Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MASTERY LEARNING

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Model Pembelajaran PAI

Dosen Pengampu :

Andryadi, S.Pd M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 11

Ira Febri Utami

Restika Malda Reza

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM YASNI BUNGO

TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini mengenai
memahami materi mastery learning dengan sebaik mungkin.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Andryadi, S.Pd M.Pd. Selaku dosen
mata kuliah Model Pembelajaran PAI.

Semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dan diharapkan kritikan serta saran yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki
kesalahan sebagaimana mestinya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Aamiin.

Rimbo Bujang ,06 November 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ………………………………………………………. 1

KATA PENGANTAR ………………………………………………………. 2

DAFTAR ISI ………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………. 4


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………. 5
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah mastery learning ………………………………………………………. 6


B. Definisi mastery learning ………………………………………………………. 7
C. Kelebihan mastery learning …………………………………………………….. 9
D. Kekurangan mastery learning …………………………………………………... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 12
B. Saran ……………………………………………………………… 12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ide dari belajar tuntas (mastery learning) adalah relatif tua. Awal tahun 1920-an telah

ada paling tidak dua usaha besar untuk memperoleh ketuntasan dalam belajar siswa.

Salah satunya adalah Winnetka Plan dari Carleton Washburne dan kelompoknya;

sedangkan yang lain dibangun suatu pendekatan oleh Prof. Henry C. Morrison pada

Universitas Chicago Laboratory School Pendekatan ini diberikan dengan banyak

keistimewaan sebagai berikut: Pertama, ketuntasan didefinisikan dalam bantuk

pendidikan khusus yang obyektif, masing-masing siswa diharapkan untuk

mencapainya. Pengertian obyektif untuk Washburne, sedang kognitif dan afektif dan

bahkan psikomotor untuk Morrisen, Kedua, pembelajaran telah diatur kedalam

satuan belajar yang baik. Masing-masing satuan memuat kumpulan dari bahan ajar

yang secara sistematis disusun untuk mengajar yang diinginkan tujuan masing-

masing satuan (Washburne) atau tujuan (Morrison), Ketiga, ketuntasan lengkap dari

masing-masing satuan diperlukan siswa sebelum mengerjakan satuan selanjutnya.

Keistimewaan ini secara khusus penting dalam Winnetka Plan karena satuan-satuan

tersebut dijaga untuk disusun sehingga pembelajaran dari masing-masing satuan

dibangun pada belajar sebelumnya, , masing-masing pembelajaran siswa semula

ditambah dengan perbaikan pembelajaran khusus sehingga dapat melengkapi satuan

belajarnya. Dalam Winnetka Plan, terutama bahan-bahan praktek pembelajaran

sendiri telah digunakan, meskipun guru kadang-kadang memberi pelajaran secara

individu atau kelompok kecil. Dalam pendekatan Morrison bermacam-macam

perbaikan digunakan contohnya, pembelajaran kembali, memberi pelajaran tambahan,

4
menyusun kembali aktivitas belajar, dan melangsungkan kembali kebiasaan belajar

siswa. Akhirnya, waktu telah digunakan sebagai variabel dalam pembelajaran

individual dan dengan demikian dalam membantu perkembangan siswa belajar tuntas

terhadap Winnetka Plan siswa belajar melangkah sendiri masing-masing siswa

memberikan semua waktu yang mereka perlukan untuk menuntaskan satu satuan.

Sedang metode Morrison masing-masing siswa diberikan waktu belajar yang

diperlukan gurunya untuk membawa siswa atau hampir semua siswa pada ketuntasan

satuan.

