Anda di halaman 1dari 9

Pengertian Etika Politik

Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan


perilaku atau perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi
baik dan buruknya.

Pancasila Sebagai Etika Politik


Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Terkandungn didalamnya suatu pemikiran –
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional dan
komprehensif ( menyeluruh ) dan sistem pemikiran ini merupakan
suatu nilai.

FITEXPERT

Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar – dasar yang


bersifat fundamental dan universal bagi manusia baik dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai – nilai tersebut
kemudian di jabarkan dalam suatu norma – norma yang jelas
sehingga mereupakan suatu pedoman.
Norma – norma tersebut meliputi :
 a) Norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk.
 b) Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan perundang-
undangan yang berlaku di indonesia. Dalam pengertian inilah
maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala
sumber hukum di negar Indonesia.

Rumusan Kunci Etika Politik Pancasila


Dilihat dari rumus rangkaian kesatuan sila-sila Pancasila, maka
masalah etika dalam hal ini etika politik Pancasila, paling dekat
dengan sila kedua. Maka dari itu rumus rangkaian kesatuannya
dengan keempat sila yang lain adalah sebagai berikut:
Etika politik Pancasila ialah perilaku atau perbuatan politik yang
sesuai dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
bersila ketiga, bersila keempat, bersila kelima, dan bersila kesatu.

Seperti yang kita ketahui, masalah etika adalah masalah nilai;


sedangkan postulat tentang nilai Ilmu Filsafat Pancasila adalah
hakikat manusia Pancasila. Maka dari itu rumus dari rangkaian
kesatuan sila-sila dalam Pancasila yang berkenaan dengan etika
Politik Pancasila dimulai dari sila kedua: Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab.

Untuk menjabarkan rumus kunci tersebut ke dalam deskripsi yang


cukup jelas mengenai etika politik Pancasila harus disesuaikan
dengan keperluannya. Yakni setiap sila pancasila harus dijabarkan
ke dalam pengertian-pengertiannya dari yang umum ke yang
semakin khusus-konkrit, dan bersamaan dengan itu tidak boleh
dilupakan bahwa setiap pengertian jabaran sila-sila Pancasila
secara otomatis dikualifikasi oleh keempat sila lainnya.
Contoh kasusnya adalah “bagaimana berkampanye sesuai dengan
etika Pancasila?”, maka jawabannya ada bermacam-macam, tetapi
pada prinsipnya:

 Berkampanyelah secara tidak bertentangan dengan nilai-nilai


kemanusiaan, misalnya jangan menggangu keamanan orang
lain, jangan merugikan orang lain, hubungan dengan sesama
manusia harus dijaga agar tetap baik, jangan sampai bentrok
dengan masa partai lain. Langkah ini didasarkan pada sila
ke-3
 Peraturan berkampanye harus ditaati karena menaati
peraturan berarti menaati diri kita semua. Langkah ini
didasarkan pada sila ke-4
 Pemilu dan khususnya berkampanye itu tujuan akhirnya
adalah demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup kita
bersama, usahakan jangan sampai menghambat usaha-usaha
menuju kemakmuran bersama. Langkah ini didasarkan
pada sila ke-5
 Ketahuilah bahwa semua perbuatan tidak baik yang
berdalihkan Pemilu atau berkampanye selalu tidak lepas dari
pengamatan Tuhan Yang Maha Kuasa. Langkah ini didasarkan
pada sila ke-1

Inti masalah politik tidak hanya terbatas pada masalah kekuasaan.


Tetapi politik adalah masalah seperangkat keyakinan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dibela dan
diperjuangkan oleh para penganutnya, yaitu manusia-manusia
Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang untuk
menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbagsa, dan
bernegara yang berdasarkan Pancasila. Itu tadi adalah pengertian
“politik” yang ilmiah. Di samping itu ada pengertian “politik” yang
non-ilmiah, yang prinsip perjuangannya adalah demi kemenangan
dalam kekuasaan, masalah nilai kemanusiaan tidaklah penting,
kalau perlu “tujuan menghalalkan cara”.

Nilai-nilai Pancasila juga tidak selalu dianut, kalau perlu berbuat


dan bertindak yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan
mungkin pula tersembunyi keinginan/ kehendak untuk mengganti
Pancasila dengan dasar negara yang lain. Jelas ini tidak lah ilmiah,
karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Pancasila.
Sejarah telah menunjukkan bahwa perilaku atau perbuatan politik
yang demikian ini tidak akan dan tidak mungkin mendatangkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dilihat dari segi
“politik” dalam pengertiannya yang ilmiah ini betapa banyak politisi
kita yang nampaknya “bermasalah”.

