Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

WAKAF PERSPEKTIF HUKUM POSITIF : PERKEMBANGAN DAN PERUBAHAN


WAKAF DALAM UU NO 41 TAHUN 2004

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Fiqh dan Manajemen Wakaf
Dosen Pengampu : Ahsin Dinal Mustafa, M.H

Disusun Oleh Kelompok 11 :

1. Rani Nur Azizah (19210107)

2. Yena Sumarsa (19210110)

3. Mohammad Burhanudin (19210179)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
limpahkan pada Nabi kita Nabi Muhammad SAW, yang telah mengantarkan kita dari
zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang ini yakni agama Islam.

Kami menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak maka penulisan makalah ini tidak
mungkin terlaksanakan dengan baik. Oleh karena itu kami menyampaikan terima kasih
pada:

1. Bapak Ahsin Dinal Mustafa, M.H selaku dosen pengampu mata kuliah yang juga telah
membimbing kami dan mengarahkan kami dengan sabar agar memahami dengan benar
mengenai mata kuliah ini.

2. Semua pihak yang telah membantu terselesainya makalah ini.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada
rekan kelompok yang telah ikut serta dalam mengerjakan makalah ini dan dosen mata kuliah
Fiqh dan Manajemen Wakaf UIN Maulana Malik Ibrahim kami, yang telah memberikan tugas
tersebut sehingga pengetahuan akan “Wakaf Perspektif Hukum Positif : Perkembangan
Dan Perubahan Wakaf Dalam Uu No 41 Tahun 2004” semakin bertambah yang mana hal itu
sangat bermanfaat bagi kita semua dikemudian hari.

Harapan kami semoga dengan jadinya makalah ini dapat menambah wawasan para
pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Untuk itu atas kritik dan saran yang sifatnya membangun masih kami harapkan
sehingga dapat dijadikan pelajaran untuk penulisan makalah selanjutnya.

Malang, 05 November 2021

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6
A. Pengertian Wakaf Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 ................................................ 6
B. Unsur-Unsur Wakaf Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 ............................................ 8
C. Hubungan PPAIW dan Pejabat KUA dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2004 .. 11
D. Objek Wakaf Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ................................... 16
E. Badan Wakaf Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ................. 18
F. Perkembangan Wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 .................... 19
BAB III......................................................................................................................................... 23
PENUTUP .................................................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Wakaf menurut bahasa, yaitu; waqafa-yaqifu-waqfan yang artinya berhenti, berdiri,


berdiam di tempat atau menahan. Sedangkan menurut istilah adalah menahan harta yang dimiliki
untuk diambil manfaatnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat serta agama. Di Indonesia
untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf,
pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 27 Oktober 2004 telah
mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004
tentang wakaf.1 Dengan demikian perwakafan tanah milik didasarkan atas ketentuan undang-
undang tersebut, sehingga diharapkan dengan berlakunya undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
ini dapat memenuhi hakekat dan tujuan dari perwakafan itu.

Pengertian wakaf menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004


adalah:

“Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan


sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.”

Namun walaupun telah dibentuk peraturan perundangan-undangan tentang perwakafan,


masih banyak masyarakat yang belum mengetahui, memahami, mentaati, dan melaksanakan
sepenuhnya peraturan-peraturan tersebut, sehingga sering timbul permasalahan dalam
pelaksanaannya. Terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul ini, sebagai umat Islam kita
tidak boleh begitu saja menyalahkan masyarakat awam mengenai perwakafan dan seluk beluk
administrasinya, tetapi kita perlu mencari akar permasalahannya.

Banyak tanah yang sudah diwakafkan masih belum didaftarkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dalam kenyataannya wakif maupun nadzir mengabaikan
unsur kepastian hukum atas tanah-tanah wakaf tersebut karena mereka beranggapan bahwa tidak

1
Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf, Jakarta,
Harvarindo, 2005, hl. V.
mungkin terjadi persengketaan atas tanah wakaf tersebut, karena apabila ada orang yang berani
menuntut tanah wakaf, maka orang itu akan berdosa besar.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004?
2. Apa Saja Unsur-Unsur Wakaf Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004?
3. Apa Hubungan dari PPAIW dan Pejabat KUA dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004?
4. Apa Objek Wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004!
5. Apa yang Dimaksud Badan Wakaf Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004?
6. Bagaimana Perkembangan Wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004
2. Untuk Mengetahui Unsur-Unsur Wakaf Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004
3. Untuk Mengetahui Hubungan dari PPAIW dan Pejabat KUA dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004
4. Untuk Mengetahui Objek Wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
5. Untuk mengetahui apa yang Dimaksud Badan Wakaf Indonesia dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004
6. Untuk Mengetahui Perkembangan Wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004.

