Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY

DISUSUN OLEH :

Desita Ardiyanti (2018.0300.70)

DOSEN PEMBIMBING :
Wahyu Anjas Sari, SST.,M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan hidayah-Nya saya
dapat menyelesaikan penyusunan Asuhan Keperawatan ‘’cerebral palsy pada anak‘’. Dalam
kesempatan ini sayamenyampaikan banyak terima kasih atas bantuan semua pihak sehingga
asuhan kebidanan ini dapat terselesaikan karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dra.Hj. Soelijah Hadi, M.Kes, M.M., selaku Ketua STIKes Husada Jombang.
2. Sylvie Puspita, S.Kep,.Ns.,M.Kep. selaku KaprodiS1
Keperawatan
3. Dr. Najah Soraya N. M_M_. Selaku Wakil Ketua II di STIkes Husada Jombang.
4. Wahyu Anjas Sari, SST.,M.Kes Selaku dosen pengajar keperawatan anak II dalam
keperawatan di STIKes Husada Jombang
Penulis menyadari bahwa asuhan keperawatan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhirnya semoga Asuhan
Keperawatan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Jombang, 18 September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................................3
B. Tujuan........................................................................................................................6
C. Sistematika Penulisan..............................................................................................6
BAB II TINJAUAN TEORITIS................................................................................8
A. Pengertian..................................................................................................................8
B. Anatomi Fisiologi Paru............................................................................................8
C. Etiologi....................................................................................................................12
D. Patofisiologi............................................................................................................14
E. Patoflowdiagram....................................................................................................16
F. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)................................................................16
G. Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................17
H. Penatalaksanaan Medis..........................................................................................18
I. Komplikasi..............................................................................................................18
J. Konsep Asuhan Keperawatan Anak dengan cerebral palsy..............................18
1. Pengkajian....................................................................................................18
2. Diagnosa Keperawatan................................................................................21
3. Intervensi.....................................................................................................21
BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................................25
BAB IV PENUTUP...................................................................................................44
A. Kesimpulan.............................................................................................................44
B. Saran........................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................45
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Setiap orangtua tentu menginginkan anaknya lahir dengan sempurna, memperoleh pendidikan dan

pekerjaan yang layak. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, tak jarang di antara mereka yang

kecewa bahkan tidak ingin menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus.

Sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus, karena anak-anak yang

dianggap cacat itu sebenarnya sama saja dengan anak-anak pada umumnya, punya kelebihan dan

kekurangan. Tetapi karena pemahaman sebagian masyarakat yang kurang, maka masyarakatlah

yang memberi label cacat itu.

Untuk itu perlu dipahami sebuah pendekatan kepada masyarakat bahwa mereka yang mempunyai

keterbatasan ada dalam lingkungan mereka, sama-sama mempunyai hak yang sama dengan anak

yang normal pada umumnya.

Jika kita melihat anak-anak yang mengalami kecacatan mental, mungkin kita beranggapan bahwa

mereka mengalami jenis kecacatan mental yang sama. Namun kita harus mengetahui kecacatan

mental yang dialami anak-anak tersebut berbeda penyebabnya yang dalam hal ini adalah cerebral

palsy.

Walaupun perkembangan dan kemajuan dalam bidang obstetrik dan perinatologi akan mengakibatkan

penurunan angka kematian bayi yang pesat, namun tidak dapat mencegah peningkatan jumlah

anak cacat. Ini disebabkan, meskipun bayiberhasil diselamatkan dari keadaan gawat, akan tetapi

biasanya meninggalkan gejala sisa akibat kerusakan jaringan otak yang gejala-gejalanya dapat

terlihat segera ataupun di kemudian hari.

Cerebral Palsy adalah salah satu gejala sisa yang cukup banyak dijumpai. IstilahCerebral Palsy

(CP) pertama kali dikemukakan oleh Phelps. Cerebral: yang berhubungan dengan otak; Palsy

ketidaksempurnaan fungsi otot. Dalam kepustakaan, CP sering juga disebut diplegia spastik,

tetapi nama ini kurang tepat, sebab CP tidak hanya bermanifestasi spastik dan mengenai 2

anggota gerak saja, tetapi juga dapat ditemukan dalam bentuk lain dan dapat mengenai ke 4
anggota gerak. Nama lain ialah : Little’s disease, oleh karena dokter John Littleadalah orang

yang pertama pada pertengahan abad ke 19 menguraikan gambaran klinik CP.

