Laporan Pendahuluan Hemodialisa
Laporan Pendahuluan Hemodialisa
A. Pengertian
Hemodialisa adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah dan produk hail metabolic esensial
(sampah nitrogen dan sampah yang lain) melalui selaput membrane semi permiabel.
B. Indikasi
- ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal mempertahankan RFT
normal.
- Snake bite
- Keracunan
- Leptospirosis
Ø Ginekologi
- APH
- PPH
- Septic abortion
- Hiperkalemia
Ø Hiperkalemia
Ø Uremic encepalopati
Ø Overload cairan
C. Kontra Indikasi
Ø Anemia berat
D. Komponen HD
Ada 3 unsur pokok yang saling terkait dalam proses pemisahan tersebut, yaitu: darah, ginjal buatan dan
dialisat. Pada prinsipnya dengan memakai selang darah akan dipompakan ke ginjal buatan sementara,
dari arah yang berlawanan dialisat dialirkan juga menuju ginjal buatan. Di dalam ginjal buatan terjadi
proses dialysis yang meliputi difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Setelah melaui proses dialysis darah akan
dipompakan kembali ke dalam tubuh pasien. Demikian siklus proses dialisia terjadi berulang-ulang
sesuai waktu yang dibutuhkan.
E. Prosedur pelaksanaan HD
1. Persiapan
Ø Persiapan pasien
Ø Persiapan mesin
Ø Persiapan alat dan obat-obatan
2. Pelaksanaan
Ø Memulai hemodialisis
Ø Mengakhiri HD
§ Tercapai BB kering
§ Aktif
§ TD terkendali
§ Hb > 10 gr/dl
Keunggulan HD
Kelemahan HD
§ Tergantung mesin
F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Pre HD
§ Usia
§ Status emosional
Pengkajian Post HD
2. Rencana keperawatan:
1 Pola nafas tidak Pola nafas efektif 1. Kaji penyebab nafas - Untuk menentukan
efektif b.d: setelah dilakukan tidak efektif tindakan yang harus
tindakan HD 4-5 jam, segera dilakukan
· Edema paru 2. Kaji respirasi & nadi
dengan criteria:
- Menentukan tindakan
· Asidosis · nafas 16-28 x/m 3. Berikan posisi semi
metabolic fowler - Melapangkan dada klien
· edema paru sehingga nafas lebih
· Hb ≤ 7 gr/dl hilang longgar
· Pneumonitis 4. Ajarkan cara nafas - Hemat energi sehingga
· tidak sianosis
yang efektif nafas tidak semakin berat
· perikarditis
5. Berikan O2 - Hb rendah, edema, paru
pneumonitis, asidosis,
perikarditis
menyebabkan suplai O2
ke jaringan <
- SU adalah penarikan
6. Lakukan SU pada
secara cepat pada HD,
saat HD
mempercepat
pengurangan edema
paru
- Mengukur keberhasilan
10. Evaluasi kondisi klien tindakan
pada HD berikutnya
- Untuk follou up kondisi
11. Evaluasi kondisi klien klien
pada HD berikutnya
2 Resiko cedera b.d Pasien tidak 1. Kaji kepatenan AV - AV yg sudah tidak baik
akses vaskuler & mengalami cedera shunt sebelum HD bila dipaksakan bisa
komplikasi dg kriteria: terjadi rupture vaskuler
sekunder terhadap
penusukan & · kulit pada sekitar - Posisi kateter yg
AV shunt utuh/tidak 2. Monitor kepatenan berubah dapat terjadi
pemeliharaan kateter sedikitnya setiap
akses vaskuler rusak rupture vaskuler/emboli
2 jam
· Pasien tidak - Kerusakan jaringan
mengalami dapat didahului tanda
komplikasi HD 3. Kaji warna kulit, kelemahan pada kulit,
keutuhan kulit, sensasi lecet bengkak, ↓sensasi
sekitar shunt - Posisi baring lama stlh
HD dpt menyebabkan
orthostatik hipotensi
- Infeksi dpt
mempermudahkerusakan
jaringan
5. Lakukan heparinisasi
pada shunt/kateter
pasca HD
6. Cegah terjadinya
infeksi pd area
shunt/penusukan
kateter
5. Pemahaman
↑kerjasama klien &
4. Identifikasi sumber
keluarga dalam
masukan cairan masa
pembatasan cairan
interdialisis
6. Kebersihan mulut
5. Jelaskan pada
mengurangi kekeringan
keluarga & klien rasional
mulut, sehingga ↓
pembatasan cairan
keinginan klien untuk
6. Motivasi klien untuk minum
↑ kebersihan mulut
8. Jelaskan rasional
pembatasan diet, 9. untuk menentukan
hubungan dengan status cairan & nutrisi
penyakit ginjal dan
↑urea dan kreatinin 10. penurunan protein
dapat ↓ albumin,
9. Anjurkan timbang BB pembentukan udema &
tiap hari perlambatan
10. Kaji adanya penyembuhan
masukan protein yang
tidak adekuat
· Edema
· Penyembuhan yang
lama
5 Harga diri rendah Memperbaiki konsep 1. Kaji respon & reaksi 1. Menyediakan data
b.d: diri, dengan criteria: klien & keluarganya klien & keluarga dalam
terhadap penyakit & menghadapi perubahan