Kalau kita perhatikan panggung politik dunia, keakhiran kekuasaan


Presiden Sadam Husein yang bisa dinilai tragis dengan berbagai
nestapa dibaliknya itu pasti bukan cita-cita Sadam Husein sendiri.
Demikian pula keakhiran presiden Soekarno dan presiden Suharto
yang bisa dinilai “tidak nyaman” dengan berbagai masalah di
baliknya itu pasti juga bukan cita-cita beliau. Semua ini
menunjukkan bahwa merealisasikan filsafat Politik secara
benar yang dibuktikan dengan tetap berpegang pada etika
politik dalam pengertiannya yang ilmiah itu sungguh tidak
mudah, dan oleh karenanya harus selalu
diupayakan. Kalau tidak diupayakan dengan sungguh-sungguh,
maka hambatan, kesukaran, dan godaan-godaan akan selalu
membelokkan para politisi dan orang pada umumnya untuk
menjalankan “politik” dalam pengertiannya yang tidak ilmiah, yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Filsafat Politik
Pancasila.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pancasila Sebagai
Dasar Negara

Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila


Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu
berikut ini disusun menurut pengelompokan Pancasila, karena
Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-
tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas,
artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan
biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme
mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama,
kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi.
Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang
dan sekelompok orang.

2.

Hak Asasi Manusia


Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian
yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia
menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan
wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus
diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai
manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik
mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai
berikut. Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena
pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian
Sang Pencipta . Kontekstual karena baru mempunyai fungsi
dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana
manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya
diancam oleh Negara modern.

3.

Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri
sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu
senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan
menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain.
Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu
keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama,
kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.  Maka di sini
termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang
apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan
dan keterbatasan masing-masing.

4.

Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada
manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak
untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau
boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa
mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang
memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi
demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak
masyarakat ke dalam tindakan politik. Demokrasi hanya dapat
berjalan baik atas dua dasar yaitu : Pengakuan dan jaminan
terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip
mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas. Kekuasaan
dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum
(Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum
merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah
pemerintah yang sewenang-wenang).

5.

Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam
kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan
penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial
tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan
ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan
sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah
keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial
diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan
yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah
diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua
diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia
sekarang adalah: Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan
sosial. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-
tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu
kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat
mereka pada masyarakat.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Demokrasi
Pancasila Dalam Beberapa Bidang Beserta Fungsi Dan Prinsipnya

Hubungan Etika Politik dan Pancasila


Dalam kaitannya, pancasila merupakan sumber etika politik itu
sendiri. Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara
dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), secaraa
demokratis (legimitasi demokratis), berdasarkan prinsip-prinsip
moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut.

Penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan,


kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta
kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral relegius (sila I)
serta moral kemanusiaan (sila II). Selain itu dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu
prinsip legalitas. Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh
karena itu “keadilan” dalam hidup bersama (keadilan sosial)
sebagaimana terkandung dalam sila ke V. Negara adalah berasal
dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan
senantiasa untuk rakyat (sila VI)

Prinsip-prinsip dasar etika politik itu telah jelas terkandung dalam


Pancasila. Dengan demikian, Pancasila adalah sumber etika politik
yang mesti direalisasikan. Para pejabat eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif, pelaksana aparat dan penegak hukum harus menyadari
bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga
harus berdasar pada legitimasi moral yang memang pembentukan
dari nilai-nilai serta dikongkretisasi oleh norma.
Fungsi Pancasila Sebagai Etika Politik
 Fungsi etika bagi kehidupan kenegaraan adalah alat
untuk mengatur tertib hidup kenegaraan, memberikan
pedoman yang merupakan batas gerak hak dan wewenang
kenegaraan, menampakkan kesadaran kemanusiaan dalam
bermasyarakat dan bernegara, mempelajari dan menjadikan
objek tingkah laku manusia dalam hidup kenegaraan, member
landasan fleksibilitas bergerak yang bersumber dari
pengalaman.

Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada


penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta
menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi,
tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan
secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak
langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik
membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat
dijalankan secara obyektif.

Cara Ber-Etika Pancasila


Sudah jelas bahwa untuk ber-etika Politik Pancasila, pemahaman
istilah “politik” harus dari seginya yang ilmiah, bukan dari seginya
yang non-ilmiah. Jadi “politik” di sini harus diartikan dalam
konteks filsafat politik Pancasila, yaitu seperangkat keyakinan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan
diperjuangkan oleh para penganutnya, dalam hal ini manusia
manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang
menyelenggarakan suatu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yang berdasarkan Pancasila.

Dalam rangka upaya untuk ber-Etika Politik Pancasila, dua hal yang
harus dipenuhi, yaitu:
 Sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah, dan suasana
ilmiah
 Pemahaman isi tulisan-tulisan ilmiah mengenai Pancasila,
baik sebagai filsafat maupun sebagai ilmu khusus

Karena pemahaman istilah “politik” untuk ber-Etika Pancasila


harus dari seginya yang ilmiah, bukan yang non-ilmiah, maka untuk
dapat memiliki kemampuan ber-Etika politik Pancasila orang
dituntut memiliki sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah dan
mampu menjaga dan menyelenggarakan suasana ilmiah. Sikap
ilmiah meliputi:

1. Mengosongkan diri sendiri, yakni membebaskan diri dari


segala prasangka, baik atau pun buruk
2. Mengobjektifkan diri sendiri, adalah bersikap seperti apa
adanya, mengatakan sesuatu yang baik bukan karena cinta
atau simpatinya, dan mengatakan sesuatu yang buruk bukan
karena benci atau tidak senangnya.

Anda mungkin juga menyukai