Anda di halaman 1dari 13

Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel

Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi khususnya perkembangan internet saat ini berjalan

sangat pesat (Amichai-hamburger & Vinitzky, 2010). Menurut survey yang

dilaporkan oleh situs wearesocial.com pada bulan Januari 2017, menyebutkan

bahwa pengguna internet di Indonesia berjumlah 132 juta orang. Perkembangan

pengguna internet tersebut mengalami peningkatkan sebesar 51% dari tahun 2016

(Rosabel, 2016).

Keberadaan internet merubah perilaku individu dalam banyak aspek

kehidupan, misalnya dalam hal penggalian suatu informasi, perilaku belanja,

menghabiskan waktu luang (Amichai-Hamburger & Ben-Artzi, 2000), serta

terutama dalam hal bagaimana individu berinteraksi dengan orang lain

(Bakardjieva, 2011). Pengguna internet berinteraksi dengan orang lain melalui

salah satu jenis situs yang cukup populer, yaitu situs jejaring sosial atau dengan

istilah lain yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai media sosial.

Berdasarkan laporan tahunan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penyelenggara

Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016, mengungkapkan bahwa dari 132

juta pengguna internet, terdapat 129,2 juta (97,4%) pengguna aktif media sosial

(Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia [APJII], 2016). Data tersebut

mendukung dengan survey awal yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Mei 2015

pada 107 responden yang berusia 15-28 tahun, bahwa terdapat 104 (97%)

menggunakan internet untuk mengakses media sosial.


Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Saat ini terdapat beberapa media sosial yang digunakan pengguna internet,

misalnya MySpace, Linked In, Facebook, Twitter, Google Plus, You Tube, dan

dalam 2 tahun terakhir cukup popular di Indonesia adalah Instagram dan Path.

Berbagai macam media sosial yang hadir di Indonesia mendorong pengguna

internet untuk memiliki lebih dari 1 akun media sosial. Berdasarkan tabel 1, dapat

diketahui bahwa dari hasil survey awal terdapat 63 responden (58,88%)

menyatakan memilki lebih dari 2 akun media sosial.

Tabel 1 Durasi Penggunaan Media Sosial berdasarkan Hasil Survey Awal


Durasi N %
<1 jam 1 0.93%
1-3 jam 26 24.30%
3-5 jam 33 30.84%
5-7 jam 23 21.50%
>7 jam 24 22.43%
Total 107 100%

Semakin banyak akun yang dikelola seorang pengguna internet, maka durasi

waktu yang digunakan pengguna untuk mengakses media sosial juga akan

semakin meningkat. Hal ini disebabkan pengguna media sosial akan berusaha

memelihara pertemanan di masing-masing akun media sosial (Li & Chen, 2014).

Tabel 2 Jumlah Akun Media Sosial yang Dimiliki Responden Survey Awal
Jumlah akun N %
1-2 akun 41 38.32%
3-5 akun 63 58.88%
>5 akun 2 1.87%
Tidak punya 1 0.93%
Total 107 100%

Hasil survey awal pada tabel 2 juga membuktikan bahwa sebanyak 81 responden

(75%) menggunakan media sosial selama lebih dari 3 jam per hari. Hasil survey
Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tersebut mengindikasikan bahwa pengguna menghabiskan waktu yang cukup

banyak untuk mengakses media sosial. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena

adanya keinginan untuk terkoneksi lebih lama dengan media sosial (Cabral, 2011;

Griffiths, Kuss, & Demetrovics, 2014; Jelenchick, Eickhoff, & Moreno, 2013;

Joinson, 2008; Moreno, Jelenchick, & Breland, 2015; Tandoc, Ferrucci, & Duffy,

2015; Xu & Tan, 2012).

Keinginan untuk terkoneksi dengan media sosial secara terus-menerus

tersebut disebabkan karena adanya fear of missing out (FoMO) (Miranda, 2011).

