Anda di halaman 1dari 32

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SEKARANG INI MEMBUAT ANAK-

ANAK MENJADI MALAS MEMBACA BUKU


1. Dampak Perkembangan Teknologi
Seiring kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin
canggih, dalam kenyataannya membuat semangat belajar siswa menjadi
turun terutama budaya dan minat membaca buku pelajaran sekolah
sehingga menimbulkan prestasi hasil belajarnya menurun. Akibat dari
penerimaan perkembangan teknologi tersebut, orang pada gilirannya
akan berpandangan berbeda dan menyikapinya berbeda pula dalam cara
menerima teknologi tersebut (faktor internal siswa). Dikaitkan dengan
hal tersebut, ada faktor penyebab yang menyebabkan prestasi hasil
belajar siswa justru menurun seiring kemajuan dan perkembangan
teknologi, antara lain:
a. Kemudahan dalam bidang teknologi tersebut membuat siswa semakin
malas belajar.
Hal ini sebenarnya tiap orang berbeda dalam konteks akibat
setelah menerima teknologi tersebut. Ada hal positif (semakin
meningkatkan kualitas pendidikan seseorang) tetapi ada juga hal
negatifnya jika tidak dapat mengunakan teknologi dengan baik (akan
berdampak kepada kemalasan belajar siswa, mugkin siswa justru
asyik dengan dunia teknologinya dan akhirnya menyalahgunakan
kegunaan dari teknologi tersebut). Karena kemudahan dan kepraktisan
dunia teknologi sekarang, misalnya internet sehingga siswa sekarang
menjadi berpikir instan dan lebih suka lari ke internet karena alasan
kemudahan dan kepraktisan tersebut. Sebenarnya tidak salah kalau
menggunakan internet, tetapi yang salah cara menyikapinya. Kita
harus mampu menyeimbangkan, agar kita memperoleh ilmu yang
lebih banyak, bermanfaat dan berdampak baik bagi diri kita sendiri.
b. Pembelajaran yang semakin berbasis teknologi.
Yang diharapkan dari akibat pembelajaran seperti ini sangat
baik, tetapi yang timbul justru siswa menjadi tidak bisa
menyeimbangkan antara belajar ‘non teknologi(membaca buku)’ dan
belajar ‘teknologi’ sehingga siswa lebih asyik dengan teknologi yang
lebih instan tersebut alhasil semangat siswa belajar turun dan prestasi
hasil belajar juga turun. Bisa dilihat karena banyak guru yang semakin
memberikan pembelajaran atau tugas yang hanya mendekatkan siswa
hanya menggantungkan internet. Karena banyak tugas yang diberikan
kepada siswa, siswa akan mencari sumber yang memudahkan dalam
menyelesaikan dengan cepat dan mudah, misalnya siswa lebih
memilih mencari sumber di internet daripada harus membaca buku
yang memerlukan banyak waktu.
c. Kurangnya motivasi yang diberikan oleh orang tua, guru, dan
masyarakat kepada siswa.
Siswa yang mengalami semangat belajar turun , tetapi pihak
guru, orang tua dan masyarakat tidak mampu meluruskan (memantau
dengan baik) dengan memberi motivasi-motivasi agar siswa dapat
belajar lebih baik lagi. Sekali lagi, tugas siswa adalah belajar tetapi
memasuki era modern, siswa seringkali lebih memilih yag instan
karena alasan lebih efisien. Hal ini, dapat diselesaikan dengan baik
kalau siswa telah mendapat motivasi yang besar dalam belajar,
sehingga siswa dapat menyeimbangkan antara menggunakan internet
dan membaca buku. Dan semangat belajar siswa menjadi meningkat
yang tentu akan berdampak positif pada prestasi hasil belajar yang
baik sesuai yang diharapkan.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh agar siswa
mempunyai semangat belajar tinggi (khususnya budaya dan minat
membaca buku pelajaran sekolah) sehingga prestasi hasil belajar siswa
juga meningkat, adalah:
1) Orang tua: memberikan motivasi kepada siswa agar lebih semangat
belajar.
Memberikan dukungan-dukungan, serta menyediakan
sarana dan prasarana yang memadai agar lebih semangat dalam
belajar (menyediakan buku pelajaran, atau fasilitas lain misalnya
intenet yang menunjang proses belajar). Namun, orang tua dalam
hal ini perlu memantau dengan baik proses belajar anaknya. Kalau
anaknya sudah menyimpang, perlu diluruskan kembali dengan
memberikan motivasi/masukan yang positif agar si anak lebih baik.
2) Guru: memberikan pembelajaran tidak hanya berbasis teknologi,
tidak memberikan tugas yang hanya didukung oleh teknologi
(internet), sehingga siswa menjadi semakin malas belajar. Guru
harus bisa menyeimbangkan keperluan belajar siswa dalam
menggunakan teknologi dan keperluan untuk membaca buku.
Misalnya, guru memberikan tugas yang mendukung siswanya
dituntut untuk membaca buku.
3) Masyarakat: tidak jauh berbeda dengan orang tua, masyarakat
seharusnya juga dapat mendukung upaya belajar siswa. Misalnya
dengan menyediakan fasilitas yang baik untuk belajar siswa.
Misalnya dengan meberikan layanan internet dengan akses mudah,
murah disertai pemantauan yang ketat dari masyarakat. Misalnya,
dengan cara memblokir situs-situs yang lebih berdampak negatif
kepada siswa. Tidak hanya dengan menyediakan akses internet
yang mudah, murah tetapi yang sangat tidak kalah penting yaitu
dengan menyediakan buku yang dapat dijangkau oleh
siswa.Banyak buku yang dijual mahal, makanya siswa lebih
memilih untuk belajar dari internet yang lebih murah dan
memudahkan siswa untuk belajar. Kadang semangat siswa menjadi
turun karena siswa lebih suka berpikir instan, lebih memilih
internet daripada buku. Kebanyakan buku dijual mahal dan untuk
mengerti isi buku perlu waktu yang cukup lama (ribet), sedangkan
internet itu lebih praktis dan sekarang semakin mudah untuk
dijangkau. Untuk menunjang siswa belajar,masyarakat juga bisa
menyediakan buku-buku yang memadai di perpustakaan, dll. Selain
itu, untuk mengalihkan siswa yang terlalu asyik dengan
teknologinya masyarakat juga bisa dengan cara mengaktifkan siswa
dalam acara sosial yang ada di masayarakat.
Melihat perkembangan jaman akhir-akhir ini dibidang
teknologi yang semakin canggih membuat beberapa anak kehilangan
minat dalam belajar. Seringkali orang tua mengeluhkan akan hal ini,
memang tidak bisa kita hindari perkembangan IPTEK yang terus maju
di Indonesia, meskipun beberapa factor penyebabnya dikarenakan
budaya luar yang mulai masuk di Indonesia. Ada baik nya bagi para
orang tua mulai mengawasi aktivitas anak, yang mungkin nantinya
akan berdampak besar terhadap anak tersebut, maka dari itu inilah
pentingnya peranan orang tua didalam keluarga. Beberapa contoh
penyebab anak malas belajar, salah satunya yang paling sering terjadi
adalah game, mungkin bukan hal yang aneh lagi jika anak mulai malas
belajar dikarenakan terlalu asik bermain play station atau lain nya.
Disini lah para orang tua mulai meng-antisipasi anak-anak nya agar
tidak membebaskan dalam bermain.
Ada beberapa kemungkinan dari anak yang sering bermain game
selain malas belajar, diantara nya adalah kurangnya jam istirahat dan
lupa segala mulai dari makan, mandi dan masih banyak lagi, anda
setuju dengan saya..? Jadi mulai sekarang kurangi jam anak dalam
bermain.
Mengatasi anak malas belajar sudah menjadi salah satu
keluhan umum para orang tua. Kasus yang biasa terjadi adalah anak
lebih suka bermain dari pada belajar. Anak usia sekolah tentunya
perlu untuk belajar, antara lain berupa mengulang kembali pelajaran
yang sudah diberikan di sekolah, mengerjakan pekerjaan rumah (pr)
ataupun mempelajari hal-hal lain di luar pelajaran sekolah. Malas
dijabarkan sebagai tidak mau berbuat sesuatu, segan, tak suka, tak
bernafsu. Malas belajar berarti tidak mau, enggan, tak suka, tak
bernafsu untuk belajar (Muhammad Ali, Kamus Bahasa
Indonesia)Jika anak-anak tidak suka belajar dan lebih suka bermain,
itu berarti belajar dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik buat
mereka, dan mungkin tanpa mereka sadari juga dianggap sebagai
kegiatan yang tidak ada gunanya/untungnya karena bagi ana-anak
tidak secara langsung dapat menikmati hasil belajar. Berbeda dengan
kegiatan bermain, jelas-jelas kegiatan bermain menarik buat anak-
anak, dan keuntungannya dapat mereka rasakan secara langsung
(perasaan senang yang dialami ketika bermain adalah suatu
keuntungan). Penyebab :
Faktor intinsik (dalam diri anak sendiri)
1. Kurangnya waktu yang tersedia untuk bermain.
2. Kelelahan dalam beraktivitas (misal terlalu banyak
bermain/membantu orang tua).
3. Sedang sakit.
4. Sedang sedih (bertengkar dengan teman sekolah, kehilangan barang
kesayangan dll).
5. IQ/EQ anak.
Faktor ekstrinsika.
1. Sikap orang tua yang tidak memperhatikan anak dalam belajar atau
sebaliknya (terlalu berlebihan memperhatikan) Banyak orangtua
yang menuntut anak belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan
atas dasar kesadaran dan tanggung jawab anak selaku pelajar.
Memaksakan anak untuk les ini itu dan sebagainya.
2. Sedang punya masalah di rumah (misalnya suasana di rumah