B. Rumusan Masalah

A. Sejarah Mastery Learning?

B. Definisi Mastery Learning?

C. Kelebihan Mastery Learning?

D. Kekurangan Mastery Learning?

C. Tujuan Penulisan

A. Mengetahui sejarahnya Mastery Learning?

B. Mengetahui definisi Mastery Learning?

C. Mengetahui kelebihan dan kekurangan Mastery Learning?

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Mastery Learning


Meskipun strategi yang efektif untuk belajar tuntas baru dikembangkan pada
tahun 1960-an, tetapi gagasan belajar untuk ketuntasan materi secara optimal sudah
dikenal lama. Pada tahun 1920-an terdapat sekurang-kurangnya dua upaya utama untuk
menghasilkan ketuntasan dalam kegiatan belajar siswa. Satu di antaranya adalah the
Winnetka Plan dari Carleton Washburne dan sejawatnya(1922), dan yang lainnya adalah
satu pendekatan yang dikembangkan oleh profesor Henry C. Morrison (1926) di sekolah
laboraturium pada the University of Chicago. Kedua pendekatan tersebut memiliki
banyak kesamaan. Pertama, ketuntasan didefinisikan berdasarkan tujuan khusus
pendidikan yang diharapkan dicapai oleh masing-masing siswa. Bagi Washburne tujuan
itu adalah kognitif, sedangkan bagi Morrison tujuan itu adalah kognitif, afektif maupun
psikomotor. Kedua, pembelajaran diorganisasikan ke dalam unit-unit kegiatan belajar
yang dirumuskan dengan baik. Setiap unit terdiri dari sekumpulan materi kegiatan belajar
yang disusun secara sistematis untuk mencapai tujuan unit yang ditetapkan. Ketiga,
penguasaan yang lengkap terhadap setiap unit merupakan persyaratan bagi siswa sebelum
dapat maju ke unit berikutnya. Aspek ini sangat penting dalam the Winnetka Plan karena
unitunitnya cenderung dibuat berurutan sehingga kegiatan belajar pada masing-masing
unit didasarkan atas unit sebelumnya. Keempat, tes diagnostik kemajuan belajar, yang
tidak diberi nilai, dilakukan pada akhir setiap unit untuk mendapatkan umpan balik
mengenai apakah prestasi kegiatan belajarnya sudah memadai. Tes tersebut dapat
menunjukkan apakah unit itu sudah terkuasai.

atau apakah masih perlu dipelajari lagi untuk mencapai penguasaan. Kelima, atas dasar
diagnostik tersebut, kegiatan belajar setiap siswa dilengkapi dengan kegiatan belajar
korektif (learning correctives) yang tepat sehingga dia dapat menyelesaikan kegiatan
belajarnya. Dalam Winnetka Plan, pada dasarnya siswa diberi bahan latihan untuk
kegiatan belajar mandiri, meskipun kadang-kadang guru memberikan tutorial kepada
individu atau kelompok kecil. Dalam pendekatan Morrison, berbagai macam teknik
korektif dipergunakan misalnya, pengajaran ulang (reteaching), tutorial, restrukturisasi
kegiatan belajar, dan mengubah kebiasaan belajar siswa. Keenam, faktor waktu
dipergunakan sebagai satu variabel dalam mengindividualisasikan pembelajaran dan
dengan demikian dapat menghasilkan ketuntasan belajar siswa. Dalam Winnetka Plan,
kecepatan kegiatan belajar siswa ditentukan oleh siswa sendiri masing-masing siswa
diberi waktu sesuai dengan kebutuhannya untuk menuntaskan satu unit. Dalam metode
Morrison, masing-masing siswa diberi waktu belajar sesuai dengan tuntutan guru hingga
semua atau hampir semua siswa menuntaskan unit itu. (Block, 1971:4). Metode Morrison
populer hingga tahun 1930-an, tetapi akhirnya gagasan belajar tuntas itu tenggelam
terutama karena tidak tersedianya teknologi yang dibutuhkan untuk mempertahankan

6
keberhasilan strategi tersebut. Gagasan tersebut baru muncul kembali pada akhir tahun
1950-an dan awal tahun 1960-an sebagai akibat dari diperkenalkannya pembelajaran
terprogram (programed instruction). Ide pokok yang mendasari pembelajaran terprogram
itu adalah bahwa untuk mempelajari setiap perilaku, betapa pun kompleksnya, tergantung
pada kegiatan belajar satu urutan komponen perilaku yang tidak begitu kompleks
(Skinner, 1954 dalam Block, 1971:5). Oleh karena itu, secara teoritis, dengan memecah-
mecah satu perilaku yang kompleks menjadi satu rantai komponen perilaku, dan dengan
siswa dapat menguasai setiap sambungan pada rantai tersebut, akan memungkinkan bagi
setiap siswa untuk menguasai keterampilan yang paling kompleks sekali pun.
Pembelajaran terprogram baik untuk siswa yang lambat belajar terutama mereka yang
memerlukan langkah-langkah belajar yang kecilkecil, latihan (drill), dan banyak
penguatan (reinforcement), tetapi tidak efektif untuk semua atau hampir semua siswa
(Block, 1971:5). Jadi, model pembelajaran terprogram merupakan alat yang berharga
untuk membantu beberapa siswa untuk mencapai penguasaan, tetapi bukan merupakan
model belajar tuntas yang baik. Namun satu model yang baik ditemukan oleh John B.
Carroll (1963 dalam Block, 1971:5), yang dinamainya "Model of School Learning". Pada
hakikatnya ini merupakan sebuah paradigma konseptual yang menggariskan faktor-faktor
utama yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar di sekolah, dan
menunjukkan bagaimana factor-faktor tersebut berinteraksi.