2
Suroso, Tinjauan Yuridis Tentang Perwakafan Tanah Milik, Yogyakarta, Liberty, 2000, hl. 45.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakaf Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004

Kata wakaf berasal dari kata kerja bahasa Arab yaitu; waqafa-yaqifu-waqfan jika ditinjau
dari lughah atau bahasa maka wakaf memiliki arti berhenti, berdiri, berdiam di tempat atau
menahan. Sedangkan wakaf jika ditinjau dari segi istilah adalah menahan harta yang dimiliki
untuk diambil manfaatnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat serta agama.3

Pengaturan mengenai wakaf di Indonesia sendiri sebelum kedatangan dari penjajah,


wakaf dilaksanakan berdasarkan ajaran Islam yang sumbernya tidak hanya dari al-qur’an dan
sunnah melainkan juga dari kitab fiqh. Tidak hanya itu saja, sebab wakaf ini berkaitan juga
dengan problematika sosial serta adat istiadat di Indonesia, maka pelaksanaannya juga
disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku di Indonesia dan dengan tidak mengurangi nilai-
nilai ajaran syariat Islam. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia peraturan wakaf
pada masa penjajah masih tetap berlaku dan sejak dibentuknya Kementrian Agama tanggal 3
Januari 1946, maka urusan yang berkaitan dengan wakaf itu menjadi urusan Kementrian Agama
bagian D atau bagian ibadah sosial. Kemudian keeksistensian wakaf di Indonesia diperkuat
dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang menjelaskan bahwa segala bentuk
keperluan peribadatan dapat diberi tanah dan langsung dikuasi oleh Negara melalui hak pakai,
serta perwakafan tanah miliki dilindungi langsung oleh Negara.4

Tidak hanya sampai disitu saja, Pemerintah demi memberi kejelasan hukum serta sebagai
ketersambungan dari UU Nomor 5 tadi, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
No 28 Tahun 1977 mengenai perwakafan tanah milik. Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa
wakaf merupakan sebuah lembaga keagamaan yang bisa digunakan sebagai sarana dalam
pengembangan kehidupan keagamaan, terkhusus bagi yang beragama Islam demi terwujudnya
kesejahteraan di masyarakat. Kemudian perwakafan di Indonesia diperkuat kembali dengan
lahirnya UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam UU ini menjelaskan bahwa
problematika perselisihan mengenai wakaf itu menjadi kewenangan lembaga Peradilan Agama
yang memutusnya. Tidak berhenti dari situ, sebagai hukum materiil yang menjadi pedoman

3
Suhrawardi K Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018) h 3.
4
Ibid, h 151-153.
Hakim Peradilan Agama dalam mengutus persengketaan tersebut, maka Pemerintah
mengeluarkan Kompilasi Hukum Islam atau yang biasa di singkat KHI ini yang terdiri dari tiga
buku; buku pertama tentang hukum perkawinan, buku kedua tentang hukum waris dan buku
yang ketiga yaitu tentang hukum wakaf. Ketiga pedoman ini telah diinstruksikan melalui intruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 yang telah ditentukan sebagai pedoman
Instansi Pemerintah dan masyarakat dalam mengutus sengketa. Lalu, Intruksi Presiden tersebut
ditindaklanjuti oleh Menteri Agama melalui Surat Keputusan Nomor 154 Tahun 1992 tanggal 22
Juli 1991 bahwa meminta untuk segenap Instansi Departemen Agama RI dan yang terkait untuk
menyebarluaskan isi KHI tersebut.5

Dari beberapa Peraturan Perundang-undangan tersebut masih dirasa kurang memadai


karena problematika mengenai wakaf ini juga semakin berkembangan sesuai dengan
perkembangan zaman, maka sejalan dengan UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang PROPERNAS
Tahun 2000-2004 serta ketetapan MPR Nomor IV/MPS/1999 tentang GBHN yang mana
menetapkan bahwa perlu adanya kebijakan dibidang hukum, maka lahirlah UU Nomor 41 Tahun
2004 ini berkaitan dengan penataan sistem hukum nasional yang berlaku saat ini. Ada beberapa
pengertian dasar dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 diantaranya;6 Pertama,
mengenai pengertian wakaf sendiri menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 ini wakaf merupakan
sebuah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya untuk kepentingan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Kedua, mengenai pengertian wakif sendiri menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 ini wakif
merupakan pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

Ketiga, mengenai pengertian Ikrar Wakaf sendiri menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 ini
adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan atau tulisan kepada Nazhir untuk
mewakafkan harta benda miliknya.Keempat, mengenai pengertian Nazhir sendiri menurut UU
Nomor 41 Tahun 2004 ini adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.Kelima, mengenai pengertian harta

5
Suhrawardi K Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018) h 153-156.
6
Ibid, 157-159.
benda wakaf dalam UU ini harta benda yang memiliki daya tahan lama atau manfaat jangka
panjang serta memiliki nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif.7

