Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN KAJIAN KASUS

PENYAKIT UROGENITAL
“RENAL DYSPLASIA” PADA ANJING

Oleh
Tifany Beby Sonia B
2009612032
KELOMPOK 18A

LABORATORIUM ILMU PENYAKIT DALAM


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
PENDAHULUAN
Renal Dysplasia adalah penyebab umum gagal ginjal pada anjing muda. Renal
dysplasia didefinisikan sebagai disorganisasi dalam perkembangan parenkim ginjal, dengan
diferensiasi yang bersifat abnormal. Pada semua spesies hewan domestik, Renal Dysplasia
dapat bersifat herediter atau dapatan. Hewan yang terkena menunjukkan tanda-tanda klinis
penyakit ginjal kronis awal, biasanya antara 3 bulan sampai 3 tahun. Perubahan tersebut
meliputi duktus metanefrik persisten yang dikelilingi oleh mesenkim primitif, glomerulus dan
tubulus janin, serta jaringan fibrosa interstisial yang abnormal (Cruz et al., 2019). Anjing ras
Shih Tzu, Lhasa Apso, Golden Retriever, Alaskan Malamute, dan Chow Chow secara genetik
lebih rentan terhadap penyakit ini (Polzin et al., 2008; Cruz et al., 2019).

REKAM MEDIK
Anamnesa dan Signalment
Kasus pertama diambil dari case report Cruz et al pada tahun 2019, pada seekor
anjing ras Maltese, berjenis kelamin jantan, dan berusia 1 tahun. Pasien datang setelah
direferensikan oleh klinik lain dengan keluhan polyuria dan polydipsia selama 3 hari,
muntah, diare berdarah, berat badan berkurang, apathy dan anorexia.
Kasus kedua diambil dari case report yang diterbitkan oleh Canadian Veterinary
Journal pada tahun 2011 oleh Kim et al pada seekor anjing ras Mongrel, usia 1 tahun,
berjenis kelamin betina, dengan keluhan anorexia dan muntah dalam 4 hari sebelumnya.
Tidak ada riwayat konsumsi obat atau tertelan racun oleh pasien. Pasien sudah mendapatkan
vaksinasi terkini. Client juga mengeluhkan, hewan menjadi lebih lemah dan kecil
dibandingkan hewan peliharaan yang lain. Pasien menunjukkan gejala polydipsia, polyuria
dan muntah secara intermiten sejak lahir.
Kasus ketiga diambil dari case report Ohara et al, pada anjing ras Shih Tzu, berumur
5 bulan, berjenis kelamin jantan dengan keluhan polyuria dan polydipsia sejak berumur 2
bulan, serta muntah dan lemas selama beberapa hari.

Pemeriksaan Klinis
Hasil pemeriksaan klinis kasus pertama yaitu, BCS pasien adalah 3 dari 9, halitosis,
suhu tubuh 37.5 C, dan mukosa hipokromik.
Pemeriksaan klinis pada kasus kedua, menunjukkan hewan mengalami dehidrasi
hebat (8% - 10%), membran mukosa pucat, CRT yg lama, dan halitosis. Pasien kurus dan
abdomen tegang pada saat dipalpasi.
Dilakukan pemeriksaan klinis hewan kasus ketiga, dengan hasil hewan mengalami
dehidrasi dan lemas.

Pemeriksaan Penunjang
Kasus 1:
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan anamnesa, dicurigai bahwa terjadi neprophaty.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan melakukan CBC, serum biochemistry, urinalisis dan USG
pada seluruh bagian abdomen.
CBC menunjukkan hematokrit 18%, hemoglobin 7,2 g/dL, kadar eritrosit di bawah
nilai normal (2,56 juta/mm³), serta nilai retikulosit 5.000/μL, menunjukkan anemia
hipokromik, normositik, dan generatif. Tes biokimia menunjukkan peningkatan kadar ureum
(530 mg/dL) dan kreatinin (10,2 mg/dL), hiperproteinemia (7,9 mg/dL) karena
hiperglobulinemia (4,7 g/dL), dan sedikit peningkatan alanin aminotransferase (100 U/L).
Ringkasan urin menunjukkan kepadatan urin yang rendah (1005), proteinuria (300
mg/dL) dan pH 7,0. Sedimen menyajikan sel skuamosa dan ginjal, >5 sel darah merah per
bidang dan >3 leukosit per bidang.
Pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan bahwa ginjal secara bilateral berkurang
ukurannya (lebih menonjol di ginjal kiri), serta hilangnya definisi kortiko-meduler, dengan
formasi kistik dengan ukuran berbeda pada permukaan ginjal dan area hyperechoic di
parenkim ginjal. Perubahan ini konsisten dengan nefropati kronis bilateral.

Kasus 2:
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan CBC dengan hasil
leukopenia (5400 sel/mL; rentang referensi (RR): 6000 hingga 17.000 sel/mL), dan anemia
normositik, normokromik, anemia nonregenerative (hematokrit (Hct), 27,5%; RR: 35%
hingga 55%). Pemeriksaan biokimia menunjukkan konsentrasi tinggi BUN (.200 71,4
mmol/L; RR: 2,9 hingga 11,1 mmol/L) dan kreatinin (892 mmol/L; RR: 70,7 hingga 141,4
mmol/L), hiperglikemia ringan (7,2 mmol/L; RR: 3,9 hingga 6,5 mmol/L), hiperkalsemia (3,6
mmol/L; RR: 1,9 hingga 2,8 mmol/L), dan hiperfosfatemia (2,13 mmol/L; RR: 0,68 hingga
2,03 mmol/L). Analisis urin yang dikumpulkan dengan cystocentesis mengungkapkan berat
jenis 1,021, pH 7,0, proteinuria (1+), dan glukosuria (1+). Tidak ada kelainan signifikan yang
terdeteksi pada pemeriksaan sedimen urin dan kultur urin tidak dilakukan
Radiografi perut mengungkapkan detail perut yang buruk karena kondisi tubuh anjing
yang kurus kering. Ultrasonografi perut mengungkapkan ginjal kecil dengan hilangnya
arsitektur normal dan perbedaan kortikomedullary yang buruk secara bilateral. Ginjal kanan
memiliki 3 kista anechoic besar dan peningkatan akustik distal yang kuat. Beberapa struktur
bulat berbatas tegas, berdinding tipis, dengan berbagai ukuran yang mengandung cairan
anechoic terdeteksi di ginjal kanan; lesi kistik di ginjal kiri tidak terdefinisi dengan baik
karena bayangan akustik umum yang kuat yang disebabkan oleh hiperekogenesitas kortikal
(Gambar 1).
Gambar 1. Sonografi ginjal kiri (A dan B) dan kanan (C dan
D). Ginjal kecil, dengan hilangnya arsitektur normal karena lesi kistik
dan bayangan akustik distal. Anechoic, multipel, berbatas tegas,
berdinding tipis, struktur bulat dengan berbagai ukuran terdeteksi di
ginjal kanan.

Kasus 3:
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada hewan kasus ketiga. Pemeriksaan radiografi
dilakukan dengan hasil tidak terdeteksinya ginjal hewan.

Diagnosa dan Prognosa


Berdasarkan laporan pada ketiga jurnal, diagnosa dilakukan dengan cara melihat hasil
pemeriksaan klinis hewan dengan diagnosa penunjang. Meskipun ultrasonografi membantu
dalam diagnosis penyakit ginjal displastik multikistik, diagnosis diperkuat dari: analisis
histologis (Kim et al., 2011). Prognosis displasia ginjal pada anjing umumnya buruk.
Kebanyakan pasien meninggal dalam beberapa hari setelah terapi suportif atau dilakukan
euthanasia (Ohara et al., 2001).

Treatment dan Pengobatan


Kasus 1:
Pada kasus pertama, sebagai bagian dari perawatan, transfusi darah diminta, namun
tidak diizinkan oleh pemiliknya. Untuk mengatasi anemia, suplemen vitamin berbahan dasar
asam folat dan zat besi (Metacell Pet®) dosis 1 mL/10 kg per oral setiap 24 jam. Pengobatan
suportif dengan ranitidin hidroklorida dalam dosis 1 mL/kg, subkutan, setiap 8 jam,
metoklopramid (Plasil®) dalam dosis 0,5 mg/kg, setiap 8 jam melalui rute intramuskular dan
omeprazole (Gaviz®) pada dosis 1 mg/kg, secara oral setiap 24 jam, diresepkan untuk
muntah. Pasien menjalani terapi cairan parenteral (NaCl 0,9%) dengan perkiraan dosis 40
mL/kg/hari selama tiga hari. Selain itu, pengobatan suportif diresepkan dengan suplemen
vitamin hiperkalori (Nutralife intensiv®) takaran setiap 24 jam, Renadog® 2 takaran kecil
setiap 24 jam. Setelah 3 hari, pemeriksaan ureum (325 mg/dL) dan kreatinin (5,25 mg/dL)
diulang, yang menunjukkan perbaikan signifikan, dengan perburukan klinis kondisi pasien.
Satu minggu setelah memulai pengobatan, pasien kembali ke klinik dengan keluhan kejang,
yang diobati dengan diazepam (1 mg/kg IV), tetapi tidak berhasil, yang berpuncak pada
kematian. Setelah otorisasi pemilik, nekropsi dilakukan.

Kasus 2:
Pengobatan dengan diet rendah protein (Resep Diet Canine k/d, kaleng; Hill's Pet
Products, Topeka, USA), ranitidine HCl (Ranis; Skynewpham, Siheung, Korea), 2 mg/kg
berat badan (BB), BID, PO, dan gel aluminium hidroksida kering (Amphojel; Ildong,
Ansung, Korea), dimulai 50 mg/kg BB, BID, PO. Terapi cairan awal dengan NaCl 0,9%
diberikan melalui kateter sefalik dengan kecepatan 20 mL/jam dengan pengumpulan urin
melalui kateter urin. Kecepatan infus diubah menjadi 15 mL/jam setelah 3 jam terapi cairan
awal. Anjing itu di-eutanasia setelah 2 hari dirawat di rumah sakit karena prognosis yang
buruk dan tanda-tanda klinis yang memburuk.

Kasus 3:
Pada kasus ketiga, pasien diberikan terapi cairan dan obat glukokortikoid untuk gagal
ginjal kronis. Terlepas dari terapi simptomatik yang diberikan untuk gagal ginjal kronis,
hewan mati sehari setelah diberikan pengobatan.

Pembahasan
Penyakit ginjal pada anjing seringkali tidak terlihat sampai ginjal mulai gagal. Pemilik
cenderung melewatkan tanda peningkatan minum dan buang air kecil, kecuali mereka
menyadari hal tersebut dapat berakibat pada kecenderungan berkembangnya penyakit ginjal.
Renal Dysplasia adalah penyakit ginjal anjing yang berpotensi fatal, sangat sulit dikenali
karena anjing yang terkena mungkin tidak pernah menunjukkan tanda-tanda khas, sementara
gejala yang timbul mungkin tampak normal selama bertahun-tahun sebelum tanda-tanda yang
lebih serius tampak. Sementara itu, anjing pembawa dapat mewariskan mutasi genetik kepada
keturunannya, meskipun pada anjing pembawa tersebut tidak menunjukkan gejala yang
berarti. Perkembangbiakan hewan-hewan ini dengan demikian menyebarkan penyakit ke
seluruh breed (Raval et al., 2014).
Displasia ginjal adalah perkembangan yang tidak teratur dari parenkim ginjal karena
diferensiasi bersifat anomali. Jika perkembangan normal dari collecting duct system
("morfogenesis percabangan ginjal") terganggu, maka displasia ginjal dapat terjadi. Pada
embriogenesis normal, perkembangan metanefros dimulai sebagai evaginasi dari duktus
mesonefrik yang tumbuh menjadi massa sel mesenkim (blastema metanefros). Perkembangan
ginjal dan ureter yang normal tergantung pada interaksi tunas ureter dan blastema metanefrik.
Displasia ginjal adalah gangguan perkembangan yang disebabkan oleh interaksi yang tidak
tepat antara tunas ureter dan blastema metanefrik. Ini dapat berupa keturunan atau akibat dari
infeksi neonatal seperti virus panleukopenia kucing, virus diare virus sapi, atau infeksi virus
herpes anjing.
Tanda-tanda klinis displasia ginjal termasuk anoreksia, lesu, penurunan berat badan,
poliuria, polidipsia, dan muntah. Rentang umur hidup hewan tergantung pada tingkat
keparahan cacat saat lahir. Hewan dengan cacat sedang sampai berat mungkin tidak memiliki
gejala sampai fungsi ginjal berkurang 70-75%. Gangguan ini bisa memakan waktu bertahun-
tahun untuk berkembang. Dalam sebagian besar kasus displasia ginjal anjing yang
dipublikasikan, ginjalnya lebih kecil dari biasanya (Picut dan Lewis, 1987). Pada
pemeriksaan nekropsi ginjal hewan yang mengalami Renal Dysplasia tampak pucat,
hipotrofik dengan konsistensi keras, permukaan kapsul tidak teratur yang mengandung kista
kortikal multipel dengan ukuran berbeda, dan proporsi kortiko-meduler yang berubah (Cruz
et al., 2019; Kim et al., 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Cruz, T.N.D.A.O., Silva, J.T., Silva, F.L., Carlos, R.S.A. 2019. Renal Dysplasia in a Maltese
Dog. Acta Scientiae Veterinarie 2019. 57(Sippl1); 410: 1-5

Kim, J., Choi, H., Lee, Y., Jung, J., Y, S., Lee, H., Lee, H., 2011. Case report Multicystic
Dyplastic Kidney Disease in a Dog. Canadian Veterinary Journal 2011; 52:645-649

Ohara, K., Kobayashi, Y., Tsuchiya, N., Furuoka, H., Matsui, T. 2001. Renal Dysplasia in a
Shih Tzu Dog in Japan. The Journal of Veterinary Science 63(10): 1127-1130

Raval, S.H., Joshi, D.V., Patel, B.J., Patel, J.G., Karantim A.M., Panchbuddhe, B.N. 2014.
Renal Dysplasia in Labrador Male Dog: A Case Report. Indian Journal Veterinary
Pathology 39(1): 87-89

Picut, C.A., and Lewis, R.M. 1987. Microscopic Features of Canine Renal Dysplasia.
Veterinary Pathology 24: 156-163

Anda mungkin juga menyukai