B. Definisi Mastery Learning

Belajar tuntas adalah sebuah filsafat tentang kegiatan belajar siswa dan
seperangkat teknik implementasi pembelajaran" (Burns, 1987). Sebagai filsafat, belajar
tuntas memandang masing-masing siswa sebagai individu yang unik, yang berbeda antara
satu dengan lainnya, yang mempunyai hak yang sama untuk mencapai keberhasilan
belajar optimal. Block (1980 dalam Nasution, 1994:92) memandang bahwa individu itu
pada dasarnya memang berbeda, namun setiap individu dapat mencapai taraf penguasaan
penuh asalkan diberi waktu yang cukup untuk belajar sesuai dengan tingkat kecepatan
belajar individualnya. Jadi, yang membedakan satu individu dengan individu lainnya
dalam belajar adalah waktu. Artinya, ada individu yang dapat menguasai sesuatu dengan
penuh dalam waktu singkat dan ada yang memerlukan waktu lebih lama, namun pada
akhirnya individu akan mencapai penguasaan penuh. Prinsip bahwa anak harus diberi
kesempatan untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri merupakan prinsip
menghargai kodrat individu. Atas dasar konsep bahwa guru dapat membantu siswa
belajar dengan lebih baik untuk mencapai keberhasilan optimal tersebut, belajar tuntas
sebagai teknik implementasi pembelajaran dilaksanakan dengan terlebih dahulu
mengidentifikasi segmen-segmen belajar spesifik dan kemudian mengarahkan
penguasaannya oleh setiap siswa. Belajar tuntas memberikan struktur untuk pengajaran
yang mencakup pembelajaran kelas diikuti oleh kerja kelompok kecil. Menurut Hierarchy
of Needsdari Maslow (1962dalam Baum, 1990), individu harus merasa sebagai bagian
dari kelompok dan dihargai agar dapat mencapai potensinya atau mengaktualisasikan
dirinya. Guru seyogyanya menciptakan lingkungan yang mengasuh (nurturing

