Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Inayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Komunikasi Farmasi yang berjudul
“Interaksi Manusia Dan Keterampilan Melaksanakan Konseling Di Apotek”.

Terima kasih Kami ucapkan kepada  Bapak / Ibu Dosen Komunikasi Farmasi yang telah
membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga Kami ucapkan kepada
teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami ,sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa tugas mata kuliah Komunikasi Farmasi yang kami buat ini masih jauh
dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi
acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga Tugas kami ini bisa
menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan
ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gombong, Juli 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
Interaksi manusia dan keterampilan konseling merupakan hal yang penting untuk
professional Kesehatan. Perhatian pada interaksi antar-profesional kesehatan meningkat terlalu
tinggi melebihi kekhawatiran akan ketidaktaatan pasien mengikuti regimen pengobatan. Seperti
dibicarakan pada Bab 4, pemberian informasi saja tidak selalu mmperbaiki ketaatan pasien,
khususnya untuk jangka Panjang. Penelitian tentang interaksi antara pasien dan professional
Kesehatan menunjukan bahwa komunikasi diperlukan untuk mencapai hal ini sehingga
memperbaiki pelayanan bagi pasien.
Kecenderungan untuk bekerja sama dalam pengambilan keputusan semakin menegaskan
kebutuhan akan interaksi antara pasien dan penyedian layanan Kesehatan sehingga pasien dapat
memahami kondisi dan pilihan terapi yang dimiliki pasien dan sampai pada keputusan yang telah
dipertimbangkan secara hati-hati tentang perawatan Kesehatan. Sifat asuhan kefarmasian
menjadikan pengembangan hubungan terapeutik sangat penting bagi apoteker.
Penelitian menunjukan bahwa bila hubungan yang saling percaya terbangun antara pasien
dan profesional Kesehatan, pasien pulih lebih cepat, mengalami kesakitan lebih sedikit, dan
mendapatkan manfaat lebih besar dalam hal fisiologis, psikologis dan perilaku dibandingkan
dengan pasien yang tidak mempunyai hubungan ini.
Proses membangun hubungan seperti ini memerlukan interaksi yang sering (kuantitas)
dan (berkualitas), partisipasi baik dari pasien maupun apoteker, dan penggunaan keterampilan
konseling oleh apoteker. Proses ini meliputi bersahabat dengan pasien, membangun rasa saling
dan membuat pasien merasa cukup nyaman untuk membicarakan hal-hal pribadi dan
mengekspresikan diri.
Dalam melaksanakan asuhan kefarmasian, apoteker juga harus mampu berinteraksi
secara efektif dengan anggota lain dalam tim pelayanan Kesehatan untuk mendapatkan informasi
yang lebih terperinci tentang pasien dan untuk mendiskusikan, masalah pasien yang timbu akibat
pengobatan. Selain itu untuk kepentingan pasien, apoteker harus mampu berinteraksi dengan
apoteker lain dan pegawai lain di apotek, dan mampu bekerja sama dengan semua personal di
dalam lingkungan apotek dan dengan apoteker lain di masyarakat atau rumah sakit
Komunikasi Sebagai Pertukaran Pesan
Salah satu cara untuk memahami interaksi manusia adalah dengan memandang interaksi sebagai
proses komunikasi, yaitu terjadi pertukatan informasi di antara dua individu (dalam kasus
konseling pasien, pertukaran informasi terjadi antara apoteker dan pasien). Ide (pesan) dibentuk
di dalam pikiran pengirim dan diterjemahkan ke dalam bentuk yang dapat dikirimkan dalam
bentuk kata-katalisan atau terlulis atau dengan Bahasa tubuh (misalnya, mengulurkan tangan
untuk menyalami seseorang). Pesan yang ingin disampaikan dikirimkan oelh pengirim kemudian
diterjemahkan untuk memahami makna pesan tersebut (misalnya, tangan yang terulur itu berarti
sambutan).
Tujuan komunikasi dalam konseling pasien adalah membentuk suatu hubungan dan
memberikan edukasi pada pasien. Oleh karena itu, apoteker harus menyadari pentingnya
menerima pesan balik dari pasien. Pasien balik ini harus menjadi dasar untuk pertanyaan
selanjutnya atau tindakan apotaker sehingga konseling bukan hanya sekedar ceramah tapi sebagi
awal dari suatu hubungan.
Teori psikologi
Interaksi manusia semakin dirumitkan oleh kompleksitas kepribadian setiap individu. meskipun
ini sepertinya merupakan penggolongan tipe manusia yang terlalu disederhanakan, disadari
bahwa meskipun tidak ada dalam setiap diri kita. Dua sikap yang sangat berbeda terhadap
kehidupan adalah ekstroversi dan introversi. Perilaku introvert meliputi berpikir keluar untuk
bertindak, suka membangun hubungan social, dan sangat bersemangat karena orang dan
peristiwa. Perilaku introvert meliputi orientasi ke dalam dan lebih bersemangat karena perenungn
ke dalam daripada karena bersosialisasi.
Orang juga mempunyai perbedaan gaya persepsi. Hal ini mempengaruhi bagaimana
orang tersebut menerima informasi yaitu melalui pengindaran atau intuisi. Pengindaran meliputi
bersikap sistematis dan menyadari fakta terperinci, serta mampu melihat keselurihan gambaran.
Sebaliknya intitusi meliputi penggunaan wawasan dan firasat dan bukan menggunakan
perincian-oerincian nyata.
Orang yang mengambil keputusan dengan menggunakan pikiran cenderung objektif yaitu dengan
mempertimbangkan penyebab dan hasil dengan suatu cara yang impersonal. Orang yang
menggunakan perasaan untuk mengambil keputusan cenderung subektif dan personal yaitu
mereka mempertimbangkan nilai pilihan dan bagaimana dampaknya pada orag lain. Orang yang
lebih mengandalkan persepsi cenderung lebih spontan dan fleksibel mereka berupaya
memahami dan menyesuaikan diri dengan kehidupan dan bukan mengandalkan kehidupan.
Ciri kepribadian apoteker dan pasien akan mempengaruhi interaksi mereka. Bila apoteker
menyadari tipe kepribadian sendiri, apoteker dapat memodifikasi perilaku agar taker dapat
berusaha untuk tidak terlalu ekstrovert atau sedikit lebih menggunakan intuisi selama konseling
pasien.
Teosi analisis transaksional
Teori analisis transaksional (transsactional analysis, TA) semakin membantu kita memahami
cara manusia berinteraksi sekama konseling. Eric Berne mangamati bahwa kepribadian setiap
orang terdiri atas tiga status ego berbeda yang menjelaskan pola tetap dari perasaan, pengalaman
dan perilaku yaitu status ego orang tua, orang dewasa, dan anak-anak.
Umumnya interaksi berlangsung ideal bila kedua belah pihak berkomunikasi dengan status ego
orang dewasa. Komunikasi antara dua manusia sering kali merupakan hubungan yang
berlangsung tanda disadari dan bersifat merusak (permainan). Akibat pasien yang sering
memberi respons dengan status ego anak-anak (bersikap bebas atau mengikuti) aa bersikap
sebagai orang tua yang kritis,yang akhirnya menimbulkan masalah dalam berkomunikasi.
Kebutuhan Manusia
Semua manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Lima kebutuhan manusia dijelaskan
oleh ahli psikologi Abraham Maslow, yang meliputi:
a. Kebutuhan fisiologik (makan, tidur, bernapas, menghindari nyeri)
b. Kebutuhan rasa aman (bebas dari bahaya fisik)
c. Kebutuhan yang dimiliki (untuk dicintai dan dimiliki)
d. Kebutuhan penghargaan (puas dengan diri sendiri, mandiri dan pencapaian)
e. Kebutuhan aktualisasi diri (memenuhi secara kreatif)
Nilai-Nilai Individu
Setiap orang memiliki pilihan tertentu untuk kegiatan, karakteristik,atau penampilan dan untuk
cara hidup tertentu inilah yang disebut nilai-nilai sesorang. Sama halnya dengan kebutuhan
individu apoteker dan pasien kemungkinan mempunyai nilai-nilai berbeda yang mempengaruhi
interaksi. Sebagai contoh apoteker mungkin memegang nilai autoritas dan ingin mendikte pasien
untuk menaati pengobatan, sedangkan pasien memegang nilai kebebasan dan ingin mengonsumsi
obat secara tersendiri. Nilai yang berlawanan ini akan meimbulkan konflik dalam interaksi antara
pasien dan apoteker.