sedang “kacau” karena ada adik baru).
3. Bermasalah di sekolah (tidak suka/phobia sekolah, sehingga
apapun yang berhubungan dengan sekolah jadi enggan untuk
dikerjakan).Termasuk dalam hal ini adalah guru dan teman sekolah.
4. Tidak mempunyai sarana yang menunjang blajar (misal tidak
tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku penunjang ,
dan penerangan yang bagus.alat tulis, buku dll). suasana rumah
misalnya rumah penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang
berantakan ataupun kondisi udara yang pengap.
5. Selain itu tersedianya fasilitas permainan yang berlebihan di rumah
juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape
yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang
diprogram untuk sebuah permainan (games), seperti Game Boy,
Game Watch maupun Play Stations.
Mengatasi malas belajar anak mencari sebab musababnya
anak menjadi malas adalah langkah pertama. Saran berikutnya antara
lain sebagai berikut:
1. Menanamkan pengertian yang benar tentang seluk beluk belajar
pada anak sejak dini. Terangkan dengan bahasa yang dimengerti
anak. menumbuhkan inisiatif belajar mandiri pada anak,
menanamkan kesadaran serta tanggung jawab selaku pelajar pada
anak merupakan hal lain yang bermanfaat jangka panjang.
2. Berikan contoh “belajar” pada anak.Anak cenderung meniru
perilaku orangtua. Ketika menyuruh dan mengawasi anak belajar,
orangtua juga perlu untuk terlihat belajar (misalnya membaca
buku-buku). Sesekali ayah-ibu perlu berdiskusi satu sama lain,
mengenai topik-topik serius (suasana seperti anak sedang kerja
kelompok dan diskusi dengan teman-teman, jadi anak melihat
kalau orangtuanya juga belajar).
3. Berikan insentif jika anak belajar. Insentif yang dapat diberikan
ke anak tidak selalu harus berupa materi, tapi bisa juga berupa
penghargaan dan perhatian. Pujilah anak saat ia mau belajar tanpa
mesti disuruh.
4. Sering mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di
sekolah pada anak (bukan dalam keadaan mengetes anak, tapi
misalnya sembari mengisi tts atau ikut menjawab kuis ). Jika anak
bisa menjawab, puji dia dengan menyebut kepintarannya sebagai
hasil belajar. Kalau anak tidak bisa, tunjukkan rasa kecewa dan
mengatakan “Yah Ade nggak bisa jawab, nggak bisa bantu Mama
deh. Ade, di buku pelajarannya ada nggak sih jawabannya? Kita
lihat yuk sama-sama”. Dengan cara ini, anak sekaligus akan
merasa dipercaya dan dihargai oleh orangtua, karena orangtua
mau meminta bantuannya.
5. Mengajarkan kepada anak pelajaran-pelajaran dengan metode
tertentu yang sesuai dengan kemampuan anak.Misalnya active
learning atau learning by doing, atau learning through playing,
sehingga anak merasakan bahwa belajar adalah sesuatu yang
menyenangkan.
6. Komunikasi. Hendaklah ortu membuka diri , berkomunikasi
dengan anaknya guna memperoleh secara langsung informasi
yang tepat mengenai dirinya. Carilah situasi dan kondisi yang
tepat untuk dapat berkomunikasi secara terbuka dengannya.
Setelah itu ajaklah anak untuk mengungkapkan penyebab ia malas
belajar. Pergunakan setiap suasana yang santai seperti saat
membantu ibu di dapur, berjalan-jalan atau sambil bermain, tidak
harus formal yang membuat anak tidak bisa membuka
permasalahan dirinya.
7. Menciptakan disiplin.jadikan belajar sebagai rutinitas yang pasti.
8. Menegakkan kedisiplinan.
9. Setelah point 8, Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan
bilamana anak mulai meninggalkan rutinitas yang telah
disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat
mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil,
mencubit, atau memukul). gunakanlah konsekuensi-konsekuensi
logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak.
10. Pilih waktu belajar terbaik untuk anak, ketika anak merasa segar.
Mungkin sehabis mandi sore. Anak juga bisa diajak bersama-
sama menentukan kapan waktu belajarnya.
11. Kenali pola kemampuan dan perkembangan anak kemudian
susunlah suatu jadwal belajar yang sesuai.dalam hal ini IQ, EQ,
kemampuan konsentrasi ,daya serap dll.
12. Menciptakan suasana belajar yang baik dan nyamanSetidaknya
orangtua memenuhi kebutuhan sarana belajar, memberikan
perhatian dengan cara mengarahkan dan mendampingi anak saat
belajar. Sebagai selingan orangtua dapat pula memberikan
permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak
tegang dan tetap menarik perhatian.
13. Menghibur dan memberikan solusi yang baik dan bijaksana pada
anak. Dalam hal ini jika anak sakit/sedih.
Beberapa hal yang tidak kalah pentingnya dalam menyikapi
anak yang sedang dilanda malas belajar adalah :
1. Orangtua harus menyadari sisi positif sang anak.
Galilah sisi positif anak agar anak menyadari dirinya sendiri
untuk mengatasi masalahnya. Pernah nggak sih kamu menghadapi
PR yang sangat sulit, tapi akhirnya bisa mengatasinya?. Ajak
anak untuk mengingat ingat, dan kemudian bercerita. Begitu anak
mengingat momen itu, gali lebih jauh. PR apa itu, apa saja
kesulitannya, bagaimana dia mengatasinya, dan seterusnya. Anak
akhirnya tersadar bahwa dia bisa mengatasi kesulitan-
kesulitannya itu, karena dia memiliki sisi positif tertentu. Sisi itu
bergantung dari sang anak. Bisa saja karena kesabaran, keuletan,
usaha dia untuk bertanya kepada teman, dan sebagainya. Perkuat
keyakinan anak, atau sadarkan anak. Misalnya dengan
mengatakan: Nah, kamu pernah mengalami hal yang seperti ini,
dan berarti kamu bisa mengatasinya.
2. Gunakan imajinasi anak.
Orangtua membantu anak membayangkan, apa yang dia inginkan
untuk masa depannya. Baik dalam waktu panjang atau pendek.
Pancing anak untuk membayangkan sesuatu yang menyenangkan
jika dia berhasil mengerjakan PR-nya dengan baik., kira-kira apa
ya komentar dari guru? Minta dia menggambarkan imajinasinya
dengan jelas, apa jadinya jika PR-nya bagus. Mulai dari
bagaimana senyum sang guru, komentarnya, dan sebagainya.
3. Mengarahkan anak untu berteman dan “hidup” dalam lingkungan
yang baik dan mendukung.
4. Tidak terfokus bahwa belajar hanya berkutat pada buku non fiksi.
Gunakan segala hal yang baik yang mampu membuat anak
“belajar”tentang segala sesuatu, termasuk permainannya karena
dunia bermain adalah dunia anak-anak. Pilih dan arahkan
permainannya sehingga anak bisa berkembang.
5. Memberikan bekal nilai-nilai religius pada anak. Inilah faktor
yang sangat penting ,disamping doa orang tua akan anak-anaknya.
Apalagi di jaman yang berkembang dengan pesatnya. Tak
mungkin orang tua memberikan pengawasan secara kasat mata
terus menerus. Juga kemajuan teknologi. Satu hal yang menjadi
jawabnya adalah: beragama dengan baik dan benar.
Beberapa hal yang tidak kalah pentingnya dalam menyikapi
anak yang sedang dilanda malas belajar adalah :
1. Orangtua harus menyadari sisi positif sang anak Galilah sisi
positif anak agar anak menyadari dirinya sendiri untuk mengatasi
masalahnya,.
Pernah nggak sih kamu menghadapi PR yang sangat sulit, tapi
akhirnya bisa mengatasinya?. Ajak anak untuk mengingat ingat,
dan kemudian bercerita. Begitu anak mengingat momen itu, gali
lebih jauh. PR apa itu, apa saja kesulitannya, bagaimana dia
mengatasinya, dan seterusnya. Anak akhirnya tersadar bahwa dia
bisa mengatasi kesulitan-kesulitannya itu, karena dia memiliki sisi
positif tertentu. Sisi itu bergantung dari sang anak. Bisa saja
karena kesabaran, keuletan, usaha dia untuk bertanya kepada
teman, dan sebagainya.
Perkuat keyakinan anak, atau sadarkan anak. Misalnya dengan
mengatakan: Nah, kamu pernah mengalami hal yang seperti ini,
dan berarti kamu bisa mengatasinya.
2. Gunakan imajinasi anak.
Orangtua membantu anak membayangkan, apa yang dia inginkan
untuk masa depannya. Baik dalam waktu panjang atau pendek.
Pancing anak untuk membayangkan sesuatu yang menyenangkan
jika dia berhasil mengerjakan PR-nya dengan baik., kira-kira apa
ya komentar dari guru? Minta dia menggambarkan imajinasinya
dengan jelas, apa jadinya jika PR-nya bagus. Mulai dari
bagaimana senyum sang guru, komentarnya, dan sebagainya.
Mengarahkan anak untu berteman dan “hidup” dalam lingkungan
yang baik dan mendukung.
3. Tidak terfokus bahwa belajar hanya berkutat pada buku non fiksi.
Gunakan segala hal yang baik yang mampu membuat anak
“belajar”tentang segala sesuatu, termasuk permainannya karena
dunia bermain adalah dunia anak-anak. Pilih dan arahkan
permainannya sehingga anak bisa berkembang. Memberikan
bekal nilai-nilai religius pada anak. Inilah faktor yang sangat
penting ,disamping doa orang tua akan anak-anaknya. Apalagi di
jaman yang berkembang dengan pesatnya. Tak mungkin orang
tua member ikan pengawasan secara kasat mata terus menerus.
Juga kemajuan teknologi. Satu hal yang menjadi jawabnya adalah
beragama dengan baik dan benar.

