Anda di halaman 1dari 26

MODUL 1

Penyakit tropis, Global dan Penyakit karantina

Skenario 1 Mencari solusi yang tepat

Dokter di Puskesmas Pulo sedang menyusun program terkait banyaknya kasus yang muncul
selama 1 bulan terakhir, banyak ditemukannya kasus diare pada anak anak dan juga kasus
keracunan pestisida Hasil survey dari bagian promosi kesehatan di puskesmas menunjukkan
hasil yang kurang baik meliputi kondisi rumah sehat, pengelolaan sampah, saluran
pembuangan air limbah, sumber air bersih, kurang tersedianya jamban, dan kebiasaan
petani yang tidak menggunakan APD saat penggunaan pestisida. Puskesmas yang berada
dekat pelabuhan laut ini, juga berperan aktif bersama dengan kantor kesehatan pelabuhan
setempat juga terlibat dengan pengawasan penyakit karantina di pelabuhan. Pemerintah
sudah memiliki standar pengawasan dan pengelolaan bagi penyakit-penyakit karantina.
Bagaimana saudara menjelaskan berbagai faktor lingkungan kasus di atas dengan terjadinya
penyakit serta pengelolaannya?

Jump 1

Terminologi

1. Penyakit tropis : penyakit yang hanya terjadi di daerah tropis yaitu daerah yang memiliki kondisi
panas dan lembab. Penyakit tropis merupakan penyakit infeksi yang banyak terjadi di wilayah
beriklim tropis, termasuk Indonesia. Penyebab Penyakit tropis bisa disebabkan oleh berbagai
jenis infeksi, mulai dari infeksi virus, bakteri, jamur, hingga parasit.
2. Penyakit global : Istilah penyakit global merujuk kepada penyakit yang terjadi akibat
adanya sebaran kuman pathogen baik dari hewan atau manusia yang tingkat kejadiannya
meliputi beberapa Negara baik Negara berkembang maupun Negara maju
3. Penyakit karantina : penyakit karantina adalah masalah penyakit kedaruratan kesehatan
masyarakat yang menjadi perhatian internasional
4. Pestisida : Subtansi atau campuran yang ditunjukkan untuk mencegah, menghancurkan atau
mengendalikan hama
5. APD : perlengkapan yang digunakan untuk melindungi diri pekerja Adalah kelengkapan yang
wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja
itu sendiri dan orang di sekelilingnya

jump 2
1. faktor penyebab anak yang menderita diare di skenario ?

Kualitas kesehatan lingkungan merupakan salah satu faktor yang memberikan peran
terbesar bagi kesehatan masyarakat. Aspek kesehatan lingkungan meliputi akses air
bersih, akses sanitasi dasar yang layak, penanganan limbah, vektor penyakit. Apabila
terdapat ketidak seimbangan faktor kesehatan lingkungan maka akan berdampak pada
kondisi kesehatan individu dan dapat menimbulkan penyakit berbasis lingkungan seperti
diare, ISPA, malaria, demam berdarah dengue, dan tuberkulosis paru. Risiko lingkungan
menyumbang 23% penyebab kematian secara global, dan sebanyak 2,5 juta kematian
terkait penyakit infeksi, parasit, neonatal dan gizi dan memiliki laporan yang lebih besar
pada anak-anak.

Diare dapat pula disebabkan oleh penggunan obat-obatan, proses alergi, kelainan
pencernaan serta mekanisme absorpsi, defisiensi vitamin, maupun kondisi
psikisLingkungan yang kumuh,kondisi rumah yang tidak sehat

Lingkungan yang kumuh,sosiodemografi (pendidikan orang tua ) ,usia anak,perilaku


(dalam keluarga)

Faktorlingkungan yang dominan dalam penyebaran penyakit diare pada anak yaitu
pembuangan tinja dan sumber air minum.

Faktor yang kedua adalah faktor sosiodemografi. Faktor sosiodemografi yang


berpengaruh terhadap kejadian diare pada anak yaitu pendidikan dan pekerjaan orang tua,
serta umur anak

Faktor ketiga yang dapat memengaruhi kejadian diare yaitu faktor perilaku

2.bagaimana pencegahan diare dan penanggulangannya ?

Pencegahan

- Disesuaikan dgn factor penyebab

- Sumber air (sumur harus dilindungi olh cincin sumur.

- Pembuangan tinja teratur

- Personal hygiene yg baik

Penanggulangan :Pemberian oralit

3. bagaimana pengaruh lingkungan terhadap kesehatan masyarakat ?

Faktor lingkungan yang memiliki peran yang signifikan terhadap diare berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti mayoritas kejadian diare terjadi pada rumah yang
lantainya tidak kedap air sebesar 77,8%, rumah dengan jamban keluarga yang tidak
memenuhi persyaratan kesehatan sebesar 73,9%, rumah tanpa saluran air limbah
memenuhi persyaratan sebesar 47,1%, pengolahan sampah rumah tangga yang tidak tepat
83,3% dan ketersediaan air bersih yang tidak memadai sebesar 68.8%.

Lantai yang tidak tahan air menyebabkan ruangan menjadi lebih mudah kotor dan
menjadi tempat berkumpulnya mikroorganisme serta dapat menyerap air yang
kemungkinan telah tercemar mikroorganisme. Oleh karena itu, anak balita yang bermain
di rumah dan bersentuhan dengan lantai yang kotor akan menyebabkan balita mudah
terkena penyakit akibat kuman yang menempel di tubuhnya, termasuk kuman penyebab
diare. Ketersediaan jamban keluarga yang memenuhi syarat Kesehatan juga memiliki
hubungan yang signifikan dengan kejadian diare pada balita. Ketersediaan jamban
keluarga berdampak besar pada penurunan risiko penyakit diare. Hal ini dikarenakan
banyak penyakit menular yang ditularkan melalui penularan fecal-oral dan melalui
berbagai media (seperti air, tanah), kontak langsung dengan permukaan benda yang
terkontaminasi, atau melalui vektor (seperti lalat) saat membuang feses dimanapun.

Sementara itu, air limbah rumah tangga merupakan air limbah yang tidak mengandung
kotoran manusia yaitu air dari kamar mandi, dapur, mencuci pakaian dan lain-lain. Air
limbah tersebut dapat menjadi media yang berguna untuk pertumbuhan mikroorganisme
patogen. Oleh karena itu diperlukan saluran pembuangan khusus yang terbuat dari bahan
anti air agar tidak mencemari lingkungan sekitar rumah dan dapat mencegah munculnya
beberapa penyakit akibat pembuangan sampah dan saluran pembuangan salah satunya
ada diare. Untuk aspek pengolahan sampah beberapa responden menyatakan bahwa cara
mereka mengolah sampah antara lain membakar sampah, membiarkan sampah organik
dan anorganik tercampur, dan sampah dibiarkan menumpuk dan membusuk di area
terbuka seperti di lapangan. Hal ini dapat membuat vektor penyakit seperti lalat mudah
berkembang biak dan risiko diare pada balita meningkat.

