Anda di halaman 1dari 3

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh debt-to-

capital ratio (DER), return on investment (ROA), ukuran perusahaan (size), serta

inflasi kepada undervaluation saham perusahaan yang sudah dicatat di Bursa

Efek Indonesia dari tahun 2017 hingga 2019. menurut hasil uji dalam variabel

penelitian tersebut bisa disimpulkan :

1. Return On Asset (ROA) berpengaruhpositif pada underpricing. Hal

initerjadikarenadidapatkannilaikoefisien 0.92 dan nilaisignifikansebesar

0.47.Dalampenelitianinimenunjukkanbahwaprofitabilitas yang

rendahakanmemberikanpengaruhpositifterhadap underpricing. Hal

inidapatdikatakanbahwabesarnilaiprofitabilitasmakamakinbaikkarnadianggap

kemampuanperusahaandalammenghasilkanlaba, return on aset pada

perusahaantelahmenunjukkankemampuanperusahaanmenghasilkanlaba

yang baik, haltersebutdikarenakanpengolahanaset yang dimilikinya optimal

sertalababersih yang rendah

2. Debt to Equity Ratio terpengaruhpositif dan signifikanterhadapunderpricing.

Hal initerjadikarenadidapatkannilaikoefisien 0.172 dengannilaisignifikan

0.005. DER merupakan indikator dari nilai kewajiban suatu perusahaan, dan

semakin besar nilai DER maka semakin ragu untuk berinvestasi pada suatu

perusahaan karena investor bersedia untuk melunasi hutangnya di masa

yang akan datang. Ketika IPO saham perdana dalam menentukan harga

lebih sulit oleh karna itu harga saham perdana mengalami underpricing.

54
3. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap penetapan harga. Hal ini

karena rasionya adalah 0,264 dan nilai signifikansinya adalah 0,068.

Perusahaan dengan aset yang lebih besar akan mengurangi ketidakpastian

masa depan. Ini berarti membantu investor memprediksi risiko berinvestasi

di perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa ukuran perusahaan menentukan

kepercayaan investor.

4. Inflasi memiliki pengaruh positif dan signifikan pada underpricing. Karena

didapatkan nilai koefisien 0.161 dengan nilai signifikan 9.5%. Tingkat inflasi

yang tinggi pada tahun di mana perusahaan go public, maka akan semakin

tinggi risiko undervalued. Sebab, ketika tingkat inflasi tinggi, minat investor

untuk berinvestasi rendah, dan risiko tidak menjual saham perdana

meningkat. Sebagai pihak penjamin emisi, underwriter cenderung melewati

skala risiko yang terkait inflasi yang besar, dengan menetapkan harga

saham awal yang rendah.

B. KeterbatasanPenelitian

Penelitianinimemilikiketerbatasanantara lain sebagaiberikut :

1. Variabel-variabel independen yang digunakan hanya Variabel

Keuangan, dan masih ada variabel – variabelindependen lain yang

dapat digunakan dalam penelitian.

2. Pada penelitian ini cuma dilaksanakan di perusahaan mengalami

underpricing ketika go public yang tercatat di BEI pada tahun 2017

hingga 2019

C. Saran

1. Pada penelitian berikutnya agar mengevaluasi dengan menggunakan

variabel – variabel keuangan dan Non Keuangan lainnya yang terdapat


prospektus yang kemungkinan mempengaruh underpricing. Contohnya:

ROI, ROE, TATO, dan variabel - variabel yang menggambarkan situasi

ekonomimakro, seperti : suku bunga, IHSG, kurs mata uang dan

sebagainya serta variabel non keuangan seperti Persentase Saham,

Waktu IPO, CSR.

2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan juga penelitian

terhadap harga saham yang mendapat overpricing pada di pasar primer.

Anda mungkin juga menyukai