Keenam, mengenai pengertian Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atau disingkat dengan
PPAIW merupakan perjabat yang berwenang yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk membuat
akta ikrar wakaf.Ketujuh, mengenai pengertian Badan Wakaf Indonesia dalam UU ini adalah
lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia. Kedelapan, dalam
Undang-Undang ini juga memberi pengertian Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri. Kesembilan, dalam Undang-
Undang ini juga memberi pengertian Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang
agama8

B. Unsur-Unsur Wakaf Menurut UU Nomor 41 Tahun 2004

Adapun unsur-unsur wakaf pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini


sebagaimana termaktub dalam pasal 6 berikut;9

A. Wakif
B. Nazhir
C. Harta benda wakaf
D. Ikrar wakaf
E. Peruntukan harta benda wakaf
F. Jangka waktu wakaf

A. Wakif;

Pada pasal 7 menjelaskan bahwa Wakif itu meliputi:

- a. perseorangan;
- b. organisasi;
- c. badan hukum.

7
Suhrawardi K Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018) h 157-159
8
Ibid
9
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Ketiga Pasal 6.
Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: pertama dewasa, kedua berakal sehat ketiga
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan keempat pemilik sah harta benda wakaf.

Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat melakukan
wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.

Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c hanya dapat
melakukan. wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda
wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan

B. Nazhir;

Pada pasal 9 menjelaskan bahwa Nazhir meliputi:10

- a. perseorangan;
- b. organisasi; atau
- c. badan hukum.
(1) Nazhir Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan: pertama warga negara Indonesia, kedua beragama
Islam ketiga dewasa keempat amanah kelima mampu secara jasmani dan rohani dan
keenam tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Nazhir Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau
keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir
apabila memenuhi persyaratan:

10
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Kelima Nazhir Pasal 9.
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ); dan
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang.undangan
yang berlaku; dan
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
C. Harta Benda Wakaf;

Sebagaimana yang tertulis pada pasal 15 dan 16 bahwa harta benda wakaf hanya dapat
diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah. Harta benda wakaf terdiri dari
benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud meliputi:
11

a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang.undangan yang berlaku;
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang.undangan yang berlaku. (3)

Sedangkan benda bergerak sebagaimana dimaksud adalah harta benda yang tidak bisa
habis karena dikonsumsi, meliputi:

a. Uang;
b. Logam mulia;
c. Surat berharga;
d. Kendaraan;
e. Hak atas kekayaan intelektual;
f. Hak sewa; dan

11
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Keenam Harta Benda Wakaf Pasal 15 dan 16.
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan
yang berlaku.
D. Ikrar Wakaf;

Sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 17 sampai pasal 21 bahwa Ikrar wakaf
dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua)
orang saksi. Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta
dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar
wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang
dibenarkan oleh hukum, maka Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang
diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi. Dengan memenuhi persyaratan; pertama dewasa, kedua
beragama Islam, ketiga berakal sehat, keempat tidak terhalang melakukan perbuatan
hukum.Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau
bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW. Ikrar wakaf dituangkan dalam akta
ikrar wakaf . Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:12

a. Nama dan identitas Wakif;


b. Nama dan identitas Nazhir;
c. Data dan keterangan harta benda wakaf;
d. Peruntukan harta benda wakaf;
e. Jangka waktu wakaf .
E. Peruntukan harta benda wakaf;

Sebagaimana pada pasal 22 dan 23 bahwa dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi
wakaf 1 harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi: pertama sarana dan kegiatan ibadah,
kedua sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan, ketiga bantuan kepada fakir miskin anak
terlantar, yatim piatu, beasiswa, keempat kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan.13

C. Hubungan PPAIW dan Pejabat KUA dalam Undang-Undang No.41 Tahun 2004

12
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Ketujuh Ikrar Wakaf Pasal 17 sampai 21.
13
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Kedelapan Peruntukan Harta Benda Wakaf Pasal 22.
Dalam ketentuan pasal 17 ayat 1 Undang-Undang No.41 tentang wakaf menjelaskan ,
bahwa “ ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada Nadzir dihadapan PPAIW dengan
disaksikan oleh dua orang saksi” . Lalu ayat 2 yang berbunyi “ Ikrar wakaf sebagaimana pada
pasal 1 dinyatakan secara lisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW ”. Menurut
Pasal 1 angka 6 UU No.41 Tahun 2004 yang menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang
disingkat dengan PPAIW adalah pejabat berwenang yang ditetapkan untuk membuat akta ikrar
wakaf.

