Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

DERMATITIS STASIS

Disusun Oleh:

Donna Maharani - 01073190046

Mushahigo - 01073190049

Pembimbing:

Dr. dr. Muljani Enggalhardjo, SpKK, FINSDV

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

SILOAM HOSPITAL LIPPO VILLAGE - RUMAH SAKIT UMUM SILOAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

PERIODE 29 NOVEMBER 2021 - 18 DESEMBER 2021

TANGERANG
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA 2
DAFTAR GAMBAR 3

BAB I 4

ILUSTRASI KASUS 4
1.1 Identitas Pasien 4
1.2 Anamnesis 4
1.3 Pemeriksaan Fisik 6
1.4 Resume 9
1.5 Diagnosis Kerja 10
1.6 Diagnosis Banding 10
1.7 Prognosis 10
1.8 Saran Pemeriksaan Penunjang 10
1.9 Tatalaksana yang diberikan 11
1.8.1 Non-medikamentosa 11
1.8.2 Medikamentosa 11
BAB II 12

TINJAUAN PUSTAKA 12
2.1 Definisi 12
2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko 12
2.3 Etiopatogenesis 13
2.4 Manifestasi Klinis 14
2.5 Diagnosis 15
2.6 Diagnosis Banding 18
2.7.1 Dermatitis Kontak 18
2.7.2 Dermatitis Numularis 18
2.7 Tatalaksana 19
2.8.1 Non Medikamentosa 19
2.8.2 Medikamentosa 20
2.8 Komplikasi 20
2.9 Prognosis 21
BAB III 23
ANALISA KASUS 23
DAFTAR PUSTAKA 25
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pemeriksaan fisik tungkai bawah kiri pasien 8


Gambar 2. Pemeriksaan fisik tungkai bawah kanan pasien 9
Gambar 3. Inverted Champagne Bottle, 14
Gambar 4. Dermatitis stasis dengan plak eritematosa pada pasien dengan refluks
pembuluh vena 16
Gambar 5. Dermatitis stasis dengan hiperpigmentasi akibat deposisi dari hemosiderin 16
Gambar 6. Histopatologi Dermatitis Stasis 17
Gambar 7. Dermatitis stasis disertai Ulkus Venosum 21
Gambar 8. Dermatitis Stasis disertai Selulitis 21
BAB I

ILUSTRASI KASUS

1. aa1.

1.1 Identitas Pasien

Nama : Bpk. A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 09 September 1969

Usia : 52 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang pasar

No. MR : RSUS. 00-71-84-xx

Tanggal Pemeriksaan : 02 Desember 2021

1.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada Kamis 02 Desember 2021 di poliklinik


Rumah Sakit Umum Siloam.

Keluhan Utama

Bercak merah kehitaman pada kedua kaki sejak kurang lebih 2 bulan SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik rumah sakit umum siloam dengan keluhan utama muncul
bercak merah kehitaman pada kedua kaki sejak kurang lebih 2 bulan SMRS. Pasien
mengatakan awalnya muncul bercak kemerahan berukuran kecil. Bercak disertai rasa
gatal dan kering sehingga pasien sering menggaruk bercaknya, hingga timbul luka.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri saat bercak ditekan. Kemudian, pasien
mengatakan bercaknya semakin melebar, dan menjadi kehitaman. Bercak juga dirasa
semakin nyeri. Pasien juga mengatakan adanya nyeri tungkai saat berjalan. Pasien
menyangkal adanya luka yang menyebar ke area lain, gangguan sensasi pada area sekitar
luka, demam, maupun nyeri sendi. Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami keluhan
serupa, dan telah memeriksakan ke dokter. Namun, pasien mengatakan jarang
menggunakan obat salep yang diberikan. Pasien merupakan pedagang pasar, sehingga
pasien memiliki kebiasaan berdiri dalam jangka waktu yang lama kurang lebih 10 jam
per hari. Pasien telah terdiagnosis memiliki varises vena pada kedua tungkai sejak 1
tahun lalu, namun pasien mengatakan sudah tidak pernah kontrol kembali ke dokter, dan
jarang menggunakan obat yang diberikan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelum pengobatan kulit selama 2
bulan ini. Pasien telah terdiagnosis dengan varises vena pada kedua tungkai, namun
jarang kontrol ke dokter. Pasien menyangkal memiliki Diabetes Mellitus, hipertensi,
penyakit jantung, penyakit saraf, riwayat gangguan pembekuan darah, maupun riwayat
operasi.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan serupa.

Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Pasien merupakan pedagang pasar, dimana sehari-hari pasien harus berdiri dalam jangka
waktu yang lama untuk berdagang. Pasien mengatakan biasanya harus berdiri selama 10
jam berturut-turut. Pasien merupakan seorang perokok sejak muda, umumnya 1-2 batang
per hari. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol, ataupun
menggunakan NAPZA.
Riwayat Alergi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan, ataupun obat-obatan. Pasien
menyangkal memiliki asma, riwayat bersin-bersin pada pagi hari, riwayat alergi debu
ataupun udara dingin.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4M6V5

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Denyut nadi : 70x/min, reguler, kuat angkat

Laju napas : 16x/min

Suhu tubuh : 36.3oC

SpO2 : 99%

Status Generalis
Kepala dan Kepala normosefal, wajah normal facies, deformitas (-)
Wajah

Mata Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil bulat isokor
3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+), gerak bola mata baik ke segala
arah

Hidung Sekret (-/-), perdarahan (-/-), deviasi septum (-)

Telinga Simetris, sekret (-/-), jejas (-/-)

Mulut dan Sianosis (-), arkus faring simetris, uvula simetris, hiperemis (-), tonsil
Tenggorokan T1/T1

Leher Massa (-), pembesaran KGB (-)

Toraks

Paru Inspeksi Bentuk dada normal simetris, pengembangan dada


statis dan dinamis simetris, skar (-)

Palpasi Taktil fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi Suara napas vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi Iktus kordis tidak teraba

Perkusi Batas jantung normal

Auskultasi Bunyi jantung S1S2 regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi Distensi (-), skar (-)

Auskultasi Bising usus normal


Perkusi Timpani pada seluruh regio abdomen

Palpasi Supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas

Superior Simetris, deformitas (-), akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

Inferior Simetris, deformitas (-), akral hangat, CRT <2 detik, ulkus (-/+),
hangat (+/+), edema (+/+)

Status Dermatologis

Gambar 1. Pemeriksaan fisik tungkai bawah kiri pasien


Gambar 2. Pemeriksaan fisik tungkai bawah kanan pasien

Ad regio cruris dekstra terdapat makula hiperpigmentasi soliter, batas tidak tegas, ukuran
numular, disertai dengan krusta. Pada kulit sekitar lesi terdapat kulit kering, dan varises.
Ad regio maleolus lateralis pedis sinistra terdapat makula hiperpigmentasi, batas tegas,
ukuran numular, disertai dengan ulkus, dan krusta. Pada kulit sekitar lesi terdapat kulit
kering, dan varises. Ad regio cruris medial sinistra terdapat makula eritematosa, batas
tegas, ukuran numular, disertai dengan krusta. Pada kulit sekitar terdapat kulit kering, dan
varises.

1.4 Resume
Pasien laki-laki berusia 52 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit
Umum Siloam dengan keluhan bercak merah kehitaman pada kedua kaki sejak kurang
lebih 2 bulan SMRS. Awal mula bercak berukuran kecil, namun semakin membesar.
Keluhan bercak disertai gatal, dan kering. Pasien sering menggaruk bercak hingga
menjadi luka dan mengeluarkan cairan kekuningan. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyeri yang semakin parah saat bercak ditekan, dan nyeri tungkai saat berjalan. Pasien
sudah mengkonsultasikan keluhan luka pada kedua tungkai, namun tidak menggunakan
obat yang diberikan. Pasien telah terdiagnosa dengan varises vena pada kedua tungkai
sejak 1 tahun lalu, namun tidak pernah datang ke dokter untuk kontrol.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit ringan, tanda-tanda vital dalam batas
normal, dan ditemukan pada kedua ekstremitas inferior tampak varises. Pada status
dermatologis ad regio cruris dekstra terdapat makula hiperpigmentasi soliter, batas tidak
tegas, ukuran numular, disertai dengan krusta. Pada kulit sekitar terdapat kulit kering, dan
varises. Status dermatologis ad regio cruris et malleolus lateralis pedis sinistra terdapat
makula eritematosa hiperpigmentasi multipel, batas tegas, ukuran numular, disertai
dengan ulkus soliter, dan krusta. Pada kulit sekitar terdapat kulit kering, dan varises.

