c. Kurangnya motivasi yang diberikan oleh orang tua, guru, dan masyarakat
kepada siswa. Siswa yang mengalami semangat belajar turun , tetapi pihak
guru, orang tua dan masyarakat tidak mampu meluruskan (memantau dengan
baik) dengan memberi motivasi-motivasi agar siswa dapat belajar lebih baik
lagi. Sekali lagi, tugas siswa adalah belajar tetapi memasuki era modern, siswa
seringkali lebih memilih yag instan karena alasan lebih efisien. Hal ini, dapat
diselesaikan dengan baik kalau siswa telah mendapat motivasi yang besar
dalam belajar, sehingga siswa dapat menyeimbangkan antara menggunakan
internet dan membaca buku. Dan semangat belajar siswa menjadi meningkat
yang tentu akan berdampak positif pada prestasi hasil belajar yang baik sesuai
yang diharapkan.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh agar siswa mempunyai semangat belajar
tinggi (khususnya budaya dan minat membaca buku pelajaran sekolah) sehingga
prestasi hasil belajar siswa juga meningkat, adalah:
1. Orang tua: memberikan motivasi kepada siswa agar lebih semangat belajar.
Memberikan dukungan-dukungan, serta menyediakan sarana dan prasarana
yang memadai agar lebih semangat dalam belajar (menyediakan buku
pelajaran, atau fasilitas lain misalnya intenet yang menunjang proses belajar).
Namun, orang tua dalam hal ini perlu memantau dengan baik proses belajar
anaknya. Kalau anaknya sudah menyimpang, perlu diluruskan kembali dengan
memberikan motivasi/masukan yang positif agar si anak lebih baik.
2. Guru: memberikan pembelajaran tidak hanya berbasis teknologi, tidak
memberikan tugas yang hanya didukung oleh teknologi (internet), sehingga
siswa menjadi semakin malas belajar. Guru harus bisa menyeimbangkan
keperluan belajar siswa dalam menggunakan teknologi dan keperluan untuk
membaca buku. Misalnya, guru memberikan tugas yang mendukung siswanya
dituntut untuk membaca buku.
3. Masyarakat: tidak jauh berbeda dengan orang tua, masyarakat seharusnya juga
dapat mendukung upaya belajar siswa. Misalnya dengan menyediakan fasilitas
yang baik untuk belajar siswa. Misalnya dengan meberikan layanan internet
dengan akses mudah, murah disertai pemantauan yang ketat dari masyarakat.
Misalnya, dengan cara memblokir situs-situs yang lebih berdampak negatif
kepada siswa. Tidak hanya dengan menyediakan akses internet yang mudah,
murah tetapi yang sangat tidak kalah penting yaitu dengan menyediakan buku
yang dapat dijangkau oleh siswa.Banyak buku yang dijual mahal, makanya
siswa lebih memilih untuk belajar dari internet yang lebih murah dan
memudahkan siswa untuk belajar. Kadang semangat siswa menjadi turun
karena siswa lebih suka berpikir instan, lebih memilih internet daripada buku.
Kebanyakan buku dijual mahal dan untuk mengerti isi buku perlu waktu yang
cukup lama (ribet), sedangkan internet itu lebih praktis dan sekarang semakin
mudah untuk dijangkau. Untuk menunjang siswa belajar,masyarakat juga bisa
menyediakan buku-buku yang memadai di perpustakaan, dll. Selain itu, untuk
mengalihkan siswa yang terlalu asyik dengan teknologinya masyarakat juga
bisa dengan cara mengaktifkan siswa dalam acara sosial yang ada di
masayarakat.
Harus kita akui, belakangan ini berbagai tayangan televisi cenderung disajikan
secara kurang selektif. Tayangan sinetron televisi, misalnya, kini didominasi
oleh kisah-kisah percintaan orang dewasa, banyolan-banyolan konyol ala
pelawak, intrik-intrik rumah tangga dari keluarga elit, cerita laga dan
sejenisnya. Jika terus-terusan ditonton anak, hal ini akan membawa pengaruh
kurang sehat bagi mereka. Sementara tayangan film yang khusus disajikan
untuk anak-anak sering kali berisi adegan jorok dan kekerasan yang dapat
merusak perkembangan jiwa. di sisi lain, aneka acara yang sifatnya menghibur
anak-anak, seperti acara permainan, pentas lagu-lagu dan sejenisnya kurang
memperoleh prioritas, atau hanya sedikit memperoleh jam tayang.
Masih minimnya komitmen televisi nasional dalam ikut mendidik anak-anak
tampaknya menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para pemilik dan pengelola
televisi. Orentasi pendidikan perlu menjadi semangat kerja para pemilik dan
pengelola televisi dalam rangka membantu tugas orang tua, sekolah dan
masyarakat dalam mengajarkan dan mendidik agama, budi pekerti, etos kerja,
kedisiplinan, nilai-nilai kesopanan dan kreatifitas di kalangan anak-anak dan
remaja.
Dalam situasi demikian tentu saja akan bersifat kontra produktif jika beberapa
stasiun televisi menayangkan berbagai acara yang kurang memupuk upaya
penanaman nilai agama dan budi pekerti. Untuk itu, sudah saatnya para
pengelola televisi dituntut kesediaannya dalam memperbanyak volume acara
yang membawakan pesan-pesan edukatif, positif. Sebaliknya mengurangi
volume tayangan yang secara terselubung membawakan pesan-pesan negatif
seperti sinetron yang bertemakan percintaan antara siswa dengan gurunya,
intrik antar gadis dalam memperebutkan cowok keren, kebiasaan hura-hura,
pesta, serta adegan-adegan kurang pantas lain yang membuat kalangan orang
tua mengelus dada.
Kita akui, tayangan televisi seperti sinetron hanya sebatas rekaan sutradara
yang tak mesti sejalan denga realitas pergaulan remaja kita sehari-hari. tetapi,
karena TV telah menjadi media publik yang ditonton secara luas, termasuk
kalangan anak-anak, maka akan memberi dampak kurang positif jika isinya
bersifat vulgar. Di samping itu, judul sinetron yang selalu mengambil topik-
topik tentang percintaan dan pacaran sedikit banyak akan mengajari anak-anak
untuk berpacaran, tampil sexy, bergaya hidup trendy dan berorentasi yang
penting happy. Walaupun tayangan ini belum tentu ditiru namun tetap akan
mengontaminasi pikiran polosnya. Karena efek tayangan TV selama ini
terbukti cukup ampuh bagi mereka. Simak saja, tingkah laku sebagian anak-
anak remaja kita yang sangat mengidolakan tokoh-tokoh film percintaan dan
sejenisnya.
Analisa dan solusi munculnya beberapa TV swasta baru, baik yang cakupannya
lokal maupaun nasional. Sebenarnya disambut hangat oleh publik. Hal ini
lantaran publik merasa memperoleh tambahan berbagai sajian acara baru yang
lebih beragam. Booming TV swasta sanggat diharapkan akan memberikan
pencerahan budaya sekaligus pencerdasan melalui sajian informasi yang
disampaikan secara tajam, objektif dan akurat, dengan sajian informasi yang
tajam, maka akan mencerdaskan masyarakat dalam memahami berbagai
persolan aktual baik di bidang ekonomi, pilitik, sosial, budaya, dan lain-lain.
Disamping itu, TV juag akan memperluas wawasan masyarakat jika mereka
aktif mengikuti acara dialog, debat, diskusi dan berbagai acara informatif-
edukatif lain yang ditayangkan.
Agaknya, pemilihan aktris yang masih belia ini dimaksudkan untu menggaet
penonton dari kalangan ABG atau remaja sebanyak-banyaknya. Disamping itu,
pemilihan alur cerita yang memilih setting anak-anak sekolah tentunya
diorientasikan untuk membidik segmen penonton yang duduk di SD kelas-
kelas atas, SLTP, SLTA. Padahal adegan dalam sinetron bersetting sekolahan
tersebut sebenarnya belum pantas dilakukan oleh mereka. Apa lagi apa bila kita
berpijak pada nilai dan norma agama dan adat ketimuran, tentu peran dan
adegan itu tidak layak diekspos di muka umum.
Orang tua perlu terus mananamkan daya pikir yang kreatif anak dalam belajar.
Orang tua tidak perlu melarang anaknya menonton TV. Yang justru mendapat
perhatian serius adalah bagaimana orang tua memilihkan acara yang betul-
betul bermanfaat bagi pendidikan dan perkembangan anaknya, agar anak
tersebut dapat terangsang untuk berfikir kreatif.
Hal tersebut sangat perlu dilakuakn karena mengingat kondisi psikologis anak
yang belum matang, akan sulit bagi mereka untuk membedakan mana yang
positif dan mana yang negatif. Orang tua perlu senantiasa mandampingi dan
membimbingnya. Bentuk kehati-hatian dari para orang tua semenjak dini
sangat diperlukan untuk menangkal efek samping (side effect). Yang
kemungkinan timbul jika anak-anak dibebaskan menonton berbagai tanyangan
TV sekehendaknya.
Kontrol orang tua terhadap tayangan TV juga dapat dilakukan secara langsung
kepada stasiun TV yang menayangkannya. Caranya, orang tua dapat
melayangkan protes kepada stasiun TV yang menayangkan sebuah acara yang
dianggap bernilai negatif. Cara protes ini sekarang lebih mudah dilakukan
karena telah disediakan salurannya. Hampir semua TV di Indonesia memiliki
telepon, fax, email, bahkan SMS yang bisa dijangkau dari mana-mana. Mereka
umumnya menerima layanan pelangan (custumer service) hampir 24 jam.
Adaikan ada dua orang dari setiap propinsi di Indonesia yang rela
menyempatkan diri ‘mengawasi’, atau bahkan melakukan protes terhadap
setiap tayangan TV yang berbau ‘sesat’, maka dipastikan stasiun TV akan
sangat selektif menampilkan tayangan akibat kewalahan menerima protes dari
banyak permirsa. Jihad (memerangi) TV dengan memprotesnya, walau lewat
telefon koin, lebih berguna demi satu abad masa depan anak-anak kita.
Dalam psikologi perkembangan, pemuda dan remaja pada usia 12 sampai dengan
18 tahun berada dalam masa yang sulit. Mereka berada dalam kondisi yang
labil. Selama masa perkembangan, para pemuda dan remaja menghadapi berbagai
masalah, yakni masalah biologis, psikologis dan sosiologis.
Kehidupan anak-anak dan pemuda tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dalam
pembentukan jati dirinya. Kini yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana
pengaruh televisi terhadap perilaku anak-anak dan pemuda. Beberapa ahli telah
menyimpulkan bahwa pengaruh televisi pada anak-anak meliputi: 1) dampak
fisik; 2) dampak emosional; 3) dampak kognitif dan 4) dampak tingkah
laku. Mereka berusaha membentuk gambaran dari lingkungannya, sebagaimana
mereka membentuk citra jati dirinya sendiri.
Perubahan sebagai akibat dari pengaruh media massa hanya terjadi bila orang
memang sudah mempunyai kecenderungan untuk berubah.
Televisi ini merupakan jendela terhadap dunia. Segala sesuatu yang kita lihat
melalui jendela itu membantu menciptakan gambar di dalam jiwa. Gambar inilah
yang membentuk bagian penting cara seseorang belajar dan mengadakan persepsi
diri. Apa yang kita peroleh melalui pengamatan pada jendela itu dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yaitu lama waktu menonton dan mengikuti siaran, usia,
kemampuan khusus seseorang dan keadaan seseorang pada waktu itu.
Televisi sebagai salah satu lingkungan bagi seorang berperan dalam pembetukan
kepribadian anak. Proses terbentuknya suatu kepribadian tertentu bisa dilihat dari
beberapa hal, pertama yaitu proses pembiasaan. Seorang anak melihat suatu
tingkah laku yang sering ditampilkan secara berulang-ulang. Tingkah laku
tersebut akan menjadi lazim baginya. Dengan demikian, televisi bisa merupakan
suatu lingkungan yang membentuk kebiasaan perilaku. Apabila dalam siaran
televisi ditayangkan model kekerasan atau pornografi secara berulang-ulang,
tingkah laku tersebut lambat laun bisa menjadi bagian dari perilaku anak. Oleh
karena itu, agar televisi berpengaruh positif pada pembentukan kebiasaan
hendaknya televisi banyak menayangkan acara dengan model perilaku yang
positif atau memperkuat perilaku anak yang sedang pada tahap pembentukan.
Bentuk lain peran televisi dalam pembentukan kepribadian anak adalah dalam
proses dan peniruan. Pengaruh proses ini terhadap seseorang berlangsung secara
perlahan-lahan.
Televisi sebagai salah satu media masa, peranan dan pemanfaatannya ditentukan
oleh bagaimana interaksi media itu sendiri dengan masyarakat yang
bersangkutan. Televisi bukanlah media yang pasif, tetapi semakin disadari
peranan aktif yang dimainkan oleh televisi, bukan televisi mempunyai fungsi
pembudayaan.
Hasil studi tentang dampak berita televisi yang dilakukan oleh Udi Rusadi, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sistem Penerangan, Departemen Penerangan,
antara lain menunjukkan bahwa film-film berita televisi telah membentuk citra
khalayak tentang realitas sosial, pada tahap berikutnya dapat mempengaruhi
norma-norma bahkan perilaku khalayak. Baik-buruknya pengaruh yang terbentuk
pada khalayak ramai ditentukan oleh dua hal, yaitu karakteristik realitas sosial
yang disajikan dan kemampuan khalayak ramai dalam menyeleksi siaran televisi.
Di samping program televisi yang disiarkan dari satelit terdapat juga program-
program tayangan televisi melalui pita rekaman, laser disk, disket
komputer. Justru melalui media jenis inilah disajikan film-film
porno. Kehadirannya jelas dilakukan dengan cara-cara ilegal, karena pemerintah
secara absolute melarang peredarannya. Tetapi oleh kalangan tertentu media
tersebut menjadi barang komoditi yang sangat menguntungkan yang dilakukan
melalui perdagangan gelap. Bahkan untuk jenis laser disk sampai saat ini secara
teknis badan sensor film belum mampu menyensor, belum ada alat yang mampu
menghapus sebagian gelombang gambar dan suara pada laser disk.
Pengaruh yang ditimbulkan dari jenis media ini terhadap perilaku anak-anak dan
pemuda lebih nyata dan langsung dibandingkan dengan program-program
tayangan televisi melalui satelit.
Dampak negatif sebagaimana telah digambarkan di atas secara sadar dan penuh
tanggung jawab harus dapat dibendung secara dini. Untuk itu, program-program
acara televisi hendaknya dapat diseleksi secara ketat, tetapi tidak mematikan
perkembangan kreativitas anak. Sedangkan untuk pita rekaman, laser disk, dan
disket komputer, harus dilakukan cegah tangkal secara dini oleh instansi yang
berkepentingan. Walalupun disadari sepenuhnya bahwa di manapun peserta didik
berada mereka tidak akan terlepas dari pengaruh negatif lingkungan.
Kini yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana pendidikan nasional mampu
menumbuhkan dan menciptakan iklim sehingga para peserta didik senantiasa
dapat mengatasi pengaruh negatif dari kehadiran berbagai siaran televisi
tersebut. Di damping itu, sejauh mana pendidikan nasional dapat mengambil
peranan aktif menciptakan kehadiran televisi sebagai media informasi yang positif
sehingga berfungsi memberi program-program yang bersifat mendidik?
Kebiasaan menonton televisi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan anak
pasif dan kehilangan kegiatan yang aktif sehingga mereka enggan membaca
buku. Akibatnya kemapanan mereka menciptakan, berfikir, menduga dan
merencanakan suatu tidak akan berkembang. Televisi yang sebenarnya
memperluas pengetahuan anak-anak juga berpengaruh terhadap perkembangan
emosi. Walaupun harus diakui bahwa televisi telah menjadi sarana pengganti
sejumlah kegiatan waktu luang yang mulanya dilakukan anak-anak seperti
membaca, atau melakukan tugas rumah tangga.
Yang menjadi pertanyaan adalah beberapa lama waktu yang paling baik
digunakan anak untuk menonton televisi? Mengenai hal ini belum ada hasil
penelitian yang dapat memberikan kesimpulan. Penelitian di atas hanya sekedar
memberi gambaran bahwa ada pengaruh yang cukup signifikan antara banyaknya
waktu menonton televisi dengan tingkah laku motivasi belajar peserta
didik. Sedangkan pengaruhnya terhadap prestasi belajar, menurut hasil penelitian
tersebut berbeda sekitar tujuh persen antara mereka yang menonton paling lama
satu jam sehari dengan peserta didik yang menonton lebih dari empat jam sehari,
sehingga belum memperlihatkan tingkat signifikansi yang berarti. Penelitian yang
pernah dilakukan di Jakarta memperlihatkan kemerosotan pada nilai prestasi
belajar.
Sebagai media pandang-dengar televisi mampu memberikan daya ingat yang lama
kepada penonton. Seorang pakar komunikasi massa R. Benxhofter mengatakan
bahwa pelajaran yang bisa diingat lewat media pandang dengar ini, setelah tiga
hari, bisa mendapat 65 persen, sedangkan lewat media pandang 20 persen. Hal ini
mempunyai makna yang sangat berarti dalam bidang pendidikan, khususnya
dalam proses belajar mengajar. Apabila siswa dapat mengikuti acara baik
program pendidikan yang ditayangkan melalui televisi, akan berarti dapat
memperoleh informasi yang lebih baik daripada metode konvensional tatap muka
atau paling tidak sebagai alternatif lain dalam proses belajar mengajar.
Bagi peserta didik pemanfaatan televisi sangat diperlukan. Lily E.F. Rompas
melalui penelitiannya menyimpulkan antara lain bahwa melek lambing (visual
literacy) pada umumnya, dan melek gambar film pada khususnya, sebaliknya
dimulai di Sekolah Dasar (secara sederhana), dilanjutkan di Sekolah
Lanjutan/yang lebih rumit sampai yang sangat rumit), sejalan dengan melek huruf
latin. Media televisi dapat dimanfaatkan dalam skala besar (penonton) dalam
waktu yang bersamaan, dan apabila ini terjadi akan memberi manfaat lain berupa
penghematan tenaga dan biaya. Di masa yang lampau ada “Dosen terbang” untuk
mengatasi kekurangan tenaga dosen di Universitas tertentu di daerah. Media
televisi dapat dimanfaatkan untuk tujuan ini. Sangat disadari bahwa guru-guru
yang bermutu masih sangat terbatas jumlahnya, dan penyebaran belum
merata. Media TV dapat juga membantu mengatasi kendala ini. Media elektronik
seperti film, televisi dan video dapat dimanfaatkan dengan merekam perilaku
mengajar guru-guru yang bermutu. Hal ini dimungkinkan karena media
elektronik mempunyai daya jangkau sangat luas dan cepat.
Manfaat lain adalah menyangkut rasa keadilan, bahwa masyarakat Indonesia yang
berada di daerah tertentu dalam mengikuti program pendidikan melalui media
televisi akan dapat mengikuti pelajaran yang sama dengan mereka yang berada di
kota. Terlebih apabila bahan kajian yang disajikan berbobot, diharapkan tingkat
pemahaman yang peroleh akan setara, dan berskala nasional.
Oleh karena itu, kehadiran televisi sebagai sarana informasi, hiburan dan
pendidikan harus mampu ikut serta membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan
membangun seluruh masyarakat Indonesia dengan mencerdaskan kehidupan
bangsa meningkatkan harkat martabat bangsa sejajar dengan bangsa-bangsa yang
telah maju.
Sekalipun televisi bukan sebagai unit pengubah (agent of change), tetapi sebagai
medium yang dapat membentuk gambar dalam jiwa seseorang dan dapat
membentuk proses pembiasaan perilaku, maka seyogyanya program-program
televisi diarahkan untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan para
warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun
rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Daar 1945.
Oleh karena arus informasi yang disiarkan televisi baik dari dalam maupun luar
negeri memang sulit untuk dibendung, cara terbaik untuk mengatasi kemungkinan
pengaruh-pengaruh negatif dapat ditempuh.
Peran ekstra kurikuler merupakan alternatif pilihan lain yang dapat ditentukan
oleh sekolah, misalnya kegiatan pramuka, kesenian, olah raga, karya ilmiah
remaja.
Ada kecenderungan bahwa kehidupan manusia sekarang dan masa depan akan
selalu dihadapkan pada demikian banyak permasalahan sebagai dampak kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keputusan diserahkan saja kepada manusia
itu sendiri untuk menjadi manusia yang baik atau manusia yang tidak baik.
15. Isi siaran televisi sepatutnya menampilkan tema yang sesuai dengan situasi
dan kondisi sosial budaya bangsa. Pemilihan tema tersebut hendaknya
memperhatikan faktor-faktor sosial, budaya, dan lingkungan setempat serta agama
yang dianut masyarakat. Hendaknya dipertimbangkan juga pilihan waktu tepat
bagi penayangannya.
Televisi sebagai sebuah media, tentu mempunyai efek yang negatif dan
positif khususnya bagi anak-anak. Beberapa efek positif TV diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Membantu proses belajar membaca
Televisi da!am menyajikan hal bentuk visual pada dasarnya telah mempermudah
anak-anak mengenal huruf dan penampilan visual dalam bentuk benda yang
belum mereka kenal.
2. Merupakan kacamata dunia sekitar
TV dapat memenuhi keingintahuan tentang segala sesuatu diseputar kehidupan
baik yang dekat maupun yang jauh.
3. Penunjang dalam pelajaran sekolah khususnya dalam hal pengetahuan umum
TV banyak menyajikan berbagai pengetahuan umum yang dapat menunjang
pelajaran di sekolah.
4. Memperkaya pengalaman hidup
Televisi memungkinkan anak mengalami berbagai hal tanpa harus merasakannya
sendiri.
Selain efek positif di atas, TV juga mempunyai efek yang negatif buat anak,
yaitu :
1. Mendorong anak mendapatkan dan mencapai sesuatu selekas mungkin (instantly)
Dilayar TV, segala sesuatu berjalan cepat. Gaya televisi memang mengharuskan
kecepatan itu. Segalanya serba seketika. Hitungan yang berlaku dalam tayangan
televisi adalah detik. Jadi, semua tampak cepat.
2. Mendorong anak kurang menghargai proses
televisi memberondong anak dengan berbagai macam hiburan, kejadian pada
momen-momen tertentu, pribadi-pribadi yang digandrungi, yang semua itu
didapatkan dengan tanpa harus bersusah payah. Ini mendorong anak untuk kurang
menghargai proses ini, bahkan dapat menimbulkan kecenderungan ingin
mendapatkan sesuatu lewat jalan pintas.
3. Kurang dapat membedakan khayalan dengan kenyataan
Kemampuan berpikir anak yang masih amat sederhana, memungkinkan anak
cenderung menganggap apa saja yang ada di layar televisi adalah sesuatu hal yang
nyata.
4. Mengajarkan anak perilaku kekerasan
Tontonan TV yang berbau kekerasan yang sering dilihat anak, dikhawatirkan akan
mengajarkan anak perilaku kekerasan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Mengurangi perhatian dan minat pelajaran
Keasyikan pada televisi akan berpengaruh pada minat dan perhatian anak pada
pelajaran di sekolah.
6. Meningkatkan kesenangan terhadap hal-hal keduniaan
TV seringkali menampilkan tokoh dan watak yang umumnya mencerminkan hal-
hal yang menjadi obsesi pemirsa (yang indah rupawan, ganteng, kaya, bahagia,
dan sebagainya), sehingga dapat meningkatkan kesenangan terhadap hal-hal yang
sifatnya keduniawian.
Proporsi efek negatif dan positif TV bagi anak tentu saja sangat tergantung
dari content acara yang ada pada stasiun TV. Apabila TV banyak menyajikan
acara-acara yang kurang mendidik dan hanya semata-mata bersifat hiburan, tentu
saja efek negatif menjadi lebih menonjol. Sebaliknya, apabila TV lebih banyak
acara yang mendidik, tentu saja efek positif TV menjadi lebih menonjol.
Pemerintah akan menghentikan pengiriman tenaga kerja
Indonesia (TKI) ke luar negeri. Utamanya yang bekerja
sebagai pembantu rumah tangga (PRT).
"Memang kita ada rencana pada akhir 2018 untuk menghentikan TKI yang
bekerja sebagai PRT, tapi TKI yang bekerja dalam hal formal tentu didorong,
yang ingin dihentikan tentu itu pekerja yang bekerja sebagai PRT (pembantu
rumah tangga), itu nantinya," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK, di Hotel JS
Luwansa, Jakarta, Rabu (6/5/2015).
Saat yang tepat untuk tidak lagi mengirim TKI ke luar negeri, jelas dia, adalah
kala pertumbuhan ekonomi dalam negeri mencapai 7 persen per tahun. Ia
memprediksi angka pertumbuhan tersebut dapat dicapai dalam 2 atau 3 tahun
mendatang.
"Kalau ekonomi kita seperti ini tentu masih dibutuhkan lapangan kerja di luar
(negeri), tapi kalau 7 persen, maka industri tumbuh, industri kreatif seperti ini
terus tumbuh, maka lappangan kerja terbuka, ya tidak perlu lagi untuk PRT ya,"
ujar dia.
Akibatnya, banyak TKI yang tak bisa pulang meskipun kontak kerjanya habis
karena dilarang majikan, atau dipindahkan ke majikan lainnya.
Selain itu, standar gaji yang diberikan juga relatif rendah yaitu berkisar Rp 2,7-Rp
3 juta/bulan. Jumlah itu setara dengan UMP DKI yang Rp 2,7 juta dan lebih
rendah dari UMSK Bekasi yang Rp 3,2 juta/bulan. Hal ini tidak sebanding dengan
risiko meninggalkan negara dan keluarga untuk bekerja di luar negeri.
Saat ini lanjutnya pemerintah sedang menyiapkan penanganan bagi tenaga kerja
Indonesia yang saat ini telah bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah
tangga.
Dia mengakui bahwa pengiriman TKI informal ini akan meningkatkan jumlah
pengangguran. Untuk itu, tambahnya pemerintah sedang membuat strategi agar
lapangan kerja tercipta seluas-luasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan pemerintah tetap akan melakukan pengiriman TKI
sektor formal. Meski demikian, sekarang pemerintah juga tetap akan melakukan
evaluasi terhadap negara-negara penempatan.
Anis yakin, apabila pengawasan dilakukan sejak awal maka TKI yang tanpa
dokumen atau bermasalah pun akan terdeteksi.
"Mestinya apa yang harus dipastikan adalah negara memastikan setiap warga
negara bekerja secara layak dan tidak melarang sektor tertentu. Kalau kemudian
alasannya masalah yah justru masalah itu yang dicari solusinya bukan
menghentikan PRT-nya," kata Anis Hidayah.
Anis Hidayah menambahkan seharusnya pemerintah tidak perlu menghentikan
pengiriman TKI informal ke luar negeri tetapi melakukan ratifikasi konvensi ILO
No.189 tentang perlindungan dan kerja layak bagi PRT karena sektor jasa PRT
sangat penting, dan Jokowi harus membuat Undang-Undang agar PRT menjadi
pekerja yang profesional. Selain itu pengawasan yang ketat tambahnya juga harus
dilakukan pemerintah.