Faktor yang terakhir adalah kesediaan air bersih sebagai salah satu penyebab diare.
Sumber air bersih yang digunakan sangat penting untuk diperhatikan, karena sangat
menentukan kualitas air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti
mandi, mencuci, memasak, dan lain-lain. Sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat,
yang tidak terlindungi, dekat dengan jamban dan tangki septik, dapat dengan mudah
mencemari air yang dihasilkan. Air yang tercemar meningkatkan risiko terjadinya diare
pada balita, karena salah satu media penularan penyakit ini adalah melalui air.

4.bagaimana pengolahann lingkungan berasarkan UU?

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009


pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum. Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian
3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan
beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan
lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.

5.bagimana penyimpanan pestisida dan pertolongan pertama pada keracunan bahan


kimia?

Penyimpanan :dalam wadah ditutup ,masukan lemari,bakar jika tidak digunakan lagi
Pertolongan : cuci dengan sabun,dengn air mengalir,kalau tertelan bebaskan jalan nafas
uoayakan tahu jenis racunnnya

6.apa saja tanda dan gejala keracunan pestisida

Setlah 1-12 jam lewat kulit,gejalanya :

Pada saluran pernafasan saliva banyak,mual,nyeri lambung

Gerkan tidak teratur kontaksi otot,depresi pernafasan,(sesuai efek ringan atau berat dari
terpapar pestisidanya )

Tanda-tanda keracunan akut pestisida jenis ini timbul setelah 1-12 jam inhalasi atau
absorpsi melalui kulit dan prosesnya akan lebih cepat melalui ingesti. Gejala klinik yang
timbul akibat Ach yang berlebihan pada ujung saraf berikatan pada reseptornya. Efek
pada saluran pencernaan adalah saliva yang berlebihan, nyeri lambung(kontraksi
berlebihan), mual, dan diare. Efek nikotiniknya. menimbulkan gerakan yang tidak teratur,
kontraksi otot (kejang), dan kelemahan pada otot-otot yang volunter. Sehingga gejala
klinik yang timbul pada keracunan pestisida golongan ini meliputi depresi pemapasan,
mulut berbusa, diare, dan depresi jantung akibat perangsangan parasimpatik yang
berlebihan. Munculnya tanda-tanda di atas sangat dipengaruhi oleh berat ringannya efek
toksik. DERAJAT KERACUNAN

Keracunan Akut ringan: pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan
diare. Keracunan akut berat: mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur,
pupil mata mengecil (miosis) dan denyut nadi meningkat, pingsan. Keracunan kronis:
sulit dideteksi: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan
saraf, hati, ginjal dan pernafasan.

7.bagimana patofisiologi keracunan pestisida

Patofisiologi dari jenis pestisida yang paling sering menyebabkan keracunan yaitu
organospospat dan karbamat,kedua golongan pestisida ini dapat bekerja dengan cara yang
sama yaitu mengikat asetilkolinesterase atau sebagai asetilkolinesterase inhibitor,
mengakibatkan ketika pestisida masuk masuk kedalam tubuh maka akan menghambat
kolinesterase yang menyebabkan perpanjangan dan efek asetilkolin lebih lama dan
kuat,sehingga dapat menyebabkan ketidak seimbangan ACH, dimana bila berlebih dapat
menyebabkan Perangsangan parasimpatik ( Reseptor nikotinik dan muskarinik)
sedangkan kekurangan ach bisa juga mengakibatkan depresi parasimpatik.

8.apa tujuan dilakukan karantina untuk orang dengan penyakit karantina ?

Karantina :pembatasan untuk menvegah penyebaran penyakit

Mencegah penyakit yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat

Pelabuhan : Pelabuhan merupakan titik simpul pertemuan atau aktivitas keluar masuk
kapal, barang dan orang, sekaligus sebagai pintu gerbang transformasi penyebaran
penyakit,

Kantor kesehatan pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan


keluarnya penyakit, Untuk mengantisipasi ancaman penyakit global serta permasalahan
kesehatan masyarakat yang merupakan masalah darurat kesehatan dunia, Kantor
Kesehatan Pelabuhan dituntut mampu menagkal resiko kesehatan yang mungkin masuk
melalui orang, alat angkut dan barang termasuk container yang datang dari negara lain
dengan melakukan tindakan tanpa menghambat

9.apa saja bentuk penyakit karantina ?

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) UU No. 1 dan UU No. 2 Tahun 1962 Tentang Karantina
Laut dan Karantina Udara, Penyakit Karantina ada 6 Jenis Penyakit.

• Jenis-jenis Penyakit Karantina (6 Penyakit)

1. Pes (Plague);
2. Kolera (Cholera)

3. Demam kuning

4. Cacar (smallpox)

5. Tifus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne typhus)

6. Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever)

Pes: 6 hari

Cholera: 5 hari

Cacar/smallpox: 14 hari

Yellow fever: 6 hari

Relapsing fever: 8 hari

Thypus bercak: 14 hr

Penyakit pes adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.
Seseorang bisa terserang penyakit pes bila digigit kutu yang sebelumnya mengisap
darah hewan dengan infeksi bakteri Yersinia pestis.

Kolera adalah diare akibat infeksi bakteri yang bernama Vibrio cholerae. Penyakit ini


dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak dan diare yang ditimbulkan dapat
parah hingga menimbulkan dehidrasi.

Demam kuning atau yellow fever adalah jenis penyakit yang disebabkan oleh virus dan
ditularkan melalui perantaraan nyamuk. Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi,
serta mata dan kulit yang menguning akibat penurunan fungsi hati.  

Penyakit cacar air atau dalam istilah medis disebut varicella adalah infeksi yang


disebabkan virus Varicella zoster. Penderita yang terinfeksi virus ini ditandai dengan
munculnya ruam kemerahan berisi cairan yang sangat gatal di seluruh tubuh.

Demam Tifus Wabahi(Louse Borne Typhus)merupakan penyakit yang ditularkan oleh


kutu ICD-9 080; ICD-10 A75.0. Penyakit yang disebabkan oleh rickettsia ini memeiliki
gejala klinis yang sangat bervariasi. Penyakit kadangkala muncul mendadak ditandai
dengan sakit kepala, menggigil, lelah, demam dan sakit disekujur tubuh.

10.bagimana standar pengawasan penyakit karantina ?


Pelabuhan adlaah pintu gerbang keluar masuk daerah ,antisipasi ancaman penyakit
global, mampu menangal risiko kesehatan

Pelabuhan : Pelabuhan merupakan titik simpul pertemuan atau aktivitas keluar masuk
kapal, barang dan orang, sekaligus sebagai pintu gerbang transformasi penyebaran
penyakit,

Kantor kesehatan pelabuhan mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan


keluarnya penyakit, Untuk mengantisipasi ancaman penyakit global serta permasalahan
kesehatan masyarakat yang merupakan masalah darurat kesehatan dunia, Kantor
Kesehatan Pelabuhan dituntut mampu menagkal resiko kesehatan yang mungkin masuk
melalui orang, alat angkut dan barang termasuk container yang datang dari negara lain
dengan melakukan tindakan tanpa menghambat

11.apa usaha yang dilakukan pada penyakit global ?