1.5 Diagnosis Kerja


Dermatitis Stasis

1.6 Diagnosis Banding


1. Dermatitis kontak
2. Dermatitis numularis

1.7 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Sanam : Dubia ad bonam
Ad Kosmetikam : Dubia ad malam

1.8 Saran Pemeriksaan Penunjang


USG Doppler Lower Extremities

1.9 Tatalaksana yang diberikan


1.8.1 Non-medikamentosa

● Edukasi pasien mengenai penyakit, dan faktor risiko pasien terhadap penyakit
● Edukasi pasien untuk mengurangi waktu berdiri, dan lebih banyak berbaring
dengan meluruskan tungkai, ataupun memposisikan tungkai agar lebih tinggi dari
kepala dengan mengganjal bantal.
● Bersihkan luka dengan cairan NaCl
● Menggunakan kaos kaki untuk varises
● Konsultasi ke spesialis BTKV
1.8.2 Medikamentosa

● Topikal
○ Antibiotik : Mupirocin krim 2% 2x1
○ Pelembab : Biocream 20g 2x1
○ Kortikosteroid : Desoximetasone 0.25% 2x1
● Oral
○ Anti nyeri : Natrium diklofenak tab 50 mg 2x1
○ Antibiotik : Clindamycin 300 mg 2x1 (selama 7-14 hari)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Dermatitis stasis adalah suatu dermatitis sekunder yang disebabkan oleh keadaan
insufisiensi kronik vena (atau hipertensi vena) pada ekstremitas bawah. Dermatitis stasis
sering disebut juga sebagai dermatitis gravitasional, ekzem stasis, dermatitis hipostatik,
ekzem varikosa, dan dermatitis venosa.1,4,10

2.2 Epidemiologi dan Faktor Risiko


Prevalensi dermatitis stasis pada umumnya terjadi pada individu dengan usia
paruh baya dan usia lanjut yaitu diatas 50 tahun. Suatu studi cross-sectional yang
dilakukan pada 24 kota di Italia Utara, Tengah, dan Selatan ditemukan hanya 22,7% dari
5900 subjek berusia 18-90 tahun tidak menunjukkan tanda-tanda adanya penyakit
pembuluh vena. Sedangkan, angka kejadian kasus insufisiensi vena ditemukan mencapai
53% pada subjek berusia lebih dari 50 tahun.2,5 Risiko timbulnya dermatitis stasis terus
meningkat setiap dekade, pada individu yang usia mencapai 70 tahun, prevalensi
dermatitis stasis menunjukkan angka lebih besar dari 20%. Prevalensi di negara Amerika
Serikat ditemukan sekitar 2-6 juta individu mengalami komplikasi dari insufisiensi kronik
vena, seperti edema tungkai dan penyakit kulit, dan sekitar 500.000 individu memiliki
ulkus venosum.7,11
Wanita lebih berisiko untuk mengalami dermatitis stasis daripada laki-laki. Hal ini
dikarenakan oleh faktor hormonal serta kecenderungan mengalami trombosis vena dan
hipertensi saat kehamilan. Maka dari itu, wanita dengan multipara lebih berisiko
mengalami dermatitis stasis daripada wanita dengan dengan nulipara. Dermatitis stasis
juga lebih sering dialami oleh individu dengan obesitas dan memiliki kebiasaan sering
berdiri lama. Riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah, riwayat fraktur ekstremitas
bawah, serta penyakit metabolisme juga merupakan faktor predisposisi dermatitis
stasis.2,6,11
2.3 Etiopatogenesis
Peningkatan tekanan vena pada ekstremitas bawah akan menyebabkan pelebaran
vena. Pelebaran vena ini akan timbul sebagai varises. Pelebaran vena akan meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi ekstravasasi eritrosit ke dalam lapisan dermis. Hal
ini akan menyebabkan kulit eritema, timbul purpura, maupun terjadi hemosiderosis.
Peningkatan permeabilitas kapiler juga akan menyebabkan akumulasi cairan ke ruang
interstitial dan timbul edema. Gejala ini akan memberat saat pasien terlalu lama dalam
posisi berdiri. Selanjutnya akan terjadi proses perubahan eksematosa seperti eritema,
skuama, eksudat, dan gatal. Bila berlangsung lama, kulit akan menebal dan terjadi
fibrotik sehingga tampak seperti botol terbalik (inverted champagne bottle). Hal ini
disebut sebagai lipodermatosklerosis.1,4,10
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme timbulnya dermatitis stasis,
yaitu sebagai berikut :1,2
a. Peningkatan tekanan hidrostatik vena
Peningkatan tekanan hidrostatik vena menyebabkan terjadinya kebocoran
fibrinogen ke dalam lapisan dermis serta mengalami polimerisasi membentuk
selubung fibrin perikapiler dan interstitial. Hal ini akan menghalangi difusi
oksigen dan makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan pertumbuhan kulit
sehingga akan terjadi kematian sel.11
b. Insufisiensi vena
Keadaan insufisiensi vena sering terjadi akibat inkompetensi katup di pleksus
vena profunda ekstremitas bawah. Selain itu, insufisiensi katup dapat disebabkan
oleh trombosis vena dalam, pembedahan, maupun trauma. Jenis pembedahan
yang dapat menyebabkan insufisiensi vena yaitu diseksi vena, artroplasti lutut
total, dan pengambilan vena saphena untuk kepentingan bypass koroner. Hal ini
menyebabkan bendungan darah di vena superfisial sehingga mengurangi tekanan
oksigen di kapiler dermis dan terjadi hipoksia jaringan. Keadaan hipoksia ini akan
menyebabkan sel nekrosis dan terjadi kematian sel.10
c. White cell trapping
Hipertensi vena dapat menyebabkan penurunan perbedaan tekanan antara sistem
arteri dan vena sehingga kecepatan aliran darah akan berkurang dan akan
mengakibatkan agregasi eritrosit dan leukosit. Hal ini akan menyebabkan
sumbatan pembuluh darah sehingga terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti
enzim proteolitik, sitokin, radikal bebas, dan faktor kemotaktik. Hal ini akan
mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi
molekul seperti fibrinogen keluar ke jaringan perikapiler dan menyebabkan
gangguan difusi oksigen serta makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan
pertumbuhan kulit sehingga akan terjadi kematian sel.10
d. Growth factor trap
Kerusakan vena maupun hipertensi vena akan menyebabkan keluarnya molekul
makro seperti fibrinogen, growth factor, dan makroglobulin ke dalam lapisan
dermis. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan kulit untuk mempertahankan
integritas jaringan dan proses perbaikan saat terjadi trauma ringan.