· Ketergantungan · Pola koping klien penanganannya. hidup
dan keluarga efektif
· Perubahan 2. Kaji hubungan klien 2. Penguatan &
peran · Klien & keluarga dukungan terhadap klien
dan keluarga terdekat
bisa mengungkapkan
· Perubahan citra diidentifikasi
perasaan & reaksinya 3. Kaji pola koping
tubuh dan fungsi terhadap perubahan klien & keluarganya 3. Pola koping yang
seksual hidup yang efektif dimasa lalu bisa
diperlukan berubah jika menghadapi
penyakit & penanganan
yang ditetapkan sekarang
4. Klien dapat
4. Ciptakan diskusi mengidentifikasi masalah
yang terbuka tentang dan langkah-langkah
perubahan yang terjadi yang harus dihadapi
akibat penyakit &
penangannya
· Perubahan peran
· Perubahan gaya
hidup
· Perubahan dalam
pekerjaan
· Perubahan seksual
5. Bentuk alternatif
· Ketergantungan dg aktifitas seksual dapat
center dialisis diterima.
5. Gali cara alternatif
untuk ekspresikan
seksual lain selain 6. Seksualitas
hubungan seks mempunyai arti yang
berbeda bagi tiap
6. Diskusikan peran
memberi dan menerima individu, tergantung dari
cinta, kehangatan dan maturitasnya.
kemesraan
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin
Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim PSIK UNPAD
Edisi-6, EGC, Jakarta
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan
dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC,
Jakarta
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications, Philadelphia, USA
Puji Rahardjo, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilit II, Edisi III, BP FKUI Jakarta.
Hundak, Gallo, 1996, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume II, Jakarta, EGC
askep45,health....
Saya Ingin Berbagi, Kepada Teman-Teman Mahasiswa dan Profesi Keperawatan, Semoga Bermanfaat.
Terimakasih.
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMODIALISA
A. DEFINISI
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati
membran semipermeabel.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan
sintetik.Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea,
kreatinin, dan asam urat berdifusi.Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran,
tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori
membran.Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan,
biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam
kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi
ginjalnya pulih.
a. Hiperkalemia
b. Asidosis
e. Kelebihan cairan
C. PERALATAN
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat.Dialiser
bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk
kompartemen darah.Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada
kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat
ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring.Bukan merupakan system
yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada
pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya
pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat
dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial.Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis,
namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat
memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis
dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus
untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan,
konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
5. Komponen manusia
D. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat
sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari
beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum
berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter
dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka
dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari
sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan
darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk
meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau
tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir
dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan
cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat
disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah.
Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit.Darah mengalir ke dalam kompartemen darah
dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa.Darah yang meninggalkan dialiser
melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi
adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan
melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan
ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser.Setelah
waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang
aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien.Selang dan dialiser
dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk
membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan
terhadap darah.Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang
melakukan hemodialisis.
c. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran
pembuangan
e. Hidupkan mesin
i. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
b. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi “outset”
(tanda biru) di bawah.
d. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble tap di
holder dengan posisi tengah..
g. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
h. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas, tujuannya agar
dializer bebas dari udara.
k. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara
bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
m. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan
sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
n. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol
(kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
o. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
p. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
q. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse
dengan aliran 200-250 ml/menit.
r. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah.
s. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan
dengan pasien )soaking.
3. Persiapan pasien
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan
koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat
menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan
berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
G. Komplikasi
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
4. Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, yang menyebabkan
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun
elektrolit, sehingga timbul gejala uremia (adanya retensi urea dan sampah hydrogen lain dalam darah).
B. TANDA DAN GEJALA
c. Pankreatitis
3. Kelainan mata
a. Visus hilang
e. Red eye syndrom à oleh karena penimbunan deposit garam kalsium pada konjunctiva akibat iritasi
dan hipervaskularisasi
4. Kelainan kulit
a. Gatal à berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Pada klien yang sudah
menjalani dialysis rutin, gatal mungkin karena:
b. Kering dan bersisik à disebut “ure frost” oleh karena penimbunan kristal urea di bawah permukaan
kulit.
c. Easy Bruishing à kulit mudah memar oleh karena gangguan faal trombosit dan kenaikan
permeabilitas kapiler-kapiler pembuluh darah.
6. Kelainan neuropsikiatri
a. Kelainan psikiatri : emosi labil, dilusi, insomnia, depresi, kelainan mental berat (konfusi bahkan
gejala psikosis)
b. Kelainan neurology
1) Kejang otot, oleh karena hiponatremi yang menyebabkan sembab pada jaringan otak, ensefalopati
hipertensi, tetapi hipokalsemia keadaan azetemia.
C. Patofisiologi
abuzzahra's
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Bagian terbesar pasien yang menjalani hemodialisa didiagnosa dengan AKI dan CKD.
1. AKI
Berdasarkan KDIGO (Kidney Disease: Improving Global Outcomes) definisi acute kidney injury bila
didapatkan salah satu dari kriteria :
b. Serum kreatinin meningkat ≥ 1.5 kali dari nilai referens pasien, yang diketahui telah terjadi selama 1
minggu, atau dianggap telah terjadi selama 1 minggu.
c. urine output < 0.5ml/kg/jam selama >6 jam berturut-turut.
Nilai refferens pasien harus merupakan nilai kreatinin terendah pasien dalam 3 bulan terakhir.
Bila nilai serum kreatinin refferens dalam 3 bulan terakhir tidak tersedia, dan dicurigai terjadi AKI, maka
2. nilai serum kreatinin refferens dapat diperkirakan dari nilai serum kreatinin terendah, bila pasien
sembuh dari AKI.
Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) staging classification* of acute kidney injury (AKI)
2. CKD
Berdasarkan The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the NationalKidney
Foundation (NKF) mendefinisikan Chronic Kidney Disease sebagai kerusakan ginjal atau penurunan GFR
kurang dari 60mL/menit/1.73m2 selama 3 bulan atau lebih.
Pada tahun 2002 ,K/DOQI mempublikasikan stage CKD, seperti berikut ini
Stage 1 : kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (lebih dari
90mL/menit/1.73m2)
Pada update sistem klasifikasi CKD, the NKF merekomendasikan level GFR dan albuminuria agar
digunakan bersama-sama daripada terpisah, untuk meningkatkan akurasi prognostik pada pengkajian
CKD. Perujukan pada spesialis ginjal direkomendasikan pada level GFR kurang dari 15mL/menit atau
albuminuria lebih dari 300mg/24jam.
B. Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang tertimbun dalam darah dan
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga asam basa melalui sirkulasi ekstrakorporeal dengan
menggunakan ginjal buatan. Beberapa aspek yang mempunyai hubungan erat dengan masalah
keperawatan antara lain : Ginjal buatan, Dialisat, Pengolahan Air, AksesDarah, Antikoagulan, tekhnik
Hemodialisa, Perawatan Pasien Hemodialisa, Kompliokasi akut hemodialisa dan pengelolaannya,
peranan perawat yang bekerja di luar HD (ruang perawatan biasa)
1. Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah
tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau
toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal.Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat
diambil alih oleh ginjal buatan.Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari
ginjal alami yang normal.
a. Paraller-Plate Diyalizer
Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam ginjal ini sangat banyak
sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama.
b. Coil Dialyzer
Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume darah dalam ginjal
buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada ginjal buatan darah yang
terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan
waktu yang lama.
Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal buatan sangat sedikit
sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.
2. Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang
sama dengan darah.
a. Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga 120 L
dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600
cc/menit.
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci
darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal
buatan secara langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.
Tujuan :
Air untuk mencampur dialisat pekat tidak perlu steril tetapi seharusnya tidak mengandung zat/elektrolit,
mikroorganisme dan benda-benda asing lainnya.Pada kenyataannya kandungan air biasanya cukup
bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh letak geografis jenis sumber air, musim, sistim instalasi dan
penjernihan air.
4. Akses Darah
Hemodialisme akan efektif jika dialisme dilakukan sekitar 2-6 jam/minggu pada pasien baru, sedangkan
pada pasien yang sudah stabil dan menjalani kronik hemodialisa sekitar 6 – 18 jam /minggu.
Untuk mendapatkan aliran darah yang besar ( sekitar 200 -300 cc/menit) selama 2-5 jam sangatlah sulit.
Biasannya pada pasien akut kita lakukan pada vena vemoralis, sehingga dapat diperoleh aliran darah
yang besar.
Pada pasien dengan program HD berkala yaitu 2 -3 kali/minggu harus disiapkan penyambungan
pembuluha darah arteri dan vena.
Fistula Arteriovenisa Interna pertama kali dibuat oleh Brescia dan Cimino pada tahun 1966 yaitu
menghubungan arteri dan vena yang berdekatan dengan cara operatif, biasanya dilakukan pada daerah
tangan. Aliran dan tekanan darah dalam vena akan meningkat sehingga menyebabkan pelebaran lumen
vena dan arterialisasi vena secara perlahan-lahan. Dengan demikian memudahkan penusukan pembuluh
darah sesuai dengan yang diharapkan.
c. Antikoagulan
Selama hemodialisa berlangsung diperlukan antikoagulan agar tidak terjadi pembekuan darah, yang
biasanya digunakan heparin.
1) Heparinisasi sistemik
Digunakan pada hemodialisa kronik yang stabil.Bolus heparin 1000 – 5000 unit tiap jam. Pada jam
terakhir tidak diberikan lagi.
2) Heparinisasi regional
(sedang haid) bolus heparin tetap diberikAN sebanyak 1000 – 5000 unit, selanjutnya diinfuskan sebelum
ginjal buatan dan protamine sulfat, sesudah ginjal buatan, sebelum darah masuk kedalam tubuh
penderita. Jadi heparin diberikan pada sirkulasi ekstrakorporeal saja.
3) Heparinisasi minimal
Diberikan hanya 500 unit saja pada awal tusukan karena penderita cenderung berdarah selanjutnya
tidak diberikan lagi.