Dampak Perkembangan Teknologi

Seiring kemajuan dan perkembangan teknologi yang semakin canggih, dalam


kenyataannya membuat semangat belajar siswa menjadi turun terutama budaya
dan minat membaca buku pelajaran sekolah sehingga menimbulkan prestasi hasil
belajarnya menurun. Akibat dari penerimaan perkembangan teknologi tersebut,
orang pada gilirannya akan berpandangan berbeda dan menyikapinya berbeda
pula dalam cara menerima teknologi tersebut (faktor internal siswa). Dikaitkan
dengan hal tersebut, ada faktor penyebab yang menyebabkan prestasi hasil belajar
siswa justru menurun seiring kemajuan dan perkembangan teknologi, antara lain:

a. Kemudahan dalam bidang teknologi tersebut membuat siswa semakin malas


belajar. Hal ini sebenarnya tiap orang berbeda dalam konteks akibat setelah
menerima teknologi tersebut. Ada hal positif  (semakin meningkatkan kualitas
pendidikan seseorang) tetapi ada juga hal negatifnya jika tidak dapat
mengunakan teknologi dengan baik (akan berdampak kepada kemalasan
belajar siswa,  mugkin siswa justru asyik dengan dunia teknologinya dan
akhirnya menyalahgunakan kegunaan dari teknologi tersebut). Karena
kemudahan dan kepraktisan dunia teknologi sekarang, misalnya internet
sehingga siswa sekarang menjadi berpikir instan dan lebih suka lari ke internet
karena alasan kemudahan dan kepraktisan tersebut. Sebenarnya tidak salah
kalau menggunakan internet, tetapi yang salah cara menyikapinya. Kita harus
mampu menyeimbangkan, agar kita memperoleh ilmu yang lebih banyak,
bermanfaat dan berdampak baik bagi diri kita sendiri.

b. Pembelajaran yang semakin berbasis teknologi. Yang diharapkan dari akibat


pembelajaran seperti ini sangat baik, tetapi yang timbul justru siswa menjadi
tidak bisa menyeimbangkan antara belajar ‘non teknologi(membaca buku)’ dan
belajar ‘teknologi’ sehingga siswa lebih asyik dengan teknologi yang lebih
instan tersebut alhasil semangat siswa belajar turun dan prestasi hasil belajar
juga turun. Bisa dilihat karena banyak guru yang semakin memberikan
pembelajaran atau tugas yang hanya mendekatkan siswa hanya
menggantungkan internet. Karena banyak tugas yang diberikan kepada siswa,
siswa akan mencari sumber yang memudahkan dalam menyelesaikan dengan
cepat dan mudah, misalnya siswa lebih memilih mencari sumber di internet
daripada harus membaca buku yang memerlukan banyak waktu.

c. Kurangnya motivasi yang diberikan oleh orang tua, guru, dan masyarakat
kepada siswa. Siswa yang mengalami semangat belajar turun , tetapi pihak
guru, orang tua dan masyarakat tidak mampu meluruskan (memantau dengan
baik) dengan memberi motivasi-motivasi agar siswa dapat belajar lebih baik
lagi. Sekali lagi, tugas siswa adalah belajar tetapi memasuki era modern, siswa
seringkali lebih memilih yag instan karena alasan lebih efisien. Hal ini, dapat
diselesaikan dengan baik kalau siswa telah mendapat motivasi yang besar
dalam belajar, sehingga siswa dapat menyeimbangkan antara menggunakan
internet dan membaca buku. Dan semangat belajar siswa menjadi meningkat
yang tentu akan berdampak positif pada prestasi hasil belajar yang baik sesuai
yang diharapkan.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh agar siswa mempunyai semangat belajar
tinggi (khususnya budaya dan minat membaca buku pelajaran sekolah) sehingga
prestasi hasil belajar siswa juga meningkat, adalah:

1. Orang tua: memberikan motivasi kepada siswa agar lebih semangat belajar.
Memberikan dukungan-dukungan, serta menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai agar lebih semangat dalam belajar (menyediakan buku
pelajaran, atau fasilitas lain misalnya intenet yang menunjang proses belajar).
Namun, orang tua dalam hal ini perlu memantau dengan baik proses belajar
anaknya. Kalau anaknya sudah menyimpang, perlu diluruskan kembali dengan
memberikan motivasi/masukan yang positif agar si anak lebih baik.
2. Guru: memberikan pembelajaran tidak hanya berbasis teknologi, tidak
memberikan tugas yang hanya didukung oleh teknologi (internet), sehingga
siswa menjadi semakin malas belajar. Guru harus bisa menyeimbangkan
keperluan belajar siswa dalam menggunakan teknologi dan keperluan untuk
membaca buku. Misalnya, guru memberikan tugas yang mendukung siswanya
dituntut untuk membaca buku.
3. Masyarakat: tidak jauh berbeda dengan orang tua, masyarakat seharusnya juga
dapat mendukung upaya belajar siswa. Misalnya dengan menyediakan fasilitas
yang baik untuk belajar siswa. Misalnya dengan meberikan layanan internet
dengan akses mudah, murah disertai pemantauan yang ketat dari masyarakat.
Misalnya, dengan cara memblokir situs-situs yang lebih berdampak negatif
kepada siswa. Tidak hanya dengan menyediakan akses internet yang mudah,
murah tetapi yang sangat tidak kalah penting yaitu dengan menyediakan buku
yang dapat dijangkau oleh siswa.Banyak buku yang dijual mahal, makanya
siswa lebih memilih untuk belajar dari internet  yang lebih murah dan
memudahkan siswa untuk belajar. Kadang semangat siswa menjadi turun
karena siswa lebih suka berpikir instan, lebih memilih internet daripada buku.
Kebanyakan buku dijual mahal dan untuk mengerti isi buku perlu waktu yang
cukup lama (ribet), sedangkan internet itu lebih praktis dan sekarang semakin
mudah untuk dijangkau. Untuk menunjang siswa belajar,masyarakat juga bisa
menyediakan buku-buku yang memadai di perpustakaan, dll. Selain itu, untuk
mengalihkan siswa yang terlalu asyik dengan teknologinya masyarakat juga
bisa dengan cara mengaktifkan siswa dalam acara sosial yang ada di
masayarakat.

Pengaruh Tayangan Televisi Terhadap Perkembangan Anak

Televisi sekarang telah menjelma sebagai sahabat yang aktif mengunjungi


anak-anak. Bahkan di lingkungan keluarga yang para orang tuanya sibuk
bekerja di luar rumah, televis telah berfungsi ganda, yaitu sebagai penyaji
hiburan sekaligus sebagai pengganti peran orang tua dalam mendampingi
keseharian anak-anak.

Ironisnya, di tengah-tengah peran vitalnya selaku media hiburan keluarga,


dunia pertelevisian kini telah mengalami disorientasi dalam ikut mendidik
penontonnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Ketua Lembaga Sensor Film
(LSF), Titie Said, dunia pertelevisian kini terancam oleh unsur-unsur
vulgarisme, kekerasan, dan pornografi (KR, 23/9-2003). Ketiga unsur tersebut
hampir-hampir menjadi sajian rutin di sejumlah stasiun televisi serta dapat
ditonton secara bebas bahkan oleh kalangan anak-anak. Padahal ketiga unsur
itu mestinya dicegah agar tidak ditonton oleh anak-anak mengingat kondisi
psikologi mereka yang belum mampu membedakan mana hal-hal yang positif
dan mana hal-hal yang negatif dari sebuah tayangan TV.

Harus kita akui, belakangan ini berbagai tayangan televisi cenderung disajikan
secara kurang selektif. Tayangan sinetron televisi, misalnya, kini didominasi
oleh kisah-kisah percintaan orang dewasa, banyolan-banyolan konyol ala
pelawak, intrik-intrik rumah tangga dari keluarga elit, cerita laga dan
sejenisnya. Jika terus-terusan ditonton anak, hal ini akan membawa pengaruh
kurang sehat bagi mereka. Sementara tayangan film yang khusus disajikan
untuk anak-anak sering kali berisi adegan jorok dan kekerasan yang dapat
merusak perkembangan jiwa. di sisi lain, aneka acara yang sifatnya menghibur
anak-anak, seperti acara permainan, pentas lagu-lagu dan sejenisnya kurang
memperoleh prioritas, atau hanya sedikit memperoleh jam tayang.
Masih minimnya komitmen televisi nasional dalam ikut mendidik anak-anak
tampaknya menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para pemilik dan pengelola
televisi. Orentasi pendidikan perlu menjadi semangat kerja para pemilik dan
pengelola televisi dalam rangka membantu tugas orang tua, sekolah dan
masyarakat dalam mengajarkan dan mendidik agama, budi pekerti, etos kerja,
kedisiplinan, nilai-nilai kesopanan dan kreatifitas di kalangan anak-anak dan
remaja.