Gambar 3. Inverted Champagne Bottle,12

2.4 Manifestasi Klinis


Dermatitis stasis ditandai dengan adanya plak eritematosa, eksematosa pada
tungkai bawah yang berbatas tidak tegas, umumnya pada daerah maleolus medial.
Hiperpigmentasi terjadi sebagai akibat dari deposisi hemosiderin, yaitu produk
pemecahan hemoglobin dari ekstravasasi sel darah merah. Selain timbul lesi, dermatitis
stasis dapat disertai dengan adanya nyeri tungkai, kram, gatal, parestesia, edema,
lipodermatosklerosis. Selain tanda dermatitis stasis, terdapat juga manifestasi klinis
lainnya dari insufisiensi kronik vena.7,8 Beberapa tanda insufisiensi vena diantaranya
adalah edema, dilatasi vena superfisialis atau varises, bercak hiperpigmentasi yang
umumnya terlokalisir di tungkai bawah, terutama di bagian medial.

2.5 Diagnosis
Penegakan diagnosis dermatitis stasis dilakukan dengan mengumpulkan riwayat
perjalanan penyakit pasien melalui anamnesis, kemudian pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Keluhan diawali dengan adanya kemerahan pada kulit dan kulit bersisik minimal.
Setelah beberapa minggu, warna kulit berubah menjadi coklat gelap dan pasien
merasakan kakinya seperti diikat kencang serta terasa nyeri. Proses ini diawali
dari permukaan tungkai bawah sisi medial ataupun lateral di atas maleolus,
kemudian meluas hingga ke bawah lutut dan bagian dorsal kaki. Biasanya pasien
juga mengeluhkan adanya varises di kaki dan kaki bengkak sehingga mengalami
kesulitan untuk berjalan.3,12
Pada kondisi kronis, dapat terjadi ulkus dan likenifikasi yang disebabkan
oleh kebiasaan pasien menggaruk secara berulang. Selain itu, didapatkan keluhan
kaki kemerahan, tegang, dan berbentuk seperti botol terbalik. Hal ini disebut
sebagai lipodermatosklerosis. Selain itu perlu ditanyakan mengenai faktor risiko
dermatitis stasis seperti multipara, kebiasaan berdiri, riwayat penyakit jantung dan
pembuluh darah, riwayat penyakit metabolik, dan riwayat fraktur ekstremitas
bawah.3,12
b. Pemeriksaan fisik
Predileksi lesi pada dermatitis stasis umumnya terjadi pada tungkai bawah, sesuai
dengan lokasi insufisiensi vena. Pada status lokalis didapatkan gambaran makula
hiperpigmentasi, berukuran numular hingga plakat, tidak berbatas tegas, disertai
dengan likenifikasi yang tertutup oleh skuama tebal dan krusta. Kadang tampak
varises yang berisi darah berwarna hitam maupun ulkus varikosum yang
berbentuk melingkar pada pergelangan kaki yang memberikan gambaran stocking
eritroderma dengan dasar kotor dan berbenjol-benjol.,13
Gambar 4. Dermatitis stasis dengan plak eritematosa pada pasien dengan refluks
pembuluh vena9

Gambar 5. Dermatitis stasis dengan hiperpigmentasi akibat deposisi dari


hemosiderin8

c. Pemeriksaan penunjang
● Venografi atau USG Doppler
Venografi atau USG doppler digunakan untuk melihat adanya perubahan
(dilatasi) vena yang dalam, trombosis vena, gangguan katup akibat
trombosis, maupun melihat letak sumbatan pembuluh darah sehingga
dapat dilakukan terapi kausatif.12
● Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan apabila dari riwayat perjalanan
penyakit pasien, dan penemuan klinis tidak khas. Pada histopatologi
dermatitis stasis didapatkan proliferasi lobular dari pembuluh darah yang
berdinding tebal pada lapisan papiler dermis dengan adanya tanda klasik
lain yaitu ekstravasasi sel darah merah, hemosiderin, infiltrasi limfosit
perivaskular, dan fibrosis dermis.16 Variasi dari perubahan dermis diduga
berhubungan dengan usia lesi, dimana terdapat fibrosis dan siderofag
(makrofag yang mengandung hemosiderin) pada lesi yang sudah kronik.
Adapun perubahan pada lapisan epidermis diantaranya adalah spongiosis,
akantosis, parakeratosis dan pembentukan krusta.12,14

Gambar 6. Histopatologi Dermatitis Stasis15


(A) Gambaran morfologi klasik dermatitis stasis dengan adanya akantosis ringan, dan
spongiosis epidermis, serta proliferasi pembuluh darah berdinding tebal di lapisan
papiler dermis. (B)Tanda perdarahan yaitu ekstravasasi eritrosit, deposisi
hemosiderin, dan siderofag.
2.6 Diagnosis Banding
2.7.1 Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak dapat timbul di daerah sekitar dermatitis stasis, terutama


pada pasien dengan ulkus varikosum tungkai bawah karena meningkatnya tingkat
sensitisasi kontak pada pasien dengan penyakit vena kronik. Hal ini kemungkinan
akibat dari penetrasi alergen yang tinggi melalui kerusakan barrier epidermis serta
kontak dalam jangka waktu panjang dan berulang dengan alergen potensial selama
perawatan dermatitis. Selain pemeriksaan fisik menyeluruh, riwayat penggunaan
produk baru dan / atau antibiotik topikal sangat penting dalam membedakan
dermatitis stasis dari dermatitis kontak. Uji tempel dapat dilakukan jika tatalaksana
dermatitis stasis tidak membaik. Pada dermatitis kontak dapat ditemukan gambaran
lesi eritema berukuran numular sampai dengan plakat disertai dengan vesikel, bula,
sampai erosi nummular sampai plakat.13,17
2.7.2 Dermatitis Numularis

Dermatitis numularis merupakan dermatitis yang bentuknya menyerupai


uang logam. Tempat predileksi dermatitis numularis umumnya pada tungkai bawah,
badan, lengan, dan punggung tangan. Pada dermatitis numularis didapatkan
gambaran makula eritematosa eksudatif sebesar numular hingga plakat terkadang
disertai dengan hiperpigmentasi dan likenifikasi berbatas tegas sebesar uang
logam.13
2.7.3 Selulitis

Lebih dari 10% diagnosis selulitis salah, dengan SD menjadi mimik yang
paling umum. Satu studi menemukan 20% (13 dari 65 kasus) dan 35% (28 dari 80
kasus) kasus yang dirawat karena selulitis oleh dokter yang merawat di bagian
gawat darurat di dua pusat medis berbeda sebenarnya adalah suatu dermatitis
stasis.13 Riwayat trauma di daerah yang terkena, ditandai dengan plak eritematosa
unilateral dengan nyeri tekan, hangat, bengkak, dan batas yang tidak jelas,
menunjukkan suatu selulitis. Riwayat adanya gejala sistemik seperti, leukositosis,
demam, imunosupresi, dan perbaikan dengan pemberian antibiotik adalah
tanda-tanda selulitis.
2.7 Tatalaksana
Tatalaksana dari dermatitis stasis terdiri dari beberapa aspek. Poin utama dalam
penanganan dermatitis stasis adalah dengan mengetahui penyebab dari insufisiensi kronik
vena. Tatalaksana dapat berupa non-medikamentosa yaitu terapi kompresi, elevasi
tungkai, menjaga higienitas kulit, dan olahraga. Kedua, dapat diberikan terapi
medikamentosa.
2.8.1 Non Medikamentosa

a. Elevasi tungkai
Elevasi tungkai bertujuan untuk mengurangi edema dan memperbaiki
mikrosirkulasi pada ekstremitas inferior. Elevasi tungkai dapat dilakukan saat
pasien dalam kondisi tidur maupun duduk. Dalam kondisi tidur, kaki diangkat
setinggi 15-20 cm (diatas permukaan jantung) selama 30 menit, dilakukan 3
hingga 4 kali sehari.10
b. Terapi kompresi
Terapi kompresi dalam bentuk penggunaan stocking elastik atau bandage
bertujuan untuk mengurangi edema, dan membantu meringankan hipertensi vena
dengan meminimalisir penumpukan darah di ekstremitas inferior yang dapat
menumpuk ketika aktivitas sehari-hari. Perlu diketahui bahwa elastisitas dari
stocking kompresi akan menurun dengan frekuensi penggunaan yang semakin
meningkat, sehingga stocking perlu diganti dengan rutin.12,18
c. Higienitas dan kelembaban kulit
Higienitas kulit perlu dijaga dengan cara sering mencuci kaki dan
mengeringkannya dengan kain yang halus. Perlu dihindari beraktivitas di luar
rumah, terutama tanah tanpa menggunakan alas kaki yang sesuai. Hindari juga
paparan alergen seperti debu, tanah, bahan kimia, asam yang dapat mencetuskan
dermatitis kontak..10 Penggunaan emolien lunak dianjurkan untuk mengurangi
kekeringan dan pruritus pada dermatitis stasis. Kortikosteroid topikal, paling
sering steroid topikal potensi sedang seperti salep triamcinolone acetonide 0,1%,
juga dapat digunakan, terutama untuk kasus dermatitis stasis akut yang ditandai
dengan eritema yang lebih parah, pruritus, vesikulasi, dan oozing.18
d. Olahraga
Olahraga ringan seperti jalan kaki dianjurkan pada dermatitis stasis, karena
kontraksi dari otot betis yaitu gastrocnemius, dan soleus dapat membantu dalam
aliran balik vena.18
2.8.2 Medikamentosa

Terapi medikamentosa untuk dermatitis terbagi menjadi terapi kausatif dan


terapi simptomatis. Terapi kausatif dilakukan dengan menangani sumbatan vena
yang dapat dilakukan melalui terapi sederhana maupun operatif. Sedangkan terapi
simptomatis dapat menggunakan obat sistemik maupun topikal.12
a. Sistemik
● Pada kasus ringan, dapat diberikan antihistamin yang dapat
dikombinasikan dengan anti serotonin dan antibradikinin.
● Kortikosteroid, dapat diberikan pada kasus akut dan berat.
● Antibiotik, digunakan apabila terdapat infeksi sekunder.
b. Topikal
● Untuk dermatitis akut yang bersifat basah, dapat dilakukan kompres
dingin dengan air maupun larutan burrow untuk lesi eksudatif dan basah
selama 10 menit selama 3 kali dalam sehari. Kompres juga bisa dilakukan
dengan lotion topikal yang mengandung entol, fenol, atau premoksin yang
bertujuan untuk meringankan rasa gatal.
● Kortikosteroid topikal, dapat digunakan pada kasus akut dan berat serta
dalam kondisi kontraindikasi terhadap kortikosteroid sistemik.
Kortikosteroid yang dapat digunakan adalah steroid dengan potensi sedang
hingga tinggi dengan tujuan untuk mengurangi peradangan yang terjadi.
Pemberian kortikosteroid topikal dapat diberikan selama 2-4 minggu.19

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada dermatitis stasis adalah sebagai berikut :12
a. Ulkus venosum
Ulkus venosum merupakan ulkus yang terdapat di atas maleolus yang disebabkan adanya
stasis vena.
Gambar 7. Dermatitis stasis disertai Ulkus Venosum12

b. Selulitis
Selulitis merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh infeksi baik primer oleh bakteri
maupun sekunder oleh penyakit lain. Selulitis ditandai dengan kulit hiperemis dan
disertai dengan pembengkakan serta tanda peradangan sistemik.

Gambar 8. Dermatitis Stasis disertai Selulitis.12


2.9 Prognosis
Dermatitis merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang (kronis) yang
sering rekuren. Pada saat ini sudah banyak pilihan terapi yang tersedia untuk dermatitis
stasis, dengan penanganan dan terapi yang tepat dapat mencegah progresivitas dermatitis
stasis ke arah yang lebih berat. Disamping itu, pasien harus dapat menghindari faktor
risiko untuk mencegah timbulnya rekurensi.20
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien laki-laki berusia 52 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit
Umum Siloam dengan keluhan bercak merah kehitaman pada kedua kaki sejak kurang lebih 2
bulan SMRS. Awal mula bercak berukuran kecil, namun semakin membesar. Keluhan bercak
disertai gatal, dan kering. Pasien sering menggaruk bercak hingga menjadi luka dan
mengeluarkan cairan kekuningan. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri yang semakin parah
saat bercak ditekan, dan nyeri tungkai saat berjalan. Pasien sudah mengkonsultasikan keluhan
luka pada kedua tungkai, namun tidak menggunakan obat yang diberikan. Pasien telah
terdiagnosa dengan varises vena pada kedua tungkai sejak 1 tahun lalu, namun tidak pernah
datang ke dokter untuk kontrol. Berdasarkan dari hasil anamnesis riwayat perjalanan penyakit
pasien mengarahkan pada diagnosa dermatitis stasis. Secara definisi, dermatitis stasis merupakan
peradangan pada kulit tungkai bawah yang diakibatkan oleh insufisiensi, dan hipertensi vena
yang bersifat kronis. Faktor risiko terjadinya dermatitis stasis diantaranya adalah usia di atas 50
tahun, serta individu yang memiliki kondisi insufisiensi vena. Hal tersebut sesuai pada pasien,
dimana usia pasien sudah mencapai 52 tahun, dan pasien telah terdiagnosa memiliki varises
vena. Dimana varises vena adalah suatu kondisi pelebaran vena akibat dari ketidakmampuan
vena untuk memompa darah kembali ke jantung atau disebut juga dengan insufisiensi vena.
Kondisi varises vena yang pasien alami sudah sejak 1 tahun lalu, dan pasien juga tidak pernah
kontrol kembali ke dokter. Sehingga kondisi varises vena yang kronik, dan tidak terkontrol
menjadi faktor risiko tinggi terjadinya dermatitis stasis.
Hasil pemeriksaan fisik status dermatologis ad regio cruris dekstra terdapat makula
hiperpigmentasi soliter, batas tidak tegas, ukuran numular, disertai dengan krusta. Status
dermatologis ad regio cruris et malleolus lateralis pedis sinistra terdapat makula eritematosa
hiperpigmentasi multipel, batas tegas, ukuran numular, disertai dengan ulkus soliter, dan krusta.
Pada kulit sekitar lesi terdapat kulit kering, dan varises. Dari keluhan pasien yaitu timbul bercak
merah kehitaman, gatal, kering, nyeri tekan serta penemuan pemeriksaan pasien mendukung ke
arah dermatitis stasis. Karena, pada dermatitis stasis karena adanya tekanan vena meningkat pada
tungkai bawah, akan timbul varises dan edema. Manifestasi klinis tersebut diikuti dengan
timbulnya kulit menjadi merah kehitaman, dan keluhan gatal. Umumnya, awal mula lesi muncul
di daerah tungkai bawah bagian medial atau lateral malleolus, dan menyebar ke bawah lutut,
hingga punggung kaki. Kemudian, lesi akan muncul eritema, skuama, eksudat, dan menjadi
fibrotik dimana sesuai dengan penemuan pada pasien.
Berdasarkan hasil anamnesis, dan pemeriksaan fisik pasien dapat didiagnosis banding
dengan dermatitis kontak. Pada dermatitis kontak lesi dapat berbentuk makula atau plak eritema,
vesikel, edema, fisura, dan hiperkeratosis, sering disertai dengan rasa gatal, dan biasanya timbul
setelah pasien kontak dengan bahan-bahan alergen atau iritan. Pada pasien ini, riwayat kontak
dengan bahan-bahan yang dicurigai dapat menimbulkan alergi atau iritasi sebelum timbulnya
bercak kemerahan disangkal oleh pasien, sehingga diagnosis dermatitis kontak dapat
disingkirkan. Diagnosis banding yang kedua, yaitu dermatitis numularis. Tempat predileksi pada
dermatitis numularis adalah pada ekstensor ekstremitas. Sedangkan, pada dermatitis stasis khas
pada tungkai bawah terutama pada bagian maleolus lateral atau medial. Selain itu, lesi pada
dermatitis numularis umumnya adalah papul atau papulovesikel, sedangkan pada pasien ini
adalah suatu makula. Sehingga, diagnosis banding dermatitis numularis dapat disingkirkan.
Terapi dalam pengobatan dermatitis stasis dapat diberikan pengobatan kausatif dan simptomatis.
Pengobatan kausatif dapat berupa penanganan pada sumbatan vena yang dapat dilakukan melalui
pembedahan, sedangkan pengobatan simptomatis dapat dilakukan dengan pemberian obat
sistemik dan topikal. Terapi topikal pada dasarnya terdapat beberapa prinsip umum pemberian,
dermatitis akut / basah dapat diobati secara basah/ kompres terbuka, bila sub akut dapat
diberikan lotion/bedak kocok, krim terutama pada daerah berambut, dan apabila kronik/kering
dapat diberikan zalf. .
DAFTAR PUSTAKA

1. Yusharyahya SN, Adi S. Dermatitis Stasis. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2016

2. Suyoso S. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu penyakit kulit dan kelamin. Surabaya:
RSUD dr. Soetomo. 2004.

3. Wilson WR, Sande MA, Drew WL, editors. Current diagnosis & treatment in infectious
diseases. Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2009 Jun 22.
4. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin (6th ed). Jakarta: Badan Penerbit FKUI,; 2011; p.129-53
5. Chiesa R, Marone EM, Limoni C, Volonté M, Schaefer E, Petrini O. Chronic venous
insufficiency in Italy: the 24-cities cohort study. European journal of vascular and
endovascular surgery. 2005 Oct 1;30(4):422-9.
6. Pugliese DJ. Stasis Dermatitis. InInpatient Dermatology 2018 (pp. 379-382). Springer,
Cham.
7. Sundaresan S, Migden MR, Silapunt S. Stasis dermatitis: pathophysiology, evaluation,
and management. American journal of clinical dermatology. 2017 Jun 1;18(3):383-90.
8. Collins L, Seraj S. Diagnosis and treatment of venous ulcers. Am Fam Physician.
2010;15;81(8):989–96.
9. Ruckley CV, Evans CJ, Allan PL, Lee AJ, Fowkes FGR. Chronic venous insufficiency:
clinical and duplex correlations. The Edinburgh Vein Study of venous disorders in the
general popu- lation. J Vasc Surg. 2010;36:520–5.
10. Djuanda, S. 2010. Dermatitis; dalam Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed.
11. Barakbah, J. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
12. Wilson, W. 2009. Current Diagnosis & Treatment In Infectious Diseases. USA: The
McGraw Hill Companies.
13. Siregar, R. 2011. Sari Pati Penyakit Kulit. EGC : Jakarta, hal : 299
14. Weaver J, Billings SD. Initial presentation of stasis dermatitis mimicking solitary lesions:
a previously unrecognized clinical scenario. Journal of the American Academy of
Dermatology. 2009 Dec 1;61(6):1028-32.
15. Weedon D. Stasis dermatitis. In: Weedon D, editor. Weedon’s skin pathology, 3rd ed.
Amsterdam: Churchill Livingstone, Elsevier; 2010.
16. Rapini RP. Stasis dermatitis. In: Rapini RP, editor. Practical dermatopathology. 2nd ed.
Amsterdam: Elsevier; 2012.
17. Keller EC, Tomecki KJ, Alraies MC. Distinguishing cellulitis from its mimics. Cleve
Clin J Med. 2016;79(8):547–52.
18. Rzepecki AK, Blasiak R. Stasis Dermatitis: Differentiation from Other Common Causes
of Lower Leg Inflammation and Management Strategies. Current Geriatrics Reports.
2018 Dec;7(4):222-7.
19. Daniel H, Philip C. Stasis Dermatitis as a Complication of Recurrent Levofloxacin-
Associated Bilateral Leg Edema. Dermatology Online Journal. 2013;19(11):1-6
20. Mona L, Dalimunthe DA. Tatalaksana Dermatitis Statis dengan Kortikosteroid Topikal.
Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. 2018;1(4):62-8.

Anda mungkin juga menyukai