5. Tekhnik hemodialisa
Sebelum berbicara tentang tekhnik hemodialisa terlebih dahulu menjelaskan beberapa istilah :
a. Sirkulasi ekstrakorporeal
c. Sirkulasi sistemik
d. Sirkulasi dalam tubuh
e. Selaput semipermiabel
f. Selaput yang sangat tipis mempunyai pori-pori halus, hanya dapa dilihat dengan mikroskop.
h. Pompa mesin hemodialisa yang gunanya mengalirkan darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi
ekstrakorporea dan kembali lagi ke sirkulasi sistemik selama proses hemodialisa.
i. Blood Lines, selang darah yang mengalirkan darah dari tubuh penderita ke dyalizer disebut arteria
blood lines/inlet, sedangkan selang yang mengalirkan darah dari dyalizer ke tubuh penderita disebut
venous blood line/outlet.
d. Pindahkan ke posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke jaringan tempat dialisat yang telah
disiiapkan.
g. Gantungkan saline normal sebanyak 4 flatboth yang telah diberikan heparin sebanyak 25-30 unit
dalam masing-masing flatboth
l. Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet disambungkan lalu jalankan blood pump
(sirkulasi tertutup).
7. Persiapan Penderita :
Indikasi hemodialisa
a. Segera/ indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, aliguri berat atau anuria,
asidosis, hipertensi maligma.
b. Dini/ profilaksis : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit tulang, gangguan
pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup.
Bila penderita baru yang datang di ruang HD, sebelum kita melakukan HD terlebih dahulu periksa
kembali hasil-hasil pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum, kreatinin, dan HbsAg), hal ini
perlu untuk menentukan tindak lanjut sperlu untuk menentukan tindak lanjut suatu HD.
Langkah-langkah HD
b. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan kelebihan cairan)
d. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70% kemudian ditutup pakai
duk steril.
e. Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil :spuit 2,5cc sebanyak 1, spuit 1 cc 1 buah,
mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steril.
i. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000unit pada inlet sedangkan outlet
sebanyak 1000 unit.
k. Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menitkemudian dinaikkan perlahan sampai 200
ml/menit.
m. Segera ukur kemabali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang digunakan dicatat dalam
status yang telah tersedia.
Terbagi 3 yaitu ;
o Mempersiapkan mesin HD
o Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor BioPsikososial, agar penderita dapat
bekerja sama dalam hal program HD
Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu penderita dan mesin HD
o Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya dalam status
o Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap 1 jam
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara menghentikan HD pada pasien dan mesin HD
o Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal sebanyak 50-100 cc, lalu memakai
udara hingga semua darah dalam sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik
o Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga darah berhenti dari luka
tusukan
o Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang dialisat lalu kembalikan ke Hansen
connector
o Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan (hipoclhoride pekat) sebanyak 250 cc, atau cairan
formalin 3% sebanyak 250 cc
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Nama :
tahun
3) Jenis Kelamin :
4) Pekerjaan :
5) Agama :
6) Alamat :
7) Pendidikan :
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pada pasien GGK yang akan dilakukan hemodialisa biasanya mengeluh mual, muntah, anorexia, akibat
peningkatan ureum darah dan edema akibat retensi natrium dan cairan.
Perlu ditanya penyakit-penyakit yang pernah diderita klien sebagai penyebab terjadinya GGK, seperti
DM, glomerulonefritis kronis, pielonefritis.Selain itu perlu ditanyakan riwayat penggunakan analgesik
yang lama atau menerus.
Perlu ditanyakan apakah orang tua atau kelauarga lain ada yang menderita GGK erat kaitannya dengan
penyakitketurunannya seperti GGK akibat DM.
c. Data Biologis
1. Makan/ minum
Biasanya terjadi penurunan nafsu makan sehubungan dengan keluhan mual muntah akibat peningkatan
ureum dalam darah.
2. Eliminasi
Biasanya terjadi ganggutian pengeluaran urine seperti oliguri, anuria, disuria, dan sebagainya akibat
kegagalan ginjal melakukan fungsi filtrasi, reabsorsi dan sekresi.
3. Aktivitas
Pasien mengalami kelemahan otot, kehilangan tonus dan penurunan gerak sebagai akibat dari
penimbunan ureum dan zat-zat toksik lainnya dalam jaringan.