Dalam situasi demikian tentu saja akan bersifat kontra produktif jika beberapa
stasiun televisi menayangkan berbagai acara yang kurang memupuk upaya
penanaman nilai agama dan budi pekerti. Untuk itu, sudah saatnya para
pengelola televisi dituntut kesediaannya dalam memperbanyak volume acara
yang membawakan pesan-pesan edukatif, positif. Sebaliknya mengurangi
volume tayangan yang secara terselubung membawakan pesan-pesan negatif
seperti sinetron yang bertemakan percintaan antara siswa dengan gurunya,
intrik antar gadis dalam memperebutkan cowok keren, kebiasaan hura-hura,
pesta, serta adegan-adegan kurang pantas lain yang membuat kalangan orang
tua mengelus dada.

Kita akui, tayangan televisi seperti sinetron hanya sebatas rekaan sutradara
yang tak mesti sejalan denga realitas pergaulan remaja kita sehari-hari. tetapi,
karena TV telah menjadi media publik yang ditonton secara luas, termasuk
kalangan anak-anak, maka akan memberi dampak kurang positif jika isinya
bersifat vulgar. Di samping itu, judul sinetron yang selalu mengambil topik-
topik tentang percintaan dan pacaran sedikit banyak akan mengajari anak-anak
untuk berpacaran, tampil sexy, bergaya hidup trendy dan berorentasi yang
penting happy. Walaupun tayangan ini belum tentu ditiru namun tetap akan
mengontaminasi pikiran polosnya. Karena efek tayangan TV selama ini
terbukti cukup ampuh bagi mereka. Simak saja, tingkah laku sebagian anak-
anak remaja kita yang sangat mengidolakan tokoh-tokoh film percintaan dan
sejenisnya.

Bertolak dari sini, dapat digarisbawahi bahwa penayangan bertemakan remaja


yang kental nuasa percintaannya serta mengambil background anak sekolah
seperti berseragan putih biru untuk SLTP maupun berseragan putih abu-abu
untu SLTA justru kurang memberikan pra-kondisi bagi tumbuhnya remaja
yang cerdas, berakhlak mulia, kreatif, disiplin dan lain-lain. Hal inilah yang
membut orang tua menjadi ngeri dan sangat menyayangkan pemutranan
sinetron yang miskin kandungan nilainya seperti itu.

Analisa dan solusi munculnya beberapa TV swasta baru, baik yang cakupannya
lokal maupaun nasional. Sebenarnya disambut hangat oleh publik. Hal ini
lantaran publik merasa memperoleh tambahan berbagai sajian acara baru yang
lebih beragam. Booming TV swasta sanggat diharapkan akan memberikan
pencerahan budaya sekaligus pencerdasan melalui sajian informasi yang
disampaikan secara tajam, objektif dan akurat, dengan sajian informasi yang
tajam, maka akan mencerdaskan masyarakat dalam memahami berbagai
persolan aktual baik di bidang ekonomi, pilitik, sosial, budaya, dan lain-lain.
Disamping itu, TV juag akan memperluas wawasan masyarakat jika mereka
aktif mengikuti acara dialog, debat, diskusi dan berbagai acara informatif-
edukatif lain yang ditayangkan.

Namun tak dapat diingkari kehadiran beberapa TV swasta baru semakin


mempertajam tingkat kompetisi bisnis pertelevisian di Indonesia. Sebagai
konsekuensinya, para awak TV swasta yang ada, baik pemain lama maupun
pemain baru, harus memutar otak untuk memilih strategi jitu dalam menggait
pemirsa. Logikanya, jika mereka berhasil merebut simpati penonton secara luas
maka sejumlah iklan akan masuk.
Yang menjadi keprihatinan kita, ternyata sebagian TV swasta memilih strategi
yang kurang tepat untuk menggaet penonton, diantaranya lewat eksploitasi
anak-anak dan remaja secara berlebihan. Dan hal tersebut tampak pada tiga hal.
Pertama, judul-judul sinetron selalu vulgar, menantang, dan mengandung unsur
pornografi. Kedua, pemilihan aktris yang kebanyakan anak-anak dan remaja
belia. Ketiga, jenis peran yang dilakoninya kurang berakar pada budaya
pergaulan masyarakat Indonesia, dan bahkan sering kurang sesuai dengan
tingkat kematangan psikologis dan umur pemerannya.

Agaknya, pemilihan aktris yang masih belia ini dimaksudkan untu menggaet
penonton dari kalangan ABG atau remaja sebanyak-banyaknya. Disamping itu,
pemilihan alur cerita yang memilih setting anak-anak sekolah tentunya
diorientasikan untuk membidik segmen penonton yang duduk di SD kelas-
kelas atas, SLTP, SLTA. Padahal adegan dalam sinetron bersetting sekolahan
tersebut sebenarnya belum pantas dilakukan oleh mereka. Apa lagi apa bila kita
berpijak pada nilai dan norma agama dan adat ketimuran, tentu peran dan
adegan itu tidak layak diekspos di muka umum.

Agaknya, tanyangan TV terbukti cukup efektif dalam membentuk dan


mempengaruhi perilaku anak-anak lantaran media ini sekarang telah berfungsi
sebagai rujukan dan wahana peniruan (what they see is what they do). Anak-
anak sebagai salah satu konsumen media secara sadar atau tidak telah dicekoki
budaya baru yang dikontruksi oleh pasar ( market ideologi).

Untuk membantu anak agar dapat memanfaatkan tanyangan TV secara positif


agaknya sangat membutuhkan peran optimal orang tua, terutama dalam
mendampingi dan mengontrolnya. Orang tua harus sabar mendampingi anak-
anaknya saat menonton TV. Hal ini perlu dilakukan orang tua agar anak tidak
terpolusi oleh “Limbah budaya massa” yang terus mengalir lewat teknologi
komunikasi yang hanya mempertontonkan hiburan sampah seperti hiburan
opera sabun maupun sinetron akhir-akhir ini.

Orang tua perlu terus mananamkan daya pikir yang kreatif anak dalam belajar.
Orang tua tidak perlu melarang anaknya menonton TV. Yang justru mendapat
perhatian serius adalah bagaimana orang tua memilihkan acara yang betul-
betul bermanfaat bagi pendidikan dan perkembangan anaknya, agar anak
tersebut dapat terangsang untuk berfikir kreatif.

Hal tersebut sangat perlu dilakuakn karena mengingat kondisi psikologis anak
yang belum matang, akan sulit bagi mereka untuk membedakan mana yang
positif dan mana yang negatif. Orang tua perlu senantiasa mandampingi dan
membimbingnya. Bentuk kehati-hatian dari para orang tua semenjak dini
sangat diperlukan untuk menangkal efek samping (side effect). Yang
kemungkinan timbul jika anak-anak dibebaskan menonton berbagai tanyangan
TV sekehendaknya.

Kontrol orang tua terhadap tayangan TV juga dapat dilakukan secara langsung
kepada stasiun TV yang menayangkannya. Caranya, orang tua dapat
melayangkan protes kepada stasiun TV yang menayangkan sebuah acara yang
dianggap bernilai negatif. Cara protes ini sekarang lebih mudah dilakukan
karena telah disediakan salurannya. Hampir semua TV di Indonesia memiliki
telepon, fax, email, bahkan SMS yang bisa dijangkau dari mana-mana. Mereka
umumnya menerima layanan pelangan (custumer service) hampir 24 jam.
Adaikan ada dua orang dari setiap propinsi di Indonesia yang rela
menyempatkan diri ‘mengawasi’, atau bahkan melakukan protes terhadap
setiap tayangan TV yang berbau ‘sesat’, maka dipastikan stasiun TV akan
sangat selektif menampilkan tayangan akibat kewalahan menerima protes dari
banyak permirsa. Jihad (memerangi) TV dengan memprotesnya, walau lewat
telefon koin, lebih berguna demi satu abad masa depan anak-anak kita.

Bagi pemilik atau pengelola stasiun-stasiun TV itu sendiri, adalah bagaimana


dapat memformat acara TV yang mampu melatih anak agar berfikir kreatif.
Yaitu dengan lebih menambah acara-acara yang banyak mengandung unsur
pendidikan, seperti, kuis anak-anak, sejarah, dan lain sebagainya. Stasiun TV
hendaknya betul-betul memikirkan nasib perkembangan generasi bangsa ini.
Hendaknya tidak bermuara pada meraup keuntungan yang sebayak-banyaknya,
dengan tanpa memikirkan nasib konsumennya. Akan tetapi bagaimana sebuah
stasiun TV itu dapat atau ikut andil dalam upaya mendidik generasi bangsa ini,
dengan menyuguhkan tayangan-tayangan yang betul-betul bermanfaat.

Kontrol terhadap tayanagn TV di masa depan agaknya akan bertambah optimal


jika Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Sinetron mampu
berjalan optimal. Kinerja kedua lembaga tersebut sanggat kiat tunggu, terutama
dalam tiga hal. Pertama, mencegah unsur pornografi masuk dalam tanyangan
sinetron. Kedua, mencegah unsur kekerasan berlebihan dalam sintron. Ketiga,
mencegah pandangan dan pemikiran yang menyesatkan masuk dalam tayangan
sinetron.
So, yang jelas dan pasti, faktor keterpengaruhan TV terhadap realitas
pendidikan kita bukan hanya tugas pengelola TV, orang tua, atau KPI dan LSS,
namun merupakan tangggung jawab yang harus dipikul oleh siapa saja yang
masih membutuhkan pendidikan dan ilmu sebagai proses pembelajaran dan
menaruh peduli terhadap perkembangan dan masa depan generasi bangsa ini.

PENGARUH TAYANGAN PROGRAM TELEVISI TERHADAP


PERILAKU ANAK DAN PEMUDA

A.   Hubungan pengaruh televisi terhadap perilaku anak dan pemuda

Dalam psikologi perkembangan, pemuda dan remaja pada usia 12 sampai dengan
18 tahun berada dalam masa yang sulit.  Mereka berada dalam kondisi yang
labil.  Selama masa perkembangan, para pemuda dan remaja menghadapi berbagai
masalah, yakni masalah biologis, psikologis dan sosiologis.

Kehidupan anak-anak dan pemuda tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dalam
pembentukan jati dirinya.  Kini yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana
pengaruh televisi terhadap perilaku anak-anak dan pemuda. Beberapa ahli telah
menyimpulkan bahwa pengaruh televisi pada anak-anak meliputi:  1) dampak
fisik; 2) dampak emosional; 3) dampak kognitif dan 4) dampak tingkah
laku.  Mereka berusaha membentuk gambaran dari lingkungannya, sebagaimana
mereka membentuk citra jati dirinya sendiri.

Sebenarnya media masa termasuk televisi secara langsung tidak mengubah


pendapat atau sikap, kecuali jika pihak yang bersangkutan sudah memiliki unsur
untuk perubahan itu.  Pada dasarnya setiap orang yang berhadapan dengan media
masa mempunyai unsur perubahan, yaitu persepsi, sikap datu pendirian yang
mungkin berubah.  Unsur perubahan ini terbentuk karena pengaruh interaksi
dengan lingkungannya, sehingga orang yang mempunyai selera musik pop
misalnya, tidak berminat mendengarkan musik jazz atau keroncong.

Perubahan sebagai akibat dari pengaruh media massa hanya terjadi bila orang
memang sudah mempunyai kecenderungan untuk berubah.

Televisi ini merupakan jendela terhadap dunia.  Segala sesuatu yang kita lihat
melalui jendela itu membantu menciptakan gambar di dalam jiwa.  Gambar inilah
yang membentuk bagian penting cara seseorang belajar dan mengadakan persepsi
diri.  Apa yang kita peroleh melalui pengamatan pada jendela itu dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu lama waktu menonton dan mengikuti siaran, usia,
kemampuan khusus seseorang dan keadaan seseorang pada waktu itu.

Siaran televisi dapat menyamakan dan meratakan jurang kesempatan dalam


pengalaman dan pengetahuan antara masyarakat yang tinggal di kota dan di desa,
antara masyarakat yang tidak atau kurang terdidik dan yang cukup terdidik, antara
penonton yang putus sekolah dan yang berkesempatan menyelesaikan atau
melanjutkan sekolahnya.  Kepada mereka semua, televisi secara potensial
memberikan dampak yang relatif sama.

Televisi sebagai salah satu lingkungan bagi seorang berperan dalam pembetukan
kepribadian anak.  Proses terbentuknya suatu kepribadian tertentu bisa dilihat dari
beberapa hal, pertama yaitu proses pembiasaan.  Seorang anak melihat suatu
tingkah laku yang sering ditampilkan secara berulang-ulang. Tingkah laku
tersebut akan menjadi lazim baginya.  Dengan demikian, televisi bisa merupakan
suatu lingkungan yang membentuk kebiasaan perilaku.  Apabila dalam siaran
televisi ditayangkan model kekerasan atau pornografi secara berulang-ulang,
tingkah laku tersebut lambat laun bisa menjadi bagian dari perilaku anak.  Oleh
karena itu, agar televisi berpengaruh positif pada pembentukan kebiasaan
hendaknya televisi banyak menayangkan acara dengan model perilaku yang
positif atau memperkuat perilaku anak yang sedang pada tahap pembentukan.

Bentuk lain peran televisi dalam pembentukan kepribadian anak adalah dalam
proses dan peniruan.  Pengaruh proses ini terhadap seseorang berlangsung secara
perlahan-lahan.

B.    Seberapa besar pengaruh televisi terhadap perubahan perilaku


seseorang

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan


Departemen Penerangan dalam konteks pertelevisian di Indonesia memberikan
gambaran sebagai berikut:  1) tingkat efektivitas televisi rendah dibanding dengan
media cetak; 2) acara TV tidak selalu mendorong para remaja untuk
mendiskusikan apa yang diketengahkan dalam siaran televisi dengan orang tua
mereka, guru, teman atau saudara-saudara mereka; 3) para remaja umumnya
menilai siaran TVRI belum menuhi kebutuhan kelompoknya, dan mereka
menghendaki agar mutu siaran ditingkatkan.

Penelitian lain menyangkut siaran TVRI memberikan hasil sebagai berikut: 1)


kehadiran televisi umumnya dapat diterima oleh masyarakat luas termasuk di
daerah pedesaan, 2) televisi telah merupakan aspirasi dari masyarakat, 3)
umumnya masyarakat desa masih kurang merasakan kebutuhan akan pentingnya
informasi, tetapi lebih pada kebutuhan akan hiburan.  Karena kebanyakan mereka
mempunyai latar belakang pendidikan yang sederhana atau rendah, mereka
mempunyai kesulitan dalam mencerna bahasa yang dipakai dalam siaran.  Mereka
mempunyai kerangka pemikiran yang berbeda dengan orang kota dan pengelola
siaran.  Faktor ini menghambat pemahaman isi pesan yang disiarkan dan tujuan
komunikasi yang hendak dicapai; 4) televisi merupakan media hiburan yang tak
ada saingannya berkat cirinya yang pandang dengar, dan relatif selalu tersedia
serta teratur dapat ditonton; 5) untuk sebagian orang, siaran televisi memberikan
rangsangan ingin tahu terhadap hal-hal baru serta hasil perkembangan yang
mereka saksikan.

Televisi sebagai salah satu media masa, peranan dan pemanfaatannya ditentukan
oleh bagaimana interaksi media itu sendiri dengan masyarakat yang
bersangkutan.  Televisi bukanlah media yang pasif, tetapi semakin disadari
peranan aktif yang dimainkan oleh televisi, bukan televisi mempunyai fungsi
pembudayaan.

Hasil studi tentang dampak berita televisi yang dilakukan oleh Udi Rusadi, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem Penerangan, Departemen Penerangan,
antara lain menunjukkan bahwa film-film berita televisi telah membentuk citra
khalayak tentang realitas sosial, pada tahap berikutnya dapat mempengaruhi
norma-norma bahkan perilaku khalayak.  Baik-buruknya pengaruh yang terbentuk
pada khalayak ramai ditentukan oleh dua hal, yaitu karakteristik realitas sosial
yang disajikan dan kemampuan khalayak ramai dalam menyeleksi siaran televisi.

Betapapun besar atau kecilnya pengaruh televisi sebagaimana hasil penelitian di


atas, kehadiran televisi apabila tidak dikelola secara benar dan hati-hati akan
membawa dampak yang justru negatif bagi masyarakat, khususnya generasi
muda.  Tayangan film di televisi yang menggambarkan kekerasan, sadisme, dan
adegan-adegan yang memberi rangsangan imajinasi penonton kian hari kian
meningkat.  Sebagai contoh film serialMiami Vice, Paradise, film-film Kung Fu
Cina/Hongkong, dan lainnya.  Anak usia 5-13 tahun merupakan kelompok
masyarakat yang paling peka sekaligus paling tanggap menangkap pesan-pesan
kekerasan tersebut. Pesan kekerasan tersebut akan sangat mudah terekam dalam
pikiran mereka, dan pesan-pesan kekerasan itu menjadi potensial besar bagi
perilaku yang mengarah ke tindakan kekerasan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 20 tahun terhadap sekelompok


anak-anak, psikolog Leonard Eron dan L. Rowell Huesmann dari Universitas
Illinois menyimpulkan bahwa anak-anak yang pernah menonton film kekerasan
dalam jumlah cukup, cenderung akan melakukan tindakan kekerasan maupun
kriminal pada usia muda.  Bukan itu saja, di saat mereka dewasa pun mereka
cenderung melakukan tindakan penganiayaan terhadap anak atau pasangan hidup
mereka.  Suguhan kekerasan pada perilaku agresif, tindak kejahatan dan
kriminalitas dalam masyarakat.  Semua anak dalam periode usia yang peka akan
terkena dampaknya tanpa memandang jenis kelamin, tingkat intelegensi, maupun
kelas sosial.

Di samping program televisi yang disiarkan dari satelit terdapat juga program-
program tayangan televisi melalui pita rekaman, laser disk, disket
komputer.  Justru melalui media jenis inilah disajikan film-film
porno. Kehadirannya jelas dilakukan dengan cara-cara ilegal, karena pemerintah
secara absolute  melarang peredarannya.  Tetapi oleh kalangan tertentu media
tersebut menjadi barang komoditi yang sangat menguntungkan yang dilakukan
melalui perdagangan gelap.  Bahkan untuk jenis laser disk sampai saat ini secara
teknis badan sensor film belum mampu menyensor, belum ada alat yang mampu
menghapus sebagian gelombang gambar dan suara pada laser disk.

Pengaruh yang ditimbulkan dari jenis media ini terhadap perilaku anak-anak dan
pemuda lebih nyata dan langsung dibandingkan dengan program-program
tayangan televisi melalui satelit.

Dampak negatif sebagaimana telah digambarkan di atas secara sadar dan penuh
tanggung jawab harus dapat dibendung secara dini.  Untuk itu, program-program
acara televisi hendaknya dapat diseleksi secara ketat, tetapi tidak mematikan
perkembangan kreativitas anak.  Sedangkan untuk pita rekaman, laser disk, dan
disket komputer, harus dilakukan cegah tangkal secara dini oleh instansi yang
berkepentingan.  Walalupun disadari sepenuhnya bahwa di manapun peserta didik
berada mereka tidak akan terlepas dari pengaruh negatif lingkungan.