B.     Tujuan

1.      Tujuan Umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan anak dengan cerebral palsy

2.      Tujuan Khusus

a.       Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada anak dengan cerebral palsy.

b.      Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada anak dengan cerebral

palsy.

c.       Dapat membuat perencanaan pada anak dengan cerebral palsy.

d.      Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi tindakan yang telah

dilakukan pada anak dengan cerebral palsy. 


BAB II

LANDASAN TEORI

A.    Konsep Dasar Penyakit

1.      Definisi

Berbagai definisi telah dikemukakan oleh para sarjana. Clark (1964) mengemukakan, yang

dimaksud dengan CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak pada pusat motorik atau jaringan

penghubungnya, yang kekal dan tidak progresif, yang terjadi pada masa prenatal, saat persalinan atau

sebelum susunan saraf pusat menjadi cukup matur, ditandai dengan adanya paralisis, paresis,

gangguan kordinasi atau kelainan-kelainan fungsi motorik.

Pada tahun 1964 World Commission on Cerebral Palsy mengemukakan definisi CP sebagai

berikut : CP adalah suatu kelainan dari fungsi gerak dan sikap tubuh yang disebabkan karena adanya

kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya. Sedangkan Gilroy dkk

(1975), mendefinisikan CP sebagai suatu sindroma kelainan dalam cerebral control terhadap fungsi

motorik sebagai akibat dari gangguan perkembangan atau kerusakan pusat motorik atau jaringan

penghubungnya dalam susunan saraf pusat.

Definisi lain : CP ialah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak progresif,

terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan), dan merintangi perkembangan otak normal dengan

gambaran klinik yang dapat berubah selama hidup, dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan

pergerakan, disertai kelainan neurologik berupa kelumpuhan spastik, gangguan ganglia basalis dan

serebelum.

2.      Etiologi

Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu:

a.       Pranatal :

1)      Malformasi kongenital.

2)      Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela,

toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).

3)      Radiasi sinar X.


4)      Tok gravidarum.

5)      Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal,

atau tali pusat yang abnormal).

6)      Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi.

b.      Natal :

1)      Anoksia/hipoksia.

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang

menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal,

disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan

alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar.

2)      Perdarahan otak.

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya

perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah

sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan

penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat

menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.

3)      Trauma lahir.

4)      Prematuritas.

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak

dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan

lain-lain masih belum sempurna.

5)      Ikterus

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat

masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.

6)      Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan

mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral.


c.       Postnatal :

1)      Trauma kapitis.

2)      Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis.

3)      Kern icterus.

Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor

pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir

rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi

intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy.

Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu

segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan.

Sedang faktor pasca natal mulai dari bulan pertama kehidupan sampai 2 tahun (Hagberg dkk

1975), atau sampai 5 tahun kehidupan (Blair dan Stanley, 1982), atau sampai 16 tahun (Perlstein,

Hod, 1964).

3.      Patofisiologi

Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar

akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan

sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka

otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan

(structural otak : awal sebelum dilahirkan , perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam

kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi).

4.      Gejala Klinis

a.       Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang

positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan

tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat

yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi

siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari

melintang di telapak tangan.


Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan

telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya.

Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung

kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota

gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah

kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat

anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan

keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

Golongan spastitis ini meliputi / 3 – ¾ penderita cerebral palsy. Bentuk kelumpuhan spastitis

tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:

1)      Monoplegia/ Monoparesis

Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang

lainnya.

2)      Hemiplegia/ Diparesis

Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama.

3)      Diplegia/ Diparesis

Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan.

4)      Tetraplegia/ Tetraparesis

Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan

dengan tungkai.

b.      Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti

kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun

barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak

fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot

tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang

khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak

dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus.


c.       Koreo-atetosis

Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan

sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah

muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat

timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia

berat atau ikterus kern pada masa neonatus.

d.      Ataksia

Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan

perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk.

Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak

diserebelum.

e.       Gangguan pendengaran

Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama

persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.

f.       Gangguan bicara

Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan

sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit

membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.

g.      Gangguan mata

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan

asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.

h.      Paralisis

Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini

mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.

i.        Gerakan involunter

Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid,

rigiditas, atau campuran.

j.        Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.

k.      Gangguan perkembangan mental

Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada

grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental

pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang

menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan

menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan

dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat

dipengaruhi secara positif.

l.        Problem emosional terutama pada saat remaja.

5.      Komplikasi

a.       Ataksi

b.      Katarak

c.       Hidrosepalus

d.      Retardasi Mental

IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan

[menyangkut] IQ yang yang lebih rendah.

e.       Strain/ ketegangan

Lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia

f.       Pinggul Keseleo/ Kerusakan

Sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat.

g.      Kehilangan sensibilitas

Anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas.

h.      Hilang pendengaran

Atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis.

i.        Gangguan visual

Bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia.

j.        Kesukaran btuk bicara


Penyebab: disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional

dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia.

k.      Lateralisasi

Dominan pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala

hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara

l.        Inkontinensia

RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil.

m.    Penyimpangan Perilaku

Tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan.

6.      Pemeriksaan diagnostik

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap tentang riwayat kehamilan, perinatal dan

pascanatal, dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap

dengan memperhatikan perkembangan motorik dan mental dan adanya refleks neonatus yang masih

menetap.

Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan pemeriksaan berulang kali, karena

gejaladapat berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni, yang menandakan perkembangan

motorik yang terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase hipotoni.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang diperlukan adalah foto polos kepala, pemeriksaan pungsi

lumbal. Pemeriksaan EEG terutama pada pendenita yang memperlihatkan gejala motorik, seperti

tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi kepala atau

CT Scan kepala dilakukan untuk mencoba mencari etiologi.

Pemeriksaan psikologi untuk menentukan tingkat kemampuan intelektual yang akan menentukan

cara pendidikan ke sekolah biasa atau sekolah luar biasa.

7.      Penatalaksanaan

a.       Medik

Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan

merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi,
psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua

pasien.

b.      Fisioterapi

Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan

dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur.

Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan

sepanjang pasien hidup.

c.       Tindakan bedah

Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot,

tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien

dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan.

d.      Obat-obatan

Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala

penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada

tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini.

e.       Tindakan keperawatan

Mengobservasi dengan cermat bayi-nayi baru lahir yang beresiko. Jika telah diketahui bayi lahir

dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama di ruang perawatan tidak terjadi kelainan

agar dipesankan kepad orangtua/ibunya jika melihat sikap bayi tidak normal supaya segera dibawa

konsultasi ke dokter.

f.       Occupational therapy

Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki

kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan

keterampilan lainnya.

g.      Speech therapy

Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli.
B.     Konsep Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian

a.       Kaji riwayat kehamilan ibu

b.      Kaji riwayat persalinan

c.       Identifikasi anak yang mempunyai resiko

d.      Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan/menelan, perkembangan yang terlambat dari

anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, perkembangan

pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi yang persisten, ataxic, kurangnya tonus

otot.

e.       Monitor respon bermain anak

f.       Kaji fungsi intelektual

g.      Tidak koordinasi otot ketika melakukan pergerakan (kehilangan keseimbangan)

h.      Otot kaku dan refleks yang berlebihan (spasticas)

i.        Kesulitan mengunyah, menelan dan menghisap serta kesulitan berbicara.

j.        Badan gemetar

k.      Kesukaran bergerak dengan tepat seperti menulus atau menekan tombol.

l.        Anak-anak dengan cerebral palsy mungkin mempunyai permasalahan tambahan, termasuk

yang berikut: kejang, masalah dengan penglihatan dan pendengaran serta dalam bersuara, terdapat

kesulitan belajar dan gangguan perilaku, keterlambatan mental, masalah yang berhubungan dengan

masalah pernafasan, permasalahan dalam buang air besar dan buang air kecil, serta terdapat

abnormalitas bentuk ulang seperti scoliosis.

m.    Riwayat penyakit dahulu : kelahiran prematur, dan trauma lahir.

n.      Riwayat penyakit sekarang : Kelemahan otot, Retardasi Mental, Gangguan hebat-

Hipotonia, Melempar/ Hisap makan, gangguan bicara/suara, visual dan mendengar.

2.      Diagnosa keperawatan

a.       Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor

biologis.
c.       Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.

d.      Ketidakteraturan perilaku anak.

e.       Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.

f.       Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.

g.      Gangguan persepsi sensori.

h.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot.

i.        Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.

j.        Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

k.      Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.

l.        Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas,

perubahan kognitif.

m.    Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.

n.      Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi

kronik.

o.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.

3.      Rencana keperawatan

DP. 1 : Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Tujuan :

a.       Klien mudah untuk bernafas

b.      Pengeluaran udara paksa tidak terjadi.

c.       Penggunaan otot tambahan tidak terjadi.

d.      Tidak terjadi dispnea.

e.       Kapasitas vital normal.

f.       Respirasi rate normal.

g.      Anak tidak mengalami aspirasi.

Intervensi :

a.       Kaji pola pernafasan.


b.      Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan semi fowler/

kepala agak tinggi jurang lebih 30 derajat.

c.       Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.

d.      Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan anak.

e.       Berikan atau tingkatkan istirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan klien atau dengan

jadwal yang tepat.

f.       Berikan penyebab untuk melancarkan jalan nafas.

g.      Monitor pernafasan, irama, kedalama dan memantau saturasi oksigen.

h.      Lakukan suction segera bila ada sekret

i.        Berikan posisi tegak lurus atau setengah duduk saat makan dan minum.