FoMO pertama kali diteliti dalam konteks pemasaran oleh John Walter Thompson

(Miranda, 2011). Dalam konteks psikologi, Przybylski, Murayama, DeHaan, dan

Gladwell (2013) mengemukakan bahwa fear of missing out adalah perasaan

cemas, gelisah, dan takut akan kehilangan momen berharga yang dimiliki teman

atau kelompok teman sebaya, sementara ia tidak dapat terlibat di dalamnya. Fear

of missing out (FoMO) merupakan salah satu bentuk dari kecemasan yang

ditandai dengan adanya keinginan untuk selalu mengetahui apa yang orang lain

lakukan (Przybylski et al., 2013), terutama melalui media sosial.

Kehadiran media sosial, seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, semakin

mendorong munculnya FoMO (Wortham, 2011). JWT Intelligence (Miranda, 2011)

mengemukakan setidaknya ada enam hal yang mengakibatkan munculnya FoMO.

Pertama adalah keberadaan media sosial yang menghadirkan informasi real-time

mengenai peristiwa terkini, produk yang sedang menjadi tren terbaru, serta

informasi mengenai apa yang sedang dilakukan oleh pengguna lain (Boyd &

Ellison, 2008; Boyd, 2014). Sama seperti internet, informasi atau unggahan yang

ada media sosial juga bersifat transparan, pengguna diijinkan untuk mengunggah

apapun yang mereka lakukan tanpa batasan (Boyd & Ellison, 2008; Suler, 2004).
Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Paparan informasi yang terdapat di media sosial tersebut membuat para pengguna

media sosial saling membandingkan satu sama lain. Perbandingan sosial ini

dilakukan karena manusia mempunyai dorongan untuk mengevaluasi diri dan

kemampuan yang dimiliki (Festinger, 1954). Perbandingan sosial ini kemudian

menjadikan pengguna didorong untuk terus menerus mengakses media sosial,

agar tidak ketinggalan informasi, tren terbaru, aktivitas yang dilakukan orang lain,

atau ingin segera membalas pesan atau komentar yang masuk (Fox & Moreland,

2015; Ozimek & Bierhoff, 2016). Sehingga kemudian dapat mendistraksi individu

dari peristiwa penting yang terjadi “here and now” di dunia offline, meskipun ketika

sedang bersama orang lain dan ketika menyetir (Turkle, 2011).

Senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Turkle (2011), peneliti

juga menemukan beberapa pernyataan responden yang didapatkan berdasarkan

survey awal, yaitu

“… Saya juga sekarang lebih sering ngecek handphone karena


khawatir ada pesan penting yang masuk” – responden 59
“Ketika berkumpul dengan teman dalam suatu acara masing-masing
orang sibuk melihat gadget-nya dan mengacuhkan orang di
sekitarnya sehingga esensi dari pertemuan untuk mengakrabkan itu
pun hilang” – responden 66
“Karena media sosial, sekarang cenderung agak sulit untuk
menemukan kesempatan ngobrol dengan seseorang tanpa orang
tersebut sesekali sibuk dengan handphone-nya” – responden 76

Sejauh ini, belum banyak penelitian mengenai fenomena FoMO. Dari sedikit

penelitian yang ditemukan tersebut, sebagian besar penelitian melihat implikasi

yang dapat ditimbulkan dari FoMO. FoMO terbukti menjadi prediktor dari beberapa

perilaku yang merugikan, yaitu perilaku mengecek smartphone (Collins, 2013;

Hato, 2013), ketergantungan pada smartphone (Collins, 2013), dan perubahan

emosi yang cepat (Collins, 2013; Przybylski et al., 2013). Individu yang memiliki
Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kecenderungan FoMO juga terbukti mengalami distraksi ketika belajar atau

mengendarai kendaraan (Przybylski et al., 2013), lebih terlibat dalam perilaku

beresiko seperti konsumsi minuman beralkohol (Riordan, Flett, Hunter, Scarf, &

Conner, 2015), serta menurunnya tingkat kepuasan hidup (Przyblyski, et al.,

2013). Implikasi negatif yang ditimbulkan oleh FoMO tersebut, membuktikan

bahwa FoMO merupakan fenomena yang memprihatinkan, karena keberadaan

FoMO dapat mendistraksi seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-

hari hingga mengancam kesejahteraan psikologis seorang individu. Dari beberapa

penelitian terdahulu, hanya terdapat satu penelitian yang membahas mengenai

anteseden dari FoMO, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Przybylski et al. (2013).

Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti mengenai fenomena FoMO, agar

mendapatkan gambaran yang lebih komperhensif mengenai FoMO.

Penelitian yang dilakukan oleh Przybylski et al (2013) meninjau anteseden

dari FoMO. Przybylski menyebutkan bahwa tiga kebutuhan dasar manusia yaitu

kebutuhan untuk memiliki kompetensi, kebutuhan untuk memiliki otonomi, dan

kebutuhan menjalin kedekatan dengan orang lain, serta kesejahteraan subjektif

pada pengguna media sosial, mempunyai korelasi negatif dengan kecenderungan

FoMO (Przybylski et al., 2013). FoMO juga terbukti dapat berfungsi sebagai

mediator. Penelitian yang dilakukan oleh Alt (2015), membuktikan bahwa FoMO

merupakan mediator yang signifikan pada korelasi antara motivasi akademik pada

mahasiswa dengan penggunaan media sosial pada saat perkuliahan berlangsung

(Alt, 2015). FoMO juga terbukti menjadi mediator pada korelasi antara kebutuhan

sosial remaja dengan stres yang disebabkan karena penggunaan media sosial

(Beyens, Frison, & Eggermont, 2016).


Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Salah satu motif yang mendasari perilaku penggunaan media sosial adalah

kebutuhan berelasi (Beyens et al., 2016; Nadkarni & Hofmann, 2012; Seidman,

2013). Kebutuhan ini didasarkan pada konsep bahwa manusia merupakan

makhluk sosial, sehingga memiliki kebutuhan untuk menjalin relasi dengan orang

lain (Baumeister & Leary, 1995). Media sosial menyediakan fasilitas bagi

penggunanya untuk memenuhi kebutuhan berelasi melalui proses komunikasi

dengan teman lama dan menemukan kenalan baru (Boyd & Ellison, 2007; Ellison

& Boyd, 2013).

Kebutuhan bererlasi menyebabkan manusia berusaha berusaha mencari

penerimaan sosial serta berusaha menghindari penolakan dari orang lain atau

social exclusion (DeWall, Deckman, Pond & Banser, 2011). Hal ini disebabkan

karena adanya penolakan dari orang lain atau social exclusion merupakan social

pain yang harus dihindari seperti halnya ketika mengalami sakit fisik (DeWall &

Bushman, 2011; Eisenberger, Jarcho, Lieberman, & Naliboff, 2006; Eisenberger,

Lieberman, & Williams, 2003). Media sosial merupakan salah satu media yang

efektif untuk mengatasi perasaan social exclusion (Sheldon, Abad, & Hinsch,

2011). Pemenuhan kebutuhan berelasi melalui media sosial terbukti berkorelasi

positif dengan FoMO (Lai, Altavilla, Ronconi, & Aceto, 2016). Sehingga dapat

diasumsikan bahwa dalam konteks perilaku online, individu yang memiliki

kecenderungan FoMO, akan mencari penerimaan sosial dengan berusaha tetap

terkoneksi dengan sesama pengguna media sosial, untuk mengembalikan ikatan

sosial dan perasaan terhubung dengan teman-temannya.