4. Istrahat/ tidur
Pasien biasanya mengalami gangguan pola istrahat tidur akibat keluhan-keluhan sehubungan dengan
peningkatan ureum dan zat-zat toksik seperti mual, muntah, sakit kepala, kram otot dan sebagainya.
d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah dan penurunan tingkat kesadaran akibat terjadinya uremia
Vital sign : biasanya terjadi hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistim
rennin
1. Inspeksi
- Oedema pada tangki, acites, sebagai akibat retensi caira dan natrium
2. Auskultasi
Perlu dilakukan untuk mengetahui edema pulmonary akibat penumpukan cairan dirongga pleura dan
kemungkinan gangguan jantung (perikarditis) akibat iritasi pada lapisa pericardial oleh toksik uremik
serta pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi gagal jantung kongestif.
3. Palpasi
4. Perkusi
Untuk memastikan hasil auskultasi apakah terjadi oedema pulmonar yang apabila terjadi oedema
pulmonary maka akan terdengar redup pada perkusi.
e.Data psikologis
Pasien biasanya mengalami kecemasan akibat perubahan body image, perubahan peran baik dikeluarga
maupun dimasyarakat. Pasien juga biasanya merasa sudah tidak berharga lagi karena perubahan peran
dan ketergantungan pada orang lain.
f. Data sosial
Pasien biasanya mengalami penurunan aktivitas sosial akibat penurunan kondisi kesehatan dan larangan
untuk melakukan aktivitas yang berat.
g. Data Penunjang
1. Rontgen foto dan USG yang akan memperlihatkan ginjal yang kecil dan atropik
2. Laboratorium :
- BUN dan kreatinin, terjadi peningkatan ureum dan kreatinin dalam darah.
- Elektrolit dalam darah : terjadi peningkatan kadar kalium dan penurunan kalium.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DX I : Kelebihan volume cairan berhubungan darah penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi
urine.
Intervensi Keperawatan :
Rasionalisasi :
- Pengkajian meruapakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi
- Pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urin dan respon terhadap terapi
- Pemahaman meningkatkan kerja sama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
Kriteria Evaluasi
- Menunjukkan perubahan berat badan yang lambat
- Melaporkan adanya kemudahan dalam bernapas atau tidak terjadi napas pendek.
DX II : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut.
Intervensi Keperawatan :
c. Depresi
e. Stomatis
- Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis, tinggi, telur, produk susu, daging.
Rasionalisasi :
- Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan
masukan diet.
- Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan penyembuhan.
Kriteria Evaluasi :
- Menunjukkan tidak adanya penambahan atau penurunan berat badan yang cepat
- Menunjukkan turgor kulit yang normal tampa oedema, kadar albumin plasma dapat diterima.
Tujuan : Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Intervensi Keperawatan :
Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit
dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Rasionalisasi :
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakitnya.
Kriteria Evaluasi :
I. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik merupakan penurunan faal ginjal yang menahun yang umumnya tidak
riversibel dan cukup lanjut. (Suparman, 1990: 349).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,
biasanya berlangsung dalam beberapa tahun (Lorraine M Wilson, 1995: 812).
II. ETIOLOGI
1. Gout menyebabkan nefropati gout.
2. Diabetes Mellitus yang menyebabkan nefropati DM.
3. SLE yang menyebabkan nefropati SLE.
4. Riwayat batu yang menyebabkan penyakit ginjal glomerular.
5. Riwayat edema yang mengarah ke penyakit ginjal glomerular.
6. Riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (yang diduga mengarah ke penyakit ginjal
genetik).
III. PATOFISIOLOGI
Penurunan fungsi nefron
Mekanisme kompensasi dan adaptasi asimptomatik
BUN dan creatinin meningkat
Penumpukan toksin uranik
Gangguan gagal ginjal kronik simptomati
IV. KLASIFIKASI
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4, dengan
pembagian sebagai berikut:
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
V. KOMPLIKASI
1. Hipertensi.
2. Infeksi traktus urinarius.
3. Obstruksi traktus urinarius.
4. Gangguan elektrolit.
5. Gangguan perfusi ke ginjal.
2. Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva.
5. Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
6. Endokrin
Gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan seksual, libido,
fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki, gangguan metabolisme vitamin D.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Tentukan dan tatalaksana terhadap penyebab.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
3. Diet tinggi kalori rendah protein.
4. Kendalikan hipertensi.
5. Jaga keseimbangan eletrolit.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang akibat GGK.
7. Modifikasi terapi obat sesuai dengan keadaan ginjal.
8. Deteksi dini terhadap komplikasi dan berikan terapi.
9. Persiapkan program hemodialisis.
10. Transplantasi ginjal.
I. PENGKAJIAN
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi
pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.
2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah,
mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan
kardiogenik.
b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital: Peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, nafas cepat dan
dalam (Kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental
dan banyak,
Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa
sputum.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak
nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan,
Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat,
kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi uri :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat
kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung,
diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
d. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan
klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran).
g. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.Klien mampu melihat dan mendengar dengan
baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik
dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah
klien.
7. Pemeriksan fisik :
a. Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut: Adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.
e. Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.
2. Resiko tinggi terjadi cedera (profil darah abnormal) berhubungan dengan penekanan,
produksi/sekresi eritpoietin, penurunan produksi Sel Darah Merah gangguan faktor
pembekuan, peningkatan kerapuhan vaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : Tidak mengalami tanda-tanda perdarahan,lab. Dalam batas normal.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan, takikardia, mukosa / kulit pucat,
dispnoe, nyeri dada. Dapat menunjukan anemia, dan respon jantung untuk
mempertahankan oksigensi sel.
Awasi tingkat kesadaran dan prilaku Anemia dapat menyebabkan hipoksia, serebral,
perubahan prilaku mental dan orientasi.
Evaluasi respon terhadap aktivitas.Anemia menurunkan oksigenasi jaringan, meningkatkan
kelelahan, memerlukan perubahan aktivitas (istirahat).
Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, atau pada area
mukosa.Mengalami kerapuhan kapiler.
Awasi haematemesis atau sekresi GI / darah feses.
Stress dan abnormalitas hemostatik dapat mengakibatkan perdarahan GI track.
Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil pada saat penyuntikan,
lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan.Menurunkan resiko perdarahan /
pembentukan hematoma.
Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Thrombosit, Faktor Pembekuan dan
Protrombin. Uremia, menurunkan produksi eritropoetin, menekan produksi Sel Darah
Merah.Pada gagal ginjal kronik, Hb, hematokrit biasanya rendah.
Pemberian transfusi.Mengatasi anemia simtomatik.
Pemberian obat – obatan :
Sediaan besi, asam folat, sianokobalamin.
Memperbaiki gejala anemi.
Cimetidin (Actal).
Profilaksis menetralkan asam lambung.
Hemostatik (Amicar).
Intervensi :
INTERVENSI RASIONAL
Inspeksi kulit terhadap Perubahan Warna, turgor, perhatikan kemerahan,ekskoriasi
Menandakan area sirkulasi buruk, yang dapat menimbulkan dekubitus.
Kaji keadaan kulit terhadap kemerahan dan adanya excoriasi.Sirkulasi darah yang kurang
menyebabkan kulit mudah rusak dan memudahkan timbulnya dicubitus/ infeksi.
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit, membran mukosa.Deteksi adanya dehidrasi yang
mempengaruhi integritas jaringan pada tingkat seluler.
Ganti posisi tiap 2 jam sekali, beri bantalan pada tonjolan tulang , pelindung siku dan
tumit..
Mengurangi/ menurunkan tekanan pada daerah yang edema, daerah yang perfusinya
kurang baik untuk mengurangi/menurunkan iskemia jaringan.
Jaga keadaan kulit agar tetap kering dan bersih Kulit yang basah terus menerus memicu
terjadi iritasi yang mengarah terjadinya dikubitus.
Anjurkan pada klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan kering yang menyerap
keringat dan bebas keriput.Mencegah iritasi kulit dan meningkatkan evaporasi.
Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin.Menghilangkan
ketidaknyamanan dan menurunkan resiko cedera.
