Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGI

STAGE III NEUROTIK


(KASUS I)

Disusun untuk memenuhi tugas persyaratan


Mata kuliah Stage III Majoring Psikologi Klinis

Disusun oleh :

Nama Mahasiswa : Tekstidinegari Thaufik


NPM : 21050119019
Pembimbing : Dr. Hedi Wahyudi, M.Psi., Psikolog
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGIS
Tujuan pemeriksaan : Mendeskripsikan masalah klien berdasarkan predisposisi kepribadiannya
dan melakukan intervensi untuk mengatasi masalah tersebut.
Kasus :1
Tanggal pemeriksaan : 31 Maret, 8 April, 28 April, 17 Mei, dan 25 Juni 2021
Tempat pemeriksaan : Gedung Pascasarjana UNISBA dan online melalui media Zoom
Pemeriksa : Tekstidinegari Thaufik
NPM : 21050119019
Pembimbing : Dr. Hedi Wahyudi, M.Psi., Psikolog

I. IDENTITAS
I.1. Identitas Klien
Nama : DAA
Jenis kelamin : P
Tempat dan tanggal lahir : Bandung, 29 Oktober 1993
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan : S1 Administrasi Bisnis
Alamat : Jl GS I no 6
I.2. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : ES
Usia Ayah : 66 tahun
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : sudah tidak bekerja (sebelumnya bekerja di sebuah kantor
di bagian akuntansi)
Alamat : Jl GS I no 6

Nama Ibu : SER


Usia Ibu : 55 tahun
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl GS I no 6

I.3. Susunan dalam Keluarga


Anak ke : 4 dari 4 bersaudara
L/P Usia Pendidikan Keterangan
1. L 42 SMA Wirausaha
2. L 40 SMA Swasta
3. P 32 SMA Ibu Rumah Tangga
(alm.)
4. S 28 S1 Ibu Rumah Tangga

II. STATUS PRAESENS


Status Fisik :
S memiliki tinggi badan kurang lebih 160 cm dengan berat badan sekitar 45 kg. Pada
saat bertemu pertama dengan pemeriksa, ia memakai baju berwarna ungu tua, rok berwarna
hitam, serta kerudung berwarna ungu muda yang terjulur lebar dan menutupi dada. Ia juga
mengenakan sepatu sandal berwarna hitam yang terlihat cukup modis dan kaus kaki
berwarna ungu muda. Ia juga tampak mengenakan riasan wajah yang sederhana, seperti
bedak dan lipstick berwarna pink muda. S terkesan cukup memperhatikan penampilan
dirinya.

Status Psikis :
Ketika S tiba di gedung pascasarjana, pemeriksa masih berada di luar gedung dan
meminta S untuk menunggu sebentar di ruang tunggu lantai 1. Namun, S mengatakan ia
takut untuk masuk duluan ke gedung dan lebih memilih menunggu pemeriksa di jalan
depan gedung. Saat pemeriksa mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri, ia
menjabat tangan pemeriksa dengan cukup kuat sambil tersenyum dan menyebutkan
namanya. Selama berjalan menuju ruangan, S cukup aktif bertanya kepada pemeriksa
mengenai gedung pascasarjana dan perkuliahan yang dijalani pemeriksa. Kesan pertama
pemeriksa terhadap S adalah ia terlihat tegang saat pertama kali datang ke tempat baru
seorang diri, namun ketika sudah bersama orang lain ia tampak ramah, sopan, mudah akrab
dan mudah menyesuaikan dirinya.
III. KELUHAN
Setelah perceraian yang dalaminya pada akhir tahun 2019 sampai saat ini, S
mengalami kehilangan semangat menjalani hidup dan rasa sedih terus menerus setiap kali
ia teringat atau melihat sesuatu yang mengingatkan kenangan ketika ia masih menikah. Ia
juga merasa dirinya adalah seorang ibu yang gagal, tidak berharga dan tidak ada orang
yang mencintai dirinya, terutama setelah ia kembali ke rumah orangtuanya dan mereka
menyalahkan S akan perceraiannya dan kondisi anak S yang berkebutuhan khusus. Tidak
hanya kedua orangtuanya, mantan suami S pun seringkali menyalahkan S atas
keterlambatan perkembangan anak mereka. Saat ini S tinggal bersama anaknya dan kedua
orangtuanya, dengan kondisi kedua orangtua selalu bertengkar dan melampiaskan emosi
mereka kepada S dan anaknya dengan cara membentak atau memukul. Hal ini membuat S
merasa semakin tidak betah dan tidak aman di rumah. Ketika berada di rumah, S
mengalami gejala fisik seperti merasa sesak napas dan pusing. Selain itu, S juga
mengeluhkan dirinya yang sulit mengontrol emosinya sehingga ia melampiaskan kekesalan
kepada anaknya dengan cara memukul dan menjambak rambut anaknya. Saat ini, S juga
merasa dirinya jadi sulit berkonsentrasi dan sering bengong. Hal ini semakin terjadi secara
intens sejak awal bulan Maret 2021.

IV. RIWAYAT KELUHAN


Keluhan dirasakan oleh S sejak akhir tahun 2019, dimana saat itu ia bercerai dengan
suaminya setelah 4 tahun pernikahan. S dan anaknya yang berusia 3 tahun saat itu kembali ke
rumah orangtuanya di Bandung dan tinggal bersama mereka sampai saat ini. Kondisi
orangtua yang selalu bertengkar menjadikan S dan anaknya seringkali menjadi pelampiasan
mereka, baik secara fisik maupun verbal. S mengatakan bahwa ayahnya memang merupakan
orang yang temperamental. Seringkali ayahnya marah karena kondisi anak S yang belum
dapat berbicara dan sering menangis. Ayah S merasa kesal dan memberikan hukuman fisik
kepada anak S. Dalam kondisi tersebut, S berusaha melindungi anaknya, namun kedua
orangtua semakin menekan S dengan mengungkit perceraian S dan mengatakan bahwa hal
tersebut adalah kesalahannya. Pada akhirnya S hanya diam, menangis, dan menenangkan
anaknya. Hal ini hampir terjadi setiap hari, sehingga ada kondisi dimana S benar-benar
merasa lelah secara emosi, lalu melampiaskan kemarahan kepada anaknya dengan cara
memukul atau menjambak rambut anaknya. Namun, setelah melakukan hal tersebut S merasa
bersalah, kemudian menghukum dirinya sendiri dengan cara memukul-mukul kepalanya,
mencekik atau menggaruk lehernya, atau sengaja tidak makan seharian. Selama berada di
rumah, S juga sering mengalami sesak napas dan sakit kepala yang semakin hari semakin
intens. Sejak awal bulan April, ia mengalami gejala fisik tersebut hampir setiap hari. Ketika
mengalami gejala fisik tersebut, S biasanya meminum obat-obatan untuk meredakan rasa
sesak dan sakit kepalanya.
S mengatakan bahwa konflik antara ayah dan ibunya sudah sering terjadi sejak S
masih SMP, yang bermula dari perselingkuhan yang dilakukan oleh ayah S. Saat itu, S sering
menyaksikan ayah S memukul ibunya atau membanting-banting barang ketika mereka
bertengkar. Hal tersebut membuat S tidak betah di rumah dan lebih memilih menyibukkan
diri dengan bermain bersama teman-temannya, serta mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan
organisasi di sekolahnya. Tidak jarang S menginap di rumah temannya dan tidak pulang ke
rumahnya. Ketika SMA, S bahkan merasa lebih dekat dengan orangtua sahabatnya daripada
orangtuanya sendiri. Lebih dekat yang dimaksud oleh S adalah S lebih nyaman untuk
bercerita masalah pribadinya atau berdiskusi mengenai rencana karirnya dengan kedua
orangtua sahabatnya daripada kedua orangtuanya sendiri. Ketika lulus SMA, S memilih
bekerja sambil melanjutkan kuliahnya sehingga ia pun jarang menghabiskan waktunya di
rumah. Setelah lulus kuliah, S menikah dan tinggal bersama suaminya. Setelah setahun
tinggal di Bandung, S ikut suaminya menetap di Kalimantan sampai akhirnya mereka
bercerai pada tahun 2019.
Selain orangtua yang berulang kali menyalahkan S akan perceraiannya, mantan suami
S juga sering menyalahkan S akan perkembangan anaknya yang tidak menunjukkan
kemajuan pesat. Saat ini anak S bersekolah di sebuah TK Inklusi dan mengikuti terapi
psikologi dengan biaya yang ditanggung oleh mantan suami S. Setelah kurang lebih 4 bulan
anaknya bersekolah dan mengikuti terapi, mantan suami S tidak melihat adanya
perkembangan signifikan dari anaknya. Mantan suami S mengatakan hal tersebut karena S
tidak pernah becus mengurus anak mereka sejak dulu karena selalu mementingkan dirinya
sendiri saja. Mantan suaminya juga beberapa kali mengatakan bahwa S itu tidak bisa mandiri
dan selalu bergantung pada dirinya, padahal mungkin saja di masa yang akan datang dirinya
akan menikah lagi dengan perempuan lain. Hal ini semakin menambah tekanan yang dialami
S dimana ia semakin merasa dirinya adalah ibu yang gagal, tidak berharga, dan tidak dicintai.
Ia juga takut kehilangan mantan suaminya jika nanti ia menikah lagi dan tidak akan
membiayai hidup anaknya.

