapat dilepaskan dari permukaan uterus,
kemungkinan plasenta akreta. Siapkan laparotomi untuk
histerektomi supravaginal. 
 Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta. 
 Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus
saat plasenta dikeluarkan. 
 Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang
masih melekat pada dinding uterus.
 Periksa plasenta lengkap atau tidak, bila tidak lengkap, lakukan
eksplorasi ke dalam kavum uteri. 

Masalah:
 Jika plasenta tertinggal karena cincin konstriksi atau apabila
beberapa jam atau hari telah berlalu setelah persalinan, tidak
memungkinkan untuk seluruh tangan dapat masuk ke dalam
uterus. Keluarkan fragmen plasenta menggunakan 2 jari, forsep
ovum, atau kuret. 
 Dalam hal perdarahan dan sulit menentukan batas antara
desidua dan plasenta, segera rujuk Komplikasi: refleks vagal,
infeksi, perforasi.

f. Pasca Manual Plasenta


 Berikan oksitosin 10 unit dalam 500 mL cairan IV (NaCl atau Ringer
Laktat) 60 tetes/menit + masase fundus uteri untuk perangsangan
kontraksi.
 Bila masih perdarahan banyak: 
1. Berikan ergometrin 0,2 mg IM. 

16
2. Rujuk ibu ke rumah sakit.
3. Selama transportasi, rasakan apakah uterus berkontraksi baik. 
4. Bila tidak, tetap lakukan masase ``dan beri ulang oksitosin 10
unitIM/IV.
5. Lakukan kompresi bimanual atau kompresi aorta bila perdarahan
lebih hebat berlangsung.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Komplikasi persalinan kala III merupakan masalah yang terjadi setelah janin lahir/
berada diluar rahim. Komplikasi yang terjadi adalah perdarahan yang sering
menyebabkan kefatalan/kematian bila tidak ditangani sesegera mungkin. Perdarahan
post partum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan primer dan sekunder,
perdarahan  primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu. Hal-hal
yang menyebabkan perdarahan post partum adalah; Atonia uteri, retensio plasenta,
perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebagian plasenta dari uterus, tertinggalnya sebagian
dari plasenta umpamanya klotiledon atau plasenta suksenturiata. Kadang-kadang
perdarahan disebabkan oleh kelainan proses pembekuan darah akibat dari
hipofibrinogenemia(solution plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air
ketuban).
Penanganan yang dilakukan pada setiap kasus berbeda-berbeda tergantung pada kasus
yang diderita/ banyaknya perdarahan. Misalnya pada atonia uteri penanganannya
dengan melakukan Kompresi Bimanual Interna/Eksterna, bila perdarahan tidak dapat
diatasi untuk menyelamatkan nyawa ibu maka dilakukan histerektomi supravaginal.
Pada retensio plasenta penanganannya manual plassenta. Sedang pada inversion uteri
penanganannya dengan reposisi pervaginam jika masih tetap maka dilakukan
laparotomi, dan pada perlukaan jalan lahir maka penanganannya dengan penjahitan.
3.2 Saran
a. Bidan dan Tenaga Kesehatan Lainnya
Dalam memberikan asuhan kebidanan harus sesuai standar manajemen kebidanan,
sehingga masalah yang dihadapi klien teratasi.
b. Klien
Klien hendaknya bersifat kooperatif dengan tenaga kesehatan dan mengikuti
segala saran dan nasehat dari tenaga kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ida Ayu Chandranita Manuaba, SpOg, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyaakit
Kandungan, dan KB. Jakarta : penerbit buku kedokteran

19

Anda mungkin juga menyukai