Kini yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana pendidikan nasional mampu
menumbuhkan dan menciptakan iklim sehingga para peserta didik senantiasa
dapat mengatasi pengaruh negatif dari kehadiran berbagai siaran televisi
tersebut.  Di damping itu, sejauh mana pendidikan nasional dapat mengambil
peranan aktif menciptakan kehadiran televisi sebagai media informasi yang positif
sehingga berfungsi memberi program-program yang bersifat mendidik?

Beberapa studi menemukan bahwa televisi sangat bermanfaat dalam proses


belajar mengajar, terutama menyangkut perubahan ke arah yang lebih
baik.  Sebuah penelitian di negara lain menyatakan bahwa peserta didik yang
menonton 30 episode acara pendidikan mampu menjawab ujian pemecahan soal
jauh lebih baik daripada rekan mereka yang tidak menonton acara
tersebut.  Kenyataan ini harus diperhitungkan dalam penyelenggaraan pendidikan
oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah.

C.    Pengaruh Menonton Televisi terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik

Satu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak-anak usia 5 hingga


11 tahun yang banyak menonton televisi, kurang memiliki motivasi
belajar.  Mereka yang duduk di sekolah lanjutan yang hanya menonton televisi
paling lama satu jam sehari, nilai ujian sekolahnya lebih tinggi tujuh persen
daripada temannya yang menonton televisi empat atau tujuh jam sehari.

Kebiasaan menonton televisi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan anak
pasif dan kehilangan kegiatan yang aktif sehingga mereka enggan membaca
buku.  Akibatnya kemapanan mereka menciptakan, berfikir, menduga dan
merencanakan suatu tidak akan berkembang.  Televisi yang sebenarnya
memperluas pengetahuan anak-anak juga berpengaruh terhadap perkembangan
emosi.  Walaupun harus diakui bahwa televisi telah menjadi sarana pengganti
sejumlah kegiatan waktu luang yang mulanya dilakukan anak-anak seperti
membaca, atau melakukan tugas rumah tangga.
Yang menjadi pertanyaan adalah beberapa lama waktu yang paling baik
digunakan anak untuk menonton televisi?  Mengenai hal ini belum ada hasil
penelitian yang dapat memberikan kesimpulan.  Penelitian di atas hanya sekedar
memberi gambaran bahwa ada pengaruh yang cukup signifikan antara banyaknya
waktu menonton televisi dengan tingkah laku motivasi belajar peserta
didik.  Sedangkan pengaruhnya terhadap prestasi belajar, menurut hasil penelitian
tersebut berbeda sekitar tujuh persen antara mereka yang menonton paling lama
satu jam sehari dengan peserta didik yang menonton lebih dari empat jam sehari,
sehingga belum memperlihatkan tingkat signifikansi yang berarti.  Penelitian yang
pernah dilakukan di Jakarta memperlihatkan kemerosotan pada nilai prestasi
belajar.

D.    Pengembangan Potensi Siaran Televisi untuk Tujuan Pelayanan


Pendidikan

Sebagai media pandang-dengar televisi mampu memberikan daya ingat yang lama
kepada penonton.  Seorang pakar komunikasi massa R. Benxhofter mengatakan
bahwa pelajaran yang bisa diingat lewat media pandang dengar ini, setelah tiga
hari, bisa mendapat 65 persen, sedangkan lewat media pandang 20 persen.  Hal ini
mempunyai makna yang sangat berarti dalam bidang pendidikan, khususnya
dalam proses belajar mengajar.  Apabila siswa dapat mengikuti acara baik
program pendidikan yang ditayangkan melalui televisi, akan berarti dapat
memperoleh informasi yang lebih baik daripada metode konvensional tatap muka
atau paling tidak sebagai alternatif lain dalam proses belajar mengajar.

Bagi peserta didik pemanfaatan televisi sangat diperlukan. Lily E.F. Rompas
melalui penelitiannya menyimpulkan antara lain bahwa melek lambing (visual
literacy) pada umumnya, dan melek gambar film pada khususnya, sebaliknya
dimulai di Sekolah Dasar (secara sederhana), dilanjutkan di Sekolah
Lanjutan/yang lebih rumit sampai yang sangat rumit), sejalan  dengan melek huruf
latin.  Media televisi dapat dimanfaatkan dalam skala besar (penonton) dalam
waktu yang bersamaan, dan apabila ini terjadi akan memberi manfaat lain berupa
penghematan tenaga dan biaya.  Di masa yang lampau ada “Dosen terbang” untuk
mengatasi kekurangan tenaga dosen di Universitas tertentu di daerah.  Media
televisi dapat dimanfaatkan untuk tujuan ini.  Sangat disadari bahwa guru-guru
yang bermutu masih sangat terbatas jumlahnya, dan penyebaran belum
merata.  Media TV dapat juga membantu mengatasi kendala ini.  Media elektronik
seperti film, televisi dan video dapat dimanfaatkan dengan merekam perilaku
mengajar guru-guru yang bermutu.  Hal ini dimungkinkan karena media
elektronik mempunyai daya jangkau sangat luas dan cepat.

Manfaat lain adalah menyangkut rasa keadilan, bahwa masyarakat Indonesia yang
berada di daerah tertentu dalam mengikuti program pendidikan melalui media
televisi akan dapat mengikuti pelajaran yang sama dengan mereka yang berada di
kota.  Terlebih apabila bahan kajian yang disajikan berbobot, diharapkan tingkat
pemahaman yang peroleh akan setara, dan berskala nasional.

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH


A.    Kebijakan dan perkembangan pertelevisian di Indonesia

Dengan kebijakan politik yang cenderung menganut open sky policy, arus


informasi melalui komunikasi satelit yang masuk ke Indonesia akan terus
meningkat.  Kenyataan ini sangat  beralasan karena kemajuan teknologi satelit
akan mengalami perkembangan yang pesat. Sebagai contoh, dalam waktu satu dua
tahun ini akan ada satelit generasi baru yang mampu memancarkan empat saluan
televisi dari sebuah televisi transponder (Palapa mampu memancarkan saluran
televisi dari sebuah transponder).

Ditinjau dari kemampuan ekonomi, masyarakat Indonesia akan terus bergerak


maju.  Apabila sekarang ini baru memiliki satelit Palapa yang dikelola
Pemerintah, maka dalam waktu dekat akan diluncurkan satelit INDOSTAR milik
swasta nasional.  Di samping itu, pemerintah telah memberi izin baru
pengoperasian enam pemancar televisi swasta.  Taraf hidup masyarakat akan terus
meningkat, apabila tahun 1991 terdapat 9.121.000 pesawat televisi yang terdaftar,
54.400 pesawat televisi umum, 12.000 antena parabola, tentu pada tahun-tahun
mendatang akan terus meningkat.

Oleh karena itu, kehadiran televisi sebagai sarana informasi, hiburan dan
pendidikan harus mampu ikut serta membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan
membangun seluruh masyarakat Indonesia dengan mencerdaskan kehidupan
bangsa meningkatkan harkat martabat bangsa sejajar dengan bangsa-bangsa yang
telah maju.

B.    Pengaruh televisi kepada perilaku anak-anak dan Pemuda.

Sekalipun televisi bukan sebagai unit pengubah (agent of change), tetapi sebagai
medium yang dapat membentuk gambar dalam jiwa seseorang dan dapat
membentuk proses pembiasaan perilaku, maka seyogyanya program-program
televisi diarahkan untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan para
warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun
rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Daar 1945.

Anak-anak dan pemuda yang berada pada periode pertumbuhan dan


perkembangan yang peka dihadapkan pada masalah-masalah yang berkaitan
dengan aspek biologis, psikologis, dan sosiologis. Kehadiran televisi hendaknya
dijadikan sarana penunjang pembentukan jati diri yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, dinamis, kreatif, mandiri, dan bertanggung
jawab.

Oleh karena arus informasi yang disiarkan televisi baik dari dalam maupun luar
negeri memang sulit untuk dibendung, cara terbaik untuk mengatasi kemungkinan
pengaruh-pengaruh negatif dapat ditempuh.

1. Mengingat mutu pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama serta


pendidikan moral pada khususnya.
2. Pemberian teladan pada semua strata kehidupan sosial masyarakat sebagai
sesuatu bentuk pelaziman yang nyata
3. Secara konvensional melalui penyeleksian dalam bentuk sensor terhadap
program-program televisi yang berupa film, kaset video atau pita rekaman
masih perlu dilakukan.  Dalam pengendalian program-program tayangan
televisi peran komisi siaran diharapkan dapat menjadi filter.

C. Pengaruh Televisi pada motivasi belajar peserta didik

Sesuai dengan ketentuan undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem


pendidikan nasional bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, maka peranan keluarga harus terus
ditingkatkan dalam menciptakan suasana yang mendukung terwujudnya tujuan
pendidikan nasional.

Peran sekolah melalui bimbingan dan penyuluhan dapat dipergunakan dan


ditingkatkan untuk memberikan pengertian dan kesadaran akan pentingnya
mempelajari ilmu pengetahuan untuk dapat menguasai teknologi. Menciptakan
suatu kondisi dan rangsangan agar peserta didik gemar belajar dan dapat
menentukan sikap selektif dalam mengisi waktu-waktu luangnya.