Pada konteks ini , akta ikrar wakaf termasuk dalam akta otentik , karena dibuat oleh
pejabat berwenang yang ditunjuk oleh menteri agama baik dari unsur kepala KUA maupun
notaris yang telah diatur dalam pasal 37 peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang
pelaksanaan undang-undang no.41 tahun 2004. KUA ini adalah institusi terbawah dilingkungan
kementrian agama yang menjadi basis data informasi keagamaan terdepan , sehingga tepat untuk
mengeluarkan akta ikrar wakaf , selain kepada KUA diserahkan juga kepada pihak lain yang
ditunjuk oleh mentri agama seperti pejabat yang menyelenggarakan wakaf atau notaris yang
ditunjuk oleh mentri. Tugas dan Kewajiban PPAIW yaitu: 14

a. Meneliti kehendak wakif , tanah yang akan diwakafkan , surat bukti kepemilikan, syarat
wakif serta ada tidaknya halangan hukum bagi wakif untuk melepaskan hak atas
tanahnya.
b. Meneliti dan mengesahkan susunan nazhir yang baru bila ada perubahan
c. Meneliti saksi-saksi ikrar wakaf
d. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf dan ikut menandatangani formulir ikrar wakaf
bersama-sama dengan saksi
e. Membuat akta ikrar wakaf rangkap tiga dan salinannya setelah pelaksanaan ikrar wakaf
f. Menyimpan lembaran pertama akta wakaf , melampirkan lembar kedua pada surat
permohonan pendaftaran yang dikirimkan oleh Bupati / Walikota , dan lembar ketiga
dikirim ke Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf
g. Menyampaikan salinan akta ikrar wakaf dan salinanya selambat-lambatnya satu bulan
sejak dibuatnya akta ikrar wakaf

14
Ibid.,
h. Menyampaikan salinan akta ikrar wakaf sebanyak 4 lembar yaitu, pertama untuk wakif,
kedua untuk nazhir , ketiga untuk Kantor Kementrian Agama Kabupaten / Kota dan
terakhir untuk kepala desa tempat wakaf tersebut
i. Menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf
j. Menyimpan dan memelihara akta ikrar wakaf dan daftar akta ikrar wakaf yang dibuatnya
dengan baik
k. Mengajukan permohonan atas nama nazhir kepada kepala kantor pertanahan Nasional
Kabupaten / Kota untuk mendaftar perwakafan tanah milik yang bersangkutan , selambat-
lambatnya yaitu tiga bulan sejak dibuatnya akta ikrar wakaf dengan mengisi formulir
yang dilampiri : sertifikat tanah yang bersangkutan , akta ikrar wakaf (asli lembaran
kedua) dan surat pengesahan nazhir

PPAIW ini memiliki beberapa peran penting, yaitu:

a. Sebagai ujung tombak pelayanan perwakafan yang terjadi dimasyarakat. Posisi PPAIW
ini menjadi sangat penting karena peran utama dalam terdaftar atau terjadi tidaknya
perbuatan hukum wakaf berdasarkan peraturan perundang-undangan dan fiqh
b. Sebagai pihak yang memiliki data ril perwakafan pada tingkat kecamatan agar harta
benda wakaf tetap aman. Data ini menyangkut administrasi yang terdiri dari jumlah harta
benda wakaf, potensi yang dimiliki , sertifikasi harta benda wakaf dan proses administrasi
wakaf lainnya
c. Menjadi fasilitator atau pendamping jika terjadi persengketaan perwakafan, baik
menyangkut unsur hukum maupun konflik internal najhir yang terjadi ditempat tersebut

Posisi PPAIW secara administratif sangat penting dan strategis , yaitu untuk kepentingan
harta benda wakaf dari sisi hukum, khususnya sengketa dan perbuatan pihak ketiga yang tidak
bertanggungjawab. Dalam praktiknya, banyak ditemukan harta benda wakaf belum ada akta ikrar
wakaf karena belum didaftarkan oleh nazhir di KUA atau telah memiliki akta ikrar wakaf
namun belum memiliki sertifikat , karena belum optimalnya peran PPAIW dalam menjalankan
tugas dan fungsinya. 15 Untuk menghindari dan mencegaj agar tidak terjadi sengketa atau maalah
maka PPAIWmengajak pra wakif, nazhir dan masyarakat yang imgin mewakafkan tanah agar
dating ke kantor urusan agama untuk mendaftarkan tanahnya. Nantinya, akta ikrar wakaf tersbut
15
Hunaepi, “ Peran KUA Dalam Melegalisasi Tanah Wakaf” , 2018, 94-100
aka dibuat oleh PPAIW untuk mempermudah dan mendapatkan bukti-bukti jika terjadi hal yang
tidak diinginkan. 16

Tata Cara Perwakafan Tanah Milik menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
yaitu:

a. Peorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan datang
sendiri dihadapan PPAIW untuk melaksanakan Ikrar Wakaf
b. Calon wakif sebelum mengkikrarkan wakaf, sebelumnya harus menyerahkan surat
sertifikat hak milik kepada PPAIW
c. Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah
d. Surat Keterangan Kepala Desa diperkuat oleh Camat setempat mengenai kebenaran
kepemilikan tanah dan tidak dalam sengketa
e. Surat keterangan pendaftaran tanah
f. Pelaksanaan Ikrar dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
orang saksi
g. Ijin Bupati / Wali kota madya serta Direktorat Agraria setempat .17

