Anda di halaman 1dari 15

MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH

Disajikan untuk memenuhi Tugas


Semester Ganjil Tahun Akademik 2020/2021
Maka Kuliah

ASPEK HUKUM BANK SYRIAH


Senin, 1 Juni 2021

Disusun oleh:
Qurotul Azizah (2019310026)
Afiful Munir (2019310002)

DOSEN PENGAMPU:
Nisaul Jannah, SE.,I, MH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH (ES)


JURUSAN EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
Sekolah Tinggi Islam Ash-Shidiqiyah Lempuing Jaya OKI
LEMPUING JAYA
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
ilmiah tentang “MANAJEMEN RISIKO PERBANKAN SYARIAH”

Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan sampai zaman ilmu
pengetahuan. Semoga kita semua mendapat syafaat nya kelak di Yaumul Qiyamah

Tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari
penyusunan hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerika saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Semoga memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca.

Lempuing Jaya, 1 Juni 2021

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank memiliki peranan strategis untuk menjunjung pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya. Berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun
19981, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
banyak.
Setiap perbankan bukan hanya dibank konvensional tapi juga di perbankan
syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai macam risiko baik itu eksternal
maupun internal yang melekat pada perusahaan. Seperti juga perbankan pada
umumnya, maka bank syariah juga memerlukan prosedur dan tata kelola yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya, yang disebut sebagai
manajemen risiko.
Seiring dengan pertumbuhan perbankan syariah yang sedemikian pesat, maka
manajemen risiko menjadi sesuatu yang penting untuk dikelola dengan baik.
Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainya,
tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada
bank, hal tersebut dapat dipahami bahwa bahwa bank muncul karena keberanian
untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil
risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat
mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan
Pada saat ini kita akan membahas masalah manajemen resiko pada bank syariah
yang mana sudah menjadi kebutuhan dalam meperbaiki keadaan yang

1
memungkinkan membuat sistim perbankan mengalami berbagai macam
kerusakan dalam memenaje resiko-resiko yang ada di alam perbankan syariah
itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
2. Apa saja jenis-jenis dari Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
3. Apa saja dampak Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
4. Bagaimana pengelolaan Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian Manajemen Resiko Perbankan Syariah.
2. Memahami jenis-jenis Manajemen Resiko Perbankan Syariah.
3. Memahami dampak Manajemen Resiko Perbankan Syariah.
4. Memahami pengelolaan Manajemen Resiko Perbankan Syariah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Risiko Perbankan Syariah


Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu potensi terjadianya suatu peristiwa
(events) yang dapat menimbulkan kerugian. Risiko yaitu suatu kemungkinan
akan terjadinya hasil yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan kerugian
apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola sebagaimana mestinya.Risiko dalam
bidang perbankan merupakan suatu kejadian potensial baik yang dapat
perkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated)
yang berdampak negatif pada pendapatan maupun permodalan bank.1
Pada masa dekade ini, industri perbankan Indonesia dihadapkan dengan risiko
yang semakin kompleks akibat kegiatan usaha bank yang beragam mengalami
perkembangan pesat sehingga mewajibkan bank untuk meningkatkan kebutuhan
akan penerapan manajemen risiko untuk meminimalisasi risiko yang terkait
dengan kegiatan usaha perbankan (Sari, 2014).
Masa depan industri perbankan Syari’ah akan sangat bergantung pada
kemampuannya untuk merespons perubahan dalam dunia keuangan. Fenomena
globalisasi dan revolusi teknologi informasi, menjadikan ruang lingkup
perbankan Syari’ah sebagai lembaga keuangan telah melampaui batas perundang-
undangan suatu negara. Implikasinya adalah, sektor keuanganpun menjadi
semakin dinamis, kompetitif dan kompleks. Terlebih lagi adanya tren
pertumbuhan merger lintas segmen, akuisisi, dan konsolidasi keuangan, yang
membaurkan risiko unik tiap segmen dari industri keuangan tersebut (Rahmani,
2009). Para pelaku usaha perbankan (bankir) menyadari bahwa dalam
menjalankan fungsi jasa-jasa keuangan bank berada pada bisnis berisiko

1
Andrianto, Anang Firmansyah, Manajemen Bank Syariah (Implementasi Teori dan Praktek),
(Surabaya: Qiara Media, 2019), hal. 283-284

3
Dalam rangka meminimalisasi resiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi
bank, maka bank harus menerapkan manajemen resiko, yaitu serangkaian
prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha bank
Manajemen resiko merupakan aktivitas yang utama dari suatu bank sebagai
lembaga intermediasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan trade off antara
resiko dan pendapatan, serta membantu merencanakan dan pembiayaan
pengembangan usaha secara tepat, efektif dan efisien. Setiap lembaga keuangan,
termasuk bank harus dapat mengidentifikasi dan mengontrol resiko yang melekat
dalam kegiatan pengelolaan dana simpanan, portofolio aktiva produktif, dan
kontrak off balance sheet (Veitzal dan Arifin, 2010).2
Operasi bank syariah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang sangat
mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen
risiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur
dihantam risiko. Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa
diklasifikasikan menjadi dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang
dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena
harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko
benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi
bank syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang
dihadapi bank syariah pun menjadi berbeda.
Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas).
Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank
konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang
dilakukan bank syari’ah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain.
risiko-risiko unik yang harus dihadapi bank syariah lebih serius mengancam
kelangsungan usaha bank syariah dibandingkan dengan risiko yang dihadapi bank

2
Muhammad Iqbal Fasa, Manajemen Resiko Perbankan Syariah Di Indonesia, (Jurnal Studi Ekonomi
dan Bisnis Islam, Vol. I, No. 2, Desember 2016 ) hal. 37-38

4
konvesional. Survei tersebut juga mengimplikasikan bahwa para nasabah bank
syariah berpotensi menarik simpanan mereka jika bank syariah memberikan hasil
yang lebih rendah daripada bunga bank konvesional. Lebih jauh survei tersebut
menyatakan, model pembiayaaan bagi hasil, seperti diminishing musyarakah,
musyarakah, mudharabah, dan model jual-beli, seperti salam dan istishna’, lebih
berisiko ketimbang murabahah dan ijarah.3

B. Jenis Resiko Perbankan Syariah


1. Risiko Pembiayaan (Credit Risk)
Bank adalah mesin risiko, mereka mengambil, mentransformasi dan
kemudian meletakkannya pada produk dan jasa yang diberikannya. Dalam
bank syariah terdapat berbagai akad untuk penyaluran dana sesuai dengan
bentuk kerjasama yang dilakukan. Secara umum akad pembiayaan dalam
bank syariah dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu akad yang berbasis
utang dan akad yang berbasis ekuitas. Akad yang termasuk berbasis utang
adalah qardhul hasan, jual beli murabahah, jual beli salam, jual beli muajjal
( bi tsaman ajil), dan ijarah. Sedangkan akad yang berbasis utang ini masih
dibagi menjadi dua yaitu : utang murni (qardul hasan) dan utang yang muncul
dari jual beli (seperti jual beli murabahah, jual beli salam, jual beli muajjal (bi
tsaman ajil) dan ijarah).
Risiko pembiayaan yang dihadapi oleh bank syariah sangat terkait dengan
jenis akad pembiayaannya. Berikut ini adalah risiko pembiayaan yang
dihadapi bank syariah sesuai akadnya :
a) Akad murabahah atau istishna’, risiko pembiayaan terjadi pada saat bank
telah menyerahkan aset kepada nasabah tetapi nasabah tidak melakukan
pembayaran angsuran sesuai dengan kesepakatan.

3
Afriyeni, Romi Susanto, Manajemen Resiko Pada Bank Syariah, bersumber dari:
afriyeni@akbpstie.ac.id (diakses pada tanggal 1 Juni 2021, Jam 10:20 WIB), hal. 8

5
b) Akad salam, risiko pembiayaan terjadi apabila terjadi kegagalan oleh
nasabah dalam mengirimkan barang (komoditas) tepat pada waktu yang
telah disepakati atau gagal menyerahkan komoditas sesuai dengan
spesifikasi seperti yang tercantum dalam kontrak sesuai dengan
kesepakatan.
c) kasus pembiayaan mudharabah, risiko pembiayaan terkait dengan
kemampuan nasabah dalam menghasilkan keuntungan atau masalah
keagenan yang muncul sebagai akibat adanya ketidaksamaan informasi.
Bank syariah sebagai pemilik (principal) dan nasabah (mudharib) sebagai
agen. Ketidaksamaan informasi ini bias mengakibatkan terjadinya moral
hazard pada nasabah, seperti manipulasi laporan keuangan yang
berdampak pada jumlah keuntungan yang harus dibagi dengan pihak bank.
d) Akad wadi’ah, risiko pembiayaan yang dihadapi bank adalahrisiko
rusaknya barang yang disewakan atau untuk kasus tenaga kerja yang
disewa bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul risiko tidak
produktifnya pemberi jasa.
2. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar adalah risiko kerugian yang dapat dialami bank melalui
portofolio yang dimilikinya sebagai akibat pergerakan harga pasar yang tidak
menguntungkan. Harga pasar yang dimaksud adalah risiko komoditas, resiko
ekuitas dan nilai tukar (foreign exchange rate). Satu-satunya risiko pasar yang
dihadapi oleh bank konvensional tetapi tidak dihadapi oleh bank syariah
secara langsung adalah risiko tingkat suku bunga. Meskipun bank syariah
tidak ada kaitannya dengan dengan tingkat suku bunga, tetapi mayoritas
nasabah bank syariah di Indonesia bukanlah nasabah yang loyal tetapi
didominasi dengan nasabah yang rasional, sehingga apabila tingkat imbal
hasil yang diberikan oleh bank syariah lebih kecil, sedangkan margin
pembiayaan lebih mahal apabila dibandingkan dengan kompetitornya (bank
konvensional), maka tidak menutup kemungkinan nasabah akan berpindah ke

6
bank lainnya. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap tingkat likuiditas bank
syariah.
Risiko pasar hanya akan muncul apabila bank memegang aset, tetapi tidak
untuk dipegang sampai dengan jatuh tempo melainkan untuk dijual kembali.
Risiko nilai tukar terjadi apabila aset bank dinilai dalam dalam satuan mata
uang asing. Apabila turunnya aset disebabkan murni karena faktor turunnya
harga di pasar, maka dikelompokkan ke dalam risiko komoditas untuk aset
non keuangan dan risiko ekuitas untuk kepemilikan saham dan sukuk. Ketiga
risiko pasar di atas dalam dunia perbankan tidak hanya dialami oleh bank
syariah saja melainkan juga bank konvensional. Tetapi karena keunikan
karakteristik bank syariah sehingga dalam kenyataannya risiko pasar yang
dihadapi berbeda dengan bank konvensional.
Risiko yang seringkali muncul yang dihadapi bank syariah dalam pemberian
pembiayaan misalnya:
a) Risiko mark up pada akad murabahah.
b) Risiko harga pada akad salam.
c) Risiko nilai aset yang disewakan pada transaksi ijarah.
d) Risiko nilai tukar pada penangguhan kontrak perdagangan yang
transaksinya berdasarkan mata uang asing.
e) Risiko perdagangan sekuritas .
3. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) .
Likuiditas secara umum dapat didefinisikan sebagai kemampuan bank
untuk dapat memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan
biaya yang normal. Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi
bisnisnya sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memenuhi
permohonan pembiayaan yang diajukan oleh nasabah, dan memberikan
fleksibilitas dalam mendapatkan kesempatan investasi yang menarik dan
menguntungkan. Komposisi likuiditas yang tersedia haruslah tepat dan cukup
sehingga tidak terlalu kecil ataupun terlau besar sehingga menurunkan

7
efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas bank. Untuk
memenuhi kebutuhan likuiditasnya bank dapat menggunakan sumber
pendanaan arus kas dan aset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan
tanpa mengganggu aktifitasdan kondisi keuangan bank.
Risiko likuiditas muncul sebagai konsekuensi logis dari adanya
perbedaan waktu jatuh tempo antara sumber pendanaan bank yaitu dana pihak
ketiga (DPK) dan akad pembiayaan bank kepada nasabah, apalagi apabila
terjadi resiko gagal bayar. Seringkali kebangrutan bank baik bank besar
maupun bank kecil disebabkan karena ketidakmampuan bank dalam
memenuhi likuiditasnya.
4. Risiko Operasional (Operational Risk).
Risiko operasional adalah risiko akibat kurangnya (deficiencies)
sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan
kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini mencakup kesalahan manusia
(human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol
yang akan berpengaruh pada opersional bank, dan/atau adanya kejadian-
kejadian eksternal yang berakibat pada operasional bank. Risiko operasional
melekat pada setiap kegiatan bank seperti : kegiatan pembiayaan, treasury dan
investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan
instrument utang, teknologi informasi dan system informasi manajemen serta
pengelolaan SDM. Risiko operasional lainnya yang dapat terjadi adalah risiko
akibat bencana alam (force majour) yang sering disebut dengan risiko
katastrofe.
Bank syariah bias dikategorikan industry baru yang masih minim
jumlah sumber daya manusia yang berkualitas dibidangnya sehingga
memungkinkan bank syariah menghadapi banyak risiko baik dari internal
maupun eksternal yang berakibat pada risiko yag timbul dalam operasional.
Sebagai contoh adalah dalam segi hukum yang dihadapi oleh bank syariah,
dimana hukum yang berlaku adalah hukum perdata, notaris yang belum

8
memahami transaks-transaksi dengan akad syariah sehinga bias menimbulkan
kesalahan dalam pembuatan perjanjian.4

C. Dampak Resiko Perbankan Syariah


Sebagai dampak terjadinya risiko kerugian keuangan langsung, kerugian
akibat risiko (risk loss) pada suatu bank dapat berdampak pada pemangku
kepentingan (stakeholders) bank, yaitu pemegang saham, karyawan, dan nasabah,
serta berdampak juga kepada perekonomian secara umum.
1. Dampak terhadap Pemegang Saham.
Pengaruh risk loss terhadap pemegang saham antara lain: penurunan
nilai investasi, yang akn memberikan pengaruh terhadap penurunan harga
dan/atau penurunan keuntungan,turunnya harga saham menurunkan nilai
perusahaan yang berarti turunnya kesejahteraan pemegang saham.
2. Dampak terhadap Karyawan.
Karyawan suatu bank dapat terpengaruh oleh peristiwa risiko (risk
event) yang menimbulkan risk loss terkait dengan keterlibatan mereka.
Pengaruh tersebut dapat berupa: Dikenakan sanksi indisipliner karena
kelalaian yang menimbulkan kerugian, Pengurangan pendapatan seperti
pengurangan bonus atau pemotongan gaji, dan Pemutusan hubungan kerja.
3. Dampak terhadap Nasabah
Kegagalan dalam pengelolaan risiko dapat berpengaruh terhadap
nasabah. Dampak yang terjadi dapat secara langsung maupun tiak langsung
dan tidak seketika dapat diidentifikasikan. Pengaruh risk event yang
berlangsung secara berkelanjutan, pada gilirannya akan menimbulkan risk loss
terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri. Konsekuensi risk loss yang
berdampak terhadap nasabah bank, adalah merosotnya tingkat pelayanan,

4
Imam Wahyudi, dkk, Manajemen Risiko Bisnis Islam, (Jakarta: Selemba Empat, 2013), hal. 87-88

9
Berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan, Krisis likuiditas,
Perubahan peraturan.
4. Dampak terhadap Perekonomia.
Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya,
bank memiliki risiko yang melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang
terjadi pada suatu bank akan menimbulkan dampak tidak hanya terhadap bank
yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap nasabah dan
perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut
dinamakan risiko sistemik (systemic risk).5

D. Pengelolaan Manajemen Risiko Perbankan Syariah


Manajemen risiko adalah upaya untuk mengidentifikasi, menganalisis dan
mengelola sedemikian rupa sehingga perusahaan (bank) senantiasa dapat
menerapkan pengendalian atas kondisi saat ini maupun mengantisipasi potensi
risiko yang timbul sehingga bank dapat memenuhi tujuan dan sasarannya. Menurut
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 ruang lingkup
Manajemen Risiko pada penerapannya sekurang-kurangnya mencakup:
1. Kecukupan kebijakan, prosedur, penetapan limit. Semua kebijakan dan
prosedur tertulis harus mencerminkan risiko yang timbul dari semua kegiatan
usaha bank. Prosedur harus menyajikan pedoman rinci untuk
pengimplementasian strategi harian perusahaan, yang harus mencakup
limitlimit yang dirancang unutk melindungi perusahaan dari risiko yang
berlebihan atau yang tidak prudent .
2. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian
Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko. Pengukuran risiko mengacu
pada proses yang digunakan untuk menguantifikasi kandungan risiko. Proses
pengukuran ini harus dapat menjawab kebutuhan pemakai informasi yang
akan bervariasi antar bank ataupun antar unit di dalam sebuah bank.
5
Andrianto, Anang Firmansyah, Loc. Cit, hal. 238

10
Pemantauan risiko mencakup perbandingan ancaman risiko terhadap
benchmark, limit, atau parameter yang ditetapkan terlebih dahulu dan
memerlukan pengecualian bagi pengambil keputusan. Berarti Manajaemen
risiko telah dimulai saat corporate strategy disiapkan, dimana benchmark,
limit, parameter yang ada kaitannya dengan risiko dan pengendaliannya telah
mulai dipertimbangkan.
3. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, terutama dalam
mengidentifikasi, mengukur serta mengendalikan setiap jenis risiko yang bisa
terjadi pada setiap aspek kegiatan bank.
4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Sistem Pengendalian Intern
harus dibangun secara baik dan harus meningkatkan efektivitas dan efisiensi
operasi, laporan keuangan dan laporan ke Regulator yang dapat dipercaya, dan
mematuhi undang-undang, hukum, regulasi dan kebijakan intern bank yang
berlaku. Lingkungan pengendalian intern yang sehat meliputi proses-proses
untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola risiko, sistem informasi
manajemen dan ketaatan pada kegiatan pengendalian seperti approvals,
konfirmasi dan rekonsiliasi.6

6
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum,Pasal 4 ayat (3)

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen resiko dalam
bank syariah Bank sebegai lembaga intermediasi merupakan salah satu komponen
utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selain itu, bank juga
merupakan jenis usaha yang selama ini banyak ditempa berbagai masalah (risiko).
Sebagai lembaga keuangan yang serat dengan regulasi, bank menjalankan
bisnisnya dengan keharusan mengambil risiko agar dapat tumbuh secara
berkesinambungan.
Operasi bank syariah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang sangat
mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen
risiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur
dihantam risiko. Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa
diklasifikasikan menjadi dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang
dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena
harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko
benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi
bank syariah. Manajemen risiko ini mempunyai dampak bagi beberapa pihak baik
pemegang saham, nasabah ataupun karyawan.

B. Saran
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada setiap
perbankan baik bank konvenesional maupun bank syariah, maka dari itu bank
syariah juga harus memerlukan prosedur dan tata kelola yang sesuai untuk
mengendalikan resiko yang timbul dan Meningkatkan kesadaran betapa
pentingnya Manajemen Risiko dalam lingkungan kerja serta  mamberi
pengetahuan yang lebih luas tentang manajemen risiko.

12
DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Anang Firmansyah, Manajemen Bank Syariah 2019, (Implementasi Teori dan
Praktek), Surabaya: Qiara Media.

Imam Wahyudi, dkk, Manajemen Risiko Bisnis Islam, 2013, Jakarta: Selemba Empat.

Afriyeni, Romi Susanto, Manajemen Resiko Pada Bank Syariah, bersumber dari:
afriyeni@akbpstie.ac.id (diakses pada tanggal 1 Juni 2021, Jam 10:20 WIB)

Muhammad Iqbal Fasa, Manajemen Resiko Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal


Studi Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. I, No. 2, Desember 2016. Yogyakarta

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko


Bagi Bank Umum,Pasal 4 ayat (3)

13

Anda mungkin juga menyukai