Peran ekstra kurikuler merupakan alternatif pilihan lain yang dapat ditentukan
oleh sekolah, misalnya kegiatan pramuka, kesenian, olah raga, karya ilmiah
remaja.

D. Potensi siaran pendidikan untuk tujuan pelayanan pendidikan

Kehadiran televisi pendidikan Indonesia merupakan suatu bentuk nyata


pemanfaatan televisi untuk pendidikan, oleh karena itu perlu terus
ditingkatkan.  Program pendidikan yang dinyatakan hendaknya bukan semata-
mata penduplikasian dari materi pelajaran di sekolah, melainkan merupakan
pengayaan ataupun pemantapan (reinforcement) terhadap pelajaran yang telah
disampaikan di sekolah.  Tentunya tetap berpedoman pada garis-garis besar
program pengajaran (GBPP) yang berlaku.  Dengan demikian akan tampil acara
yang menarik yang diminati oleh peserta didik.

Untuk menjamin mutu program siaran televisi pendidikan tersebut keterlibatan


tenaga ahli teknologi pendidikan hendaknya terus ditingkatkan.  Sarana dan
prasarana yang menunjang program tersebut khususnya di sekolah perlu mendapat
perhatian yang sungguh-sungguh. Keterbatasan kemampuan dana oleh pemerintah
perlu diatasi dan dicari upaya lain melalui proses peran serta sektor swasta/dunia
usaha.

Sistem dan mekanisme pengelolaan pemanfaatan siaran televisi pendidikan di


jajaran penyelenggaraan pendidikan perlu diatur dengan seksama, misalnya
adanya perbedaan waktu di wilayah nusantara ini merupakan kendala yang perlu
segera dicari jalan keluarnya agar pemanfaatan sistem televisi pendidikan dapat
merata dan adil ke seluruh wilayah tanah air.
Guru sebagai pendidik dan pengajar hendaknya diberikan pemahaman akan arti
pentingnnya media pendidikan tersebut, kehadirannya bukan untuk menggantikan
kedudukannya sebagai guru melainkan untuk membantu meningkatkan
peranannya dalam proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan.

Kehadiran televisi pendidikan (atau media pendidikan lainnya) di sekolah


hendaknya menjadi bagian terpadu dari proses belajar mengajar.

KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN

1.       Televisi sebagai media elektronik yang memberikan informasi, hiburan dan


pendidikan kehadirannya dapat diterima sebagai suatu yang positif dalam rangka
menampilkan cakrawala budaya yang lebih luas, memperkaya khasanah ilmu dan
teknologi serta ikut berperan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk
manusia Indonesia seutuhnya.

2.       Pada abad ke 21 kehidupan manusia dan bangsa akan sangat ditentukan


oleh pengetahuan yang dimiliki serta penguasaan teknologi. Media teknologi
dapat membuat manusia menjadi cerdas, dan juga dapat membuat orang malas
berfikir.  Program-program yang ditayangkan akan menentukan pilihan di
atas.  Oleh karena itu media ini harus mampu menunjukkan dimensi-dimensi yang
nyata dalam perkembangan yang terjadi di masyarakat dan merangsang para
pemirsa untuk berfikir kreatif dan bertanggung jawab.

3.       Ada kecenderungan bahwa kehidupan manusia sekarang dan masa depan


akan selalu dihadapkan pada demikian banyak permasalahan sebagai dampak
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keputusan diserahkan saja kepada
manusia itu sendiri untuk menjadi manusia yang baik atau manusia yang tidak
baik.

Ada kecenderungan bahwa kehidupan manusia sekarang dan masa depan akan
selalu dihadapkan pada demikian banyak permasalahan sebagai dampak kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keputusan diserahkan saja kepada manusia
itu sendiri untuk menjadi manusia yang baik atau manusia yang tidak baik.

Selayaknya pemerintah dapat mengarahkan dan memberikan penyuluhan kepada


setiap warganya untuk mempu menentukan pilihan tepat di dalam menghadapi
berbagai masalah tersebut, dan dalam hal ini media televisi baik yang
diselenggarakan pemerintah maupun oleh lembaga swasta dapat digunakan
sebagai sarana informasi yang ampuh.

4.       Pilihan program tayangan televisi menentukan arah pengaruh positif atau


negatif seluruh pemirsa pada umumnya dan generasi muda pada
khususnya.  Karena itu perlu adanya usaha yang sengaja untuk mendidik
masyarakat (termasuk murid, guru dan orang tua murid) agar dapat secara selektif
menerima pesan-pesan media massa yang mereka terima.  Oleh karena itu,
peranan para ahli dari berbagai disiplin ilmu (seperti psikologi, ahli kebudayaan,
ahli pendidikan, ahli hukum) sangat diperlukan untuk menyeleksi program-
program tayangan televisi.

5.       Arus informasi melalui media televisi, media-media massa lainnya dalam


konteks globalisasi adalah mustahil untuk dibendung.  Untuk itu, harus ada
kebijakan yang didasarkan pada etika nasional yang bersumber dan ditopang oleh
etika dan nilai-nilai ajaran-ajaran agama.  Selain itu pembauran yang dilakukan
harus mencakup pengembangan-pengembangan hal-hal yang bermanfaat, yang
selama ini kita raih agar serasi dan sepadan dengan tujuan kemajuan jaman, serta
pengembangan hal baru yang berguna dan memang dibutuhkan dalam
mengarungi masa depan.  Perhatian khusus perlu dipusatkan terutama pada
daerah-daerah perbatasan yang hanya dapat menerima siaran TV/Radio dari
negara-negara lain.

6.       Kehadiran Televisi seyogyanya lebih mampu mengarahkan kepada


keterbukaan supaya masyarakat mengetahui lebih banyak informasi yang wajar.

7.       Peran dan fungsi lembaga sensor perlu ditingkatkan sehingga mampu


menjaring dampak-jampak negatif yang mungkin timbul.  Di samping itu, peranan
dan fungsi komisi siaran hendaknya makin nyata, termasuk komisi siaran di
daerah bagi daerah yang telah mempunyai stasiun penyiaran televisi.

8.       Generasi muda (anak-anak dan pemuda) dalam masa perkembangan selalu


dihadapkan pada permasalahan biologis, psikologis dan sosiologis.   Karena itu
program televisi hendaknya dapat memberi pengaruh positif terhadap perilaku
mereka sehingga masalah-masalah di atas dapat diatasi.

9.       Penanganan televisi pendidikan hendaknya dilakukan secara


profesional.  Untuk itu, diperlukan tenaga yang terdidik dan terlatih dengan
standar kerja tertentu dan kode etik tertentu pula yang didukung oleh
lembaga/organisasi profesi

10.    Pendidikan tenaga ahli sekarang dilakukan di IKIP/FKIP, sebagai tenaga


ahli di bidang teknologi pendidikan.  Sesuai dengan peranannya, tenaga ahli
teknologi pendidikan tidak hanya diperuntukkan sebagai tenaga guru, tetapi juga
diharapkan peranannya untuk merancang, mengembangkan, memanfaatkan,
menyebarluaskan, meneliti dan mengelola kegiatan pendidikan dengan
menggunakan teknologi komunikasi dan informasi.

11.    Kehadiran televisi pendidikan (atau media pendidikan lainnya) di sekolah


hendaknya menjadi bagian yang terpadu dari proses belajar mengajar.  Oleh
karena itu, guru harus diyakini terlebih dahulu akan kegunaan media pendidikan
tersebut, dan bahwa teknologi media itu tidak akan menggantikan kedudukannya
sebagai guru melainkan untuk membantu meningkatkan peranannya dalam proses
belajar-mengajar.

12.    Mengingat adanya perbedaan waktu di wilayah Indonesia, seyogyanya perlu


dipikirkan adanya regionalisasi jam siaran televisi pendidikan, dengan harapan
agar jam siaran pendidikan dapat disesuaikan dengan waktu-waktu belajar di
wilayah tertentu.

13.    Pemanfaatan prasarana dan sarana media elektronik yang dimiliki oleh


berbagai departemen seperti unit produksi mesia (production house) pada
Depdikbud, Deppen, BKKBN, atau Multi Media Center yang dikelola
Departemen Penerangan hendaknya dapat diselenggarakan dalam suatu jalinan
kerja sama yang serasi dan terpadu, sehingga pemanfaatannya dapat optimal.

14.    Mengingkat kecenderungan perkembangan pertelevisian (swasta) di


Indonesia, serta penggunaan sateli siaran langsung, perlu segera dipertimbangkan
adanya satuan saluran khusus siaran radio dan televisi pendidikan di Indonesia.

15.    Isi siaran televisi sepatutnya menampilkan tema yang sesuai dengan situasi
dan kondisi sosial budaya bangsa.  Pemilihan tema tersebut hendaknya
memperhatikan faktor-faktor sosial, budaya, dan lingkungan setempat serta agama
yang dianut masyarakat.  Hendaknya dipertimbangkan juga pilihan waktu tepat
bagi penayangannya.

16.    Untuk menunjang pembudayaan bangsa melalui penguasaan dan


penggunaan bahasa nasional yaitu Bahasa Indonesia yang baik dan benar,
disarankan agar dalam menyiapkan bahan siaran dan penyiarannya senantiasa
selalu memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

EFEK NEGATIF DAN POSITIF TELEVISI BAGI ANAK

Menonton televisi (TV) sudah merupakan kebiasaan sehari-hari hingga waktu


luang sering hanya dimanfaatkan untuk menonton televisi. Kebanyakan pengguna
televisi adalah anak-anak yang berinteraksi dengan televisi dengan pasif, bahkan
sering kali terhanyut dan terpaku dalam menikmati tayangan televisi. Informasi
mengenai efek negatif dan positif menonton TV, dapat menjadi panduan bagi
orang tua untuk bersikap terhadap anak ketika menonton TV. Kali ini saya ingin
berbagai informasi mengenai efek positif dan negatif televisi.