Tata Cara Perwakafan Tanah Milik menurut PP No. 28 Tahun 1977 yaitu:

a. Pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang di hadapan PPAIW untuk
melaksanakan Ikrar Wakaf
b. PPAIW diangkat dan dan diberhentikan oleh Menteri Agama
c. Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama
d. Pelaksanaan Ikrar dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
orang saksi
e. Dalam melaksanakan Ikrar Wakaf , pihak yang mewakafkan harus membawa dan
menyerahkan kepada PPAIW:
- Sertifikat hak milik atau tanda bukti kepemilikan tanah

16
Hardianti Yusuf, “ Peranan Pejabat Akta Ikrar Wakaf dalam Mencegah Terjadinya Sengketa Tanah
Wakaf ”, 2 ( Desember, 20220) ,104

17
Khobibah , “ Pengelolaan Tanah Wakaf menurut UU NO 41 Tahun 2004, 2017, 23
- Surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang
menerangkan bukti kebenaran kepemilikan tanah
- Izin dari Bupati / Wali kota Kepala Daerah serta Direktorat Agraria setempat .18

Tata Cara Perwakafan Tanah Milik menurut Kompilasi Hukum Islam yaitu:

a. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan PPAIW untuk
melaksanakan ikrar wakaf
b. Isi dan bentuk ikrar wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama
c. Pelaksanaan Ikrar dalam pembuatan akta ikrar wakaf dianggap sah jika dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi
d. Dalam melaksanakan Ikrar Wakaf , pihak yang mewakafkan harus membawa dan
menyerahkan kepada PPAIW yaitu:
- Tanda bukti kepemilikan harta benda
- Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat
keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat setempat
- Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang
bersangkutan. 19

Adapun perbedaan mengenai prinsip-prinsip wakaf dalam beberapa peraturan perundang-


undangan yang mengatur mengenai obyek wakaf di Indonesia, yaitu perbedaan antara Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 , PP No. 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam. Pada
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 , obyek wakaf yaitu harta benda yang memiliki daya
tahan lama / atau manfaat jaka panjang serta memiliki nilai ekonomi , PP No.28 tahun 1977 ,
obyek wakaf hanyalah harta kekayaan yang berupa tanah milik, sedangkan pada KHI obyek
wakaf adalah benda miliknya selain tanah milik. Persamaannya yaitu, wakif menurut Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004, PP No.28 Tahun 1977 dan KHI adalah seseorang atau badan
hukum, persamaan lainnya yaitu dalam hal pengertian wakaf yang resmi dalam peraturan
perundang-undangan dan pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di

18
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977
19
Kompilasi Hukum Islam
hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf yang disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
saksi dan membawa setifikat hak milik sebagai bukti kepemilikan 20

D. Objek Wakaf Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Sayyid Sabiq menjelaskan mengenai benda, bahwa benda baik itu bersifat tetap (al-uqar)
ataupun bergerak (al-manqul) maka boleh untuk dijadikan objek wakaf. Sedangkan Muhammad
Musthafa Syalabi menjelaskan bahwa syarat dari objek wakaf sendiri diantaranya yaitu; pertama,
harta tersebut harus mutaqawwim. Kedua, harta yang diwakafkan dapat diketahui secara
sempurna oleh wakif dan pengelola wakaf ketika wakaf diikarkan. Ketiga, benda yang
diwakafkan merupakan milik wakif secara sempurna dan dapat dipindah tangankan ketika benda
itu diikarkan untuk wakaf. Keempat, benda yang diwakafkan dapat dipisahkan secara tegas tanpa
terikat dengan yang lain.21

Sedangkan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 wakaf didefinisikan sebagai


perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan menyerahkan sebagian harta benda miliknya
untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya
untuk keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah. Adapun obyek wakaf dalam
Undang-Undang 41 pada pasal 1 harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya
tahan lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif. Dalam Undang-Undang Nomor 41 pasal 15 juga dijelaskan bahwa harta
benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah.22

Menurut Undang-Undang Nomor 41 jenis-jenis benda wakaf meliputi:23

1. Benda tidak bergerak

a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar;

20
Khobibah , “ Pengelolaan Tanah Wakaf menurut UU NO 41 Tahun 2004, 2017,20
21
Abdul Haris Naim, Pengembangan Objek Wakaf Dalam Fiqih Islam dan Hukum Positif di Indonesia,
(ZISWAF: Jurnal Zakat dan Wakaf, Vol. 4, No. 2, 2017) h 249-250.
22
Departemen Agama, Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Tentag Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam, 2007).
23
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Keenam Harta Benda Wakaf
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanha sebagaimana dimaksud pada
huruf a;

c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2. Benda bergerak

Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi,
sebagaimana dalam pasal 16 yaitu meliputi:

a. Uang;
b. Logam mulia;
c. Surat berharga;
d. Kendaraan;
e. Hak atas kekayaan intelektual;
f. Hak sewa;
g. Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal diatas menunjukkan bahwa fikih wakaf Indonesia telah mengadopsi semangat fikih
klasik yang dipadukan dengan kebutuhan zaman. Jika dalam perspektif fikih klasik sebagaimana
pendapat Abu Hanafi, umumnya wakaf masih dikaitkan dengan barang-barang yang tidak
bergerak, seperti bangunan dan tanah, pendapat seperti ini sebelum berlakunya Undang-Undang
No. 41 Tahun 2004 pernah berlaku di Indonesia, sebagaimana yang termaktub dalam Kompilasi
Hukum Islam.24 Wakaf uang juga diatur dalam bagian tersendiri didalam undang-undang tentang
wakaf. Dalam pasal 28 disebutkan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang
melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri. Kemudian dalam pasal 29 ayat 1

24
Sudirman, Studi Perbandingan Obyek Wakaf Menurut Fikih dan Undang-Undang Wakaf, (de Jure,
Jurnal Syariah dan Hukum: Vol 1, No 2, 2010) h 140.
disebutkan bahwa wakaf benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh wakif dengan
pernyataan kehendak yang dilakukan secara tertulis. Dalam ayat 2 dinyatakan bahwa wakaf
benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.25 Dan pada ayat 3
diatur bahwa sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah
kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. Adapun ketentuan
mengenai wakaf benda bergerak yang berupa uang akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
pemerintah.26

E. Badan Wakaf Indonesia Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Berdirinya Badan Wakaf Indonesia berawal dari banyaknya tanah wakaf dan inovasi
pengembangan wakaf yang belum terdata dan terkelola dengan baik, sehingga pendataan dan
pembimbingan atas Nazhir perlu diadakan sosialisasi dan pembinaan. Berdirinya BWI menjadi
starting point untuk membangkitkan gerakan wakaf. Yang secara filosofis wakaf sebagai salah
satu lembaga islam telah menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam dari
peradaban zaman keemasan islam hingga hari ini.27

Dulu sebelum ada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf di Indonesia
sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi
pihak-pihak yang memerlukan terutama fakir miskin. Manfaat tersebut untuk kepentingan
keagamaan dan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Untuk memajukan
dan mengembangkan perwakafan nasional, perlu dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Badan Wakaf Indonesia dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan


perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang
selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. Dalam pasal 48
dinyatakan bahwa Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara kesatuan Republik
Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan /atau Kabupaten/ Kota sesuai
dengan kebutuhan. Dalam Pasal 51 ayat 1 disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia terdiri atas

25
Suhrawardi K Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018) H 36.
26
Ibid, h 37.
27
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat Press, Tangerang, 2005, hlm. 6.
Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat
untuk masa jabatan selama tiga tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.28

Adapun tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia yang terdapat dalam pasal 49 ayat
1, yaitu:

a. Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta


benda wakaf.
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional.
c. Memberikan persetujuan dan atau izin perubahan peruntukan dan status harta benda
wakaf
d. Memberhentikan dan mengganti Nazhir.
e. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di
bidang perwakafan.29

Dalam ayat 2 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya BWI dapat bekerjasama
dengan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan
internasional, dan pihak lain yang dianggap perlu. Sehubungan dengan tugas dan wewenangnya
tersebut Badan Wakaf Indonesia merumuskan visi sebagai berikut, terwujudnya lembaga
independen yang dipercaya masyarakat, mempunyai kemampuan dan integritas untuk
mengembangkan perwakafan nasional dan intemasional. Adapun misinya adalah menjadikan
Badan Wakaf Indonesia sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi dan
manfaat ekonomi harta benda untuk kepentingagn ibadah dan kesejahteraan umum.30

F. Perkembangan Wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004

Sebagaimana yang telah dijelaskan diawal bahwa sebelum adanya Undang-Undang


Nomor 41 Tahun 2004 ini, di Indonesia sendiri telah memiliki beberapa Peraturan Perundang-
28
Achmad Junaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: Mumtaz Publishing,
2008, h. 11.
29
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bab VI Badan Wakaf Indonesia Bagian Pertama Kedudukan dan Tugas
Pasal 49
30
Badan Wakaf Indonesia, “Profil Badan Wakaf Indonesia Periode 2007-2010”, (Jakarta: Badan Wakaf
Indonesia, 2008), h 10.
Undangan, sejak diundangkannya UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik sampai lahirnya
UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, membawa pembaharuan yang baik , ada beberapa aspek
perkemabangan dalam wakaf yaitu:

a. Demi terciptanya tertib hukum dan administrasi wakaf serta untuk melindungi harta
benda wakaf, maka Undang-Undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf
wajib untuk dicatat serta dituangkan dalam ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan
yang mana pelaksanaannya sesuai dengan tata cara yang diatur dalam perundang-
undangan.
b. Pola seleksi yang dilakukan oleh para nazhir wakaf atas pertimbangan manfaat. Karena
selama ini banyak nazhir wakaf yang hanya asal menerima wakaf begitu saja tanpa
mempertimbangkan asas kemampuan dalam pengelolaan, sehingga banyak benda-benda
wakaf khususnya tanah yang tidak dikelola dengan baik sehingga tidak menghasilkan
manfaat malah justru menjadi beban nazhir
c. Perluasan benda yang diwakafkan, dimana sebelum adanya UU No.41 Tahun 2004
tentang wakaf, pengaturan wakaf hanya mengenai perwakafan benda tidak bergerak yang
lebih banyak digunakan untuk kepentingan konsumtif seperti masjid, madrasah, kuburan
dan lainnya. Namun, wakaf sekarang sudah berkembang pada benda bergerak, baik
berwujud atau tidak berwujud seperti wakaf uang, saham dan surat-surat berharga lainnya
sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Wakaf. Dengan dibolehkannya wakaf
uang oleh Majlis Ulama Indonesia dan ditetapkannya UU No.41 Tahun 2004 berarti
wakaf uang di Indonesia telah mempunyai legalitas hukum.31 Mengenai wakaf uang,
pada Undang-Undang ini wakaf uang diatur sendiri dalam pasal 28 yang berbunyi bahwa
seorang wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan
syariah yang ditenjuk oleh menteri. Kemudian keterangan lebih lanjut mengenai
pelaksanaan wakaf benda bergerak berupa uang ini dilakukan secara tertulis dan
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang. Kemudian siapa yang menerbitkan
sertifikat wakaf uang tersebut? Dalam UU ini menjelaskan bahwa yang menerbitkan

31
Sam’ani, “ Paradigma Baru Perwakafan Pasca UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf” ,2017, 7-11
sertifikat wakaf uang ini adalah lembaga keuangan syariah, diterbitkan dan disampaikan
kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
d. Persyaratan Nazhir. Dalam Undang-Undang Wakaf nazhir yaitu organisasi atau badan
hukum, hal ini ditekankan berdasarkan pengalaman banyaknya penyelewengan yang
dilakukan oleh nazhir perorangan. Selain itu mengenai profesionalisme nazhir , karena
nazhir ini dilakukan benar-benar secara professional. Untuk nazhir sendiri, sebab yang
dikelola itu tidak hanya benda tidak bergerak melainkan juga terkait benda bergerak
seperti uang dan lainnya yang sebagaimana dijelaskan dalam isi Undang-Undang
tersebut, maka nazhir dituntut untuk mampu dalam mengelola benda-benda tersebut.
e. Pemberdayaan, pengembangan dan pembinaan. UU No.41 Tahun 2004 menekankan
pentingnya pemberdayaan dan pengembangan harta wakaf yang mempunyai potensi
ekonomi yang sesuai dengan syari’at Islam. Undang-Undang ini juga menekankan
pentingnya Badan Wakaf Indonesia yang bertujuan untuk membina para nazhir yang
sudah ada agar lebih professional. 32
f. Terkait peruntukan harta benda wakaf itu tidak hanya demi kepentingan sarana ibadah
dan sosial saja, akan tetapi juga diarakan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan
cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf.
g. Dalam Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan Badan wakaf Indonesia. Badan
ini merupakan badan independen yang melaksanakan tugas pada bidang perwakafan
yakni melakukan pembinaan pada nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran serta
pertimbangan kepada Pemerintahdalam menyusun kebijakan pada bidang wakaf.33

Kelahiran objek wakaf dalam UU No.41 Tahun 2004 merupakan fiqh Indonesia seabagai
hasil ijtihad para ulama Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan sosial pada
saat ini. Ijtihad fuqaha terdahulu terhadap objek wakaf bertujuan untuk kemaslahatan umat

32
Sam’ani, Paradigma Baru Perwakafan Pasca UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ,2017, h 7-11.
33
Suhrawardi K Lubis, dkk, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018) h 161.
sesuai dengan kepentingan sosial pada saat itu, begitupun ijtihad ulama-ulama Indonesia
terhadap perkembangan objek wakaf adalah demi kemaslahatan umat manusia. 34

34
Abdul Haris Naim, “ Pengembangan Objek Wakaf dalam Fiqh Islam dan Hukum Positif di
Indonesia”, 2 (Desember, 2017), 254
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian wakaf menurut UU Nomor 41 Tahun 2004 wakaf merupakan sebuah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya untuk kepentingan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Pengertian wakif, ikrar wakaf, nazhir, harta benda wakaf, PPAIW, dan BWI sudah diatur
sedemikian rupa didalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini. Dalam Undang-
Undang ini juga memberi pengertian Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri. Dan Menteri adalah
menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.
2. Adapun unsur-unsur wakaf pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 ini
sebagaimana termaktub dalam pasal 6 berikut; Wakif, Nazhir, Harta benda wakaf, Ikrar
wakaf, Peruntukan harta benda wakaf dan Jangka waktu wakaf.
3. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada Nadzir dihadapan PPAIW dengan disaksikan
oleh dua orang saksi” . Ikrar wakaf dinyatakan secara lisan serta dituangkan dalam akta
ikrar wakaf oleh PPAIW ”. Menurut Pasal 1 angka 6 UU No.41 Tahun 2004 yang
menjadi Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang disingkat dengan PPAIW adalah
pejabat berwenang yang ditetapkan untuk membuat akta ikrar wakaf. akta ikrar wakaf
termasuk dalam akta otentik , karena dibuat oleh pejabat berwenang yang ditunjuk oleh
menteri agama baik dari unsur kepala KUA maupun notaris yang telah diatur dalam pasal
37 peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan undang-undang no.41
tahun 2004. KUA ini adalah institusi terbawah dilingkungan kementrian agama yang
menjadi basis data informasi keagamaan terdepan , sehingga tepat untuk mengeluarkan
akta ikrar wakaf , selain kepada KUA diserahkan juga kepada pihak lain yang ditunjuk
oleh mentri agama seperti pejabat yang menyelenggarakan wakaf atau notaris yang
ditunjuk oleh mentri
4. Adapun obyek wakaf dalam Undang-Undang 41 pada pasal 1 harta benda wakaf adalah
harta benda yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka panjang serta
mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Dalam Undang-
Undang Nomor 41 pasal 15 juga dijelaskan bahwa harta benda wakaf hanya dapat
diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sah. Menurut Undang-
Undang Nomor 41 jenis-jenis benda wakaf meliputi benda bergerak dan benda tidak
bergerak.
5. Badan Wakaf Indonesia dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan
perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf
yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. Dalam pasal
48 dinyatakan bahwa Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara kesatuan
Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan /atau Kabupaten/
Kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam Pasal 51 ayat 1 disebutkan bahwa Badan Wakaf
Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan. Keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama tiga tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu kali masa jabatan
6. Adapun inovasi atau perkembangan yang terkandung didalam Undang-Undang ini
sebagai berikut: perbuatan hukum wakaf wajib untuk dicatat serta dituangkan dalam ikrar
wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang mana pelaksanaannya sesuai dengan tata
cara yang diatur dalam perundang-undangan. Pola seleksi yang dilakukan oleh para
nazhir wakaf atas pertimbangan manfaat. Perluasan benda yang diwakafkan, persyaratan
nazhir, pemberdayaan, pengembangan dan pembinaan harta wakaf. Terkait peruntukan
harta benda wakaf itu tidak hanya demi kepentingan sarana ibadah dan sosial saja, akan
tetapi juga diarakan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Dalam Undang-Undang ini juga
mengatur pembentukan Badan wakaf Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Wakaf Indonesia. Profil Badan Wakaf Indonesia Periode 2007-2010. Jakarta: Badan
Wakaf Indonesia. 2008.
Departemen Agama. Undang-Undang No 4 Tahun 2004 Tentag Wakaf (Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 2007).
Halim, Abdul. Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat Press. Tangerang. 2005
Hunaepi. Peran KUA Dalam Melegalisasi Tanah Wakaf . 2018.
Junaidi, Achmad Junaidi dkk. Menuju Era Wakaf Produktif. Jakarta: Mumtaz Publishing. 2008.
Khobibah . Pengelolaan Tanah Wakaf menurut UU NO 41 Tahun 2004. 2017.
Kompilasi Hukum Islam
Lubis, Suhrawardi K, dkk. Wakaf dan Pemberdayaan Umat. Jakarta: Sinar Grafika. 2018.
Naim, Abdul Haris. Pengembangan Objek Wakaf Dalam Fiqih Islam dan Hukum Positif di
Indonesia. ZISWAF : Jurnal Zakat dan Wakaf. Vol. 4. No. 2. 2017.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977
Sam’ani. Paradigma Baru Perwakafan Pasca UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ,2017.

Sudirman. Studi Perbandingan Obyek Wakaf Menurut Fikih dan Undang-Undang Wakaf. de
Jure: Jurnal Syariah dan Hukum. Vol 1. No 2. 2010.
Suroso. Tinjauan Yuridis Tentang Perwakafan Tanah Milik. Yogyakarta. Liberty. 2000.
Tunggal, Hadi Setia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf.
Jakarta. Harvarindo. 2005.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Ketiga Pasal 6.
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Kelima Nazhir Pasal 9.
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Keenam Harta Benda Wakaf Pasal 15 dan 16.
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Ketujuh Ikrar Wakaf Pasal 17 sampai 21.
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bagian Kedelapan Peruntukan Harta Benda Wakaf Pasal 22.
UU Nomor 41 Tahun 2004 Bab VI Badan Wakaf Indonesia Bagian Pertama Kedudukan dan
Tugas Pasal 49
Yusuf, Hardianti. Peranan Pejabat Akta Ikrar Wakaf dalam Mencegah Terjadinya Sengketa
Tanah Wakaf . Desember. 2020.

Anda mungkin juga menyukai