DP. 2 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor

biologis.

Tujuan :

a.       Terpenuhinya intake nutrisi.

b.      Terpenuhinya energi.

c.       Berat badan naik.

Intervensi :

a.       Monitor status nutrisi pasien.

b.      Monitor pemasukan nutrisi dan kalori.

c.       Catat adanya anoreksia, muntah dan terapkan jika ada hubungan dengan medikasi.

d.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan nutrisi dan kalori agar BB naik.

e.       Informasikan pada keluarga, nutrisi apa saja yang dibutuhkan bagi klien.

f.       Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan perencanaan , melibatkan

orang lain yang berwenang.

DP. 3 : Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan cedera otak.

Tujuan :

a.       Menunjukan peningkatan kapasitas adaptif intracranial.

b.      Menunjukan status neurologist.


Intervensi :

a.       Pengelolaan edema serebral.

b.      Peningkatan perfusi serebral.

c.       Memantau tekanan intracranial.

d.      Memantau neurologist

DP. 4 : Ketidakteraturan perilaku anak.

Tujuan :

a.       Menunjukan tidak adanya perlambatan dari tingka perkembangan anak.

b.      Menunjukan termoregulasi.

Intervensi :

a.       Manajemen lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak.

b.      Perbaikan kualitas tidur.

DP. 5 : Risiko injury berhubungan dengan spasme, pergerakan yang tidak terkontrol dan kejang.

Tujuan : Anak akan selalu aman dan terbebas dari injury.

Intervensi :

a.       Hindari anak dari benda-benda yang membahayakan; misalnya dapat terjatuh.

b.      Perhatikan anak-anak saat beraktifitas.

c.       Beri istirahat bila anak lelah.

d.      Gunakan alat pengaman bila diperlukan.

e.       Bila ada kejang; pasang alat pengaman dimulut agar lidah tidak tergigit

f.       Lakukan suction.

g.      Pemberian anti kejang bila terjadi kejang.

DP. 6 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan kesukaran dalam artikulasi.

Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam

batas normal.

Intervensi :

a.       Kaji respon dalam berkomunikasi.

b.      Ajarkan dan kaji makna non verbal.


c.       Latih dalam penggunaan bibir, mulut dan lidah.

d.      Jelaskan kepada anak dan keluarga mengapa anak tidak bisa berbicara atau memahami

dengan tepat.

e.       Sering berikan pujian positif kepada anak yang berusaha untuk berkomunikasi.

f.       Gunakan kartu/gambar-gambar/papan tulis untuk memfasilitasi komunikasi.

g.      Berikan perawatan dalam sikap yang rileks, tidak terburu-buru, dan menghakimi.

h.      Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan terapi bicara.

i.        Libatkan anak dengan keluarga dalam mengembangkan rencana komunikasi.

DP. 7 : Gangguan persepsi sensori.

Tujuan : Anak akan berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan.

Intervensi :

a.       Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis anak.

b.      Identifikasi faktor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensori, seperti deprivasi

tidur, ketergantungan bahan-bahan kimia, pengobatan, penanganan, ketidakseimbangan elektrolit dan

sebagainya.

c.       Pantau kemampuan untuk membedakan tajam/ tumpul, panas/ dingin.

d.      Tingkatkan jumlah stimuli untuk mencapai input sensori yang sesuai.

e.       Adakan terapi okupasi rujukan, jika diperlukan.

DP. 8 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan spasme dan kelemahan otot-otot..

Tujuan : Anak akan memiliki kemampuan pergerakan yang maksimum dan tidak mengalami

kontraktur.

Intervensi :

a.       Ajarkan cara berkomunikasi dengan kata-kata yang pendek.

b.      Ajak untuk latihan yang berbeda-beda pada ekstremitas.

c.       Kaji pergerakan sendi-sendi dan tonus otot.

d.      Lakukan terapi fisik.

e.       Lakukan reposisi setiap 2 jam.

f.       Evaluasi kebutuhan alat-alat khusus untuk makan, menulis dan membaca dan aktivitas.
g.      Ajarkan dalam menggunakan alat bantu jalan.

h.      Ajarkan cara duduk, merangkak pada anak kecil, berjalan, dan lain-lain.

i.        Ajarkan bagaimana cara menggapai benda.

j.        Ajarkan untuk menggerakkan anggota tubuh.

k.      Ajarkan rom yang sesuai.

l.        Berikan periode istirahat.

