OLEH:
KOMANG TRIYA WIDHI ASTUTI
2114901176
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAN STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Gagal ginjal kronis merupakan kerusakan pada ginjal yang ditandai
dengan Glomerulus Filtration Rate (GFR) kurang dari 60 mL per menit
yang terjadi dalam kurun waktu 3 bulan atau lebih (Rachmadi, 2010).
Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal dan/atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR)
kurang dari 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan (Infodatin,
2017).
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronis
adalah kerusakan pada ginjal yang ditandai dengan GFR kuurang dari
60ml/menit.
2. Etiologi
Angka Perjalanan penyakit ginjal kronik hingga tahap terminal dapat
bervariasi dari 2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab penyakit ginjal
kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan kelas seperti pada
tabel berikut ini (Price&wilson, 2006)
3. Patofisiologi
patofisiologis penyakit ginjal kronik dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa
masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai
fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis penyakit
ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat
mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsobrpsi, dan sekresi, serta
mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang
mati, maka nefron yang tersisa menjalankan fungsi yang semakin berat
sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak. Sebagian dari siklus
kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron
yang ada untuk meningkatkan reabsorbsi protein. Pada saat penyusutan
progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran
darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama
dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi.
Hipertensi akan memperburuk kondisi penyakit ginjal, dengan tujuan
agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan
bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuk jaringan parut
sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal
menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit
yang seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sidrom
uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ
tubuh (Arif mutaqin dkk, 2011).
4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala penyakit ginjal
kronik didapat antara lain :
a. Kardiovaskuler yang ditandai dengan adanya hipertensi, pitting
edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital, friction rub
pericardial, serta pembesaran vena leher
b. Integumen yang ditandai dengan warna kulit abu-abu mengkilat,
kulit kering dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh
serta rambut tipis dan kasar
c. Pulmoner yang ditandai dengan krekeis, sputum kental dan liat,
napas dangkal seta pernapasan kussmaul
d. Gastrointestinal yang ditandai dengan napas berbau ammonia,
ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual dan muntah,
konstipasi dan diare, serta perdarahan dari saluran Gastrointestinal
e. Neurologi yang ditandai dengan kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada
telapak kaki, serta perubahan perilaku
f. Muskuloskletal yang ditandai dengan kram otot, kekuatan otot
hilang, fraktur tulang serta foot drop
g. Reproduktif yang ditandai dengan amenore dan atrofi testikuler.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien penyakit
ginjal kronik menurut Sutopo (2016) sebagai berikut:
a. Urin
Volume, kurang dari 400 ml/jam (oliguria) atau urin tak ada (anuria).
Warna, secara normal urin mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah Hb, miglobin, porfirin. Berat jenis,
kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat). Osmolalitas, kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan
kerusakan tubular. Kliren kreatinin agak menurun. Natrium, lebih
besar daru 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fregmen juga ada
b. Darah
Kreatinin, meningkat dengan kadar 10 mg/dL pada tahap akhir.
Hitung darah lengkap, Ht menurun karena adanya anemia, Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/dL. SDM, waktu hidup menurun pada
defisiensi eritropoetin seperti azotomeia. GDA, pH; penurunan
asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksekresi hidrogen dan amonia atau
hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCO2
menurun. Natrium serum, Mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan
natrium”atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
Kalium, Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi
sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium, fosfat
meningkat kalsium menurun. Protein (khususnya albumin), kadar
serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urin,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis
karena kurang asam amino esensial.
c. Osmolalitas serum, lenih besar dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.
d. Ultrasono ginjal, menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
e. Biopsi Ginjal, dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
f. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
g. EKG abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
h. KUB adalah menunjukan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih
adanya onstruksi (batu).
i. Anteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, massa.
j. Piclogram retrograde, menunjukan abnormalitas pelvis ginjal.
k. Sistouretrogram berkemih, menunjukan ukuran kandung kemih,
refluk kedalam ureter, retensi.
6. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan penyakit ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga tahap.
Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif, tindakan terapi
simptomatik dan tindakan terapi pengganti ginjal.
a. Terapi konservatif
Tindakan konservatif ditunjukan untuk meredakan atau
memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar,
2006).
1) Optimalisai dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit
meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (2500-1000 mg/hari) atau deuretik
loop (bumetamid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah
kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan
suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat. Pengawasan
dilakukan melalui berat badan, urin dan pencatatan keseimbanan
cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
2) Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori
menghilangkan anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan
penurunan ureum dan perbaikan gejala. Serta menghindari
masukan berlebih dari kalium dan garam.
3) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Hal yang sering ditemukan pada penderita penyakit ginjal kronik
yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal pada stadium akhir telah mengalami
perubahan dengan perkembangan teknik-teknik dialisis dan
transplantasi ginjal. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit
ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit.
Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Dialisis
Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara pasif
melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair
menuju kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialisis
peritoneal merupakan dua teknik utama yang
digunakan dalam dialisis, dan prinsip dasar kedua teknik itu
sama, difusi zat terlarut dan air dari plasma ke larutan dialisis
sebagai respons terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan
tertentu.
a) Hemodialisis (HD)
Suatu mesin ginjal buatan (alat hemodialisis) terdiri dari
membran semipermeabel dengan darah di satu sisi dan cairan
dialisis di sisi lain. Tindakan terapi dialisis tidak boleh
terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien penyakit ginjal kroniks yang belum tahap akhir
akan memperburuk faal ginjal (LFG atau Laju Filtrasi
Glomerulus).
b) Dialisis Peritoneal (PD)
Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisis pada
penanganan penyakit ginjal akut dan kronik. Meskipun sudah
dikenal selama 20 tahun sebelum hemodialisis, dialisis
peritoneal jarang dipakai pengobatan jangka panjang. Dialisis
peritoneal dipakai sebagai alternatif hemodialisis pada
penanganan penyakit ginjal kronik. Dalam Kidney Disease
Statistic (2014) menyatakan bahwa pada tahun 2011 dari
430.273 pasien penyakit ginjal kronik yang melakukan
Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)
sebanyak 31,840 (8%) pasien menjalani terapi Peritoneal
Dialisis (PD). Sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 5,2%
pasien menjalani Peritoneal Dialisis (PD).
2) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
A. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis
untuk menentukan masalah klien, membuat perencanaan, untuk
mengatasi, serta pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan secara efektif,
terhadap masalah yang diatasinya. Proses keperawatan pada dasarnya
adalah metode pelaksanaan asuhan keperawatan yang sistematis yang
berfokus pada respon manusia secara individu, kelompok dan
masyarakat terhadap perubahan kesehatan baik actual maupun potesial.
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnose,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi, dimana masing-masing tahap
saling berkaitan dan berkesinambungan dengan satu sama lain.
a) Pengumpulan Data Awal
1) Identitas klien
Terdiri dari nama, no.rekam medis, tanggal lahir, umur, agama,
jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk, diagnosa medis dan nama identitas penanggung jawab
meliputi : nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan
alamat.
b) Pengumpulan Data Dasar
1) Keluhan utama
Biasanya Klien datang dengan keluhan utama yang didapat
bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat
BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran,
perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya napas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan
nutrisi. Kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalah dan mendapat pengobatan apa (Muttaqin,
2011).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya ada riwayat penyakit gagal ginjal gagal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, pengguanaan obat-obat
nefrotoksik. Benign Prostatic Hyperplasia, dan prostatektomi.
Dan biasanya adanya riwayat penyakit batu saluran kemih,
infeksi system perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi presdiposi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat- obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin,
2011).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan klien yaitu CKD,
maupun penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa
menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit CKD.
c) Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari
1) Pola aktivitas / istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise. Gangguan
tidur (insomnia/gelisah atau samnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
2) Pola nutrisi Makan / cairan
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati,
mual/muntah, rasa tidak sedap pada mulut (pernafasan
ammonia).
Tanda : distensi abdomen, pembesaran hati, perubahan
turgor kulit edema, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah,
penurunan otot, penurunan lemak sub kutan, penampilan tidak
bertenaga.
3) Pola eliminasi
Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria,
anuria (gagal tahap lanjut, abdomen kembung, diare atau
konstipasi.
Tanda : perubahan warna urin, contoh : kuning
pekat, merah, coklat berawan, oliguria , dapat menjadi anuria.
4) Pola sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri
dada (angina).
Tanda : hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umumdan pitting
pada kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus,
hipotensi, ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang
pada penyakit tahap akhir, pucat,kulit coklat kehijauan, kuning,
kecendrungan perdarahan.
5) Integritas ego
Gejala : faktor stress, contoh : financial, hubungan,
persaan tidak berdaya, tidak ada kekuatan.
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah
tersinggung, perubahan kepribadian.
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, rasa
terbakar pada telapak kaki.
Tanda : gangguan status mental, contoh : penurunan lapang
perhatian , ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh dan tipis.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaku
(memburuk saat malam hari)
Tanda : perlu berhati-hati, distraksi, gelisah.
8) Pernafasan
Gejala : nafas pendek, dyspenia, nocturnal paroksimal, batuk
dengan atau tampa sputum kental dan banyak.
9) Keamanan
Gejala : kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotemia dapat
secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami
suhu tubuh lebih rendah dari normal (depresi respons imun),
petekie, area ekimosis pada kulit.
10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11) Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : riwayat DM keluarga (risiko tinggi untuk gagal ginjal),
penyakit polikistik, nefitis herediter, kulkulus urinaria,
malignansi. Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, rancun
lingkungan. Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
d) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a. Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
b. Tingakat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat
uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat
c. TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya
hipertensi
2) Kepala
5) Jantung
7) Genitourinaria
e) Pemeriksaan Penunjang
1) Urine
a. Volume
Kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria)
b. Warna : biasanya didapati urine keruh disebabkan oleh pus,
bakteri, lem ak, partikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerus akan ginjal berat).
d. Osmolalitas : kurang dari 350 m0sm/kg (menunjukkan
kerusakan tubular)
e. Klirens Kreatinin : agak sedikit menurun.
f. Natrium : lebih dari 40 mEq/L, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Proteinuri : terjadi peningkatan protein dalam urine (3-4+)
2) Darah
a. Kadar ureum dalam darah (BUN) : meningkat dari normal.
b. Kreatinin : meningkat sampai 10 mg/dl (Normal : 0,5-1,5
mg/dl).
c. Hitung darah lengkap
- Ht : menurun akibat anemia
- Hb : biasanya kurang dari 7-8 g/dl
3) Ultrasono Ginjal : menetukan ukuran ginjal dan adanya massa,
kista,obstrus i pada saluran kemih bagian atas.
4) Pielogram retrograde : menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
5) Endoskopi ginjal : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria d anpengangkatan tumor selektif
6) Elektrokardiogram (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimba ngan elektrolit dan asam/basa.
7) Menghitung laju filtrasi glomerulus : normalnya lebih kurang
125ml/menit, 1 jam dibentuk 7,5 liter, 1 hari dibentuk 180 liter
(Haryono, 2013).
2. Diagnosa Keperawatan
Pre Hemodialisa
a. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan
kontraktilitas, perubahan preload, perubahan afterload.
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
aliran arter/vena, penurunan konsentrasi hemoglobin.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru
d. Hipervolemia berhubungan dengan penurunan haluaran urine,
diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual & muntah, pembatasan
diet dan perubahan membrane mukosa oral
f. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, iritasi zat kimia dan defisit cairan
Intra Hemodialisa
a. Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler &
komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses
vaskuler.
b. Risiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penggunaan
heparin dalam proses hemodialisa
Post Hemodialisa
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan anemia
b. Resiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasive
3.INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre Hemodialisa
Intra Hemodialisa
2 Resiko cedera berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi kepatenan 1. AV yg sudah tidak baik
akses vaskuler & komplikasi keperawatan selama 1x24 AV shunt sebelum bila dipaksakan bisa
sekunder terhadap penusukan & jam diharapkan pasien
pemeliharaan akses vaskuler. tidak mengalami cedera HD terjadi rupture vaskuler
dengan Kriteria hasil: 2. Monitor kepatenan 2. Posisi kateter yg
kateter sedikitnya berubah dapat terjadi
b. Kulit pada sekitar AV
setiap 2 jam rupture vaskuler/emboli
shunt utuh/tidak rusak
3. Observasi warna 3. Kerusakan jaringan
c. Pasien tidak
kulit, keutuhan kulit, dapat didahului tanda