Kolaborasi dalam pemberian foam dan tempat tidur angin Mencegah penekanan yang
terlalu lama pada jaringan yang dapat membatasi ferfusi seluler, sehingga dapat
mengurangi iskemik jaringan.
5. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan penurunan saliva,
pemabatasan cairan, perubahan urea dalam saliva menjadi amonia.
Tujuan : Mempertahankan membran mukosa.
Kriteria : Mukosa lembab, inflamasi, ulserasi tidak ada, bau amonia berkurang/hilang.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Inspeksi rongga mulut, perhatikan kelembaban, karakter saliva adanya inflamasi dan
ulserasi. Deteksi untuk mencegah infeksi.
Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam abatas yang ditentukan Mencegah kekeringan
mulut.
Anjurkan hygiene yang baik setelah makan dan saat akan tidur Menurunkan pertumbuhan
bakteri.
Anjurkan klien untuk menghentikan merokok, dan menghindari produk pencuci mulut
yang mengandung alkohol.Alkohol, mengiritasi mukosa dan efeknya mengeringkan
Berikan perawatan mulut sering cuci dengan larutan Asam asetik 25%, berikan permen
karet, permen keras antara makan.Perawatan mulut menyejukan, melumasi, dan
membantu menyegarkan mulut yang tidak menyenangkan karena uremia.
Pemberian obat-obatan sesuai dengan indikasi Antihistamin, Kiproheptadin
Menghilangkan gatal.
10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan metabolisme protein.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria : Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Mual berkurang dan muntah tidak ada.
Tekanan darah 140/90 mmHg.
Intervensi:
INTERVENSI RASIONAL
Kaji/catat pemasukan diet status nutrisi dan kebiasaan makan.
Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan
tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
Identifikasi perubahan pola makan.
Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
Berikan makanan sedikit dan sering.Meminimalkan anoreksia dan mual.
Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.Kepatuhan terhadap diet
dapat mencegah komplikasi terjadinya hipertensi yang lebih berat.
Tawarkan perawatan mulut, berikan permen karet atau penyegar mulut diantara waktu
makan.Menghindari membran mukosa mulut kering dan pecah.
Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Mengetahui perkembangan berat badan pasien (berat badan merupakan salah satu indikasi
untuk menentukan diet).
Kolaborasi: konsul dengan dokter untuk pemberikan obat sesuai dengan indikasi; Nabic,
Anti emetik dan anti hipertensi.
Nabic dapat mengatasi/memperbaiki asidosis.anti emitik akan mencegah mual/muntah
dan obat anti hipertensi akan mempercepat penurunan tekanan darah.
Kolaborasi: konsul dengan ahli gizi untuk pemberian diet tinggi kalori, rendah protein,
rendah garam (TKRPRG). Pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan
tekanan darah dan mencegah komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2;
EGC. Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 6;
EGC. Jakarta.
Doengoes, Marylin E. (1989) Nursing Care Plans. F.A Davis Company. Philadelphia. USA.
Haznam M. W. (1992). Kompendium Diagnostik & Terapi Ilmu Penyakit Dalam Edisi II.
Bandung.
Smith, Cindy Grennberg. (1988). Nursing Care Planning Guides for Children. Baltimore.
Williams & Wilkins
SMF UPF Anak.(1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi.RSUD Dr. Soetomo. Surabaya
PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap
(Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan
internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai.Pada kebanyakan individu
transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa
tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
B. ANATOMI
C. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses
obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin
(diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria
renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis
sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal.
Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi
volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron
rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik.
• Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal).
Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai
meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
• Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin
klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen
meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui
ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat
parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem
pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik,
pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran
ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan
elektrolit
G. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak
menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat
mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan.Pemeriksaan tahunan
termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai
menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan
mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long,
2001)
H. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid
(membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4.Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD
adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis
respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal,
nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh
disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan
tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada
edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit
tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan
dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat
mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis
respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Edisi 8.Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3.Bandung :
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.Edisi
4.Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Edisi 8.Jakarta :EGC