V. OBSERVASI
A. OBSERVASI UMUM
Selama pemeriksaan berlangsung, S selalu datang tepat waktu ke tempat
pemeriksaan. Setiap kali pemeriksa memberikan snack atau makanan ketika selesai
pemeriksaan, ia tidak langsung menerimanya dan selalu mengatakan “Wah bikin repot
aja, saya jadi tidak enak.” . setelah pemeriksa mengatakan bahwa ia sama sekali tidak
merepotkan, baru ia menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.
Saat mengerjakan alat tes, ia terlihat tenang dan konsentrasi bila berada di ruangan
yang kondusif, tetapi pada saat situasi di luar ruang pemeriksaan agak berisik karena
saat itu sedang ada perbaikan gedung, konsentrasinya menjadi mudah teralihkan
dengan sering melihat keluar ruangan.
S mengikuti proses pemeriksaan dengan tertib dan kooperatif. S cukup
mendengarkan instruksi dengan baik dan kadang bertanya bila tidak memahaminya.
Saat ingin ke kamar mandi, ia akan menyelesaikan tes terlebih dahulu lalu izin kepada
pemeriksa.

B. OBSERVASI KHUSUS
Pengisian RH Klinis
S terlihat cukup konsentrasi dan bertanya apabila kurang mengerti dengan
pertanyaan yang ada di RH Klinis. S juga sempat bertanya, “Apakah ini harus diisi
penuh atau tidak?” Saat pemeriksa menjelaskan terserah S, kebanyakan ia mengisi
pertanyaan dengan penuh dan panjang. Saat mengisi bagian pekerjaan, S menuliskan
“Ibu Rumah Tangga”, sambil berkata “Ibu Rumah Tangga tapi udah nggak ada rumah
tangganya nih hahaha. Nggak apa-apa tetep ditulis IRT aja?”. S menghabiskan waktu
cukup lama ketika menjawab bagian tentang Gambaran Diri Anda. Saat terlihat
kebingungan menjawab, ia beberapa kali mengatakan “Ini bener kan ya bebas diisi apa
aja? Nggak dinilai apapun?” sambil tertawa.
Anamnesa
S menceritakan dengan cukup terbuka tentang kehidupannya dan masalah yang
dialaminya. Pada saat bercerita mengenai pengalaman pernikahannya, S terlihat
menangis ketika menceritakan perlakuan ibu mertua dan kakak iparnya serta respon
yang diberikan mantan suaminya. Terkesan masih ada kemarahan-kemarahan yang S
miliki terhadap ibu mertua, kakak ipar, dan mantan suaminya. Ketika menceritakan
orangtua, S terlihat agak menekan dan menolak kemarahannya atau kekecewaannya
terhadap perlakuan orangtuanya. Misalnya, setelah S bercerita bahwa ayahnya suka
membentak ia dan anaknya, ia berkata “Hmm, tapi emang ayah orangnya
temperamental sih. Mungkin harusnya aku yang lebih ngerti ya, lebih ngawasin
Keenan (nama anaknya) juga biar nggak mancing ayah marah”. Begitu juga ketika ia
bercerita tentang ibunya yang terus menerus mendorong ia untuk move on dari mantan
suaminya dan segera menjalin kedekatan dengan laki-laki baru, S mengatakan
“Mamah terus-terusan bilang aku harus move on dan ngedorong aku buat cari kenalan
cowok karena aku masih muda dan lumayan cantik juga. Aku nggak suka dipaksa gitu
sama mamah sebenernya, tapi ya niat mamah emang baik ya. pengen aku juga
bahagia, nggak cuman mantan suamiku doang yang bahagia. Jadi aku nggak bisa
marah juga ke mamah, karena niat mamah baik”.

WB
 Information
S berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh pemeriksa dengan
cepat dan singkat. Posisi duduk S tegak cenderung tidak berubah. Saat tidak
mengetahui jawaban, S tidak langsung mengatakan tidak tahu, ia berusaha
memikirnya terlebih dahulu baru mengatakan bahwa ia lupa atau tidak tahu. Ketika
pemeriksa bertanya mengenai pengarang buku Sarinah, setelah menjawab tidak
tahu S terlihat melamun dan terdiam sambil tersenyum kecil. Setelah terdiam
beberapa detik, ia berkata “Kalo Mas A (nama mantan suaminya) yang ditanya dia
pasti bisa jawab soalnya dia suka banget karya sastra Indonesia zaman dulu”. Mata
S terlihat berkaca-kaca dan suaranya bergetar, ia juga sempat menitikkan air mata.
Pemeriksa memberikan tissue dan air minum untuk membantu S menenangkan diri
terlebih dahulu. Setelah tenang, S meminta maaf kepada pemeriksa karena merasa
dirinya tiba-tiba baper di tengah tes dan mengatakan dirinya siap untuk
melanjutkan pemeriksaan.
 Comprehension
S mendengarkan setiap instruksi yang diberikan oleh pemeriksa dan segera
menjawab ketika pemeriksa selesai membacakan soal. Posisi duduk S tegak dengan
pandangan mata tertuju pada pemeriksa. S menjawab dengan kalimat yang cukup
runtut.
 Digit Span
S memperhatikan pemeriksa saat pemeriksa menyebutkan angka-angka, kemudian
S mengulang angka-angka tersebut sambil melihat ke arah pemeriksa. Saat
menjawab digit forward skor 5, S merasa jawabannya salah dan menertawakan
dirinya sendiri sambil berkata bahwa dirinya susah fokus. Begitu juga ketika digit
backward skor 4, ia berkata “Duh, aku salah lagi ya kayaknya” sambil tertawa.
 Arithmetic
Pada subtes ini, di beberapa soal yang S rasa sulit seperti soal yang mengandung
pecahan, S tampak menyerah. Pada saat menjawab pertanyaan, ia terlihat
menghitung dengan tangan mencoret-coret pada meja.
 Similarities
Saat diberikan instruksi, S mengatakan sudah mengerti dan menjawab beberapa
pertanyaan awal dengan cepat. Pada soal no. 6, ia paling lama menjawabnya
daripada soal yang lainnya.
 Vocabulary
Saat diberikan instruksi, S mengatakan sudah mengerti. Ia menjawab dengan
kalimat yang cukup runtut. Untuk soal yang ia tidak tahu jawabannya, ia terlihat
memikirkannya terlebih dulu lalu berkata “skip aja” sambil tertawa kecil..
 Picture Arrangement
Pada subtes ini, ketika pemeriksa menjelaskan contoh soal, posisi duduknya tegak
sambil memperhatikan setiap penjelasan pemeriksa. Setiap selesai menyusun kartu,
S mengatakan “sudah”. Setelah mulai menyusun kartu, posisi duduknya berubah,
mencondongkan tubuhnya ke depan meja. Saat soal kartu 1 dan 2, S langsung
menyusunnya. Pada soal kartu 3-6, ia melihatnya terlebih dahulu baru menyusun
dengan memutar susunan kartu dan sedikit terlihat berantakan, namun kemudian ia
rapikan.
Lampiran cerita:
1. Rumah – PAT (11”)
Ada orang yang ingin membangun bangunan, dia bikin pondasi dulu, terus
atapnya dari kayu semua. Setelah selesai semua lalu di cat.
2. Penodongan – ABCD (9”)
Ada penjahat yang melakukan tindakan kejahatan, mencuri, menodongkan
senjata, mengambil dompet, ditangkap oleh polisi. Dia disidang kejahatannya,
dijatuhi atau divonis hukuman kejahatannya adalah dipenjara, terus dia
mendekam di penjara.
3. Elevator – OMLN (78”)
Ada orang di lift, euu terus katanya kalo bunyi liftnya naik, terus lift naik.
4. Main mata – JNAET (24”)
Ada seorang bangsawan/raja lagi jalan naik mobil, ketemu cewek, kaya putri.
Minta supir untuk balik ketemu sama putrinya. Bangsawan ini menemui cewek
tadi, lalu jalan sama cewek tadi.
5. Ikan – IGEFHJ (53”)
Ada orang lagi mancing, diangkat dapat ikan, disamping tempatnya. Mancing
lagi, dapat lagi. Ternyata dia dibantuin sama penyelam ini.
6. Taxi – SAMLEU (35”)
Ada orang yang bawa menekin, terus stopin mobil, dan naik ke dalamnya. Pas di
jalan, manikin ini makin lama makin ngedeket ke cowoknya. Kalo dari luar bisa
dikira cewek beneran kali ya, padahal aslinya tadi itu boneka.
 Picture Completion
Pada sub tes ini, S cukup memperhatikan instruksi yang disampaikan oleh
pemeriksa. Setiap gambar S perhatikan dan menjawabnya dengan cepat. S
menjawab bagian yang hilang dengan menyebutkan bagian tersebut dan terkadang
menunjukan dengan jari telunjuk kanannya.
 Block Design
Setiap selesai menyusun balok, S berkata “sudah”. Pola yang dibuatnya kadang
berbeda. Pada no.1, 2, S memulainya dari kanan atas ke bawah lalu kiri atas ke
bawah. No. 3, 4, dan 5, pola yang dibuatnya adalah menyelesaikan atas lalu ke
bawah. Pada nomor 6 dan 7, S mencoba dengan trial error namun tidak berhasil.
 Object Assembly
Ketika selesai menyusun setiap kepingan, S berkata “sudah”. S mampu menyusun
kepingan dengan cukup cepat dan terlihat tidak kesulitan dalam mengubah-ubah
susunan keping-keping pada setiap bagian. Pada subtes ini, S berhasil menyusun
setiap kepingan dengan benar, kecuali pada profil tangan dimana bagian jarinya
tertukar.
 Digit Symbol
Ketika pemeriksa selesai memberikan instruksi dan memperlihatkan contoh, S
memperhatikan dengan mencondongkan tubuh ke arah meja dan langsung
mengerjakan contoh. S mengerjakan subtes ini dengan cepat dan tidak ada yang
salah. S terkadang melihat pasangannya.

Rorschach
 Performance Proper
Pada kartu I dan II, S memberikan satu respon dengan cepat dan singkat tanpa
memutar kartu. Saat diberikan kartu III, ia tersenyum lalu memutar kartu sekali dan
memberikan respon. Di beberapa kartu, S tersenyum saat pemeriksa
menunjukkannya. Pada kartu VIII, IX dan X, ia berespon “woow..” sebelum
menjawab.
 Inquiry
Ketika proses inquiry, pemeriksa meminta untuk menunjukkan lokasi respon dan S
menelusuri dengan jari telunjuk kanannya, ia menjelaskan secara runtut dan agak
detail.

GRAFIS
 BAUM (17 detik)
Saat diminta menggambar sebuah pohon, S langsung menggambar pohon di mulai
dari batang lalu mahkota di bagian sudut kiri atas kertas. Saat menggambar,
gerakan S terlihat cepat dengan tarikan garis langsung. Saat diminta menuliskan
nama pohon, S mengatakan bahwa ia tidak tahu dan bertanya apakah ia boleh
menulisnya dengan asal saja. Setelah pemeriksa berkata terserah kepada S, ia
menuliskan “pohon beringin”.
 DAP 1 (25 detik), DAP 2 (20 detik)
Pada gambar I (25 detik), S langsung menggambar kepala, badan, tangan, kaki, dan
detail wajah. Gambar dibuat stick figure dengan ukuran kecil di sudut kiri atas
kertas. Pada gambar II (20 detik), S lebih cepat menggambarnya. Ia menggambar
dengan pola menggambar yang sama dan masih dalam bentuk stick figure. Setelah
itu, pemeriksa meminta S menggambar lagi yang tidak dalam bentuk stick figure, S
membuat gambar perempuan dengan ukuran yang lebih besar di bagian kiri atas
kertas. S menggambar mulai dari bagian wajah, detail wajah, rambut, leher, bahu,
badan, tangan, kaki, dan kerah baju. Saat membuat leher dan bahu, ia berkata “Duh,
lehernya kependekan kalo segini”, kemudian memperpanjang garis leher dan
membuat bahu lagi.
 WZT (6 menit)
Awal mulai mengerjakan tes ini, S langsung menggambar pada kotak 1, lalu kotak
3, kotak 7, kotak 5, kotak 2, kotak 6, kotak 4 dan kotak 7. Saat menggambar, S
menarik garis secara langsung, namun tarikan garisnya terlihat kurang lurus.

EPPS (40 menit)


Saat dijelaskan cara mengerjakan tes, S terlihat mengerti dan langsung mengerjakan
soal. Ia membaca pernyataan tanpa bersuara. Posisi duduknya tegak dan memegang
buku dengan tangan kirinya. S jarang mengubah posisi duduknya, terkadang
memiringkan tubuhnya ke kiri. Saat mengangkat buku, tangan S terlihat sedikit
gemetar lalu menaruh buku ke meja dan sambil memegang lembar berikutnya walau
belum selesai mengerjakan lembar sebelumnya. Terkadang S merubah cara membaca
soal, ia menaruh buku agak sudut kiri meja lalu kembali lagi ke tengan meja saat
menjelang selesai mengerjakan semua soal.
VI. ANAMNESA
Posisi dalam keluarga
S adalah anak ke 4 dari 4 bersaudara dengan urutan kelahiran sebagai berikut :
No Nama L/P Usia Pendidikan terakhir / Status / Pekerjaan
1 DG L 42 tahun SMA/Wirausaha
2 YG L 40 tahun SMA/Swasta
EEK 32 tahun SMA/Ibu Rumah Tangga/meninggal tahun 2020
3. P
(alm)
4. S P 28 tahun S1/Sudah menikah (cerai)/Ibu Rumah Tangga

Ayah
S memandang ayah sebagai seorang yang tertutup dan temperamental. Menurut S,
sejak dulu ayahnya jarang berinteraksi dengan ibunya dan anak-anaknya. Setiap kali
pulang kerja, ayah akan langsung masuk kamar tanpa mengajak anak-anaknya mengobrol.
Sementara yang dimaksud S ayahnya temperamental adalah ayahnya mudah marah-marah,
terutama kepada ibunya, baik dengan membentak maupun membanting barang. Ayah juga
terkadang meluapkan kekesalannya dengan menghukum secara fisik kepada anak. Ketika S
kecil, ia tidak mengerti situasi apa yang membuat ayahnya marah. Ibunya hanya
mengatakan bahwa ayah sedang lelah dan pusing dengan pekerjaannya. Ketika S duduk di
bangku SMP, ia mengetahui dari ibunya bahwa ayahnya berselingkuh dan itu bukan
kejadian pertama. Ibunya berkata bahwa sebelum S lahir, ayahnya pun pernah melakukan
hal yang sama dan kedua orangtuanya sempat hampir bercerai. Sejak itu pertengkaran
kedua orangtuanya semakin menjadi, dan S semakin tidak betah di rumah. Hubungan
dengan ayahnya juga semakin merenggang. S mengatakan bahwa ayahnya tidak pernah
menanyakan keberadaannya meskipun ia tidak pulang dan menginap di rumah temannya
diam-diam.
S mengatakan bahwa meskipun ayahnya sangat pendiam, tidak perhatian, dan
temperamental, mungkin sebenarnya ayah tetap menyayangi S. Salah satunya adalah ketika
orangtua S mengetahui perlakuan mantan suami S yang kurang menyenangkan, ayah S
langsung menelpon dan menyuruh S untuk kembali ke Bandung, meskipun S tidak
langsung menurutinya.
Saat ini, selama tinggal bersama kedua orangtuanya setelah bercerai, S sering
bertengkar dengan ayahnya karena ayahnya yang tidak sabar dalam menghadapi anak S.
Ayah S sering membentak atau memukul anak S jika melakukan kesalahan kecil pun,
seperti masuk ke dalam kamar ayahnya.

Ibu
Ibu dilihat sebagai figure yang lebih memberikan peran dominan dalam keluarga
daripada ayah. Orangtua tidak terlalu banyak memberikan aturan di rumah. Namun, S
memang lebih banyak diarahkan oleh ibunya, seperti dalam pemilihan sekolah saat SMP,
SMA, dan kuliah, dan hal-hal keseharian seperti memilih pakaian, dan lain-lain. S terbiasa
mengikuti apa yang sudah dipilihkan oleh ibunya. Oleh karena itu,dapat dikatakan Ibu
lebih mendominasi daripada Ayah dalam mengasuh S. Ibu juga sering memantau
perkembangan anaknya di sekolah maupun di lingkungan sosialnya sehingga ibu sering
mengatur apa yang harus dilakukan anak. Karena sikap ibu yang demikian sehingga
membuat ibu sulit memberikan kepercayaan dan sering meragukan anak-anaknya. Apabila
tidak menuruti perintah ibu biasanya ibu akan men-judge anak dengan ucapan “anak
durhaka” atau memberikan hukuman terhadap anaknya dengan mendiami anak. Saat S
telah beranjak remaja, ia mulai menentang sikap ibunya sehingga hukuman yang diberikan
oleh ibunya tidak dipedulikannya. Hal ini terjadi karena S benar-benar tidak nyaman
dengan situasi di rumahnya. S berpikir yang terpenting nilainya di sekolah tetap bagus agar
ibunya tetap bangga kepada dirinya.
S juga menilai ibunya sebagai sosok yang kuat dimana ibunya sanggup bertahan
dengan perilaku ayahnya yang emosional. Meskipun pernah akan bercerai, namun pada
akhirnya ibunya tetap bertahan dengan ayahnya. Di antara anggota keluarga, S lebih bisa
terbuka mengenai masalah pribadinya kepada ibu dan kakak perempuannya. Namun,
respon ibu yang seringkali men-judge S dengan mengatakan bahwa S lebay dan terlalu
perasa, membuat S sering berpikir ulang untuk menceritakan masalah kepada ibunya.
Ibunya juga beberapa kali menyalahkan S akan perceraiannya. Di sisi lain pun, ibu S terus
menerus mendorong S untuk cepat move on dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan pasca
perceraian.

Relasi Ayah dan Ibu


Sejak S kecil, kedua orangtua tidak memiliki hubungan yang harmonis. Mereka selalu
bertengkar dan melampiaskan kepada anak-anak, terutama S, baik secara fisik maupun
verbal. Saat masih SD sampai SMP, S rajin belajar dan mengerjakan tugas sebagai upaya
untuk mengalihkan perhatiannya dari kedua orangtua yang selalu bertengkar sehingga di
sekolah ia menunjukkan prestasi akademik yang tinggi. Saat masa remaja, S tidak betah di
rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar untuk mengikuti organisasi atau
bermain dan belajar di rumah temannya.
Menurut S, Ayah adalah sosok yang pendiam, kasar, keras kepala, pendapatnya harus
selalu benar dan harus dituruti, terutama oleh Ibu. Sementara Ibu dipandang sebagai sosok
yang kuat karena mau bertahan menghadapi orang seperti ayah. Meskipun demikian,
terkadang S kesal juga kepada ibunya karena selalu menumpahkan kekesalan terhadap
ayah kepada S atau memaksa S untuk menjadi perantara komunikasi antara ia dengan ayah
S. Saat ini di rumah, ayah dan ibu S jarang mengobrol dan tinggal di kamar yang terpisah
sehingga ibu S selalu menyuruh S untuk berbicara kepada ayahnya. Ketika S menolak, ibu
S akan marah dan menyebut S anak durhaka.

Relasi dengan Saudara


S tidak terlalu dekat kakak-kakaknya, terutama kedua kakak laki-laki, karena jarak
usia yang terlalu jauh. S memiliki seorang kakak perempuan yang ketika kecil seringkali
bertengkar dengannya. Namun, sejak menikah S menjadi sangat dekat dengan kakaknya
tersebut. Mereka sering berbagi cerita tentang kehidupan pernikahan juga saling terbuka
mengenai perasaan mereka terhadap kedua orangtua. Kakak perempuan S bahkan sempat
mengajak S dan anaknya untuk tinggal dengannya saja di Tasikmalaya, daripada tinggal
satu rumah dengan kedua orangtua mereka yang selalu bertengkar. Kakak perempuan S
meninggal pada tahun 2020 ketika sedang melahirkan anak keduanya. Sejak itu, S benar-
benar merasa kehilangan satu-satunya support system terbaiknya untuk saat ini.

Kehidupan Pernikahan
S menikah pada tahun 2015, ketika usianya 22 tahun. Menurut S, ia memang
bercita-cita menikah muda dan membentuk keluarga yang harmonis, tidak seperti
keluarganya di rumah. Suaminya merupakan teman kuliah S dan memiliki perbedaan usia
7 tahun dengan S. Sebelum menikah, S dan suaminya menjalani masa penjajakan selama
hampir 2 tahun. Setelah menikah,,S dan suaminya tinggal di Bandung selama 1 tahun
untuk bekerja dan menyelesaikan studi. Dari tahun 2011, S memang sudah bekerja di
sebuah kantor sebagai staff asisten keuangan. Kemudian ia melanjutkan kuliah di tahun
2012 sambil tetap bekerja.
Pada tahun 2016, setelah menyelesaikan studi, S dan suami pindah ke kota asal
suami di Pontianak sehingga S harus berhenti bekerja. Saat itu S tengah hambil 6 bulan.
Setelah pindah ke Kalimantan, S tidak bekerja dan menjadi ibu rumah tangga. Konflik
rumah tangga mulai terjadi sejak 3 bulan setelah S pindah ke Kalimantan. Saat itu, ibu
mertua S meminta suami S untuk kembali tinggal di rumah, padahal sebelumnya S dan
suami sudah mengontrak rumah. Awalnya S keberatan, namun karena berkali-kali suami
meminta pengertian S akhirnya ia terpaksa menyetujui. Selama tinggal bersama mertua, S
merasa kesal karena ibu mertua terlalu banyak memberikan intervensi dan suka
mengganggu waktu S bersama suaminya. Yang paling ekstrim menurut S dari perilaku ibu
mertuanya adalah ibu mertua ingin suami S tidak tidur bersama S, tapi tidur di kamar
ibunya dan menemaninya. Suami S sendiri merupakan anak bungsu di keluarganya dan
menjadi anak kesayangan ibunya. S berusaha mengatakan bahwa ia keberatan kepada
suaminya, namun suami S juga tampak kebingungan antara mengikuti krmauan S atau
Ibunya. Melihat hal tersebut, S berespon dengan menangis dan mengatakan bahwa suami S
tidak tegas padahal sudah jelas dalam agama harus mengutamakan istri.
Hal tersebut terjadi sangat sering dalam pernikahan, terutama sejak ayah mertua S
meninggal sehingga ibu mertua tinggal sendirian. S merasa suaminya tidak
memperlakukan dia secara adil dan ia selalu menyatakan hal tersebut di depan suaminya
sambil menangis. Suaminya semakin sering membentak S dan mengatakan bahwa ia
cengeng. S juga pernah beberapa kali menyatakan ketidaksukaannya akan perilaku ibu
mertua dengan cara protes secara langsung kepada ibu mertua di depan suaminya. Suami S
langsung menampar S pada saat itu. Setelahnya ia meminta maaf dan berjanji tidak akan
mengulangi lagi. Namun, kenyataannya S beberapa kali dipukul dan ditampar setelahnya
setiap kali ia protes mengenai perilaku ibu mertua.
Konflik yang terjadi antara S dan suaminya menjadikan mereka tidak fokus dalam
memberikan stimulasi kepada anaknya, sehinga perkembangan anak menjadi terhambat
terutama dalam aspek bicaranya. Sejak tahun 2018, suami S pun tidak mau terlibat
langsung dalam mengasuh anaknya dan sering menyalahkan S yang tidak bisa
membesarkan anak mereka dengan baik. Konflik terus terjadi sampai akhir tahun 2019,
suami S menggugat cerai S dan mengusir S dan anaknya dari rumah. Saat itu, S langsung
menelpon kedua orangtuanya dan mereka membelikan tiket untuk S kembali ke Bandung.
S langsung kembali ke Bandung bersama anaknya tanpa membawa barang-barang yang
ada di rumah. Setelah itu, S mengurus perceraian sendirian dari Bandung.
Sampai saat ini, komunikasi S dan mantan suami hanya ketika membicarakan
kiriman uang dan perkembangan anak. Saat ini, anak S mengikuti terapi dan sekolah di TK
inklusi dengan biaya dari mantan suami S. S seringkali melaporkan perkembangan
anaknya kepada suami dengan mengirimkan foto atau video anaknya. Suami S seringkali
mengatakan bahwa anak mereka tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dan
lebih baik berhenti terapi dan sekolah saja, daripada membuang uang. Ia juga sering
menyalahkan S atas kondisi perkembangan anaknya yang tidak pesat dan membuat S
semakin merasa tidak berharga dan gagal sebagai seorang ibu.

Riwayat pendidikan
Dari SD hingga SMP, ia selalu mendapatkan peringkat 5 besar di sekolahnya. S
mengatakan bahwa pada saat SMP sampai SMA dan orangtuanya sering bertengkar, ia
mengalihkan fokusnya dengan belajar dan berorganisasi di sekolah, sehingga ia dikenal
sebagai murid yang pintar dan popular di sekolahnya.

Riwayat Pekerjaan
Sejak lulus SMA di tahun 2011, S memutuskan untuk bekerja. Ia diterima bekerja di
Puslitbang sebagai staff administrasi pada awalnya. Tahun 2012, S melanjutkan pendidikan
di S1 Administrasi Bisnis sambil tetap melanjutkan pekerjaannya. Setelah lulus kuliah, ia
menjabat sebagai Asisten Keuangan di tempatnya bekerja. S baru berhenti bekerja pada
tahun 2016 ketika mengikuti suaminya pindah ke Kalimantan.

Kehidupan Emosi
S mengatakan bahwa dirinya termasuk orang yang sering memendam perasaannya,
terutama ketika ia sedih dan marah. Meskipun demikian, ia dapat menjadi lebih mudah
marah dan cenderung menuntut kebutuhannya dipenuhi, oleh orang-orang yang sudah ia
anggap dekat, seperti suaminya. Ia juga mengatakan bahwa mungkin dirinya berespon
dengan cukup kekanakkan ketika suaminya tidak memenuhi apa yang dia inginkan, seperti
menangis atau mengatakan suaminya adalah orang yang tega/jahat.

Dorongan
S mengatakan bahwa ia sebenarnya tidak memiliki ambisi-ambisi yang terlalu besar
terkait pekerjaan atau karir. Setelah lulus SMA, ia memang langsung bekerja, tapi itu pun
atas dasar arahan orang lain dan untuk membantu keuangan keluarganya. Ambisi terbesar
yang ia pernah miliki adalah ia ingin menikah dengan laki-laki yang tidak seperti ayahnya,
dan mewujudkan pernikahan yang sakinah, tidak seperti pernikahan kedua orangtuanya.
Namun dengan adanya permasalahan dalam pernikahannya, keinginannya tersebut tidak
dapat terwujud.

Relasi Sosial
S mangaku mempunyai cukup banyak teman semasa sekolah karena ia aktif dalam
kegiatan ekstrakurikuler. Namun yang benar-benar sahabatnya hanya ada dua orang, dan
merupakan sahabatnya sejak SMA. Meskipun demikian sekarang kedua sahabatnya
tersebut sudah tinggal di luar Bandung dan disibukkan dengan keluarganya masing-
masing. Sejak kejadian perceraiannya, S mengaku bahwa ia menarik diri dari kedua
sahabatnya ini. Ia baru menceritakan kejadiannya setelah 6 bulan bercerai karena malu
kepada mereka. Saat ini, S bergabung dalam komunitas enterpreuner dan single mom di
Bandung. S cukup aktif menjadi anggota dalam dua komunitas tersebut.

VII. KESIMPULAN SEMENTARA


S dibesarkan di keluarga yang banyak mengalami konflik sejak ia kecil. Sebagai anak
bungsu di keluarga, tampaknya S memiliki kebutuhan untuk mendapat perhatian. Namun,
kondisi orangtua yang berkonflik dan hubungan yang tidak dekat dengan semua kakaknya,
membuat S kurang mendapatkan perhatian tersebut dari keluarganya. Oleh karena itu, S
mencari pemenuhan kebutuhan tersebut dari lingkungan sosial lainnya, terutama dari
pasangannya. Permasalahan yang dialaminya dalam pernikahan dan berujung dengan
perceraian membuat S kehilangan orang yang dapat memenuhi kebutuhan afeksinya, yaitu
mantan suaminya. Ditambah dengan S yang harus kembali ke rumahnya dan dihadapkan
dengan konflik kedua orangtuanya, semakin menambah beban psikologis yang dialami S.
Peran yang dijalaninya sebagai seorang single mother dari anak yang juga memerlukan
perhatian khusus menjadi pressure lainnya bagi S. Ditambah S juga kehilangan figure
signifikan yang dapat menjadi support systemnya, yaitu kakak perempuan S yang
meninggal pada tahun 2020.
Adanya frustasi yang dialami oleh S akibat kehilangan figure dependensinya ditambah
pressure dari permasalahan keluarganya tampaknya membuat S mengalami stress saat ini.
Stress tersebut berdampak pada adanya gejala fisik yang dialami S, seperti pusing dan
sesak napas, serta kelelahan emosional yang membuat S seringkali mudah marah dan
melampiaskan emosinya kepada anaknya.

VIII. PEMILIHAN ALAT TES


Alat tes yang digunakan dalam pemeriksaan psikologis terhadap S yaitu WB, Grafis
(BAUM, DAM, WZT), dan EPPS. Pertimbangan menggunakan WB adalah untuk
mengetahui taraf kecerdasan, serta gambaran kepribadiannya. Tes BAUM digunakan untuk
menggambarkan kepribadiannya dalam kaitannya dengan bagaimana S memandang
dirinya. DAM digunakan untuk mengetahui bagaimana proyeksi S terhadap lingkungan
dan WZT digunakan untuk mengetahui kepribadian dalam kaitannya dengan pola relasi
dan pola berpikir. EPPS digunakan dengan pertimbangan untuk mengetahui
kepribadiannya melalui kebutuhan-kebutuhannya (need)..

IX. HASIL INTERPRETASI


1. WB
S memiliki kemampuan inteligensi yang tergolong rata-rata (FIQ=99), dan sudah
menggunakannya secara optimal (OIQ=105). Kemampuan S yang paling menonjol adalah
dalam berpikir asosiatif dan beradaptasi dengan tugas baru. S mampu mengerjakan tugas-tugas
kongkrit yang disertai adanya contoh dengan baik. Dalam hal fungsi kognitif, S tampak cukup
mengembangkan kemampuan rasionalisasinya. Hal ini didukung dengan skor Information,
Comprehension, Similarities, dan Vocabulary yang cukup memadai.
Namun terkait fungsi sosial emosi, S tampaknya kurang mampu bertindak terarah
berdasarkan perencanaan yang matang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya kemampuan
S dalam menentukan prioritas mana yang penting dan tidak penting. S juga cenderung pasif
serta kurang memiliki usaha dan pertimbangan yang efektif, terutama ketika menghadapi
permasalahan-permasalahan yang memerlukan usaha lebih dan kemampuan analisis.

2. Rorschach
Berdasarkan hasil Ro, S memiliki kapasitas kecerdasan yang tergolong di bawah rata-
rata. Namun, pada dasarnya ia memiliki potensi yang berada pada taraf superior. Hal ini
mungkin dapat dipengaruhi oleh kurangnya kemampuan S dalam mengoptimalkan potensi
kreativitasnya sehingga dalam menyelesaikan permasalahan, S menggunakan cara berpikir yang
cenderung stereotype. Hal ini terlihat dari A% yang cukup tinggi, yaitu 50%.
S memiliki keinginan atau ambisi yang sangat tinggi dalam dirinya, namun belum
diimbangi dengan kemampuan dan usaha yang optimal. Hal ini juga didukung oleh rendahnya
jumlah respon yang menggambarkan S kurang produktif karena kemampuan yang terbatas.
Terkait dengan aspek sosial, pada dasarnya S mampu beradaptasi secara adekuat di
lingkungan sosial secara umum. Hal ini dapat dilihat dari adanya respon M dengan konten
Human di kartu III, serta jumlah respon Populer normal. Hanya saja, interaksinya kurang disertai
dengan ketergugahan secara emosional sehingga menyebabkan hubungan S dengan orang lain di
lingkungannya cenderung dangkal (tidak mendalam). Dalam interaksinya dengan orang lain, S
cenderung kurang peka, tidak asertif, dan menjadi pasif.
Secara emosi, pada dasarnya S memiliki kebutuhan afeksi yang cukup besar, namun
tampaknya kebutuhan ini hanya ia tampilkan kepada figure signifikan tertentu, misalnya lawan
jenis. Kepada figure tersebut, S tampak menunjukkan dependensi yang kuat. Hal ini dapat dilihat
dari adanya respon Fc dengan konten Food di kartu VI. Selain terhadap lawan jenis, tendensi
kebutuhan afeksi juga tampak terhadap figure ayah, namun diwarnai dengan kecemasan. Dilihat
dari adanya respon Fc dengan konten Ad pada kartu IV. Sementara kepada figure ibu, S
menampilkan kebutuhan akan dependensi, terlihat dari konten (H) pada kartu VII. Ketika
kebutuhan afeksi dan dependensinya tidak dapat terpenuhi dari figure-figur tersebut, S dapat
menampilkan reaksi yang immature dan impulsive serta diwarnai oleh ketegangan dan
kecemasan. Hal ini dilihat dari adanya respon Fm dengan additional CF pada kartu IX.

3. GRAFIS

3.1. WZT

Secara keseluruhan, S mampu memberikan respon terhadap stimulus-stimulus yang


diberikan. Tidak ada satupun stimulus yang diabaikan atau sama sekali tidak dikerjakan.
Berdasarkan rangsang organis (1-2-7-8), S hanya mampu berespon secara adekuat di rangsang 2,
yang menandakan bahwa S mampu menyesuaikan perasaannya dengan tuntutan di lingkungan.
Hal ini membantu S dalam menempatkan dirinya di lingkungan. Namun, ia mengalami kesulitan
ketika berada dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk mengekspresikan perasaan dan
melibatkan dirinya secara aktif di lingkungan.
Berdasarkan rangsang mekanik (3-4-5-6), terlihat bahwa S kurang mampu menyelesaikan
permasalahan secara rasional. Rangsang terkait orientasi (rangsang 3 dan 5) yang tidak direspon
secara maskulin menandakan bahwa S kurang memiliki dorongan untuk mencapai tujuan atau
menghadapi permasalahan.
3.2 BAUM

Secara keseluruhan, gambar pohon yang dibuat S berukuran kecil di sudut kiri atas
kertas, dengan batang parallel dan mahkota berbentuk arcade, serta tidak ada dahan dan cabang,
sehingga terkesan seperti pohon yang digambar oleh anak kecil. Hal ini dapat menandakan
adanya sisi immaturitas dalam diri S. Penempatan gambar di sudut kiri atas kertas dengan ukuran
kecil mengindikasikan bahwa S merasa insecure dan inferior, sehingga membuat ia jadi menarik
diri dari lingkungan sosial.
3.3 DAM

Secara keseluruhan, gambar manusia yang dibuat S berukuran kecil di sudut kiri atas kertas,
dengan bentuk stick figure. Hal ini dapat menandakan adanya perasaan insecure, inferior,
inadekuat dalam diri S ketika menempatkan dirinya di lingkungan sosial. Selain itu, S juga
cenderung kesulitan atau hambatan dalam meregulasi impulsnya.
3.4. EPPS
Dalam tes ini, konsistensi S rendah, dimana skornya hanya 6. Hal ini dapat menggambarkan S
kurang memiliki kejelasan sikap. Jika dilihat dari profil neednya, terlihat banyak konflik intra
inter dari kebutuhannya. Kebutuhan yang paling ekstrim perbedaan intra internya adalah Exh,
Aut, Suc, Het, dan Agg. Hal ini mungkin menunjukkan adanya ketidakkonsistenan atau
ketidakjelasan S dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut di lingkungan.

X. DINAMIKA GANGGUAN
S memiliki kemampuan inteligensi yang tergolong rata-rata (FIQ=99), dengan potensi
kecerdasan yang sudah dimanfaatkan secara optimal (OIQ=101). Kemampuan kecerdasan
tersebut membantu S untuk berpikir secara rasional, terutama dalam menghadapi
permasalahan-permasalahan yang bersifat rutin dan kongkrit. Namun, ketika dihadapkan
pada permasalahan yang lebih kompleks dan memerlukan analisa lebih dalam, S tampaknya
kurang menunjukkan daya juang (Arithmetic ↓, Block Design ↓, Object Assembly ↓, WZT
rangsang 5 tidak adekuat). S juga kurang mampu bertindak terarah berdasarkan perencanaan
yang matang. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kurangnya kemampuan S dalam menentukan
prioritas mana yang penting dan tidak penting. Hambatan-hambatan S tersebut dapat
dipengaruhi oleh pola asuh orangtua S sejak kecil, dimana sebagai anak bungsu dengan jarak
usia yang cukup jauh dari kakak-kakaknya, S cenderung lebih banyak mendapatkan bantuan
ketika mengalami kesulitan serta lebih mudah dalam mendapatkan hal-hal yang ia inginkan.
Sementara itu, secara sosialemosi, S memiliki kebutuhan dependensi dan afeksi yang
cukup besar, yang hanya ia tampilkan kepada figure-figur tertentu saja, terutama figure ayah,
ibu, dan lawan jenis. S pun cenderung menampilkan reaksi yang immature dan impulsive
ketika kebutuhannya tersebut tidak terpenuhi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa S
memiliki predisposisi kepribadian tipe dependen pasif.
Hanya saja, adanya permasalahan dalam keluarga terkait dengan konflik kedua
orangtua sejak S kecil, menjadikan S tidak dapat memenuhi kebutuhan afeksi dan
dependensinya tersebut dari figure ayah dan ibu. Sehingga ketika menikah di tahun 2015, S
sangat berekspektasi dapat memenuhi kedua kebutuhan tersebut dari figure suaminya.
Namun, adanya permasalahan yang terjadi dalam pernikahannya, salah satu yang paling
besar yaitu konflik dengan ibu mertua, menjadikan S tidak dapat memenuhi kebutuhan afeksi
dan dependensinya tersebut sehingga S berespon dengan cara yang immature dan impulsive.
Ketika terjadi perceraian di akhir tahun 2019, S menjadi kehilangan figure
dependensinya. Hal ini menyebabkan S mengalami kondisi stress yang menjadikan dirinya
seakan-akan seperti kehilangan gairah hidup, serta mengalami rasa sedih terus menerus setiap
kali teringat atau melihat sesuatu yang mengingatkan kenangan saat menikah dulu. Hal
tersebut masih dirasakan oleh S sampai dengan saat ini (sudah berlangsung 1,5 tahun). S
tampak belum mampu mengelola perasaan tersebut secara efektif, dimana saat perasaan
tersebut muncul, S biasanya menangis sendirian, memendamnya, dan tidak membagi kepada
orang lain. Respon lingkungan terutama kedua orangtua S, yang seringkali menyalahkan S
atas perceraiannya, semakin menambah rasa bersalah dan tidak berharga dalam diri S. Hal ini
menjadikan saat ini S memiliki rasa insecure yang besar dan membuat cenderung menarik
diri dari lingkungan sosial. Didukung dari hasil grafis (BAUM dan DAP) yang digambar
dengan ukuran kecil dan terletak di sudut kiri atas kertas.
Selain itu, kondisi kedua orangtua di rumah yang selalu bertengkar dan berdampak
juga terhadap S dan anaknya, semakin memicu stress yang dialami oleh S. S mengalami
pressure, baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun dari lingkungan sekitar, sehingga
menimbulkan ketegangan dan kecemasan dalam dirinya. Terlihat dari adanya respon Fm
disertai additional CF di Rorschach. Hal ini membuat S kesulitan meregulasi dirinya dan
emosinya ketika ia berada dalam kondisi overwhelmed akibat pressure tersebut. Akibatnya S
melampiaskan emosi kepada anaknya, terutama secara fisik seperti memukul atau
menjambak rambut. Setelah melakukan hal tersebut, S merasa bersalah dan menghukum
dirinya dengan melakukan tindakan self-harm, seperti memukul-mukul kepalanya, mencekik
lehernya, atau tidak makan seharian dengan sengaja.

XI. LANDASAN TEORITIK


PPDGJ F43.0 Reaksi Stress Akut

Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa
adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respon terhadap stress fisik maupun
mental yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari.
Stressornya dapat berupa pengalaman traumatic yang meliputi ancaman serius terhadap
keamanan atau integritas fisik dari individu atau orang-orang yang dicintainya, atau
perubahan mendadak yang tidak biasa dan perubahan yang mengancam kedudukan
social. Resiko terjadinya gangguan ini makin bertambah apabila ada kelelahan fisik.
Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri memegang peranan
dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stress akut. Gejala-gejalanya
menunjukkan variasi yang luas, tetapi secara khas mencakup suatu tahap permulaan
berupa reaksi terpaku (bengong –“daze”), dengan sedikit penyempitan dari perhatian dan
lapangan kesadaran, tidak mampu memahami rangsangan dan disorientasi. Keadaan ini
mungkin diikuti oleh penarikan diri dari situasi lingkungan .
Pedoman Diagnostik
Gejala-gejala yang muncul antara lain :
- Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah, selain gejala
permulaan berupa keadaan “terpaku” (“daze”), dapat berupa gejala berikut : depresif,
anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif, dan penarikan diri, akan tetapi tidak satupun
dari jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu lama.
- Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkup stressornya, gejala-gejalanya dapat
menghilang dengan cepat (paling lama dalam beberapa jam), dalam hal dimana stress
menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan gejala-gejalanya biasanya baru mulai
mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hampir menghilang setelah 3 hari.

Stress

Menurut Johnson (2018) stress adalah reaksi fisik, emosional dan psikologis tubuh
terhadap setiap tuntutan. Hal ini pada umumnya dirasakan secara mental sebagai tekanan atau
urgensi untuk merespon sesuatu yang dialami sebagai kewaspadaan mental. Sementara itu,
menurut Lazarus dan Folkman (1984) stress adalah hubungan antara individu dengan lingkungan
yang dievaluasi oleh seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan terhadap situasi yang
membahayakan atau mengancam kesehatan. Faktor utama dalam menentukan seberapa banyak
jumlah stress yang dialami oleh seseorang adalah appraisal atau penilaian.

Dengan kata lain, stress merupakan hasil dari terjadinya transaksi antara individu dengan
penyebab stress yang melibatkan proses pengevaluasian. Ketika suatu kejadian atau situasi yang
dihadapi melebihi kemampuan pikiran atau tubuh, maka individu akan melakukan penilaian dan
penanggulangan. Oleh sebab itu, stress bisa berlanjut ke tahap yang lebih parah atau justru
sedikit demi sedikit semakin berkurang, tergantung usaha yang dilakukan untuk menghadapi
sumber stress tersebut (Gaol, 2016).

a. Tahap Penilaian

Terdapat dua tahap penilaian yang dilakukan oleh manusia ketika sedang mengalami
stress (Lazarus & Folkman, 1984), yaitu: (1) penilaian tahap awal yang dilakukan pada saat
mengalami suatu peristiwa, dimana individu mengevaluasi pengaruh yang ditimbulkan; dan (2)
penilaian tahap kedua dilakukan untuk menentukan jenis penanggulangan yang bisa digunakan
dalam menghadapi situasi yang mengancam. Adapun dalam melakukan penilaian awal, terdapat
tiga tahap, antara lain: (1) irrelevant atau tidak berkaitan, terjadi ketika individu berhadapan
dengan situasi yang tidak memberikan dampak apapun terhadap kesejahteraannya; (2) benign-
positive atau berdampak baik terjadi ketika hasil dari stress berdampak positif pada peningkatan
kesejahteraan individu; dan (3) stressful terjadi ketika individu tidak lagi memiliki kemampuan
secara personal untuk menghadapi penyebab stress.

Sementara untuk melakukan penilaian tahap kedua, terdapat dua cara penanggulan, antara
lain: (1) penanggulangan yang berfokus pada masalah yaitu cara menanggulangi stress dengan
cara langsung menghadapi sumber stress atau masalah yang terjadi; dan (2) penanggulangan
yang berfokus pada emosi yaitu cara menanggulangi yang melibatkan emosi karena tidak ada
lagi cara yang bisa dilakukan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan individu sensitive
terhadap stress dengan karakteristik stressor yang sulit dihadapi (Hooley dkk, 2018), adalah
sebagai berikut: (1) ketika tantangan terhadap kesejahteraan fisik atau emosional melebihi
kemampuan untuk mengatasinya; (2) keterampilan dalam menganggulangi stress dan sumber
daya yang dimiliki; (3) pengalaman stress masa lalu; (4) harga diri yang rendah, tidak memiliki
dukungan sosial dan tidak peka; dan (5) durasi individu mengalami stress, dampak yang
ditimbulkan serta seberapa besar harapan dan kendali yang dimiliki untuk mengatasinya.

b. Faktor Penyebab Stres

Menurut Johnson (2018) stress dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1)
persepsi individu mengenai stress, yang mana tergantung pada pengalaman hidup, konsep diri,
kepribadian dan kesehatan seseorang; (2) sumber daya pribadi dan keluarga, berhubungan
dengan kemampuan memecahkan masalah, sumber keuangan, keluarga atau teman serta gaya
manajemen pribadi seperti kesabaran dan ketekunan; dan (3) dukungan sosial, yang berarti
memiliki akses untuk mendapatkan bantuan professional agar menghilangkan stress yang
dialami. Selain itu, stress juga dapat disebabkan oleh terlalu banyaknya perubahan yang dialami,
harapan yang terlalu tinggi, tanggung jawab yang terlalu banyak dan informasi yang berlebihan.

c. Simptom Stres

Menurut Williams (dalam Himamy, 2016) terdapat tanda-tanda yang dapat dijadikan
peringatan pertama kali ketika mengalami stress, antara lain:

1. Physical Symptoms

- Alergi, hilang nafsu makan, sakit punggung, tenggorokan kering, sesak nafas

- Keringat berlebihan, demam, pusing, pening, lelah, sakit kepala

- Jantung berdetak lebih cepat, ketegangan otot, sulit tidur, mual, masalah pencernaan

2. Emotional Symptoms

- Marah, cemas, merasa tidak berharga, sulit mengambil keputusan, merasa sendiri,
gelisah

- Merasa tidak berdaya, ditolak, tidak bahagia, sedih, khawatir akan reaksi lingkungan

3. Behavioral signs

- Perilaku menghindar, menarik diri, sulit menerima atau mengabaikan tanggung


jawab

- Susah berkonsentrasi, mudah menangis, lambat dalam bekerja, makan yang


berlebihan atau kurang

d. Dampak Stress

Stress sendiri dapat memberikan dampak positif atau eustress dan dampak negatif atau
distress bagi individu yang mengalaminya. Adapun dampak positif dari stress adalah
meningkatnya produktivitas, kesehatan fisik dan psikis. Sedangkan dampak negatifnya adalah
memunculkan gejala fisik, seperti sakit kepala, masalah pencernaan, kurang tidur, gatal-gatal dan
lainnya. Selain itu, menimbulkan gejala psikis, seperti peningkatan kemarahan, frustrasi, depresi,
murung, cemas, kelelahan dan lainnya (Gaol, 2016).

Dampak negative yang dirasakan oleh tubuh dapat disebabkan oleh system saraf yang
merespon stress tersebut (Hooley dkk, 2018). Hipotalamus di dalam tubuh menstimulus system
saraf simpatis dan hormon adrenali dan nonadrenalin yang dikeluarkan oleh medulla adrenal.
Hormon-hormon tersebut bersikulasi di dalam darah dan menyiapkan tubuh untuk melawan atau
menghindar, sehingga dapat menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan tubuh
memetabolisme glukosa untuk menyediakan energi. Stress juga dapat mengaktifkan system
adrenal pituitary hipolamus, yang mana hormone kortisol melepaskan hormone dari hipotalamus,
menstimulasi kelenjar pituitary dan menyebabkannya menghasilkan ACTH. Hal tersebut
menstimulasi korteks adrenal untuk menghasilkan hormone stress kortisol yang kemudian dapat
menimbulkan rasa sakit, seperti sakit kepala, masalah pencernaan dan gatal-gatal pada tubuh
apabila hormon yang dihasilkan terlalu banyak. Selain itu, stress yang berlangsung lama dapat
menurunkan system imun pada tubuh, sehingga individu mudah terserang berbagai penyakit.

d. Sumber stres psikologis


1) Frustasi : Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada rintangan,
frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik
(kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi,
pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
2) Konflik : Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam
keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-
avoidance conflict, avoidance-avoidance conflict.
3) Tekanan : Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal dari
dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang
berasal dari luar individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolahkan
selalu rangking satu atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.
4) Krisis : Krisis yaitu keadaan yang mendadak, yang menimbulkan stres pada individu,
misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera
operasi. Keadaan stres yang dialami oleh individu dapat terjadi beberapa sebab
sekaligus, misalnya kombinasi antara frustasi, konflik dan tekanan.
XII. DIAGNOSA
Aksis I : F43.0 Reaksi Stress Akut
Aksis II : -
Aksis III : -
Aksis IV : Masalah dengan keluarga, dan mantan suami.
Aksis V : GAF 70 – 61: beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam
fungsi, secara umum masih baik

XIII. PROGNOSA
Prognosanya dapat positif, karena pada dasarnya dengan arahan dan bimbingan yang
spesifik dan directive klien dapat menyadari permasalahan yang dialaminya, dan dengan
taraf kecerdasan yang dimiliki klien masih sangat memungkinkan untuk klien diberikan
insight. S juga perlu menyadari bahwa harapan dan ekspektasinya yang tidak sesuai dengan
kenyataan terhadap relasi dengan mantan suaminya dapat mengakibatkan frustasi. Bila S
dapat menyadari bahwa dirinya dapat tetap memiliki makna, meskipun tanpa kehadiran
figure mantan suaminya, maka ia dapat sehat kembali. Harus adanya alternatif lain dari
sumber makna hidup S. Sebelumnya, klien akan dibuat lebih rileks terlebih dahulu agar
dapat berpikir dengan tenang.

XII. RANCANGAN INTERVENSI

Intervensi yang akan diberikan adalah konseling dengan pendekatan Acceptance Therapy.
Tujuan dari intervensi ini adalah untuk menanggulangi dampak emosional klien akibat situasi
stress yang dialami. Selain itu, intervensi ini juga diharapkan dapat mencapai tujuan klien dalam
mengikuti kegiatan intervensi, yaitu bisa lebih mengetahui dirinya sendiri dan lebih tenang
dalam menjalani hidup ke depannya. Adapun tujuan khusus diberikannya intervensi ini adalah
sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesadaran stress dengan mengidentifikasi sumber stress dan respons


terhadap stress

2. Mengajarkan keterampilan untuk mengurangi kecemasan dan kewalahan emosional


dengan teknik pernafasan dan relaksasi
3. Mengajarkan keterampilan untuk menerima perasaan-perasaan negative yang klien alami
dari pengalaman-pengalamannya yang kurang menyenangkan

4. Mengajarkan keterampilan untuk berjarak atau memisahkan diri dari kenangan, gambar,
dan pikiran mengenai pengalaman negatif agar klien tidak semakin terjebak dan
overfocused di dalamnya.

5. Meningkatkan kesadaran klien akan kehidupannya saat ini, terkait dengan perannya
sebagai single mother saat ini

6. Mengajarkan keterampilan untuk mengembangkan makna hidup baru kepada klien

Sesi Kegiatan Metode Waktu


- Good Raport, agar klien merasa nyaman
memasuki sesi terapi sehingga ada
keterbukaan dan kerjasama
- Menjelaskan pada klien mengenai program
terapi meliputi jumlah pertemuan, aktivitas
dalam setiap pertemuan dan pemberian
homework
45-60
1 - Membahas hasil psikotes yang telah Diskusi
menit
dilakukan, memberikan edukasi kepada
klien mengenai stress, sumber stress, dan
dampak stress.
- Bersama-sama dengan klien
mengidentifikasi sumber stress dan respons
terhadap stress yang klien miliki sampai
saat ini
2 - Mengajarkan teknik relaksasi dan psikoedukas
pernapasan yang dapat klien lakukan, i dan
terutama ketika ia akan meluapkan emosi diskusi
kepada anaknya. Teknik yang diajarkan :
menarik napas dalam, mengambil jarak dari
anak jika dirasa terlalu overwhelmed
misalnya dengan ke kamar mandi dan
berwudhu (ide dari klien), melakukan teknik
pernapasan 4-7-8, setelah tenang memeluk
anak
- Memberikan edukasi kepada klien bahwa
sangat wajar kita memiliki emosi negative
seperti sedih dan marah. Emosi tersebut
perlu kita sadari dan terima, bukan kita
tolak. Salah satu latihan untuk menyadari
emosi adalah dengan menuliskannya
(mengajarkan teknik journaling).
- Memberikan apresiasi kepada klien atas
kemampuannya untuk bertahan sampai
dengan saat ini, meskipun sejak kecil ia
berada di lingkungan keluarga yang penuh
konflik dan juga pengalaman negative yang
terjadi dalam pernikahannya.

Homework yang diberikan : latihan relaksasi,


journaling perasaan
- Mengedukasi klien untuk mencoba -
mengambil jarak dari kenangan terkait psikoedukas
mantan suami dengan teknik mindfulness. i dan
Mengingatkan klien bahwa mengambil diskusi
jarak dari kenangan bukan berarti
melupakan, tapi kita bisa menyikapi
kenangan tersebut dengan emosi dan pikiran
3 yang lebih netral.
- Memberikan insight mengenai dampak
negative yang mungkin terjadi jika klien
terus menerus overfocused terhadap
kenangan tersebut

Homework yang diberikan : latihan mindful


breathing
- Mengedukasi klien untuk lebih berfokus Psikoedukas
pada kehidupannya saat ini, yaitu perannya i dan
sebagai single mother. edukasi
- Memberikan afirmasi kepada klien bahwa
dirinya sangat berharga dan berarti bagi
anaknya : menumbuhkan sumber makna
4 hidup bagi S sekaligus meng-insight klien
dan bahwa saat ini ia masih memiliki sumber
5 makna hidup lainnya selain mantan suami,
yaitu anaknya.
- Memberikan afirmasi kepada klien bahwa
selama niat kita selalu tulus untuk memberi
cinta bagi orang yang kita sayangi, maka
akan selalu ada jalan yang diberikan Tuhan
untuk membantu kita.
7 - Mereview kemajuan yang dicapai klien Memonitor 45
- Intensitas klien memarahi, membentak, kemajuan menit
ataupun melampiaskan emosi kepada
anaknya menunjukkan penurunan.
- Klien mengambil keputusan untuk tinggal di
tempat kost hanya berdua dengan anaknya,
terpisah dari kedua orangtuanya. Di akhir
minggu ia tetap pulang ke rumah
orangtuanya.
- Klien melamar pekerjaan menjadi seorang
guru TK.
- Klien membuka usaha jualan online
(perlengkapan anak seperti pakaian, mainan,
dan buku edukatif) bersama dengan
temannya di komunitas single mom
Bandung.

Bandung, Desember 2021


Pembimbing Pemeriksa
Menyetujui,

Dr. Hedi Wahyudi, M.Psi Tekstidinegari Thaufik, S.Psi

LAMPIRAN
HASIL TES
Card No PERFORMANC INQUIRY SKORING
. E LOCATION DETERMINANT CONTENT P-O FL
PROPER MAIN AD MAIN ADD MAIN AD MAI AD
D D N D
I. 1 RT : 15 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti W S FM A P 1,5
ini, tadi D mengatakan ada kupu-
Kupu-kupu kupu. Silakan ceritakan bagaimana
D melihat kupu-kupu tersebut.
TT : 25 detik A : ini sayapnya (D2), ini badannya
(D1)
Q : bagaimana D melihat bagian
sayapnya? Bisa diceritakan?
A : bentuk sayapnya kayak lagi
terbuka gitu. Terus, ada motifnya
juga di sayapnya
Q : motif di sayap?
A : iya, di bagian yang putih ini. Ini
jadi corak motif sayap kupu-
kupunya gitu
II. 1, RT : 3 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti Wcut FM A P 1,5
ini, tadi D mengatakan ada tikus.
Tikus Silakan ceritakan bagaimana D
melihat dua ayam tersebut!
TT : 7 detik A : Yang ini (D3) tikusnya, ada
dua. Ini kakinya, ini matanya, ini
mulutnya. Tikusnya lagi berdiri
III. 1. RT : 12 Q : Di kartu ini, pada posisi Wcut M H Obj P 2,0
detik seperti ini, tadi D mengatakan ada
orang lagi menari. Silakan ceritakan
Orang lagi menari bagaimana D melihat orang lagi
menari!
TT : 18 detik A : Ini kepalanya, ini bokongnya
agak naik. Jadi kayak lagi nari.
Orangnya pake heels, perempuan
Q : bagaimana D melihat itu seperti
heels?
A : bentuknya kayak heels soalnya
disini kayak euuu.. kayak runcing
gitu kayak ujung sepatu heels.
IV 1. RT : 9 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti Wcut Fc Ad 1,5
ini, tadi D mengatakan ada tanduk
Tanduk kerbau kerbau. Silakan ceritakan
bagaimana D melihat tanduk
TT : 18 detik kerbau tersebut!
A : ini tanduknya, yang di bawah ini
euu kalo kerbau suka ada tanduk
kecilnya gitu kan ya? Terus, ini
moncongnya, yang bagian ini kayak
kumisnya
Q: moncong?
A : iya, moncong
Q : Jadi, selain tanduk kerbau, D
melihat moncongnya juga?
A : iya, ini jadi kayak kepala kerbau
gitu. Ada bagian tanduknya, ada
moncongnya, sama kumis juga.
Cuman pas tadi pertama kali liat
kartu, aku liat tanduknya duluan.
Q : bagaimana D melihat itu sebagai
tanduk?
A : karena bentuknya runcing sih.
Jadi langsung kepikirannya kayak
tanduk kerbau
Q : bagaimana dengan kumisnya?
A : disini kayak ada apanya ya,
kayak ada cabang-cabang tipis gitu.
Kayak kumis
V 1. RT : 9 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti W F A P 1,0
ini, tadi D mengatakan ada sayap
Sayap belalang belalang. Silakan ceritakan
bagaimana D melihat sayap
TT : 12 detik belalang tersebut!
A : kan kalo belalang mah kecil
sayapnya, jadi kayak belalang. Kan
kalo tadi kupu-kupu mah gede ya
sayapnya, ini mah kecil.
Q : bagaimana D pertama kali
melihat ini seperti sayap belalang?
A : karena kecil sih bentuknya,
terus badannya juga kecil. Jadi
kayak belalang
Q : ada hal lain yang membuat D
melihat ini sebagai sayap belalang?
A : nggak ada sih, itu aja
VI 1. RT : 12 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti Wcut Fc Food 1,5
ini, tadi D mengatakan ada daging
Daging dendeng dendeng yang lagi dijemur. Silakan
yang lagi dijemur ceritakan bagaimana D melihat hal
tersebut!
TT : 19 detik A : kan kalo daging dijemur tuh
direket-reketin gitu kan, bentuknya
kayak gini.
Q : bagaimana D melihat itu seperti
daging dendeng?
A : mirip sih, tekstur warnanya,
kayak dendeng sapi yang lagi
ditarik-tarik gitu
VII 1. RT : 8 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti D4 M (H) Obj 1,5
ini, tadi D mengatakan ada dua
Dua orang peri orang peri yang saling bertatapan.
yang saling Silakan ceritakan bagaimana D
bertatapan melihat hal tersebut!
A : ini mukanya, ini bentuk kepala,
TT : 18 detik ini kayak mahkota gitu. Lagi
bertatapan karena ada dua dan
berhadapan. Ini jambul poninya,
yang ini sayapnya lah ya. Kan kalo
peri suka ada sayap kecil gitu.
Q : bagaimana D melihat bagian ini
seperti jambul poni?
A : karena nonjol ke depan
VIII 1. RT : 6 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti D1 FM A P 1,5
ini, tadi D mengatakan ada babi
Babi hutan hutan. Silakan ceritakan bagaimana
D melihat hal tersebut!
TT : 10 detik A : ini kakinya lagi melangkah, ini
hidungnya . bentuknya mirip babi
hutan. Terus warnanya pink…… eh,
tapi babi hutan kan warnanya hitam
ya? *tertawa* bentuknya aja yang
mirip babi hutan kalo gitu
IX 1. RT : 26 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti W Fm CF (Hd) Fire 1,5
ini, tadi D mengatakan ada wajah
Komentar : “kalo setan yang mengerikan. Silakan
nggak kepikiran ceritakan bagaimana D melihat hal
gimana? Tetep tersebut!
harus jawab ya?” A : ini giginya gede-gede kebuka,
yang ini lubang hidungnya, ini
Wajah setan yang kayak tulang pipinya gitu lah. Ini
mengerikan bagian kepalanya. Ini keliatan
mengerikan karena giginya kayak
TT : 30 detik lagi kebuka.
Q : bagaimana D mengesankan ini
seperti wajah setan?
A : karena ngeri, yang bagian
giginya tadi itu, kayak kebuka.
Terus yang bagian atas ini kayak
api-apinya gitu di kepala. Jadi
kayak setan
Q : bagaimana D mengesankan itu
seperti api?
A : karena warnanya orange
Q : bisa diceritakan lebih lanjut,
apakah setan disini lebih
menyerupai bentuk manusia atau
hewan?
A : hmm…. Lebih ke bentuk orang
sih, cuman karena giginya gede-
gede dan kayak kebuka gitu jadi
kayak setan

X 1. RT : 19 detik Q : Di kartu ini, pada posisi seperti W FC Obj 1,5


ini, tadi D mengatakan ada lampu
Lampu hias hias. Silakan ceritakan bagaimana
D melihat hal tersebut!
TT : 25 detik
A : ini penyangganya, yang nempel
di dindingnya, yang di atas. Terus
ini lampu-lampunya, kecil, bagian
kecil. Kan biasanya ada permata-
permata kecil gitu. Ini kayak lagi
nyala neon-neonnya

Q : apa yang membuat D melihat


ini sebagai lampu hias saat pertama
kali melihat kartu?
A : bentuknya mirip banget, ada
penyangganya gitu. Terus ini
keliatan kayak lagi nyala terang
gitu lampunya
Q : apa yang membuat itu keliatan
nyala terang?
A : apa ya..mungkin karena
warnanya kayak gini ya, warna
warni gitu jadi kayak terang

Testing the Limit M (kartu I) karena M dengan H < 3

Q : Di kartu ini, tadi D mengatakan melihat kupu-kupu. Selain kupu-kupu, adakah hal lain yang D bisa lihat di sini?
A : hmm.. apa ya… nggak ada sih
Q : bagaimana kalo di bagian sini (menunjuk area D1)
A : hmmm.. masih belum kebayang apa-apa
Q : sebagian orang bisa melihat ada orang sedang berdiri sambil mengangkat tangan disana. Apa D bisa melihatnya juga?
A : orang…. Orang.. hmm… ooh iya, ini tangannya ya kayak lagi ke atas? Yg ini kepalanya, ini bajunya?
Q : betul, seperti itu
A : iya iya, baru keliatan sama saya

Testing the Limit FC yang Populer (kartu III)


Q : Di kartu ini, tadi D mengatakan melihat orang lagi menari. Selain orang lagi menari, adakah hal lain yang D bisa lihat di sini?
A : hmm.. paling ini aja (menunjuk area D1)
Q : oke, D melihat apa disitu?
A : kayak pita
Q : bagaimana D melihat itu kayak pita?
A : bentuknya kayak dasi kupu-kupu tuh
Q : oke, ada hal lainnya yang membuat itu terlihat kayak pita?
A : warnanya
PASCASARJANA RAHASIA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
Jl. Purnawaran No. 59 Tlp. 022-4203368
Bandung

Anda mungkin juga menyukai