mengalami komplikasi
sensasi sekitar shunt kelemahan pada kulit,
HD
4. Monitor TD setelah lecet bengkak, ↓sensasi
HD 4. Posisi baring lama stlh
5. Lakukan heparinisasi HD dpt menyebabkan
pada shunt/kateter orthostatik hipotensi
pasca HD 5. Shunt dapat mengalami
6. Cegah terjadinya sumbatan & dapat
infeksi pd area dihilangkan dg heparin
shunt/penusukan 6. Infeksi dapat
kateter mempermudah
kerusakan jaringan
Post Hemodialisa
2 Resiko Infeksi berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan 1. Pertahankan area 1. Mikroorganisme
tindakan invasive keperawatan selama … x steril selama dapat dicegah masuk
… jam diharapkan resiko penusukan kateter kedalam tubuh saat
infeksi dapat teratasi 2. Pertahankan teknik insersi kateter
Dengan kriteria hasil : steril selama kontak 2. Kuman tidak masuk
1. Tidak terjadi tanda-tanda dengan akses kedalam area insersi
infeksi (Pembengkakan, vaskuler: penusukan, 3. Inflamasi/infeksi
kemerahan, nyeri, panas, pelepasan kateter ditandai dg
dan perubahan fungsi. 3. Monitor area akses kemerahan, nyeri,
2. suhu dalam batas normal HD terhadap bengkak
3. Pasien mengerti dengan kemerahan, 4. Untuk mengetahui
HE yang diberikan bengkak, nyeri peningkatan maupun
4. Ukur suhu tubuh penurunan suhu
pasien tubuh pada pasien
5. Ajarkan pasien dan 5. Agar jika diketahui
keluarga tanda dan terdapat tanda dan
gejala infeksi gejala infeksi bisa
6. Beri pernjelasan pada segera dilaporkan
pasien pentingnya 6. Gizi yang baik ↑daya
↑status gizi tahan tubuh
7. Kolaborasi pemberian 7. Pasien HD
antibiotik mengalami sakit
kronis, ↓imunitas
2. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah
rencana yang telah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang diharapkan dapat mencapai tujuan
dan kriteria hasil yang telah direncanakan dalam tindakan keperawatan
yang diprioritaskan.
3. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai ke efektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen
yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan
pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.
Adapun evaluasi dari diagnosa yang telah dijabarkan :
1. Pre HD
a. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
b. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
c. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
d. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
e. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
2. Intra HD
a. Resiko cedera tidak terjadi
b. Tidak terjadi perdarahan
3. Post HD
a. Dapat beraktivitas seperti biasa
b. Tidak terjadi infeksi
Web of Caution
↑ tekanan kapiler
Kerusakan Ginjal kehilangan
dalam ginjal
pembuluh darah di kemampuan laju
ginjal filtrasi glomerulus
GFR menurun
Eritropoitin
menurun
Hipertrofi struktural dan fungsional
hiperfiltrasi
Adaptasi fungsi
Sklerosis nefron
Penurunan fungsi nefron progresif
CKD/GGK
Penatalaksanaan
Prognosis
penyakit
Transplantasi ginjal Hemodialisa CAPD
Pasien gelisah
Pre-HD Intra HD
Post HD
Ansietas Pemberian
Ureum Retensi Na+ dan H2O Defisiensi hormon Difusi, heparin
eritropoietin ultrafiltras, berlebihan Terdapat luka
osmosis bekas pungsi di
Uremia Jumlah cairan Reaksi RAA lipatan paha,
dlm tubuh Produksi
Resiko daerah yang
eritrosit, Fe, Penarikan
Hipertensi Perdarahan lembab
Gangguan Penumpukan dan as.folat cairan dan
keseimbangan Tek. hidrostatis elektrolit yg
di dlm kulit
asam basa berlebihan
Oedema, asites Beban jantung Hb
Pruritus, kulit
Gangguan
bersisik,
Integritas
kering
Kulit
Resiko
As. Lambung infeksi
Hipertropi Transportasi
ventrikel kiri O2 dan nutrisi
ke jar. Haus, mukosa bibir
Anoreksia, mual, Hipervolemia kering, tugor kulit
muntah, BB Tekanan
v
ventrikel kiri Sianosis, akral Sekresi eriprotein
dingin,konjun Risiko
menurun
Ketidakseimban gtiva pucat, hipovolemia
gan nutrisi muka pucat
kurang dari Darah refluk
kebutuhan tubuh Ruang ventrikel kiri ke atrium kiri Oksihemoglobin
menyempit menurun
Perfusi perifer
Akses vaskuler dan
tidak efektif komplikasi sekunder
Volume cairan Tekanan vena Suplai O2 kejaringan
terhadap penusukan menurun
sirkulasi menurun pulmonalis
Tekanan kapiler
paru
Tekanan kapiler Resiko cedera Fatuque/malaise
paru meningkat
Resiko
Penurunan Curah Oedema paru
Jantung
Pengembangan
Oedema
paruparu Intoleransi aktivitas
Sesak
Pengembangan
paru menurun
Sesak
Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.