DP. 9 : Ganggguan konsep diri berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berbicara.

Tujuan : Anak tidak merasa rendah diri ketika berkomunikasi.

Intervensi :

a.       Ajarkan cara berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata yang pendek.

b.      Ajarkan pendidikan kesehatan pada keluarga dan orang-orang disekitar.

c.       Kolaborasi dengan tenaga ahli fisioterapi.

DP. 10 : Perubahan tumbuh dan kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular.

Tujuan : Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan berat badan dalam

batas normal.

Intervensi :

a.       Kaji tingkat tumbuh kembang.

b.      Ajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah.

c.       Berikan aktivitas yang sesuai, menarik diri dan dapat dilakukan oleh anak.

DP. 11 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan serebral injury, ketidakmampuan belajar.

Tujuan : Anak akan menunjukkan tingkat kemampuan belajar yang sesuai.

Intervensi :

a.       Kaji tingkat pemahaman anak.

b.      Ajarkan dalam memahami percakapan dengan verbal atau non verbal.

c.       Ajarkan menulis dengan menggunakan papan tulis atau alat lain yang dapat digunakan

sesuai kemampuan orangtua dan anak.

d.      Ajarkan membaca dan menulis sesuai dengan kebutuhannya.


DP. 12 : Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan spasme otot, meningkatnya aktivitas,

perubahan kognitif.

Tujuan : Orangtua / keluarga menunjukkan pemahaman terhadap kebutuhan perawatan anak

yang ditandai dengan ikut berperan aktif dalam perawatan anak.

Intervensi :

a.       Kaji tingkat kemampuan anak dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

b.      Bantu dalam pemenuhan kebutuhan; makan-minum, eliminasi, kebersihan

perseorangan, mengenakan pakaian, aktivitas bermain.

c.       Libatkan keluarga dan bagi anak yang kooperatif dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

DP. 13 : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah dan kebutuhan terapi.

Tujuan : Pengetahuan tercapai.

Intervensi :

a.       Kaji tingkat pengetahuan orangtua.

b.      Ajarkan orangtua untuk mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak.

c.       Ajarkan tentang kondisi yang dialami anak dan terkait dengan latihan terapi fisik dan

kebutuhan.

DP. 14 : Perubahan peran orang tua berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam kondisi

kronik.

Tujuan : Orang tua berperan aktif dalam perawatan anak.

Intervensi :

a.       Ajarkan orangtua dalam memenuhi kebutuhan perawatan anak.

b.      Tekankan bahwa orangtua dan keluarga mempunyai peranan penting dalam membantu

pemenuhan kebutuhan.

c.       Jelaskan pentingnya pemenuhan kebutuhan bermain dan sosialisasi pada orang lain.

DP. 15 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penggunaan atau alat penyokong.

Tujuan : Anak tidak menunjukkan gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap

utuh.

Intervensi :
a.       Kaji area yang terpasang alat penyokong.

b.      Gunakan lotion kulit untuk mencegah kulit kering.

c.       Lakukan pemijatan pada area yang tertekan.

d.      Berikan posisi yang nyaman dan berikan support dengan bantal.

e.       Pastikan bahwa alat penyokong atau balutan tepat dan terfiksasi.

4.      Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah

ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama

melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

5.      Evaluasi

a.       Menyatakan pemahaman faktor yang menyebabkan cidera

b.      Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi

c.       Aktifitas berjalan dengan normal

d.      Adanya kemajuan peningkatan berat badan

6.      Penkes

CP dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada

masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi

masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat

menurunkan insidens CP. Kernikterus yang disebabkan "haemolytic disease of the new born" dapat

dicegah dengan transfusi tukar yang dini, "rhesus incompatibility" dapat dicegah dengan pemberian

"hyperimmun anti D immunoglobulin" pada ibu-ibu yang mempunyai rhesus negatif. Pencegahan lain

yang dapat dilakukan ialah tindakan yang segera pada keadaan hipoglikemia, meningitis, status

epilepsi dan lain-lain.  


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam

perkembangan anak, mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak

progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya.

Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron

perifer akan berubah akibat maturasi serebral. Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah

William John Little (1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat

prematuritas atau afiksia neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan

istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral

Paralysis

B.     Saran

Diharapkan dengan hadirnya makalah ini, mahasiswa maupun praktisi kesehatan dapat lebih

memahami asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy dan dapat mengimplementasikan

dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J.  2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu kesahatan anak fakultas

kedokteran universitas Indonesia

Putz R dan Pabst R. 1997. sobota. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai