2. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan doa dan dorongan serta
semangat selama pembuatan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Hubungan Antara Sains dan Islam Dalam Perspektif Normati
......................................................................................................... 3
2.2 Hubungan Antara Sains dan Tauhid ............................................ 5
2.3 Hakikat dari Tauhid ....................................................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 11
3.2 Saran ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan antara sains dan islam dalam perspektif normatif.
2. Bagaimana hubungan antara tauhid dan sains.
3. Apakah hakikat dari tauhid.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulis membahas masalah ini ialah untuk memenuhi tugas
dari dosen pada mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan serta untuk menambah
cakupan wawasan bagi semua pembaca dan penulis sendiri mengenai Hubungan
Antara Sains Dalam Islam: Perspektif Normatif (Tauhid Dan Sains).
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fikih (usuliyin), ahli hukum islam
(fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) dan ahli hadits (muhaddithin) ada hubungannya
dengan aspek legalformal serta ajaran Islam dari sumbernya termasuk pendekatan
normatif.
Sisi lain dari pendekatan normatif, secara umum, mengandung dua unsur
teori yang dapat digunakan bersama pendekatan normatif-teologis. Teori yang
pertama adalah hal-hal yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran serta dapat
dibuktikan secara empirik dan eksperimental.Teori yang kedua adalah hal-hal yang
sulit dibuktikan secara empirik dan eksperimental. Untuk hal-hal yang dapat
dibuktikan secara empirik biasanya disebut masalah yang berhubungan dengan
ra’yi (penalaran). Sedang masalah-masalah yang tidak berhubungan dengan
empirik (ghaib) biasanya diusahakan pembuktiannya dengan mendahulukan
kepercayaan. Hanya saja cukup sulit untuk menentukan hal-hal apa saja yang
masuk klasifikasi empirik dan mana yang tidak terjadi sehingga menyebabkan
perbedaan pendapat dikalangan para ahli.Maka sikap yang perlu dilakukan dengan
pendekatan normatif adalah sikap kritis. Kalau ada istilah Islam Normatif, ini mesti
di maknai sebagai Islam yang datang memuat nilai-nilai, aturan, etika yang murni
dari Tuhan tanpa adanya intervensi manusia. Islam Normatif memuat seperangkat
nilai-nilai yang kebenarannya absolut. Pada umumnya, normativitas ajaran wahyu
(teologis-normatif) dibangun, diramu, dibakukan, dan ditelaah lewat pendekatan
doktrinal-teologis. Pendekatan ini berangkat dari teks yang sudah ditulis dalam
kitab suci. Teologi adalah pemikiran tentang persoalan ketuhanan. Contoh
persoalan ketuhanan diantaranya adalah adanya nabi palsu dan manusia pada
umumnya dapat mempercayainya. Untuk mengatasi hal tersebut seseorang harus
mengetahui arti dari islam normatif dan historis dengan sesungguhnya. Pendekatan
normatif ini melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat.
Manusia dibekali dengan akal, yaitu sebuah elemen tubuh yang dimiliki
hanya oleh menusia dan tidak dimiliki oleh hewan atau tumbuhan, sedangkan
produk riil dari akal adalah sains yang terbukti sangat ampuh dan digdaya. Dalam
rentang waktu pendek. Negara-negara maju yang menjadi kiblat peradaban saat ini
baik di Barat maupun Timur adalah mereka yang menguasai sains dan
4
teknologinya. Itulah mengapa sains dikatakan sebagai ilmu, kerena sains adalah
suatu hal yang wajib dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar
masyarakat tidak hanya menjadi konsumen, melainkan juga dapat menjadi
produsen.
Negara-negara Islam atau negara berpenduduk meyoritas muslim seperti
Indonesia pada umumnya memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah. Tetapi,
melimpahnya sumberdaya alam tersebut tidak membawa kemakmuran dan
kesejahteraan bagi masyarakat muslim. Indonesia yang dikenal dengan sebutan
negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia justru terlilit hutang dan menjadi
pemasok tenaga kerja kasar. Sumber daya laut yang sedemikian besar terabaikan
dan sumber daya tambang berupa emas dan minyak tidak terkelola sendiri, tetapi
meminta bantuan orang asing untuk mengelolanya. Sebabnya hanya satu, kita
sebagai ummat muslim tidak menguasai ilmu pengetahuan, baik toritis maupun
praktis. Sehingga membuat kita selalu menggantungkan diri kepada asing. Secara
sederhana sains dapat dikatakan sebagai produk manusia dalam menyibak realitas.
Terkait dengan pengertian ini, sains menjadi tidak tunggal atau dengan kata lain
akan ada lebih dari satu sains, dan sains satu dengan sains yang lain dibedakan pada
apa makna realitas dan cara apa yang dapat diterima untuk mengetahui realitas
tersebut.
Setiap bangunan ilmu pengetahuan atau sains selalu berpijak pada tiga pilar
utama, yakni pilar ontologis, aksiologis dan epistemologis. Dimana ketiga pilar
tersebut harus jelas dibangun dari prinsip tauhid yang tersari dalam kalimat la ilaha
illallah dan terdeskripsi dalam arkanul iman dan arkanul islam.
5
Allah yang bersifat mutlak dan Maha Kuasa. Sedangkan realitas kedua
berupa tatanan ruang dan waktu, pengalaman dan proses penciptaan, dan
semesta.
2. Ideasionalitas.
Hubungan antara dua struktur realitas pada dasarnya bersifat
ideasional. Dasar pikirnya bahwa manusia memiliki kemampuan berpikir:
potensi untuk memahami kehendak Tuhan baik secara langsung melalui
pemahaman terhadap kehendak yang tersurat dalam firman-Nya maupun
secara tidak larigsung lewat pengamatan terhadap ciptaan-Nya.
3. Teleologis. Hakikat kosmos bersifat teleologis, bertujuan, terencana, atau
didasarkan pada maksud-maksud tertentu Sang Pencipta. Dari pemahaman
paradigma · tauhid di atas, dapat dibangun basis ontologis, basis
epistemologis, dan basis etis ilinu berdasarkan Islam. Konsep kesatuan ilinu
dalam paradigma tauhid tersebut dapat dilukiskan dalam diagram berikut:
Basis Ontologis.
Penjelasan di atas mengisyaratkan akan aclanya materi-subjek metafisis clan
materi-subjek kealaman. Dalam hal ini Islam memberikan pengakuan terhaclap
dimensi fenomenal maupun metafisis clari realitas.
Basis Epistemologis.
Persoalan epistemologis aclalah persoalan sumber clan cara memperoleh ilmu.
Salah satu pilar clasar keimanan clalam Islam aclalah percaya pacla wahyu ilahi.
Penerima wahyu itu nabi. Nabi sebagai penerima merupakan perantara Tuhan
clengan manusia. Oleh karena itu, nabi sendiri dipanclang sebagai sumber
interpretasi makna-makna clan pemahaman filosofis terhaclap kebenaran-
kebenarari yang direfleksikan clan dikanclung teks firman Allah. Selain wahyu,
6
sumber ilmu clalam Islam diperoleh melalui inteleksi atau kontemplasi akal.
Inteleksi ini menghasilkan filsafat sebagai incluk. Dan filsafat praktis melalui
penalaran clan pengamatan bukti-bukti empiris menghasilkan ilmu. Dalam hal ini
Islam membuka kemungkinan akal memahami realitas metafisis melalui
pengamatan atas realitas fenomenal, clan memungkinkan pencerahan spiritual clari
akal. Dalam panclangan Islam baik firman maupun keteraturan semesta kecluanya
merupakan "ayat" atau "alamat" Allah.
Basis Eris.
a. Pengetahuan manusia terbatas.
b. Ada banyak hal yang tidak bisa manusia raih lewat indra.
c. Kita harus percaya kepada Yang Ghaib, yaitu Realitas Supranatural.
d. Percaya pada prinsip kausalitas umum.
Keutamaan ilmu didasarkan pada kemulian subjeknya, kedalaman bukti-
buktinya, clan keluasan manfaatnya. Dan ilmu dikembangkan untuk mengabdi pada
Tuhan (Realitas Metafisis), clan berfungsi sebagai rahmatan lil 'alamin. Dalam
Islam, ilmu dapat dikembangkan sejauh mungkin, asal dalam pengawasan atau
kendali norma agama. Atas dasar filsafat ilmu tersebut clan pandangan masing-
masing mengenai realitas, para ahli menyusun klasifikasi ilmu.
Al-Qur’an bukanah kitab sains. Tetapi ia memberikan pengetahuan tentang
prinsip-prinsip sains, yang selalu dikaitkan dengan pengetahuan metafisik dan
spiritual. Penggilan Al-Qur’an untuk “membaca dengan nama Tuhanmu” telah
ditaati secara setia oleh setiap generasi muslim. Perintah itu telah dipahami dengan
pengertian bahwa pencarian pengetahuan ilmiah harus didasarkan pada pondasi
pengetahuan tentang realitas Tuhan (Syihab:64). Dr Mahdi Ghulsyani yang dinukil
oleh Zubair (2002:120-123) membagi ayat-ayat dalam AL-Qur’an yang berisi agar
manusia dengan pengetahuannya memikirkan alam semesta sebagai jalan untuk
mengenal Allah menjadi 8 bagian yaitu:
1) Ayat-ayat yang menggambarkan elemen-elemen pokok objek atau
menyuruh manusia untuk menyingkapkannya. Misalnya: Q.S AthThariq 5
dan Q.S Al-Insan 2.
7
2) Ayat-ayat yang mencakup masalah cara penciptaan objek-objek materual
dan menyuruh manusia menyingkap asal-usulnya. Misalnya Q.S Huud 7,
Q.S Al-Mu’minum 12-14, Q.S Al-anbiya’ 30, Q.S Lukman 10, dan Q.S Al-
Ghasyiyah 17-20.
3) Ayat-ayat yang menyruh mempelajari gejala-gejala alam. Misalnya Q.S Az-
Zumar 21, Q.S Ar- Rum 48 dan Q.S Al-Baqarah 164.
4) Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Allah bersumpah atasberbagai objek
alam. Q.S Asy-Syams 1-6, Q.S Al-Waqi’ah 75-76 dan Q.S Ath-Thariq 1-3.
5) Ayat-ayat yang dengan merujuk beberapa gejala alam mejelaskan
kemungkinan terjadinya hari kebangkitan. Misalnya: Q.S Al-Hajj 5, Q.S
Yasin 81 dan Q.S Ar-Rum 19.
6) Ayat-ayat yang menekankan kelangsungan dan keteraturan penciptaan
Allah. Misalnya, Q.S An-Naml 88, Q.S Al-Mulk 3-4, Q.S Al-Hijr 19, Q.S
Al-Furqan 2, Q.S Az-Zumar 5 dan Q.S AlAnbiya’ 16.
7) Ayat-ayat yang menyuruh manusia menyingkap bagaimana alam semesta
ini berwujud. Misalnya, Q.S Al-Ankabut 20.
8) Ayat-ayat yang menjelaskan keharmonisan keberadaan manusia dengan
alam semesta. Misalnya: Q.S Al-Baqarah 29, Q.S An-Nahl5 dan Q.S Al-
Hadid 25.
Ayat-ayat diatas semuanya menggambarkan bahwa segala sesuatu yang ada
di alam raya ini telah dimudahkan untuk dimanfaatkan manusia. Dan manusia
diperintahkan untuk memkirkannya dengan tujuan melalui tafakkur manusia dapat
menghasilkan sains dan teknologi yang berguna dan bermanfaat bagi manusia.
Dengan demikian tanpa ragu dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an membenarkan
bahkan mewajibkan usahausaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
selama ia membawa manfaat bagi manusia.
Bagaimana ajaran tauhid memiliki hubungan yang erat dengan
perkembangan dan kemajuan sains, semuanya kembali pada hakikat tauhid itu
sendiri. Bahwa dengan tauhid, terbentuk pandangan dunia (Weltanschauung)
manusia yang menempatkan segenap hal ihwal di luar Tuhan Yang Maha Esa
sebagai sesuatu yang serba nisbi dan tak abadi. Kalimat la ilaha illa Allah (tiada
8
Tuhan selain Allah) memang merupakan pernyataan tauhid yang singkat, namun
maknanya mendalam dan memiliki dampak sosial-politik yang sangat dinamis dan
prograsif (Siroj, 2005:59). Melalui kalimat tuhid ini, semua bentuk dan jenis
kekuasaan apa pun di muka bumi haruslah dinegasikan. Hanya Allah, Tuhan yang
memiliki kekuasaan mutlak; selainNya bersifat nisbi (Siroj, 2006:59-60). Tauhid
sebagai landasan pijak pengembangan sains dapat dilacak geneologinya pada
terbentuknya konsepsi tentang Tuhan dalam pengertian yang spesifik. Bahwa
Tuhan adalah pengetahuan tentang alam semesta sebagai salah satu efek tindak
kreatif Ilahi (Bakar, 1991:74).
Sains dalam formulasi tauhid, termaktub ke dalam narasi kalimat seperti
berikut: ”Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui
berbagai cara dan jalan. Tetapi semua pengetahuan pada akhirnya berasal dari
Tuhan Yang Maha Mengetahui. Menurut pandangan Al-Qur’an, pengetahuan
manusia tentang benda-benda maupun hal-hal rohaniah menjadi mungkin karena
Tuhan telah memberinya fakultasfakultas yang dibutuhkan untuk mengetahui.
Banyak filosof dan ilmuwan muslim berkeyakinan dalam tindakan berpikir dan
mengetahui, akal manusia mendapatkan pencerahan dari akal ilahi” (Bakar,
1991:74). Sains dalam formulasi tauhid yang sedemikian rupa itu menegaskan satu
hal, bahwa ilmu pengetahuan, filsafat dan berbagai hal yang terkait dengan semua
itu sesungguhnya berada di wilayah Ketuhanan. Manusia takkan mampu menguasai
semua itu jika dan bilaman tak ada kehendak untuk masuk ke dalam wilayah
Ketuhanan. Dan hanya dengan tauhid manusia mampu menyentuh, mengetuk serta
masuk ke dalam eilayah Ketuhanan yang di dalamnya terdapat khazanah keilmuan
yang tiada batas.
9
Islam. Tidaklah bermanfaat secara akhirat amal apapun selagi pelakunya syirik atau
tauhidnya rusak. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa hanya dengan
tauhid yang baik maka segala hal yang lainnya akan baik dan tidak sebaliknya.
Tidak mengherankan kalau Rasulallah berdakwah selama 13 tahun di Mekah hanya
menyeru kepada tauhid, demikian juga Nabi Nuh hingga 950 tahun beliau
mendakwahkan tauhid walaupun hasilnya hanya segelintir orang saja yang
beriman. Kita mengenal bahwa tauhid terbagi tiga.
1. Pertama, Tauhid Rububiyah, yaitu tauhid mengesakan Allah dengan
perbuatan-Nya, seperti keyakinan hanya Allah yang menciptakan dan
memelihara langit dan bumi, yang memberi rizqi, yang menghidupkan dan
mematikan. (QS. 10: 31 dan QS. 40: 84-89 ). Tauhid inilah yang telah
diyakini oleh orang-orang musyrik Quraisy.
2. Kedua, Tauhid Uluhiyah, yaitu mengesakan Allah dengan perbuatan-
perbuatan ibadah, seperti shalat, nazar, sedekah dan lain sebagainya. Untuk
tujuan tauhid uluhiyah ini para Rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan (QS.
47: 19).