Bagaimana seorang indvidu berperilaku memenuhi kebutuhannya dalam

mencari penerimaan sosial dan menghindari exclusion, dipengaruhi oleh tinggi

rendahnya level harga diri individu tersebut (Leary, 1990, 2010; Leary, Tambor,
Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Terdal, & Downs, 1995). Salah satu media yang memberikan fasilitas bagi individu

untuk mencari penerimaan sosial adalah media sosial. Tinggi rendahnya tingkat

harga diri seseorang akan menentukan bagaimana perilaku individu tersebut

dalam menggunakan media sosial. Penelitian membuktikan bahwa harga diri

berkorelasi negatif dengan durasi penggunaan media sosial (Barker, 2009;

Jenkins-Guarnieri, Wright, & Johnson, 2013; Mehdizadeh, 2010; Valkenburg,

Peter, & Schouten, 2006). Pengguna dengan tingkat harga diri rendah, akan

cenderung menghabiskan waktu lebih lama dalam menggunakan media sosial.

Hal tersebut diperkuat oleh penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Steinfield,

Ellison, dan Lampe (2008) juga mengemukakan bahwa pengguna media sosial

yang memiliki harga diri rendah lebih banyak menggunakan media sosial dalam

rangka membangun jaringan pertemanan, dibandingkan dengan pengguna media

sosial yang mempunyai harga diri tinggi.

Berbeda dengan Steinfield, Ellison, dan Lampe (2008), Zywica dan Danowski

(2008) mengemukakan bahwa pada individu yang memiliki tingkat harga diri

rendah terbukti lebih banyak menggunakan media sosial sebagai kompensasi

sosial untuk meningkatkan harga dirinya, begitu pula pada individu yang memiliki

tingkat harga diri yang tinggi juga terbukti menunjukkan peningkatan penggunaan

media sosial dalam rangka untuk mempertahankan dan melindungi harga dirinya.

Adanya ketidakkonsistenan antara hasil penelitian yang dikemukakan oleh

Steinfield, Ellison, dan Lampe (2008) dengan hasil penelitian yang dikemukakan

oleh Zywica dan Danowski (2008) tersebut menjadi dasar mengapa diperlukan

penelitian mengenai harga diri dan FoMO.

FoMO terbukti menjadi anteseden dari harga diri pada pengguna media sosial,

sementara jika dilihat secara longitudinal harga diri terbukti menjadi prediktor
Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

signifikan terhadap munculnya FoMO (Buglass, Binder, Betts, & Underwood,

2017). Pada beberapa konstruk yang dekat dengan FoMO misalnya pada konstruk

perilaku adiksi, harga diri terbukti menjadi prediktor dari perilaku ketergantungan

internet (Armstrong, Phillips, & Saling, 2000; Aydm & San, 2011; Sariyska et al.,

2014). Sementara pada konstruk trait kecemasan, harga diri terbukti menjadi faktor

protektif terhadap munculnya kecemasan (Du et al., 2013; Mustafa, Melonashi,

Shkembi, Besimi, & Fanaj, 2015).

Sebagian besar penelitian mengenai FoMO dilakukan pada penguna individu

yang berusia dewasa awal (Alt, 2015; Collins, 2013; Hato, 2013; Miranda, 2011;

Przybylski et al., 2013; Riordan et al., 2015). Hanya terdapat dua penelitian yang

mengungkapkan bahwa FoMO juga terjadi pada usia remaja (Australian

Psychological Society, 2015; Underwood & Faris, 2015). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Australian Psychological Society (2015), ditemukan bahwa

pada kelompok subjek yang berusia remaja, FoMO dialami lebih banyak pada

remaja yang berusia 15-18 tahun dibandingkan pada remaja yang berusia 13-14

tahun (Australian Psychological Society, 2015).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa diperlukan kajian mengenai FoMO pada

kelompok pengguna media sosial yang berusia remaja. Pengguna media sosial

yang ingin dituju adalah pengguna yang berusia remaja antara 15-18 tahun. Hal

ini disebabkan karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen

Komunikasi dan Informasi, yang dilakukan pada responden yang berusia 10-19

tahun di 11 propinsi, menyebutkan bahwa terdapat 80% dari total 400 responden

merupakan pengguna internet (Kementrian Komunikasi dan Informatika

[Menkominfo], 2014). Pengguna internet pada usia remaja juga terbukti


Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mempunyai level FoMO yang lebih besar dibandingkan pengguna media sosial

yang berusia dewasa (Australian Psychological Society, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai

konstruk FoMO merupakan konstruk yang belum banyak diteliti sebelumnya.