Deteksi penyebba infeksi ,deteksi dan respon terhadap suatu kejadian dan tahu
konsekuensi,dan bisa dilakukan karantina,pofilaksis,rujukan dll. Dilakukan pembatasan
skala besar ,pengamanan dan pengendalian lingkungan

Merupakan penyakit yg berpotensi utk meyebar melewati batas suatu negara. perlu
adanya keterlibatan dari semua pihak dalam rangka mengatasi wabah yg terjadi serta
menguragi resiko yg terjadi akibat penyakit global. Pengelolaannya dilakukan dgn
deteksi penyakit global,: mencegah munculnya penyakit infeksi yg mampu menjadi
ancaman pada daerah asal penyakit, mendeteksi kejadian suatu penyakit secara cepat,
memberikan respon yg copat thdp suatu kejadian outbreak sehingga mampu mengatasi
konsekuensi yg besarthdp populasi.

Pengelolaan: a. Karantina, isolasi, vaksinasi atau profilaksis, rujukan, disinfeksi


dan/ataudekontaminasi

b. Pembatasan sosial berskala besar c.Disinfeksi,dekontaminasi dan/atau deratisasi thdp


alat angkut dan barang.

d. Penyehatan pengamanan, dan pengendalian thdp lingkungan.

Regulasi penyakit global untuk melihat ancaman kesehtan masyarakat ,dibangun di


negara dengan tujuan pengendalian penyakit lintas negara,contoh penyakit menular atau tidak
menular.

International Health Regulations ( 2005 )

 Merupakan kesepakatan negara – negara anggota WHO


 Kemampuan global dalam kewaspadaan dan deteksi dini serta respon yang adekuat
terhadap setiap ancaman kesehatan masyarakat yang berpotensi menyebar antar negara.

 Dibangun pada sistem surveilans yang telah ada di masing2 negara serta peraturan
perundangan yang melandasinya.

Bertujuan mencegah, melindungi dan mengendalikan penyebaran penyakit lintas


negara dengan melakukan tindakan sesuai dengan risiko kesehatan yang dihadapi tanpa
menimbulkan gangguan yang berarti bagi lalu lintas dan perdagangan internasional

Penyakit yang dimaksud : penyakit menular yang sudah ada, baru dan yang muncul
kembali serta penyakit tidak menular (bahan radio-nuklir, bahan kimia, dll) yang dapat
menyebabkan PHEIC / KKMMD

12.apa saja faktor risiko penyakit global?

1.kemudahan tranportasi

2.mobilisasi penduduk

3.peningkatan suhu

4.peningkatan penduduk

5.perubahan lingkungan

6.peningkatan kontak manusia dan binatang

7.mutasi mikroba

13.apa saja contoh penyakit tropis ?

1. Demam berdarah
Penyakit demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Gejala penyakit ini biasanya muncul 4-6 hari setelah
tergigit nyamuk tersebut.
Berikut ini adalah beberapa gejala penyakit demam berdarah:

 Demam tinggi.
 Sakit kepala.
 Mual dan muntah.
 Nyeri otot dan tulang.
 Nafsu makan berkurang.
 Nyeri di bagian belakang mata.
 Perdarahan, misalnya gusi berdarah, mimisan, atau mudah memar.
 Ruam kemerahan (muncul sekitar 2-5 hari setelah demam).

Untuk mencegah penularan demam berdarah, Anda disarankan untuk menggunakan kelambu dan
memasang kasa nyamuk di jendela dan pintu rumah.
Selain itu, pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk melakukan 3M Plus sebagai langkah
pencegahan penyakit demam berdarah, yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat
tempat penampungan air, serta mendaur ulang barang yang dapat menjadi tempat berkembang
biaknya nyamuk Aedes aegypti.

2. Kaki Gajah
Penyakit tropis lain yang masih cukup banyak terjadi di Indonesia adalah kaki gajah
atau filariasis. Penyakit ini disebabkan oleh cacing parasit jenis filaria yang juga ditularkan
melalui gigitan nyamuk. Ketika masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk, cacing tersebut
akan menyumbat aliran getah bening.
Sebagian penderita penyakit ini tidak mengalami gejala. Namun, sebagian penderita lainnya
dapat mengalami gejala berupa demam, pembengkakan di tungkai, dan luka di kulit. Selain di
tungkai, pembengkakan juga bisa terjadi di lengan, payudara, dan bahkan organ kelamin.
Pencegahan penyakit kaki gajah hampir serupa dengan pencegahan penyakit demam berdarah.
Hanya saja, pencegahan penyakit ini juga dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat kaki gajah
secara teratur.

3. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit tropis yang termasuk penyakit endemik di Indonesia.
Malaria disebabkan oleh parasit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Gejala malaria akan muncul 10–15 hari setelah tergigit oleh nyamuk. Saat terkena malaria,
seseorang dapat merasakan gejala demam, sakit kepala, menggigil, banyak berkeringat, nyeri
pada tulang dan otot, mual muntah, dan lemas. Jika tidak diobati, malaria bisa menjadi malaria
berat yang menyerang otak.
Langkah pencegahan penyakit malaria umumnya sama dengan pencegahan demam berdarah,
yaitu menjauhi gigitan nyamuk dan mencegah bersarangnya nyamuk di dalam rumah dan
sekitarnya.
Selain itu, langkah pencegahan malaria tambahan bisa dilakukan dengan cara mengonsumsi obat
antimalaria profilaksis, yaitu doksisiklin, sesuai resep dokter.

4. Skistosomiasis
Skistosomiasis adalah salah satu jenis penyakit tropis yang disebabkan oleh cacing parasit
skistosoma. Jenis parasit ini banyak ditemukan di kolam, danau, sungai, waduk, atau kanal di
daerah tropis atau subtropis.
Tak hanya skistosomiasis, penyakit cacingan lainnya seperti cacing kremi, cacing tambang,
cacing pita, dan cacing gelang juga banyak ditemukan di negara-negara tropis, termasuk
Indonesia.
Gejala skistosomiasis biasanya akan muncul dalam waktu beberapa minggu setelah terinfeksi
cacing skistosoma. Beberapa gejala skistosomiasis yang dapat terjadi, antara lain:

 Pusing
 Demam
 Menggigil
 Muncul ruam merah dan rasa gatal di kulit
 Batuk
 Gangguan pencernaan, seperti diare dan nyeri perut
 Nyeri otot dan sendi

Jika semakin parah, skistosomiasis bisa menyebabkan gejala yang lebih berat, seperti urine atau
tinja yang disertai darah, pembengkakan pada perut, ginjal, atau limpa, dan bahkan kelumpuhan.
Untuk mencegah terjadinya penyakit tropis ini, Anda disarankan untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan sekitar serta menyaring dan memasak air hingga benar-benar matang sebelum
diminum.

5. Infeksi jamur
Jamur penyebab infeksi mudah tumbuh di daerah beriklim tropis yang bersuhu hangat dan
lembap. Kondisi lingkungan yang seperti ini membuat orang yang tinggal di daerah tropis
berisiko lebih tinggi untuk terkena infeksi jamur.
Beberapa jenis infeksi jamur yang sering ditemukan di negara tropis, seperti Indonesia, antara
lain jamur kuku, kurap, panu, dan kandidiasis. Infeksi jamur ini bisa terjadi di bagain tubuh mana
pun, seperti tangan, kaki, dan wajah.
Berbagai jenis infeksi jamur pada kulit tersebut disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari kontak
fisik dengan orang yang terinfeksi, kebersihan tubuh yang kurang terjaga, hingga daya tahan
tubuh yang lemah.
Infeksi jamur tersebut dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain:

 Jaga kebersihan tubuh dengan mandi secara teratur dan mengeringkan tubuh setelahnya.
 Segera mengeringkan tubuh dan menggati pakaian setiap kali berkeringat.
 Hindari berbagi penggunaan peralatan pribadi, seperti handuk dan pakaian, dengan orang
lain.
 Gunakan pakaian yang bersih dan mudah menyerap keringat.
 Kenakan alas kaki di tempat umum atau setiap beraktivitas.
 Rutin memotong kuku kaki dan tangan.

6. Tuberkulosis
Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit yang sering kali menyerang paru-paru ini bisa menular melalui percikan
air liur saat penderita TB batuk atau bersin.
Selain paru-paru, TB juga dapat menyerang organ lain, seperti kelenjar getah bening, otak,
tulang, ginjal, saluran pencernaan, dan kulit.
Penderita TB bisa mengalami gejala berupa penurunan berat badan, keringat dingin, lemas, batuk
berdarah, serta batuk yang tidak membaik dalam waktu lebih dari 3 minggu.
TB perlu diobati dengan obat antituberkulosis selama minimal 6 bulan tanpa putus obat. Hal ini
penting dilakukan untuk mencegah penularan TB kepada orang lain serta mencegah
terjadinya TB MDR atau TB yang kebal obat.

7. Kusta
Penyakit kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini
menyerang dan merusak sistem saraf, kulit, mata, dan lapisan mukosa hidung. Bila tidak segera
ditangani, kusta bisa menyebabkan kerusakan saraf yang parah hingga menyebabkan kecacatan
pada penderitanya.
Beberapa gejala yang dapat dialami oleh penderita kusta antara lain:

 Kesemutan atau mati rasa


 Muncul bercak kemerahan atau keputihan di kulit
 Rontok pada alis dan bulu mata
 Luka atau borok yang tidak terasa nyeri
 Kerontokan rambut di bagian tubuh tertentu
 Nyeri dan pembengkakan di sendi

Penyakit kusta lebih berisiko dialami oleh orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah serta
tinggal di daerah endemik kusta, termasuk Indonesia, India, dan China.
Selain penyakit-penyakit di atas, ada beberapa penyakit tropis lain yang juga perlu Anda
waspadai, seperti trakoma, rabies, chikungunya, kolera, leptospirosis, dan frambusia.
Faktor iklim yang menyebabkan tingginya kasus penyakit tropis di Indonesia dan beberapa
negara tropis lainnya memang tidak bisa dihindari.
Akan tetapi, risiko terkena penyakit tropis bisa berkurang jika Anda rutin menjaga kesehatan dan
kebersihan diri serta lingkungan sekitar dengan cara sering mencuci tangan atau membersihkan
tangan dengan hand sanitizer, menggunakan masker saat bepergian, serta tidak membuang
sampah sembarangan.
Jika Anda mengalami beberapa gejala yang menandakan kemungkinan penyakit tropis, segeralah
konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Pada anak-anak, penyakit
tropis bisa ditangani oleh dokter anak konsultan penyakit tropis.
Learning objective

1. Penyakit karantina
“Karantina adalah pembatasan kegiatan dan/atau pemisahan orang yang dicurigai
terinfeksi oleh suatu penyakit tapi belum menunjukkan gejala penyakit tersebut, atau
bagasi,container, kenderaan atau barang yang dicurigai untuk mencegah kemungkinan terjadi
penyebaran infeksi atau kontaminasi” (IHR, 2005).
Kekarantianaan Kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau
masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakatyang berpotensi
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat (UU No. 6 Tahun 2018). 
Penyakit Karantina adalah masalah kedaruratan kesehatan masyarakat yang
menjadi perhatian internasional (Kepmenkes No.425 Tahun 2007)

Landasan Hukum Kekarantinaan Kesehatan (Kesepakatan International)

1. UU No. 1 Tahun 1962 Tentang Karantina Laut


2. UU No. 2 Tahun 1962 Tentang Karantina Udara
3. UU No. 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular
4. UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
5. UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
6. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
7. UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
8. KEPMENKES No. 425 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Karantina
Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan
9. KEPMENKES No. 431 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Resiko
Kesehatan Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/Pos lintas Batas dalam rangka karantina
kesehatan

Lokasi Kekarantinaan Kesehatan menurut UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan


Kesehatan

1. Kekarantinaan Kesehatan di Pintu Masuk


a. Pelabuhan
b. Bandar Udara
c. Pos Lintas Batas Darat Negara
2. Kekarantinaan Kesehatan di wilayah selain pintu masuk atau Tempat atau lokasi yang diduga
terjangkit penyakit menular dan/atau terpapar faktor risiko kesehatan masyarakat yang dapat
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat yang di dasarkan pada hasil penyelidikan
epidemiologi dan/atau pengujian laboratorium
a. Rumah
b. Area/wilayah
c. Rumah sakit
d. Pembatasan sosial berskala besar

 Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) UU No. 1 dan UU No. 2 Tahun 1962 Tentang Karantina Laut dan
Karantina Udara, Penyakit Karantina ada 6 Jenis Penyakit.

 Jenis-jenis Penyakit Karantina (6 Penyakit)

1. Pes (Plague); MI : 6 hari; (ICD-9: 020, ICD-10: A 20)

2. Kolera (Cholera); MI 5 hari (ICD - 9 : 001, ICD - 10: A 00)

3. Demam kuning (Yellow fever); MI : 6 hari (ICD-9:O6O, ICD-10: A 95)

4. Cacar (smallpox); MI : 14 hari (ICD-9: 050, ICD-10: B03)

5. Tifus bercak wabahi - Typhus exanthematicus infectiosa (Louse borne typhus); MI: 14
hari

6. Demam balik-balik (Louse borne Relapsing fever); MI : 8 hari

 Yang disebut usaha karantina ialah tindakan-tindakan untuk mencegah penjalaran sesuatu
penyakit yang dibawa oleh seorang yang baru masuk wilayah Indonesia dengan alat-alat
pengangkutan Darat, Laut dan Udara. (Penjelasan UU No. 1 dan UU No. 2)

A. Penyakit Pes
 Penyebab : Bakteri Yersinia pestis
 Gejala Klinis :
 Gejala Umum : Demam
 Gejala Khusus :
 Bubonic plague (pembesaran kelenjar getah bening atau pes kelenjar) paling
sering di daerah selangkang/inguinal, paling jarang terjadi di daerah ketiak.
 Pnemonial plague/pes paru (batuk dengan dahak cair berbercak darah, sesak
pernafasan melemah, krepitasi di basal paru, gagal nafas, efusi pleura,
mediastinitis)
 Meningeal plague, septikemia plague, DIC (Disseminated intravascular
coagulation (DIC), also known as consumptive coagulopathy, is a problem of
coagulation (blood clotting) that happens in response to a variety of diseases)

 Masa Inkubasi : 1 - 7 hari

 Cara Penularan :

 Gigitan kutu tikus (Xenopsylla Chepsis), gigitan atau cakaran kucing,

 Gigitan pinjal Pulex Iritans

 Gigitan kutu manusia

 Secara droplet dari penderita pes paru

 Secara aerosol pada bioterorism

 Penatalaksanaan Suspect

 Isolasi

 Desinfeksi serentak

 Karantina

 Isolasi :

 bersihkan penderita, pakaian dan barang2 dari pinjal dengan insektisida kutu

 Rujuk ke RS

 Lakukan kewaspadaan standar terhadap drainage, sekret penderita dan kemungkinan


penyebaran lewat udara sampai 48 jam setelah terapi efektif selesai

 Desinfeksi serentak :

 terhadap dahak dan sekresi purulen, serta alat-alat tercemar.

 Karantina :

 kemoprofilaksis dan pengawasan ketat selama 7 hari terhadap orang yang serumah dan
kontak langsung dengan pes paru

 Kemoprofilaksis : Tetrasiklin (15-30mg/kgBB) atau Kloramphenicol (30mg/kgBB/hari)


selama 1 minggu setelah paparan selesai

 Pengobatan spesifik sebagai pilihan utama : Streptomycin 30mg/kgBB/hr /2 dosis


 Pengobatan alternatif : Tetracyclin 4 x 250-500mg dan kloramphenicol
25mg/kgBB/hr/4dosis terutama pada Meningitis pes

 Investigasi Kontak : semua orang yang kontak langsung dengan penderita pes paru

 Investigasi sumber infeksi : binatang pengerat yang sakit atau mati beserta kutunya.

B. Penyakit yellow fever


 Etiologi : Flavivirus
 Cara Penularan :
 Siklus penularan di hutan reservoarnya adalah primata dan nyamuk Haemogogus.
 Siklus penularan di kota adalah manusia dan nyamuk Aedes aegypty.
 Masa inkubasi : 3 hingga 6 hari.
 Gejala Klinis :
Merupakan infeksi virus akut dengan durasi pendek dan mortalitas yang bervariasi.
1. Stadium Awal : Demam mendadak, menggigil, sefalgia, mialgia dan nyeri punggung,
mual dan muntah. Denyut nadi lemah dan pelan walau suhu meningkat. (Faget sign).
Kadang – kadang disertai ikterus sedang, albuminuria dan anuria. Lekopeni terlihat jelas
pada hari kelima. Kebanyakan infeksi membaik pada stadium ini. Setelah remisi singkat
selama beberapa jam hingga satu hari, beberapa kasus berkembang menjadi stadium
intoksikasi.
2. Stadium Intoksikasi : Gejala perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, muntah
darah hitam dan berak darah hitam. Disertai gagal ginjal dan hati. 20% - 50% kasus
ikterus berakibat fatal. Mortalitas di daerah endemis pada penduduk asli adalah 5% dan
meningkat menjadi 20%-40% pada wabah tertentu.
 Terapi : Tidak ada terapi spesifik
 Cara Pemberantasan :
 Pencegahan : Imunisasi aktif bagi semua orang (bayi 9 bulan ke atas) yang oleh karena
tempat tinggal, pekerjaan dan perjalanan berisiko terpajan infeksi. Antibodi terbentuk 7-
10 hari setelah imunisasi.
 Pengawasan penderita :
 Isolasi : kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan tubuh paling sedikit
sampai 5 hari setelah sakit, penderita dihindari dari gigitan nyamuk
 Desinfeksi serentak : tidak dilakukan desinfeksi. Rumah penderita dan
sekitarnya disemprot dengan insektisida efektif.
 Imunisasi : bagi mereka yang kontak dengan penderita sebelumnya.
 Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi di semua tempat yang
dikunjungi penderita 3 – 6 hari sebelum mereka sakit.
 Perjalanan International :
Mereka yang datang dari daerah endemis Afrika dan Amerika Selatan diwajibkan
memiliki sertifikat vaksinasi yang masih berlaku, bila belum diimunisasi, perlu dilakukan
selama 6 hari sebelum diijinkan melanjutkan perjalanannya. Demikian juga mereka yang akan
berkunjung ke daerah endemis perlu diberikan imunisasi sebelumnya. (International Certificate
of Vaccination (ICV) untuk demam kuning berlaku mulai 10 hari sampai 10 tahun setelah
imunisasi. )
2. Penyakit global
 Istilah penyakit global merujuk kepada penyakit yang terjadi akibat adanya sebaran
kuman pathogen baik dari hewan atau manusia yang tingkat kejadiannya meliputi
beberapa Negara baik Negara berkembang maupun Negara maju.
 Pemahaman umum tentang penyakit global berkaitan dengan penyakit infeksi yang
menular baik lewat udara, air,kontak langsung, atau melalui vector.
 Kejadian bersifat global dan menjadi ancaman terhadap kesehatan global.
 Penyakit global merupakan penyakit yang berpotensi untuk menyebar melewati batas
suatu Negara.
 Perlu adanya keterlibatan dari semua pihak dalam rangka mengatasi wabah yang terjadi
serta mengurangi resiko yang terjadi akibat penyakit global.

Factor factor yang bisa menyebabkan

 Kemudahan dalam sistem transportasi.


 Konflik dan bencana yang terjadi menyebabkan terjadinya mobilisasi penduduk dari
suatu wilayah ke wilayah lain.
 Peningkatan suhu dan perubahan iklim dunia.
 Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti à penyebaran yang tidak merata à
permasalahan yang berhubungan dengan kepadatanpenduduk
 Perubahan lingkungan à Migrasi pada penyakit vector dari suatu daerah ke daerah yang
lain.
 Menigkatnya kontak langsung antara manusia dan binatang yang menjadi penyebab
terjadinya penyakit.
 Mutasi dari berbagai jenis mikroba penyebab penyakit infeksi
 Terjadi peningkatan urbanisasi di suatu negara

Pada tahun 2008, terdapat 57 juta kematian secara global, dimana sebagian besar diantaranya
(63,2%) disebabkan oleh PTM (sekitar 36 juta kematian) dan sebagian besar kematian akibat PTM terjadi
pada golongan lanjut usia (sekitar 9 juta kematian). Penyebab utama kematian secara global adalah karena
penyakit kardiovaskular (stroke dan penyakit jantung), kanker, diabetes dan penyakit paru kronis.

Pada bulan September 2011 di New York, dilakukan pertemuan tingkat tinggi di Perserikatan
Bangsa Bangsa untuk membahasa pencegahan dan kontrol PTM. Pertemuan ini merupakan pertemuan
tingkat tinggi kedua oleh Majelis Umum PBB untuk membahas masalah kesehatan. Pertemuan pertama
membahas mengenai AIDS. Pertemuan tersebut dilakukan untuk membahas agenda internasional dalam
bentuk dokumen global bagi pencegahan dan kontrol PTM.

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data WHO
menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau
hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan
usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh
kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM,
sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada
orang-orang berusia kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%),
diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang lain
bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan diabetes.

Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM)
diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negaranegara
menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit
tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari
38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau
penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030.4
Pada negara-negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari tahun
hidup yang hilang dan disability (Disability adjusted life years=DALYs) dan hampir lima kali dari
kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah nutrisi.

3. Penyakit berbasis lingkungan


Penyakit adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi dan /atau morfologi suatu
organ dan/atau jar tubuh. (Achmadi’05). Lingkungan adalah segala sesuatu yg ada disekitarnya
(benda hidup, mati, nyata, abstrak) serta suasana yg terbentuk karena terjadi interaksi antara
elemen-elemen di alam tersebut. (Sumirat’96). Penyakit Berbasis Lingkungan adalah suatu
kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh
interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit.

Situasi di Indonesia
Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. ISPA dan
diare yang merupakan penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakt di
hampir seluruh Puskesmas di Indonesia. Menurut Profil Ditjen PP&PL thn 2006, 22,30%
kematian bayi di Indonesia akibat pneumonia. sedangkan morbiditas penyakit diare dari tahun
ketahun kian meningkat dimana pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk, lalu meningkat
menjadi 301 per 1000 penduduk pada tahun 2000 dan 347 per 1000 penduduk pada tahun 2003.
Pada tahun 2006 angka tersebut kembali meningkat menjadi 423 per 1000 penduduk.
Menurut Pedoman Arah Kebijakan Program Kesehatan Lingkungan Pada Tahun 2008
menyatakan bahwa Indonesia masih memiliki penyakit menular yang berbasis lingkungan yang
masih menonjol seperti DBD, TB paru, malaria, diare, infeksi saluran pernafasan, HIV/AIDS,
Filariasis, Cacingan, Penyakit Kulit, Keracunan dan Keluhan akibat Lingkungan Kerja yang
buruk.. Pada tahun 2006, sekitar 55 kasus yang terkonfirmasi dan 45 meninggal (CFR 81,8%),
sedangkan tahun 2007 - 12 Februari dinyatakan 9 kasus yang terkonfirmasi dan diantaranya 6
meninggal (CFR 66,7%). Adapun hal - hal yang masih dijadikan tantangan yang perlu ditangani
lebih baik oleh pemerintah yaitu terutama dalam hal survailans, penanganan pasien/penderita,
penyediaan obat, sarana dan prasarana rumah sakit.
Jenis penyakit berbasis lingkungan yang pertama disebabkan oleh virus seperti ISPA,
TBC paru, Diare, Polio, Campak, dan Kecacingan; yang kedua disebabkan oleh binatang seperti
Flu burung, Pes, Anthrax ; dan yang ketiga disebabkan oleh vektor nyamuk diantanya DBD,
Chikungunya dan Malaria.Penyakit berbasis lingkungan masih menjadi permasalahan untuk
Indonesia, menurut hasil survei mortalitas Subdit ISPA pada tahu 2005 di 10 provinsi diketahui
bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi (22,3%) dan pada balita
(23,6%). Diare, juga menjadi persoalan tersendiri dimana di tahun 2009 terjadi KLB diare di 38
lokasi yang tersebar pada 22 Kabupaten/kota dan 14 provinsi dengan angka kematian akibat diare
(CFR) saat KLB 1,74%. Pada tahun 2007 angka kematian akibat TBC paru adalah 250 orang per
hari. Prevalensi kecacingan pada anak SD di kabupaten terpilih pada tahun 2009 sebesar 22,6%.
Angka kesakitan DBD pada tahun 2009 sebesar 67/100.000 penduduk dengan angka kematian
0,9%. Kejadian chikungunya pada tahun 2009 dilaporkan sebanyak 83.533 kasus tanpa kematian.
Jumlah kasus flu burung di tahun 2009 di indonesia sejumlah 21, menurun dibanding tahun 2008
sebanyak 24 kasus namun angka kematiannya meningkat menjadi 90,48%

Faktor yang menunjang munculnya penyakit berbasis lingkungan antara lain :

1. Ketersediaan dan akses terhadap air yang aman


Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya air dimana ketersediaan
air mencapai 15.500 meter kubik per kapita per tahun, jauh di atas ketersediaan air rata-
rata di dunia yang hanya 8.000 meter kubik per tahun.Namun demikian, Indonesia masih
saja mengalami persoalan air bersih. Sekitar 119 juta rakyat Indonesia belum memiliki
akses terhadap air bersih, sebagian besar yang memiliki akses mendapatkan air bersih
dari penyalur air, usaha air secara komunitas serta sumur air dalam. Dari data Bappenas
disebutkan bahwa pada tahun 2009 proporsi penduduk dengan akses air minum yang
aman adalah 47,63%. Sumber air minum yang disebut layak meliputi air ledeng, kran
umum, sumur bor atau pompa, sumur terlindung , mata air terlindung dan air hujan.
Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan
sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai 6 kelompok usia rentan. WHO
memperkirakan pada tahun 2005, sebanyak 1,6 juta balita (ratarata 4500 setiap tahun)
meninggal akibat air yang tidak aman dan kurangnya higienitas.
2. Akses sanitasi dasar yang layak Kepemilikan dan penggunaan fasilitas tempat buang air
besar merupakan salah satu isu penting dalam menentukan kualitas sanitasi. Namun pada
kenyataannya dari data Susenas 2009, menunjukkan hampir 49% rakyat Indonesia belum
memiliki akses jamban. Ini berarti ada lebih dari 100 juta rakyat Indonesia yang BAB
sembarangan dan menggunakan jamban yang tak berkualitas. Angka ini jelas menjadi
faktor besar yang mengakibatkan masih tingginya kejadian diare utamanya pada bayi dan
balita di Indonesia.
3. Penanganan sampah dan limbah Tahun 2010 diperkirakan sampah di Indonesia mencapai
200.000 ton per hari yang berarti 73 juta ton per tahun. Pengelolaan sampah yang belum
tertata akan menimbulkan banyak gangguan baik dari segi estetika berupa onggokan dan
serakan sampah, pencemaran lingkungan udara, tanah dan air, potensi pelepasan gas
metan (CH4) yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global, pendangkalan
sungai yang berujung pada terjadinya banjir serta gangguan kesehatan seperti diare,
kolera, tifus penyakit kulit, kecacingan, atau keracunan akibat mengkonsumsi makanan
(daging/ikan/tumbuhan) yang tercemar zat beracun dari sampah.
4. Vektor penyakit Vektor penyakit semakin sulit diberantas, hal ini dikarenakan vektor
penyakit telah beradaptasi sedemikian rupa terhadap kondisi lingkungan, sehingga
kemampuan bertahan hidup mereka pun semakin tinggi. Hal ini didukung faktor lain
yang membuat perkembangbiakan vektor semakin pesat antara lain : perubahan
lingkungan fisik seperti pertambangan, industri dan pembangunan perumahan; sistem
penyediaan air bersih dengan perpipaan yang belum menjangkau seluruh penduduk
sehingga masih diperlukan container untuk penyediaan air; sistem drainase permukiman
dan perkotaan yang tidak memenuhi syarat; sistem pengelolaan sampah yang belum
memenuhi syarat, penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dalam pengendalian vektor;
pemanasan global yang meningkatkan kelembaban udara lebih dari 60% dan merupakan
keadaan dan tempat hidup yang ideal untuk perkembang-biakan vektor penyakit.
5. Perilaku masyarakat Perilaku Hidup Bersih san Sehat belum banyak diterapkan
masyarakat, menurut studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006,
perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (1) setelah buang air besar 12%, (2)
setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3) sebelum makan 14%, (4) sebelum
memberi makan bayi 7%, dan (5) sebelum menyiapkan makanan 6 %. Studi BHS lainnya
terhadapperilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20 % merebus air
untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 % dari air tersebut masih mengandung
Eschericia coli.Menurut studi Indonesia Sanitation Sector Development Program
(ISSDP) tahun 2006 terdapat 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke
sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya penyakit berbasis
lingkungan, diantaranya :

1. Penyehatan Sumber Air Bersih (SAB), yang dapat dilakukan melalui Surveilans kualitas
air, Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih, Pemeriksaan kualitas air, dan Pembinaan
kelompok pemakai air.
2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman dengan melakukan pemantauan jamban keluarga
(Jaga), saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS),
penyehatan Tempat-tempat Umum (TTU) meliputi hotel dan tempat penginapan lain,
pasar, kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum,
salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya.
3. Dilakukan upaya pembinaan institusi Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana
pendidikan, dan perkantoran.
4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM) yang bertujuan untuk melakukan
pembinaan teknis dan pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan dan minuman,
kesiap-siagaan dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit
bawaan makanan.
5. Pemantauan Jentik Nyamuk dapat dilakukan seluruh pemilik rumah bersama kader juru
pengamatan jentik (jumantik), petugas sanitasi puskesmas, melakukan pemeriksaan
terhadap tempat-tempat yang mungkin menjadi perindukan nyamuk dan tumbuhnya
jentik

4. Penyakit tropis
Penyakit Tropis adalah penyakit yang lazim terjadi di daerah tropis dan subtropis.
Istilah ini juga sering mengacu pada penyakit yang berkembang di wilayah panas
berkondisi lembab, seperti malaria, demam berdarah dan kusta.
SIFAT PENYEBAB PENYAKIT TROPIS

Kemajuan penguasaan bioteknologi dan biologi molekuler telah memberikan


harapan untuk mengatasi masalah penyakit-penyakit tropis. Demikian dikemukakan pakar
kesehatan dari UGM, Prof Dr Supargiyono di Yogyakarta, seperti dilansir dari Antara.
Supargiyono mengingatkan, beberapa penyakit tropis seperti demam berdarah, hepatitis, malaria
dan TBC masih menjadi masalah kesehatan yang utama.

Penyebabnya adalah lingkungan fisik, kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan


perubahan biologis dari vektor penyakit. Penyakit tropis erat kaitannya dengan kesehatan
lingkungan yang sering tidak diperhitungkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

MODEL PENYAKIT TROPIS

1. Penyakit infeksi oleh bakteri

Bakteri mengandung informasi genetik dan banyak peralatan yang


diperlukan untuk menghasilkan energi dan bereplikasi secara independen. Beberapa
bakteri, namun hanya dapat mereproduksi
ketika tumbuh di dalam sel, dari mana mereka
berasal nutrisi yang dibutuhkan. Beberapa
penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
diantaranya pertusis, tetanus, tuberculosa,
typhoid, dan pest.

A. TBC (Tuberculosis), Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis & M.


Bovis. Ditularkan lewat udara saat pasien batuk atau percikan ludah.
B. Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium
diphteriae yang berasal dari membrane mukosa hidung dan nasofaring, kulit dan
lesi lain dari orang yang terinfeksi
Pencegahan:

 Bayi = imunisasi DPT (difteria, pertusis dan tetanus)

 Anak usia SD = vaksin DT (difteria, tetanus)

C. Pertusis merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut = batuk rejan (anak,)
Penyebabnya adalah Bordetella pertussis (haemophilus pertussis), Penularan
melalui droplet Pencegahan : imunisasi
D. Tetanus Neonatorum merupakan penyakit kekakuan otot (spasme) yang
disebabkan oleh eksotoksin dari Clostridium tetani Penularan melalui luka dalam
akibat kecelakaan, tertusuk, operasi, karies gigi, radang telinga tengah, dan
pemotongan tali pusat. Pencegahan:
 Imunisasi aktif dengan toksoid
 Perawatan luka (dengan hidrogen peroksida)
 Persalinan yang bersih

E. Demam Tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Penularan melalui air dan makanan. Pencegahan: kebersihan
makanan dan minuman, sanitasi lingkungan.

2. Penyakit infeksi oleh virus

Virus adalah agen menular yang umumnya hanya terdiri dari materi genetik
ditutupi oleh shell protein. Mereka hanya meniru dalam sel, yang menyediakan mesin
sintetis yang diperlukan untuk menghasilkan partikel virus baru. Beberapa penyakit yang
disebabkan oleh virus diantaranya parotitis, campak, hepatitis B, HIV, dan flu burung.

a. Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue dari


kelompok Arbovirus B yang disebarluaskan oleh artropoda. Vektor utama
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

Pencegahan:

a . Pembersihan jentik
- program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

- larvasidasi

- menggunakan ikan (ikan kepala timah, capung, sepat)

b. Pencegahan gigitan nyamuk

- menggunakan kelambu

- menggunakan obat nyamuk

penyemprotan

b. CHIKUNGUNYA merupakan penyakit yang mirip dengan demam dengue


yang disebabkan oleh virus chikungunya dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes africanus.
c. Campak. Indonesia, angka kesakitan tercatat 30.000 kasus per tahun.
Penyebabnya virus campak (Morbillivirus). Penularan melalui droplet di
udara oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4
hari sesudah ruam
d. Hepatitis adalah penyakit radang hati yang disebabkan oleh virus hepatitis
(Picornavirus) Ditularkan melalui makanan-minuman yang terinfeksi,
hubungan seksual.

5. Penyakit akibat agen kimia


-AGENT : SESUATU YANG DAPAT MENIMBULKAN EFEK (DORLAND) 
-AGENT KIMIA : ZAT-ZAT KIMIA (ORGANIK / ANORGANIK ) YANG BERADA
--DI LINGKUNGAN YANG DAPAT MEMBERIKAN EFEK PADA MANUSIA. 
-EUGENIK MENGUNTUNGKAN 
-DISGENIK MERUGIKAN

A. Lingkungan udara
  AGEN KIMIA YANG PALING BANYAK :
o KARBON MONOXIDA (CO)
o SULFUR DIOXIDA (SO2)
o NITROGEN OXIDA (NO)
o HIDROKARBON (CH2O)
 PENGARUH PADA :SISTEM PERNAPASAN, KULIT, SELAPUT LENDIR DAN
SISTEMIK (MELALUI PEMB.DARAH)

- KARBON MONOXIDA (CO)


 SIFAT : GAS, TIDAK BERWARNA DAN TIDAK BERBAU SUMBER :
PEMBAKARAN YANG TIDAK SEMPURNA (80% KENDERAAN BERMOTOR) 
 EFEK : HbO2 + CO= HbCO + O2 
 AFINITAS CO TERHADAP Hb = 210 X AFINITAS O2 TERHADAP Hb 
 PUSING, DISORIENTASI, GANGGUAN SSP, PARU, JANTUNG, PINGSAN (250
ppm) DAN DAPAT MENINGGAL (750 ppm) 

- SULFUR DIOXIDA (SO2)


 SIFAT : GAS TIDAK BERWANA, IRITAN KUAT DAPAT MENJADI – SO3
DAN H2SO4 
 SUMBER : GUNUNG BERAPI, PEMBUSUKAN, BATUBARA DAN
BUANGAN INDUSTRI. 
 EFEK : IRITASI KUAT TERHADAP KULIT DAN SELAPUT LENDIR -
SPASME OTOT POLOS BRONCHIOLI, PRODUKSI LENDIR DAN
PERADANGAN DAN METAPLASIA SEL EPITEL 

- NITROGEN OXIDA (NO)


 SIFAT : GAS YANG BERACUN 
 SUMBER : PEMBAKARAN DAN KENDERAAN BEMOTOR (50%) 
 EFEK : RADANG PARU-PARU, BRONCHIOLI TIS FIBROSIS
OBLITERANS DAN MENINGGAL (500 ppm). GUDANG TERNAK (SILO)
AKUMULASI NO2 : “SILO FILLER’S DISEASE” 

- HIDROKARBON (CH2O)
 SIFAT : GAS BERACUN DAN KARSINOGENIK DEKOMPOSISI ANAEROB
OLEH BAKTERI : 2CH2O CO2 + CH4 (METAN) 
 SUMBER : KENDERAAN BERMOTOR, TANAMAN 
 EFEK : TERGANTUNG REAKSI FOTOKIMIANYA ( PEROKSI ASETIL
NITRAT = PAN, KETON DAN ALDEHIDA) RESIKO MENIMBULKAN
KANKER TINGGI 
B. Lingkungan air
 AGENT KIMIA YANG PALING SERING :
o AIR RAKSA (Hg)
 SIFAT : METAL, MENGUAP PADA TEMP.KAMAR RACUN SISTEMIK
(HATI, GINJAL, LIMPA, TULANG) 
 SUMBER : INDUSTRI (AMALGAM, PERHIASAN)
 EFEK : GEJALA SSP (TREMOR, PIKUN,INSOMNIA), STOMATITIS,
GINGIVITIS DAN ULCER ) CACAT BAWAAN : MINAMATA DAN
NIIGATA MENINGGAL

o CADMIUM (Cd)
 SIFAT : METAL, KRISTAL PUTIH KEPERAKAN,LUNAK 
 SUMBER : INDUSTRI, PESTISIDA 
 EFEK : PADA HATI, GINJAL, PARU-PARU,TULANG OTOT POLOS,
HIPERTENSI, SAKIT PINGGANG SAMPAI PERLUNAKAN TULANG,
KEMATIAN KARENA GAGAL JANTUNG. 

o COBALT (Co)
 SIFAT : METAL, WARNA BIRU CERAH,TAHAN OKSIDASI DAN
MAGNETIK YANG BAIK 
 SUMBER : PABRIK ELEKTRONIK, BIR 
 EFEK : GONDOK, POLISITEMIA (BERSAMA VIT.B12), HIPERTENSI
KEMATIAN KARENA GAGAL JANTUNG KASUS 
 DI CANADA : SESAK NAPAS, BATUK, EDEMA,KELESUAN, SHOCK DAN
MENINGGAL 

o ARSEN (As)
 SIFAT : METAL, MUDAH PATAH, WARNA KEPERAKAN DAN SANGAT
TOKSIS 
 SUMBER : ALAM, PABRIK. 
 EFEK : AKUT MUNTABER (DARAH), KOMA DAN KEMATIAN KRONIS
ANOREKSIA, KOLIK, IKTERUS, GINJAL, KANKER KULIT, ALERGI DAN
CACAT BAWAAN 

Pencegahan
 Mendukung dan mempromosikan efisiensi dalam penggunaan energi
 Menggunakan bahan bakar rendah sulfur
 Melakukan daur ulang dlm proses industri untuk mengurangi timbunan sampah yang
berbahaya shg mengurangi biaya pembuangan
 Mengurangi biaya pengemasan yg perlu pd produk shg dpt menurunkan biaya
pengemasan yg sebenarnya tdk perlu
 Mengembangkan teknologi alternatif untuk produksi guna meminimalkan sampag padat,
cair dan gas
 Meminimalkan penggunaan pestisida dg melakukan praktik pertanian yg baik dan
manajemen hama terpadu
 Mempromosikan sistem transportasi yg adekuat untuk mengurangi penggunaan mobil
secara perseorangan
 Peraturan perundang2an untuk memberikan intensif yg bermakna guna memenuhi tujuan
diatas 
 Mencegah impor zat kimia berbahaya yg dinegara pengekspornya sendiri sdh dilarang atau
dibatasi pemakaiannya.

Anda mungkin juga menyukai