3. Ketiga, Tauhid DVPD·ZDVLIDW, yaitu tauhid yang menetapkan apa yang
telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa nama-nama yang baik,
sifat yang mulia bagi Allah tanpa tahrif(penyelewengan), WD·WKLO
(penafian), takyif (bertanya bagaimana) dan tamtsil (penyerupaan).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan normatif adalah pendekatan yang memandang agama dari segi
ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat
pemikiran manusia. Pendekatan ini bersifat tekstual dan kurang memberi ruang
terhadap kntekstualitas pemikiran. Pendekatan normatif mempunyai cakupan yang
sangat luas sebab seluruh pendekatan yang digunakan oleh ahli usul fikih (usuliyin),
ahli hukum islam (fuqaha), ahli tafsir (mufassirin) dan ahli hadits (muhaddithin)
ada hubungannya dengan aspek legalformal serta ajaran Islam dari sumbernya
termasuk pendekatan normatif.
Kalau ada istilah Islam Normatif, ini mesti di maknai sebagai Islam yang
datang memuat nilai-nilai, aturan, etika yang murni dari Tuhan tanpa adanya
intervensi manusia. Islam Normatif memuat seperangkat nilai-nilai yang
kebenarannya absolut. Pada umumnya, normativitas ajaran wahyu (teologis-
normatif) dibangun, diramu, dibakukan, dan ditelaah lewat pendekatan doktrinal-
teologis. Pendekatan ini berangkat dari teks yang sudah ditulis dalam kitab suci.
Ilmu dalam perspektif Islam dibangun atas landasan tauhid. Tauhid merupakan
sebuah pandangan umum tentang realitas, kebenaran, ruang, waktu, dunia dan
sejarah.
Bagaimana ajaran tauhid memiliki hubungan yang erat dengan
perkembangan dan kemajuan sains, semuanya kembali pada hakikat tauhid itu
sendiri. Bahwa dengan tauhid, terbentuk pandangan dunia (Weltanschauung)
manusia yang menempatkan segenap hal ihwal di luar Tuhan Yang Maha Esa
sebagai sesuatu yang serba nisbi dan tak abadi.
Sains dalam formulasi tauhid yang sedemikian rupa itu menegaskan satu
hal, bahwa ilmu pengetahuan, filsafat dan berbagai hal yang terkait dengan semua
11
itu sesungguhnya berada di wilayah Ketuhanan. Manusia takkan mampu menguasai
semua itu jika dan bilaman tak ada kehendak untuk masuk ke dalam wilayah
Ketuhanan. Dan hanya dengan tauhid manusia mampu menyentuh, mengetuk serta
masuk ke dalam eilayah Ketuhanan yang di dalamnya terdapat khazanah keilmuan
yang tiada batas.
3.2 Saran
Demikianlah makalah, kami buat dengan yang sebenar- benarnya. Ucapan
terima kasih kepada Allah SWT, yang telah memberikan manfaat kepada kami
sehingga terlaksananya kegiatan ini, serta kepada ibu Novia Bellianie, M.Pd.I
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan dalam
makalah. Selain itu untuk memenuhi tugas kelompok, semoga makalah ini dapat
menjadi acuan, pertimbangan, serta motivasi dan koresi lagi bagi kegiatan
selanjutnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
Darmana, Ayi. 2011. Internalisasi Nilai Tauhid Dalam Pembelajaran Sains.
Internalisasi Nilai Tauhid, 17(1): 2012/1433.
Mannan, Audan. 2018. Transformasi Nilai-Nilai Tauhid Dalam Perkembangan
Sains dan Teknologi. Jurnal Aqidah, 4(2).
Putra, A.E. 2017. Sketsa Pemikiran Keagamaan Dalam Prespektif Normatif,
Historis, dan Sosial-Ekonomi. E-journal. Raden Intan.ac.id, 12(2)
Yusuf, M. 2021. Tauhid dan Sains (Agama dan Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif
Islam). Al-Kahfi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2(1).
13