7
environment), yaitu lingkungan yang memberi perhatian untuk mengembangkan potensi
siswa dengan menghargai perbedaan-perbedaan individual. Hal tersebut menyiratkan
bahwa siswa dapat belajar dengan baik apabila ditempatkan dalam kelompok yang
kooperatif di mana satu siswa dengan siswa lainnya dapat saling mendukung dan
mengandalkan. Cimino (1980) memandang belajar tuntas sebagai suatu group-based
approach (pendekatan kelompok) untuk mengindividualisasikan pembelajaran di mana
siswa sering dapat belajar secara kooperatif dengan teman-teman sekelasnya. Belajar
tuntas merupakan satu cara untuk mengindividualisasikan 5
pembelajaran di dalam setting pembelajaran berkelompok tradisional. Model
pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas menurut Cimino (1980) meliputi empat
langkah: 1. mengajarkan unit pelajaran secara klasikal kemudian membagi siswa ke
dalam kelompok-kelompok belajar; 2. memberikan tes untuk mengecek pencapaian
belajar siswa pada akhir setiap unit belajar; 3. Melakukan asesmen untuk melihat
penguasaan siswa terhadap keseluruhan mata pelajaran; 4. memberikan kegiatan
pengayaan atau kegiatan korektif sesuai dengan kebutuhan siswa; dan 5. memberikan tes
kedua untuk mengukur ketuntasan. Fuchs )1995) mendeskripsikan pelaksanaan belajar
tuntas sebagai berikut: 1. Kurikulum dipecah-pecah menjadi satu rangkaian
subketerampilan, dan mengurutkannya berdasarkan hierarki tujuan pembelajaran. 2.
Untuk setiap tahap dalam hierarki pembelajaran tersebut, guru merancang tes acuan
patokan (criterion-referenced test), dan menentukan kriteria kinerja yang
mengindikasikan ketuntasan bagi setiap sub-keterampilan. 3. Mendahului kegiatan
pembelajaran dengan melaksanakan pretest. 4. Guru memulai kegiatan pembelajaran dari
tahap yang paling rendah dalam hierarki tersebut di atas untuk mencapai tujuan
pembelajarKeunggulan Mastery Learning :
Strategi belajar tuntas ini sejalan dengan psikologi belajar modern yang menghargai
prinsip perbedaan individual dalam belajar sehingga setiap siswa secara individual
memperoleh perhatian dan bimbingan belajar yang optimal.
Strategi belajar tuntas memungkinnkan siswa dapat mengembangkan kreativitas,
kemampuan, dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.
Hubungan antara guru dengan siswa berjalan secara kooperatif, partisipatuf, dan persuasif
sehingga memungkinkan suasana belajar menjadi sangat harmonis.
Karena terdapatnya perhatian terhadap perbedaan individual, hasil belajar siswa akan
maksimal, yaitu siswa mampu menguasai materi pelajaran secara tuntas.
Strategi ini memungkinkan seluruh siswa akan naik kelas sebab siswa yang lambat
belajarnya terus-menerus dibantu oleh rekan dan gurunya sehingga dapat mencapai
mastery.
Hasil belajar menjadi sangat onjektif karena penilaian dilakukan oleh guru, teman
sekelas, dan siswa itu sendiri, serta dilaksanakan berdasarkan pada kriteria keberhasilan
yang jelas dan spesifik.
Materi pelajaran sangat relevan dengan kurikulum (GBPP) setiap mata pelajaran karena
kurikulum / GBPP merupakan pedoman pokok dalam pembelajaran.
8
Siswa dapat belajar secara lebih leluasa sebab mereka memiliki waktu belajar yang cukup
sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif sehingga proses belajar mengajar
terasa lebih efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Strategi belajar tuntas mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan
kelas, kelompok, dan individual.
Jika pengajaran dilaksanakan secara sistematis, siswa yang mengalami kesulitan belajar
dibantu, terdapat waktu belajar yang cukup, dan terdapat kriteria yang jelesa mengenai
batas penguasaan suatu materi pelajaran, maka seluruh siswa akan dapat mencapai
kemampuan belajar yang sangat tinggi.
Strategi belajar tuntas merupakan strategi belajar yang sangat efektif sebab mampu
membantu seluruh siswa untuk mencapai pengusaan materi pelajaran secara tuntas.
Terdapatnya umpan balik dan perbaikan belajar memungkinkan motivasi belajar siswa
menjadi semakin tinggi karena siswa terus dipacu untuk selalu memperbaiki kesalahan
belajarnya.an yang telah ditetapkan untuk setiap tahap hierarki.

C. Keunggulan Mastery Learning

1. Strategi belajar tuntas ini sejalan dengan psikologi belajar modern yang menghargai
prinsip perbedaan individual dalam belajar sehingga setiap siswa secara individual
memperoleh perhatian dan bimbingan belajar yang optimal.
2. Strategi belajar tuntas memungkinnkan siswa dapat mengembangkan kreativitas,
kemampuan, dan daya pemecahan masalah menurut kehendaknya sendiri.
3. Hubungan antara guru dengan siswa berjalan secara kooperatif, partisipatuf, dan persuasif
sehingga memungkinkan suasana belajar menjadi sangat harmonis.
4. Karena terdapatnya perhatian terhadap perbedaan individual, hasil belajar siswa akan
maksimal, yaitu siswa mampu menguasai materi pelajaran secara tuntas.
5. Strategi ini memungkinkan seluruh siswa akan naik kelas sebab siswa yang lambat
belajarnya terus-menerus dibantu oleh rekan dan gurunya sehingga dapat mencapai
mastery.
6. Hasil belajar menjadi sangat onjektif karena penilaian dilakukan oleh guru, teman
sekelas, dan siswa itu sendiri, serta dilaksanakan berdasarkan pada kriteria keberhasilan
yang jelas dan spesifik.

9
7. Materi pelajaran sangat relevan dengan kurikulum (GBPP) setiap mata pelajaran karena
kurikulum / GBPP merupakan pedoman pokok dalam pembelajaran.
8. Siswa dapat belajar secara lebih leluasa sebab mereka memiliki waktu belajar yang cukup
sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
9. Memotivasi guru untuk bekerja lebih aktif dan kreatif sehingga proses belajar mengajar
terasa lebih efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
10. Strategi belajar tuntas mampu memadukan berbagai pendekatan belajar, yaitu pendekatan
kelas, kelompok, dan individual.
11. Jika pengajaran dilaksanakan secara sistematis, siswa yang mengalami kesulitan belajar
dibantu, terdapat waktu belajar yang cukup, dan terdapat kriteria yang jelesa mengenai
batas penguasaan suatu materi pelajaran, maka seluruh siswa akan dapat mencapai
kemampuan belajar yang sangat tinggi.
12. Strategi belajar tuntas merupakan strategi belajar yang sangat efektif sebab mampu
membantu seluruh siswa untuk mencapai pengusaan materi pelajaran secara tuntas.
13. Terdapatnya umpan balik dan perbaikan belajar memungkinkan motivasi belajar siswa
menjadi semakin tinggi karena siswa terus dipacu untuk selalu memperbaiki kesalahan
belajarnya.