Penelitian sebelumnya mengenai konstruk FoMO lebih banyak membahas

mengenai implikasi dari FoMO. Salah satu penelitian yang membahas mengenai

anteseden FoMO adalah penelitian tahap kedua yang dilakukan oleh Przybylski,

et al. (2013), yang berfokus pada kebutuhan dasar dan kesejahteraan subjektif

yang menjadi prediktor dari FoMO. Pada penelitian lain, FoMO terbukti menjadi

mediator yang signifikan antara kebutuhan berelasi dan kebutuhan akan

popularitas pada remaja dengan penggunaan situs jejajring sosial (Beyens et al.,

2016). Oleh karena itu, penelitian ini akan berfokus untuk mengetahui apakah

harga diri dapat berfungsi menjadi moderator yang signifikan antara kebutuhan

berelasi dengan FoMO.

B. Rumusan Permasalahan

Adapun rumusan masalah yang ingin diteliti berdasarkan latar belakang

maslah, yaitu:

1. Apakah kebutuhan berelasi pada media sosial merupakan prediktor dari

FoMO?

2. Apakah harga diri dapat berperan menjadi moderator pada hubungan antara

kebutuhan berelasi dengan FoMO pada media sosial?


Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah kebutuhan berelasi merupakan prediktor dari

FoMO

2. untuk mengetahui apakah harga diri dapat berperan menjadi moderator antara

kebutuhan berelasi melalui media sosial dengan FoMO

Sebuah penelitian hendaknya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat

maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan uraian tujuan

tersebut, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai

berikut:

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa

penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan bagi

perkembangan ilmu psikologi, khususnya kajian ilmu psikologi teknologi

(cyberpsychology) mengenai hubungan antara kebutuhan berelasi dan

harga diri dengan FoMO

b. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini juga diharapkan menjadi salah satu acuan bagi

peneliti lain yang tertarik meneliti dengan topik yang terkait dalam

penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah

satu pertimbangan untuk pengguna media sosial terutama yang berusia

remaja, tentang bagaimana mengantisipasi kecemasan yang muncul

akibat penggunaan media sosial.


Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

D. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Fenomena fear of missing out (FoMO) pertama kali diteliti oleh lembaga survey

marketing John Walter Thompson Company (Miranda, 2011). Penelitian tersebut

mengungkap mengenai prevalensi FoMO serta keterkaitannya dengan media

sosial. Hasil riset tersebut menjadi dasar bagi Przybylski, et al (2013) untuk

memberikan gambaran empiris mengenai fenomena FoMO melalui aspek

motivasi, perilaku, well-being, serta perbedaan demografis pada pengguna media

sosial.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Przybylski, et al. (2013) yaitu, pada penelitian ini akan menguji anteseden dari

munculnya fenomena FoMO dengan hanya berfokus pada satu kebutuhan saja,

yaitu kebutuhan berelasi, sementara Przybylski, et al menjelaskan FoMO

berdasarkan tiga kebutuhan dasar psikologis, dari teori self determination theory

(Deci & Ryan, 1985).

Penelitian lain mengenai FoMO dilakukan oleh Collins (2013), dengan

meninjau kepribadian neurotisme dan ekstraversi, kecemasan, perilaku mengecek

handphone serta adiksi terhadap handphone. Hasil penelitian tersebut

mengungkapkan bahwa kepribadian neurotisme dan kecemasan merupakan

prediktor positif dari FoMO, sementara kepribadian ekstraversi tidak mempunyai

hubungan signifikan dengan FoMO. FoMO merupakan prediktor positif terhadap

perilaku mengecek handphone dan adiksi terhdap handphone.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Collins (2013),

adalah bahwa pada penelitian ini mencoba memahami FoMO melalui karakteristik

individu selain kepribadian neurotisme dan ekstraversi, yaitu harga diri. FoMO
Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

merupakan salah satu bentuk kecemasan yang muncul akibat terputusnya kontak

dengan dunia online melalui media sosial (Przybylski et al., 2013). Sesuai

penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa individu yang memiliki harga diri

rendah akan cenderung memiliki persepsi bahwa ia diabaikan oleh lingkungannya

(Sommer, Williams, Ciarocco, & Baumeister, 2001) serta cenderung mengalami

kecemasan sosial (Ahmad, Bano, Ahmad, & Khanam, 2013). Sehingga pada

penelitian ini ingin mengetahui peran harga diri dalam memoderatori hubungan

antara kebutuhan berelasi dengan FoMO.

Penelitian lain dilakukan oleh Hato (2013), yang mencoba membuat alat ukur

untuk konstruk C-FoMO yaitu perilaku mengecek handphone karena takut

tertinggal informasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa

FoMO menjadi prediktor perilaku mengecek handphone. Penelitian lain mengenai

FoMO dilakukan oleh Alt (2015), yang mengungkapkan bahwa FoMO merupakan

mediator hubungan antara motivasi akademik dan penggunaan media sosial.

Penelitian terbaru mengenai FoMO dilakukan oleh Beyens et al. (2016). Pada

penelitian tersebut terlihat bahwa FoMO merupakan mediator pada korelasi antara

kebutuhan berelasi dan kebutuhan akan popularitas dengan penggunaan media

sosial yang dapat mengakibatkan stres pada remaja. Perbedaan dengan

penelitian ini adalah peneliti hanya berfokus pada satu kebutuhan saja, yaitu

apakah kebutuhan berelasi dapat menjadi prediktor terhadap FoMO.

Pada penelitian-penelitian sebelumnya, belum terungkap mengenai konstruk

yang terbukti dapat menaikkan atau menurunkan level dari fear of missing out,

sehingga pada penelitian ini mengajukan konstruk harga diri sebagai moderator

pada hubungan antara kebutuhan berelasi dengan fear of missing out. Hal tersebut
Hubungan Kebutuhan Berelasi dan Fear of Missing Out dengan Harga Diri sebagai Variabel
Moderator
CAHYANI INDAH TRIANI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sesuai dengan asumsi yang didasarkan pada penelitian sebelumnya, yang

menyebutkan bahwa harga diri terbukti menjadi prediktor dari perilaku

ketergantungan internet (Armstrong et al., 2000; Aydm & San, 2011; Sariyska et

al., 2014). Sementara pada konstruk kecemasan, harga diri terbukti menjadi faktor

protektif terhadap munculnya kecemasan (Du et al., 2013; Mustafa et al., 2015).

Pada penelitian mengenai FoMO dan harga diri, Buglass et al. (2017) melihat

FoMO sebagai mediator antara penggunaan media sosial dengan online

vulnerability dan harga diri yang dilakukan dengan mengambil data sebanyak dua

kali. Hasil penelitian pada studi pertama membuktikan bahwa FoMO menjadi

prediktor terhadap harga diri. Ketika dianalisis dengan menghubungkan FoMO

pada penelitian kedua, terlihat bahwa harga diri yang didapatkan melalui studi

pertama terbukti menjadi prediktor terhadap FoMO pada studi kedua. Perbedaan

dengan penelitian ini adalah ingin membuktikan apakah harga diri mampu

berperan sebagai moderator terhadap hubungan antara kebutuhan berelasi

dengan FoMO.

Anda mungkin juga menyukai