NPM: 2101018009
Tugas Essay Pendidikan Anti Korupsi
2. Pemberian Penghargaan
Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999,
pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah
berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak
pidana korupsi (Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan
Instansi KPK, 2006: 149). Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2000, setiap orang, organisasi masyarakat, atau lembaga swadaya
masyarakat yang telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau
pemberantasan tindak pidana korupsi berhak mendapat penghargaan.
Penghargaan tersebut berupa premi atau piagam. Dalam pasal 9 Peraturan
Pemerintah tersebut, besar premi ditetapkan paling banyak sebesar dua permil
dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan. Premi diberikan kepada
pelapor setelah putusan pengadilan yang memidana terdakwa memperoleh
kekuatan hukum tetap. Penyerahan premi dilakukan oleh Jaksa Agung atau
pejabat yang ditunjuk. Sementara itu, piagam diberikan kepada pelapor setelah
perkara dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (pasal 10).
Penyerahan piagam tersebut dilakukan oleh penegak hukum atau KPK.
Pemberian penghargaan kepada masyarakat yang berjasa baik dalam kegiatan
penindakan maupun pencegahan, tentu saja tidak terbatas pada apa yang telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut di atas. KPK bisa mengembangkan
1.001 cara untuk mendorong masyarakat agar membantu pemerintah dan KPK
dalam memberantas korupsi. Misalnya dengan memberikan penghargaan melalui
ajang KPK Award. Kategori penghargaan dapat bervariasi, misalnya kategori
anggota Dewan terbersih, menteri terbersih, gubernur terbersih, bupati atau wali
kota terbersih, guru terjujur, dosen terjujur, pengusaha terjujur, LSM antikorupsi
tergiat, pokja antikorupsi perguruan tinggi tergiat, dan sebagainya. Dengan
pemberian penghargaan tersebut, akan mendorong mereka yang bekerja tanpa
pamrih tersebut untuk berbuat lebih baik dan lebih banyak lagi kepada nusa,
bangsa, dan negara. Yang paling penting pula adalah sel-sel antikorupsi tetap
hidup dan bermutasi lebih banyak lagi menyebarkan virus antikorupsi di semua
lapisan masyarakat.
2) Hoegeng
Gus Dur pernah berkata, "Hanya ada tiga polisi yang tidak bisa disuap,
yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng." Kalimat tersebut diutarakan Gus
Dur lantaran Hoegeng memang merupakan ikon polisi jujur dan antisuap. Sepak
terjangnya sebagai seorang polisi yang amanah memang patut ditiru.
Ketika menjabat sebagai Menteri/Sekretaris Presidium Kabinet, Hoegeng
seharusnya mendapat mobil dinas dan mobil keluarga. Ia menolak satu mobil,
yaitu mobil keluarga. "Hoegeng mau simpan di mana lagi, Mas Dharto? Hoegeng
tak punya garasi lagi," katanya kepada sekretarisnya dalam Hoegeng, Polisi dan
Menteri Teladan (2014). Namun karena sudah ketentuan, mobil tersebut akhirnya
diterima. Akan tetapi, mobil tersebut disimpan di rumah sekretarisnya dan hanya
akan dipakai ketika perlu saja.
Selain itu, Hoegeng juga pernah menerima hadiah mobil dari perusahaan
Dasaad Musin Concern yang memegang lisensi beberapa mobil merek Eropa dan
Jepang. Namun, oleh Hoegeng surat pemberitahuan hadiah tersebut tak ditanggapi
dan malah diberikan kepada seorang teman.
Selain mobil, Hoegeng juga pernah menolak hadiah dua motor. Oleh
Hoegeng, kedua motor tersebut langsung dikembalilan pada hari kedatangan. Ia
memang tak pernah mau menerima hadiah-hadiah yang tidak jelas juntrungannya.
Ketika menjadi Kapolri, pemilik rumah yang disewa Hoegeng tidak mau dibayar.
Ia akhirnya harus membayarnya lewat wesel. Hoegeng memang sangat
menghindari politik balas budi meski dalam bentuk yang paling sederhana.
Hoegeng berpesan mengenai cara memberantas korupsi yang menurutnya
efektif. "Kalau mau menghilangkan korupsi di negara ini, sebenarnya gampang.
Ibaratnya, kalau kita harus dimulai dari atas ke bawah. Membersihkan korupsi
juga demikian. Harus dimulai dengan cara membersihkan korupsi di tingkat atas
atau pejabatnya lebih dulu, lalu ke turun badan atau level pejabat eselonnya dan
akhirnya ke kaki hingga telapak atau ke pengawal bawah," kata Hoegeng kepada
anaknya Didit Hoegeng.
3) Baharuddin Lopa
Baharuddin Lopa adalah sosok lain dalam ikon antikorupsi di Indonesia.
Namanya santer disebut sebagai Jaksa Agung yang tegas dan tak pandang bulu
dalam penegakan hukum. Lopa juga sangat galak terhadap setiap tindak tanduk
yang menjurus ke korupsi. Lopa adalah Jaksa Agung Republik Indonesia pada 6
Juni 2001 hingga meninggal dunia pada 3 Juli 2001.
Pernah suatu ketika, Lopa ingin membeli mobil pribadi karena tidak mau
menggunakan mobil dinas untuk kegiatan keseharian. Lopa menghubungi Jusuf
Kalla yang merupakan pengusaha otomotif dan menginginkan sedan yang paling
murah. Kalla pun membohongi Lopa dengan menawarkan Corolla seharga Rp 5
juta. Padahal harga sesungguhnya Rp 27 juta. Karena tidak mau membeli dengan
harga teman tersebut, Lopa akhirnya membayar mobil tersebut dengan harga asli.
Mobil tersebut lunas setelah dicicil selama tiga tahun. "Ya... boleh terima mobil
darimu karena memang tidak ada urusan apa pun. Tapi, suatu saat kau atau
temanmu punya urusan kemudian datang dan minta tolong. Saya tidak tegak lagi
karena telah tersandera oleh pemberianmu waktu itu," ungkap Lopa kepada Kalla
di kemudian hari.
Baharuddin Lopa sangat anti terhadap suap. Lopa sering menerima parsel
ketika hari raya, tapi semua parsel yang dikirim ke rumahnya selalu dikembalikan.
Suatu kali, anak-anak Lopa mengambil cokelat dalam parsel dan menutup kembali
bungkus parsel tersebut. Namun hal ini ternyata diketahui oleh Lopa. "Jadi parsel
itu mereka buka diambil cokelatnya, kemudian saya cari bungkus cokelat itu di
toko, kemasannya apa, mereknya apa harus sama, saya masukkan kembali dan
saya bungkus kembali parsel itu lalu saya kembalikan," kata Lopa bercerita
kepada seorang sahabatnya.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad menganggap Lopa adalah sosok
yang sangat bersahaja dan sederhana. Sebagai seorang pejabat, Lopa pun tidak
memiliki harta melimpah sampai akhir hidupnya.