D. Kekurangan Mastery Leraning

1. Karena melibatkan banyak orang dan berbagai kegiatan, strategi belajar tuntas
menuntut peningkatan kemampuan guru secara maksimal. Untuk itu, guru harus
berkonsentrasi penuh sehingga dapat mengganggu pada kegiatan lainnya. Bahkan,
mungkin kegiatan di luar proses belajar mengajar menjadi terbengkalai.
2. Strategi ini sangat menyita waktu bagi guru sebab guru harus selalu mengecek
penyusunan program belajar, baik satuan pelajaran maupun program caturwulan.
3. Prinsip perbedaan waktu, umpan balik, dan perbaikan dalam belajar tuntas
ternyata sangat membutuhkan dana dan fasilitas yang cukup besar sehingga

10
kebanyakan sekolah tidak mampu memenuhinya karena keterbatasan dana dan
kemampuan.
4. Adanya upaya bantuan atau bimbingan dari guru dan teman sebaya menyebabkan
siswa menjadi tidak kompetitif dalam belajar. Siswa yang lambat belajar
cenderung menunggu bantuan dari pihak lain daripada berusaha sendiri.
5. Siswa yang cepat belajar cenderung merasa tidak dihargai kemampuannya karena
padaakhirnya siswa yang lambat belajar pun akan memiliki kemampuan yang
sama. Hal ini mendorong siswa yang cepat belajarnya menjadi enggan untuk
membantu temannya yang lambat belajar itu.
7. Siswa yang terus-menerus memperoleh bantuan atau bimbingan karena lambat
belajar, kemungkinan akan merasa rendah diri. Hal ini berakibat hilanya kepercayaan
diri siswa tersebut.

8. Perilaku belajar mengajar yang selalu aktif dan persuasif sangat menuntut
konsentrasi, baik dariguru maupun siswa. Hal semacam ini lama kelamaan akan
menimbulkan perasaan jenuh. Jika hal itu terjadi, suasana belajar akan sulit untuk
dibangkitkan kembali.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

    Model belajar tuntas pada mulanya diperkenalkan oleh Bloom dan Carroll (1963). Model
ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar diantara peserta didik. Caroll menyatakan bahwa
sesungguhnya bakat merupakan ukuran mengenai waktu yang diperlukan untuk mempelajari
suatu tugas pada jenjang tertentu dalam kondisi pengajaran yang diharapkan.Belajar tuntas
(Mastery Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berdasar pada pandangan filosofis
bahwa seluruh peserta didik dapat belajar jika mereka mendapat dukungan kondisi yang tepat.
Konsep belajar tuntas adalah proses belajar yang bertujuan agar bahan ajar dapat dikuasai secara
tuntas, artinya cara menguasai materi secara penuh. Belajar tuntas ini merupakan metode
pembelajaran yang diindividualisasikan dengan menggunakan pendekatan kelompok. Dengan
sistem belajar tuntas diharapkan proses belajar mengajar dapat dilaksanakan, agar tujuan
instruksional yang akan dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar lebih
efektif dan efisien.

B. Saran

             Dalam menggunakan strategi belajar tuntas ini guru harus terlebih dahulu tau dan
memahami sebenarnya seperti apa strategi belajar tuntas itu agar dalam pelaksanaannya tidak
mengalami kesulitan. Strategi belajar tuntas harus disusun secara sistematis agar semua peserta
didik dapat memperoleh hasil yang maksimal.  Dalam pembelajaran tuntas ini guru harus sabar
apabila ada anak didiknya yang masih belum dapat menuasai materi yang dipelajarinya dan guru
harus terus mengulangnya serta meminta bantuan kepada temannya untuk membantu anak
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

12
http://hannahandayana.blogspot.com/
https://www.kajianpustaka.com

13

Anda mungkin juga menyukai