Budaya
Etnisitas dan budaya dapat mempengaruhi interaksi manusia dalam kaitannya dengan
komunikasi dan konseling. Budaya mempunyai gambaran eksternal (misalnya, artefak dan
peran) dan gambaran internal (misalnya nilai-nilai, sikap, kepercayaan, gaya kognitif/afektif,
pola kesadarandan epistemology). Budaya bersifat kompleks dan multidimensional meliputi,
Bahasa, perilaku nonverbal, dan bagaimana sesorang sesorang berhubungan dengan orang lain.
Perbedaan budaya terjadi secara internasional (beberapa negara mempunyai imigram dari
berbagai negara) dan secara domestik (di Amerika Serikat ada dua Afrika-amerika, orang
amrika asli). perbedaan budaya dapat berpengaruh menimbulkan berbagai tingkatan dari generasi
ke generasi. Perbedaan budaya dan ras memberikan pengaruh yang kompleks pada konseling dan
ketaatan. Apoteker harus kompeten secara budaya, artinya apoteker harus mengakui dan
menghargai perbedaan budayayang ada agar dapat membangun hubungan dengan pasien
sehingga Kesehatan dan pengobatan dapat didiskusikan.
Perbedaan budaya dalam komunikasi
Ketika berhadapan dengan pasien yang berasal dari budaya yang berbeda, apoteker harus
berusaha keras mengatasi kesulitan yang disebabkan oleh bahasa inggris merupakan Bahasa
kedua pasien dan konteks budaya tentang bahasa, kata-kata, dan bahasa nonverbal.
Bahasa, proses berpikir dan persepsi saling berhubungan dengan budaya, dan hal ini
mempengaruhi bagaimana orang mengeksresikan diri, seberapa sering orang berbicara, makna
dari kata-katadan ekpresi mereka, serta bagaimana mereka menginterpretasikan kata-kata dan
perilaku orang lain.
Ahli Bahasa memperkirakan bahwa 500 kata dalam bahasa inggris yang paling banyak
digunakan dapat memberikan lebih dari 1400 makna. Bila dihubungkan dengan perbedaan niali-
nilai budaya, bahasa bahkan dapat semakin membingungkan. Sebagai contoh, kata pain (nyeri),
freedom (kebebasan), sexuality (seksualitas), wealth (kekayaan), leadership (kepemimpinan)
mempunyai makna yang berbeda dalam budaya yang berbeda.
Membangun hubungan
Hubungan yang saling bantu dan saling percaya dengan pasien merupakan proses berkelanjutan
yang berkembang dari waktu ke waktu. Apoteker harus mulai menjalin suatu hubungan pada saat
pertama kali terjadi interaksi, khususnya pada tahap pembukaan, agar dapat berlanjut dengan
pertemuan konseling yang efektif bagi pasien.
Selain itu, apoteker harus sopan, hal ini sangat penting. Pada khasus tertentu, apoteker perlu
meminta izin untuk mengajukan pertanyaan atau meminta maaf karena mengganggu. (misalnya,
saat pasien memilih sendiri obat tanpa resep). Hal ini perlu dilakukan karena sampai tingkat
tertentu, apoteker tidak memiliki amanat yang jelas untuk mengumpulkan informasi pribadi.
Pasien menyatakan bahwa suasana yang bersahabat, santai, dan tidak terlalu klinis lebih disukai,
akan tetapi mereka juga tidak menyukai bila konseling berlangsung begitu sajadan tanpa
persiapan sebelumnya.
Interaksi yang ramah dapat terjadi setiap diri atau membanggakan diri. Apoteker yang sungguh-
sungguh berusaha mengajak pasien berbincang-bincang dan berusaha mengenal pasien (apa pun
topik yang dibicarakan) telah mulai menjalin hubungan yang saling bantu.
Dengan menjelaskan tujuan konseling dan pengajuan pertanyaan, pasien cenderung tidak akan
merasa dicurigai dan kemungkinan besar mengartikan hal ini sebagai bukti perhatian apoteker.
Minat dan perhatian yang tulus dari apoteker kepada pasien juga akan tampakbila apoteker
mendengarkan dan memberikan respon dengan empati pada kekhawatiran pasien sehingga memastikan
bahwa kebutuhan pasien sebenarnya terpenuhi.

Suatu penelitian pada tahun 2002 menunjukan bahwa responden menilai keterpercayaan apoteker
melalui bukti keterampilan berkomunikasi (memberikan perhatian, sapaan, terlibat dalam
percakapan satu lawan satu) kemampuan (mendokumentasikan dan memberikan informasi,
menanyakan riwayat medis, pustakaan referensi).
Menunjukan empati pada pasien
Empati merupakan dasar yang sangat penting dalam hubungan pasien-apoteker dan juga untuk
konseling pasien. Bila apoteker menujukan empati pada pasien, pasien melihat minat dan
perhatian apoteker. Hal ini meningkatkan percaya diri dan rasa berharga pasien, yang saat itu
mungkin telah menurun akibat sakit yang diderita pasien.
Menunjukan respons yang berempati
Apoteker harus menyampaikan pada pasien, dengan cara tidak menghakimi bahwa apoteker
memahami dan menerima perasaan dan khawtiran pasien meskipun bila pasien itu membuat
apoteker merasa tidak nyaman.
Memperhatikan Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal meliputi semua aspek komunikasi selain berbicara atau kata-kata tertulis.
Hal ini meliputi eksprei wajah, kontak mata, posisi tuuh, sentuhan, dan karakteristik suara.
Dampak setiap pesan telah dikemukakan terdiri atas 7% komunikasi verbal, 38% komunikasi
vocal, dan 55% komunikasi wajah. Setiap tubuh memberikan pesan nonverbal, yang meliputi
penampilan secara menyeluruh, pakaian, Gerakan tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan
dan parabahasa (komponen leksikal komunikasi saat berbicara). Gerakan tubuh (kinesik), seperti
postur dan cara duduk seseorang, dapat menggambarkan rasa hormat dan gaya seseorang,
sedangkan ekspresi wajah menunjukan emosi seseorang, seperti kegembiraan, kesedihan,
ketakutan, kemarahan, kejijikan, dan keheranan. Kontak mata digunakan untuk menarik
perhatian orang dan menunjukan minat.
Proksemik (kajian jarak interaksi) adalah posisi tubuh seseorang saat berkomunikasi. Jarak yang
berbeda menunjukan tingkat keintiman yang berbeda.
Di Amerika Utara, jarak 1,5 kak (0,457m) dianggap intim;jarak1,5-4 kaki (0,457-1,210m)
dikatakan pribadi (percakapan dengan teman dan kenalan); jarak 4-12 kaki (1,219-3,658m)0
adalah jarak social untuk interaksi yang lebih formal dan tidak pribadi dan jarak 12 kaki dan
lebih (->3,658m) untuk komunikasi public seperti ceramah.
Bahasa nonverbal apoteker
Bahasa nonverbal apoteker dapat menunjukan pada pasien apakah apoteker bersedia memberi
informasi dan bantuan. Untuk menunjukan kesungguhan dalam memberi perhatian dan
keinginan untuk menolong, apoteker harus memperlihatkan berbagai isyarat nonverbal, termasuk
ekspresi wajah, kontak mata, posisi, dan Gerakan tubuh, karakteristik suara, dan penampilan.
Karena pesan nonverbal umumnya lebih dipercaya dari pada pesan verbal, apoteker mungkin
malah menerima pesan nonverbal bahwa apoteker tidak berminat. Sikap nonverbal yang harus
ditunjukan apoterker apoteker agar terjadi konseling yang efektif.