Televisi sebagai sebuah media, tentu mempunyai efek yang negatif dan
positif khususnya bagi anak-anak. Beberapa efek positif TV diantaranya adalah
sebagai berikut :
1.    Membantu proses belajar membaca
Televisi da!am menyajikan hal bentuk visual pada dasarnya telah mempermudah
anak-anak mengenal huruf dan penampilan visual dalam bentuk benda yang
belum mereka kenal.
2.    Merupakan kacamata dunia sekitar
TV dapat memenuhi keingintahuan tentang segala sesuatu diseputar kehidupan
baik yang dekat maupun yang jauh.
3.    Penunjang dalam pelajaran sekolah khususnya dalam hal pengetahuan umum
TV banyak menyajikan berbagai pengetahuan umum yang dapat menunjang
pelajaran di sekolah.
4.    Memperkaya pengalaman hidup
Televisi memungkinkan anak mengalami berbagai hal tanpa harus merasakannya
sendiri.

Selain efek positif di atas, TV juga mempunyai efek yang negatif buat anak,
yaitu :
1.    Mendorong anak mendapatkan dan mencapai sesuatu selekas mungkin (instantly)
Dilayar TV, segala sesuatu berjalan cepat. Gaya televisi memang mengharuskan
kecepatan itu. Segalanya serba seketika. Hitungan yang berlaku dalam tayangan
televisi adalah detik. Jadi, semua tampak cepat.
2.    Mendorong anak kurang menghargai proses
televisi memberondong anak dengan berbagai macam hiburan, kejadian pada
momen-momen tertentu, pribadi-pribadi yang digandrungi, yang semua itu
didapatkan dengan tanpa harus bersusah payah. Ini mendorong anak untuk kurang
menghargai proses ini, bahkan dapat menimbulkan kecenderungan ingin
mendapatkan sesuatu lewat jalan pintas.
3.    Kurang dapat membedakan khayalan dengan kenyataan
Kemampuan berpikir anak yang masih amat sederhana, memungkinkan anak
cenderung menganggap apa saja yang ada di layar televisi adalah sesuatu hal yang
nyata.
4.    Mengajarkan anak perilaku kekerasan
Tontonan TV yang berbau kekerasan yang sering dilihat anak, dikhawatirkan akan
mengajarkan anak perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.
5.    Mengurangi perhatian dan minat pelajaran
Keasyikan pada televisi akan berpengaruh pada minat dan perhatian anak pada
pelajaran di sekolah.
6.    Meningkatkan kesenangan terhadap hal-hal keduniaan
TV seringkali menampilkan tokoh dan watak yang umumnya mencerminkan hal-
hal yang menjadi obsesi pemirsa (yang indah rupawan, ganteng, kaya, bahagia,
dan sebagainya), sehingga dapat meningkatkan kesenangan terhadap hal-hal yang
sifatnya keduniawian.

Proporsi efek negatif dan positif TV bagi anak tentu saja sangat tergantung
dari content acara yang ada pada stasiun TV. Apabila TV banyak menyajikan
acara-acara yang kurang mendidik dan hanya semata-mata bersifat hiburan, tentu
saja efek negatif menjadi lebih menonjol. Sebaliknya, apabila TV lebih banyak
acara yang mendidik, tentu saja efek positif TV menjadi lebih menonjol.
Pemerintah akan menghentikan pengiriman tenaga kerja
Indonesia (TKI) ke luar negeri. Utamanya yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

"Memang kita ada rencana pada akhir 2018 untuk menghentikan TKI yang
bekerja sebagai PRT, tapi TKI yang bekerja dalam hal formal tentu didorong,
yang ingin dihentikan tentu itu pekerja yang bekerja sebagai PRT (pembantu
rumah tangga), itu nantinya," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK, di Hotel JS
Luwansa, Jakarta, Rabu (6/5/2015).

Saat yang tepat untuk tidak lagi mengirim TKI ke luar negeri, jelas dia, adalah
kala pertumbuhan ekonomi dalam negeri mencapai 7 persen per tahun. Ia
memprediksi angka pertumbuhan tersebut dapat dicapai dalam 2 atau 3 tahun
mendatang.

"Kalau ekonomi kita seperti ini tentu masih dibutuhkan lapangan kerja di luar
(negeri), tapi kalau 7 persen, maka industri tumbuh, industri kreatif seperti ini
terus tumbuh, maka lappangan kerja terbuka, ya tidak perlu lagi untuk PRT ya,"
ujar dia.

Pemerintah baru menghentikan penempatan TKI di 21 negara di Timur Tengah.


Antara lain Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya,
Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan,
Suriah, Tunisia, UEA, Yaman, dan Yordania.

Alasan penghentian itu karena terjadi pelanggaran seperti perdagangan manusia


dan norma ketenagakerjaan di 21 negara tersebut. Menurut Menteri Tenaga Kerja
Hanif Dhakiri, perdagangan manusia terjadi di Arab Saudi karena ada budaya
setempat seperti sistem 'kafalah' yang menyebabkan posisi tawar TKI lemah di
hadapan majikan masih berlaku.

Akibatnya, banyak TKI yang tak bisa pulang meskipun kontak kerjanya habis
karena dilarang majikan, atau dipindahkan ke majikan lainnya.

Selain itu, standar gaji yang diberikan juga relatif rendah yaitu berkisar Rp 2,7-Rp
3 juta/bulan. Jumlah itu setara dengan UMP DKI yang Rp 2,7 juta dan lebih
rendah dari UMSK Bekasi yang Rp 3,2 juta/bulan. Hal ini tidak sebanding dengan
risiko meninggalkan negara dan keluarga untuk bekerja di luar negeri.

Pemerintah akan lakukan penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor


informal ke luar negeri secara bertahap. Sementara Migrant Care menyatakan
penghentian TKI bukan solusi dan diskriminatif.
Pemerintah berencana akan menghentikan pengiriman tenaga kerja Indonesia
(TKI) sektor informal seperti pembantu rumah tangga (PRT) ke luar negeri secara
bertahap. Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Rabu (25/2) mengatakan pada
tahun 2017,diharapkan Indonesia tidak lagi mengirimkan tenaga kerja sektor
informal atau pembantu rumah tangga ke luar negeri.

Saat ini lanjutnya pemerintah sedang menyiapkan penanganan bagi tenaga kerja
Indonesia yang saat ini telah bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah
tangga.

Dhakiri menyatakan penghapusan sektor informal ini dilakukan sebagai upaya


perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri karena TKI di sektor
ini memiliki tingkat kerawanan yang sangat tinggi seperti terjadinya kekerasan
terhadap mereka dari majikan.

Dia mengakui bahwa pengiriman TKI informal ini akan meningkatkan jumlah
pengangguran. Untuk itu, tambahnya pemerintah sedang membuat strategi agar
lapangan kerja tercipta seluas-luasnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan pemerintah tetap akan melakukan pengiriman TKI
sektor formal. Meski demikian, sekarang pemerintah juga tetap akan melakukan
evaluasi terhadap negara-negara penempatan.

"Dalam jangka pendek kita harus menyiapkan penanganan dari mereka-mereka


yang sudah bekerja di luar negeri. Yang kedua, kita juga harus melakukan
evaluasi terhadap negara-negara penempatan. Jadi artinya ada pentahapan-
pentahapan di dalam proses penghentian dari tenaga kerja Indonesia sektor
informal," kata Menteri Hanif Dhakiri.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengungkapkan penghentian


pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor informal atau pembantu rumah tangga
ke luar negeri bukanlah solusi yang baik. Penghentian ini lanjutnya sangat
bertentangan dengan janji kampanye Presiden Joko Widodo dalam kampanyenya
yang menyatakan bahwa negara hadir dimana rakyat bekerja.

Penghentian pengiriman TKI informal ke luar negeri lanjutnya sangat


diskriminatif. Dia mengatakan kasus yang banyak menimpa TKI khususnya PRT
seperti gaji tidak dibayar, pemerkosaan, pembunuhan dan kekerasan, tidak akan
terjadi apabila ada pengawasan yang ketat sebelum keberangkatan.

Anis yakin, apabila pengawasan dilakukan sejak awal maka TKI yang tanpa
dokumen atau bermasalah pun akan terdeteksi.

"Mestinya apa yang harus dipastikan adalah negara memastikan setiap warga
negara bekerja secara layak dan tidak melarang sektor tertentu. Kalau kemudian
alasannya masalah yah justru masalah itu yang dicari solusinya bukan
menghentikan PRT-nya," kata Anis Hidayah.
Anis Hidayah menambahkan seharusnya pemerintah tidak perlu menghentikan
pengiriman TKI informal ke luar negeri tetapi melakukan ratifikasi konvensi ILO
No.189 tentang perlindungan dan kerja layak bagi PRT karena sektor jasa PRT
sangat penting, dan Jokowi harus membuat Undang-Undang agar PRT menjadi
pekerja yang profesional. Selain itu pengawasan yang ketat tambahnya juga harus
dilakukan pemerintah.

"Mestinya yang harus dilakukan pemerintah adalah menyiapkan kebijakan yang


melindungi mereka, meningkatkan profesionalitas mereka kemudian membangun
diplomasi yang lebih mempertimbangkan warga negara yang bekerja sebagai PRT
jadi bukan menghentikan," lanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai