Disusun oleh:
Qurotul Azizah (2019310026)
Afiful Munir (2019310002)
DOSEN PENGAMPU:
Nisaul Jannah, SE.,I, MH
i
KATA PENGANTAR
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan sampai zaman ilmu
pengetahuan. Semoga kita semua mendapat syafaat nya kelak di Yaumul Qiyamah
Tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari
penyusunan hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerika saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Semoga memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank memiliki peranan strategis untuk menjunjung pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya. Berdasarkan undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun
19981, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat
banyak.
Setiap perbankan bukan hanya dibank konvensional tapi juga di perbankan
syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai macam risiko baik itu eksternal
maupun internal yang melekat pada perusahaan. Seperti juga perbankan pada
umumnya, maka bank syariah juga memerlukan prosedur dan tata kelola yang
digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan
risiko yang timbul dari kegiatan usaha yang dilakukannya, yang disebut sebagai
manajemen risiko.
Seiring dengan pertumbuhan perbankan syariah yang sedemikian pesat, maka
manajemen risiko menjadi sesuatu yang penting untuk dikelola dengan baik.
Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainya,
tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada
bank, hal tersebut dapat dipahami bahwa bahwa bank muncul karena keberanian
untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil
risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat
mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan
Pada saat ini kita akan membahas masalah manajemen resiko pada bank syariah
yang mana sudah menjadi kebutuhan dalam meperbaiki keadaan yang
1
memungkinkan membuat sistim perbankan mengalami berbagai macam
kerusakan dalam memenaje resiko-resiko yang ada di alam perbankan syariah
itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
2. Apa saja jenis-jenis dari Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
3. Apa saja dampak Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
4. Bagaimana pengelolaan Manajemen Resiko Perbankan Syariah?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian Manajemen Resiko Perbankan Syariah.
2. Memahami jenis-jenis Manajemen Resiko Perbankan Syariah.
3. Memahami dampak Manajemen Resiko Perbankan Syariah.
4. Memahami pengelolaan Manajemen Resiko Perbankan Syariah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Andrianto, Anang Firmansyah, Manajemen Bank Syariah (Implementasi Teori dan Praktek),
(Surabaya: Qiara Media, 2019), hal. 283-284
3
Dalam rangka meminimalisasi resiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi
bank, maka bank harus menerapkan manajemen resiko, yaitu serangkaian
prosedur dan metodologi yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau, dan mengendalikan resiko yang timbul dari kegiatan usaha bank
Manajemen resiko merupakan aktivitas yang utama dari suatu bank sebagai
lembaga intermediasi yang bertujuan untuk mengoptimalkan trade off antara
resiko dan pendapatan, serta membantu merencanakan dan pembiayaan
pengembangan usaha secara tepat, efektif dan efisien. Setiap lembaga keuangan,
termasuk bank harus dapat mengidentifikasi dan mengontrol resiko yang melekat
dalam kegiatan pengelolaan dana simpanan, portofolio aktiva produktif, dan
kontrak off balance sheet (Veitzal dan Arifin, 2010).2
Operasi bank syariah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang sangat
mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen
risiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur
dihantam risiko. Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa
diklasifikasikan menjadi dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang
dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena
harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko
benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi
bank syariah. Tetapi, karena harus mematuhi aturan syariah, risiko-risiko yang
dihadapi bank syariah pun menjadi berbeda.
Bank syariah juga harus menghadapi risiko-risiko lain yang unik (khas).
Risiko unik ini muncul karena isi neraca bank syariah yang berbeda dengan bank
konvensional. Dalam hal ini pola bagi hasil (profit and loss sharing) yang
dilakukan bank syari’ah menambah kemungkinan munculnya risiko-risiko lain.
risiko-risiko unik yang harus dihadapi bank syariah lebih serius mengancam
kelangsungan usaha bank syariah dibandingkan dengan risiko yang dihadapi bank
2
Muhammad Iqbal Fasa, Manajemen Resiko Perbankan Syariah Di Indonesia, (Jurnal Studi Ekonomi
dan Bisnis Islam, Vol. I, No. 2, Desember 2016 ) hal. 37-38
4
konvesional. Survei tersebut juga mengimplikasikan bahwa para nasabah bank
syariah berpotensi menarik simpanan mereka jika bank syariah memberikan hasil
yang lebih rendah daripada bunga bank konvesional. Lebih jauh survei tersebut
menyatakan, model pembiayaaan bagi hasil, seperti diminishing musyarakah,
musyarakah, mudharabah, dan model jual-beli, seperti salam dan istishna’, lebih
berisiko ketimbang murabahah dan ijarah.3
3
Afriyeni, Romi Susanto, Manajemen Resiko Pada Bank Syariah, bersumber dari:
afriyeni@akbpstie.ac.id (diakses pada tanggal 1 Juni 2021, Jam 10:20 WIB), hal. 8
5
b) Akad salam, risiko pembiayaan terjadi apabila terjadi kegagalan oleh
nasabah dalam mengirimkan barang (komoditas) tepat pada waktu yang
telah disepakati atau gagal menyerahkan komoditas sesuai dengan
spesifikasi seperti yang tercantum dalam kontrak sesuai dengan
kesepakatan.
c) kasus pembiayaan mudharabah, risiko pembiayaan terkait dengan
kemampuan nasabah dalam menghasilkan keuntungan atau masalah
keagenan yang muncul sebagai akibat adanya ketidaksamaan informasi.
Bank syariah sebagai pemilik (principal) dan nasabah (mudharib) sebagai
agen. Ketidaksamaan informasi ini bias mengakibatkan terjadinya moral
hazard pada nasabah, seperti manipulasi laporan keuangan yang
berdampak pada jumlah keuntungan yang harus dibagi dengan pihak bank.
d) Akad wadi’ah, risiko pembiayaan yang dihadapi bank adalahrisiko
rusaknya barang yang disewakan atau untuk kasus tenaga kerja yang
disewa bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul risiko tidak
produktifnya pemberi jasa.
2. Risiko Pasar (Market Risk)
Risiko pasar adalah risiko kerugian yang dapat dialami bank melalui
portofolio yang dimilikinya sebagai akibat pergerakan harga pasar yang tidak
menguntungkan. Harga pasar yang dimaksud adalah risiko komoditas, resiko
ekuitas dan nilai tukar (foreign exchange rate). Satu-satunya risiko pasar yang
dihadapi oleh bank konvensional tetapi tidak dihadapi oleh bank syariah
secara langsung adalah risiko tingkat suku bunga. Meskipun bank syariah
tidak ada kaitannya dengan dengan tingkat suku bunga, tetapi mayoritas
nasabah bank syariah di Indonesia bukanlah nasabah yang loyal tetapi
didominasi dengan nasabah yang rasional, sehingga apabila tingkat imbal
hasil yang diberikan oleh bank syariah lebih kecil, sedangkan margin
pembiayaan lebih mahal apabila dibandingkan dengan kompetitornya (bank
konvensional), maka tidak menutup kemungkinan nasabah akan berpindah ke
6
bank lainnya. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap tingkat likuiditas bank
syariah.
Risiko pasar hanya akan muncul apabila bank memegang aset, tetapi tidak
untuk dipegang sampai dengan jatuh tempo melainkan untuk dijual kembali.
Risiko nilai tukar terjadi apabila aset bank dinilai dalam dalam satuan mata
uang asing. Apabila turunnya aset disebabkan murni karena faktor turunnya
harga di pasar, maka dikelompokkan ke dalam risiko komoditas untuk aset
non keuangan dan risiko ekuitas untuk kepemilikan saham dan sukuk. Ketiga
risiko pasar di atas dalam dunia perbankan tidak hanya dialami oleh bank
syariah saja melainkan juga bank konvensional. Tetapi karena keunikan
karakteristik bank syariah sehingga dalam kenyataannya risiko pasar yang
dihadapi berbeda dengan bank konvensional.
Risiko yang seringkali muncul yang dihadapi bank syariah dalam pemberian
pembiayaan misalnya:
a) Risiko mark up pada akad murabahah.
b) Risiko harga pada akad salam.
c) Risiko nilai aset yang disewakan pada transaksi ijarah.
d) Risiko nilai tukar pada penangguhan kontrak perdagangan yang
transaksinya berdasarkan mata uang asing.
e) Risiko perdagangan sekuritas .
3. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) .
Likuiditas secara umum dapat didefinisikan sebagai kemampuan bank
untuk dapat memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan
biaya yang normal. Likuiditas penting bagi bank untuk menjalankan transaksi
bisnisnya sehari-hari, mengatasi kebutuhan dana yang mendesak, memenuhi
permohonan pembiayaan yang diajukan oleh nasabah, dan memberikan
fleksibilitas dalam mendapatkan kesempatan investasi yang menarik dan
menguntungkan. Komposisi likuiditas yang tersedia haruslah tepat dan cukup
sehingga tidak terlalu kecil ataupun terlau besar sehingga menurunkan
7
efisiensi dan berdampak pada rendahnya tingkat profitabilitas bank. Untuk
memenuhi kebutuhan likuiditasnya bank dapat menggunakan sumber
pendanaan arus kas dan aset likuid berkualitas tinggi yang dapat digunakan
tanpa mengganggu aktifitasdan kondisi keuangan bank.
Risiko likuiditas muncul sebagai konsekuensi logis dari adanya
perbedaan waktu jatuh tempo antara sumber pendanaan bank yaitu dana pihak
ketiga (DPK) dan akad pembiayaan bank kepada nasabah, apalagi apabila
terjadi resiko gagal bayar. Seringkali kebangrutan bank baik bank besar
maupun bank kecil disebabkan karena ketidakmampuan bank dalam
memenuhi likuiditasnya.
4. Risiko Operasional (Operational Risk).
Risiko operasional adalah risiko akibat kurangnya (deficiencies)
sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan
kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini mencakup kesalahan manusia
(human error), kegagalan sistem, dan ketidakcukupan prosedur dan kontrol
yang akan berpengaruh pada opersional bank, dan/atau adanya kejadian-
kejadian eksternal yang berakibat pada operasional bank. Risiko operasional
melekat pada setiap kegiatan bank seperti : kegiatan pembiayaan, treasury dan
investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan
instrument utang, teknologi informasi dan system informasi manajemen serta
pengelolaan SDM. Risiko operasional lainnya yang dapat terjadi adalah risiko
akibat bencana alam (force majour) yang sering disebut dengan risiko
katastrofe.
Bank syariah bias dikategorikan industry baru yang masih minim
jumlah sumber daya manusia yang berkualitas dibidangnya sehingga
memungkinkan bank syariah menghadapi banyak risiko baik dari internal
maupun eksternal yang berakibat pada risiko yag timbul dalam operasional.
Sebagai contoh adalah dalam segi hukum yang dihadapi oleh bank syariah,
dimana hukum yang berlaku adalah hukum perdata, notaris yang belum
8
memahami transaks-transaksi dengan akad syariah sehinga bias menimbulkan
kesalahan dalam pembuatan perjanjian.4
4
Imam Wahyudi, dkk, Manajemen Risiko Bisnis Islam, (Jakarta: Selemba Empat, 2013), hal. 87-88
9
Berkurangnya jenis dan kualitas produk yang ditawarkan, Krisis likuiditas,
Perubahan peraturan.
4. Dampak terhadap Perekonomia.
Sebagai institusi yang mengelola uang sebagai aktivitas utamanya,
bank memiliki risiko yang melekat (inherent) secara sistematis. Risk loss yang
terjadi pada suatu bank akan menimbulkan dampak tidak hanya terhadap bank
yang bersangkutan, tetapi juga akan berdampak terhadap nasabah dan
perekonomian secara keseluruhan. Dampak yang ditimbulkan tersebut
dinamakan risiko sistemik (systemic risk).5
10
Pemantauan risiko mencakup perbandingan ancaman risiko terhadap
benchmark, limit, atau parameter yang ditetapkan terlebih dahulu dan
memerlukan pengecualian bagi pengambil keputusan. Berarti Manajaemen
risiko telah dimulai saat corporate strategy disiapkan, dimana benchmark,
limit, parameter yang ada kaitannya dengan risiko dan pengendaliannya telah
mulai dipertimbangkan.
3. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, terutama dalam
mengidentifikasi, mengukur serta mengendalikan setiap jenis risiko yang bisa
terjadi pada setiap aspek kegiatan bank.
4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. Sistem Pengendalian Intern
harus dibangun secara baik dan harus meningkatkan efektivitas dan efisiensi
operasi, laporan keuangan dan laporan ke Regulator yang dapat dipercaya, dan
mematuhi undang-undang, hukum, regulasi dan kebijakan intern bank yang
berlaku. Lingkungan pengendalian intern yang sehat meliputi proses-proses
untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola risiko, sistem informasi
manajemen dan ketaatan pada kegiatan pengendalian seperti approvals,
konfirmasi dan rekonsiliasi.6
6
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum,Pasal 4 ayat (3)
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen resiko dalam
bank syariah Bank sebegai lembaga intermediasi merupakan salah satu komponen
utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selain itu, bank juga
merupakan jenis usaha yang selama ini banyak ditempa berbagai masalah (risiko).
Sebagai lembaga keuangan yang serat dengan regulasi, bank menjalankan
bisnisnya dengan keharusan mengambil risiko agar dapat tumbuh secara
berkesinambungan.
Operasi bank syariah memiliki karakteristik dengan perbedaan yang sangat
mendasar jika dibandingkan dengan bank konvensional, sementara manajemen
risiko juga harus diimplementasikan oleh bank syariah agar tidak hancur
dihantam risiko. Secara umum, risiko yang dihadapi perbankan syariah bisa
diklasifikasikan menjadi dua bagian besar. Yakni risiko yang sama dengan yang
dihadapi bank konvensional dan risiko yang memiliki keunikan tersendiri karena
harus mengikuti prinsip-prinsip syariah. Risiko kredit, risiko pasar, risiko
benchmark, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko hukum, harus dihadapi
bank syariah. Manajemen risiko ini mempunyai dampak bagi beberapa pihak baik
pemegang saham, nasabah ataupun karyawan.
B. Saran
Risiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada setiap
perbankan baik bank konvenesional maupun bank syariah, maka dari itu bank
syariah juga harus memerlukan prosedur dan tata kelola yang sesuai untuk
mengendalikan resiko yang timbul dan Meningkatkan kesadaran betapa
pentingnya Manajemen Risiko dalam lingkungan kerja serta mamberi
pengetahuan yang lebih luas tentang manajemen risiko.
12
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Anang Firmansyah, Manajemen Bank Syariah 2019, (Implementasi Teori dan
Praktek), Surabaya: Qiara Media.
Imam Wahyudi, dkk, Manajemen Risiko Bisnis Islam, 2013, Jakarta: Selemba Empat.
Afriyeni, Romi Susanto, Manajemen Resiko Pada Bank Syariah, bersumber dari:
afriyeni@akbpstie.ac.id (diakses pada tanggal 1 Juni 2021, Jam 10:20 WIB)
13