Bersikap Asertif
Keahlian lain yang harus dimiliki dalam membangun hubungan terapeutik yang saling bantu dan
saling percaya dalam praktik apotek adalah sikap asertif apoteker. Beberapa apoteker merasa
kesulitan untuk berpartisipasi dalam konseling pasien karena merasa canggung untuk mulai
terlibat dengan pasien. Meskipun apoteker pasti menjawab pertanyaan pasien, mereka enggan
menjadi orang yang pertama memulai komunikasi. Apoteker seperti ini cenderung merasa
nyaman dengan adanya penghalang pasien. Sebaliknya apoteker yang sangat berhasrat untuk
mengadakan konseling pasien kadang-kadang menjadi terlalu agresif. Mereka berkeras
memberikan konseling pada setiap pasien tanpa memperdulikan situasi, dan cenderung
memaksakan kepercayaan dan nilai-nilai yang dimiliki apoteker tentang penggunaan obat dan
sakit pasien.
Bill Gregson adalah pasien setengah baya yang merupakan pasientetap di apotek ini. Dia
mendapat resep rutin hidroklorotizid 50mg perhari. Hari ini, dia mendapat resep baru atenolol
50mg per hari.
Apoterker : “Hai Bill, obat anda sudah siap, Bagaimana kabar anda hari ini?”
Pasien: (nada memotong) “Baik. Berapa harga obat ini?”
Apoteker; (mengabaikan nada terburu-buru Bill) “saya ingin meminta waktu anda beberapa
menit untuk membicarakan obat ini”
Pasien: (terlihat jengkel) “saya sangat terburu-buru.”
Apoteker: “ini hanya bebrapa menit aja. Obat ini untuk tekanan darah tinggi, atenolol…”
Pasien: (menyela, terlihat ebih kesal sekarang) “Begini, dokter telah memberitahu saya semua ini
dan saya benar-benar harus pergi. Berapa harganya?
Apoteker: “(bersikeras dengan nada berwibawa) “Apakah dokter sudah memberitahukan tentang
hal-hal yang perlu diwaspadai?”
Pasien: ‘(terlihat frustasi dan marah) “Tidak, tetapi saya benar-benar harus pergi, saya harus
mengikuti wawancara pekerjaan dikota sebelah 15 menit lagi. Saya harus pergi saat ini juga. Ini
ambil uang saya atau kembalikan saja resep saya biar saya beli di apotek lain!”
Apoteker: (merasa frustasi) “Baiklah, kasir akan membantu anda sekarang. Sampai jumpa.”
Suatu penelitian pada sejumlah apoteker yang sedang melaksanakan bahwa apoteker yang
ekstrovert dan agresif memiliki keberhasilan lebih kecil dalam menyakinkan pasien agar
menggunakan produk yang disarankan. Apoteker dalam situasi ini memulai percakapan dengan
bersikap agresif untuk melakukan konseling pasien sehingga membuat pasien menjadi engkel:
selanjutnya apoteker berubah menjadi pasif dan menghentikan semua upaya untuk memberikan
informasi penting. Akan tetapi pendekatan yang agresif dalam konseling memerlukan kerja sama
dan persetujuan pasien agar dapat terjadi diskusi dua arah.
Cara yang paling efektif bagi apoteker untuk terlibat dengan pasien berada diantara kedua
keadaan ekstrem pasif dan agresif ini, yaitu sikap asertif.
Sikap asertif artinya mempertahankan hak yang sah tanpa melanggar hak orang lain atau
mengalami rasa tidak nyaman di dalam proses tersebut. Sikap ini memungkinkan apoteker
mengekspresikan ide dan saran apoteker tentang penggunaan obat kepada pasien dan
professional Kesehatan lain tanpa menyalahi hak pasien dan profesional Kesehatan lain untuk
mempercayai dan melakukan yang mereka inginkan. Satu alasan yang menyebabkan apoteker
enggan mengadakan konseling pasien adalah apoteker takut pasien menolak bantuannya atau
takut pasien marah karena diberi saran. Apoteker yang asertif menyadari banwa meskipun
bebrapa pasien mungkin tidak siap menerima bantuan atau dalam hal tertentu marah menerima
bantuan, apoteker dapat mengatasi masalah ini dengan mendekati pasien dengan empati dan
perhatian dan dengan mejelaskan tujuan konseling.
Selain itu, apoteker dapat bersikap kurang asertif karena takut dirinya tidak sempurna. Standar
perfeksionis dapat menyebabkan apoteker menghindari konseling pasien karena konseling tidak
selalu dapat dilakukan dengan sempurna.

Anda mungkin juga menyukai