STATISTIK INDUSTRI 2
DISUSUN OLEH :
*)
ABSTRAK
informasi adalah dengan melakukan klasifikasi dokumen berdasarkan topiknya [1].
Kebutuhan akan dokumen pembelajaran untuk melakukan klasifikasi dokumen merupakan salah satu permasalahan
yang sering muncul dalam topik klasifikasi dokumen [2]. Permasalahan lain yang muncul adalah seberapa banyak
dokumen pembelajaran yang dibutuhkan agar klasifikasi dokumen memberikan akurasi yang maksimal. Apabila
jumlah dokumen pembelajaran yang digunakan terlalu sedikit, maka tidak akan menghasilkan tingkat akurasi yang
maksimal. Permasalahan dokumen pembelajaran untuk melakukan klasifikasi dokumen ini dapat diatasi dengan
pendekatan baru yang tidak memerlukan dokumen pembelajaran. Pendekatan ini dikenal dengan nama pendekatan
ontology [3].
Klasifikasi dokumen adalah bidang penelitian dalam perolehan informasi yang mengembangkan metode untuk
menentukan atau mengkategorikan suatu dokumen ke dalam satu atau lebih kelompok yang telah dikenal sebelumnya
secara otomatis berdasarkan isi dokumen [4]. Klasifikasi dokumen bertujuan untuk mengelompokkan dokumen yang
tidak terstruktur ke dalam kelompok-kelompok yang menggambarkan isi dari dokumen. Dokumen dapat berupa
dokumen teks seperti artikel berita. Pada bagian ini membahas tentang penelitian dalam bidang klasifikasi artikel
berita berbahasa Indonesia.
Penelitian dilakukan oleh Slyvia Susanto yaitu pengklasifikasian dokumen berita berbahasa Indonesia dengan
menggunakan Naïve Bayes classifier (stemming atau non-stemming) [2]. Eksperimen yang dilakukan dalam
penelitian ini dengan menggunakan stemming dan non-stemming. Hasil eksperimen dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa jumlah dokumen pembelajaran 90% dan jumlah dokumen pengujian 10% (stemming)
menghasilkan akurasi yang paling tinggi yaitu dengan recall 93,5%, precision 90,36%, dan f-measure 93,81%.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah kinerja Naïve Bayes classifier yang menggunakan stemming
lebih baik dari pada non-stemming.
2. Eksperimental
Pemodelan ontologi dalam penelitian ini diawali dengan mendefinisikan root dari ontologi. Root ini diberi nama
“olahraga”. Root direpresentasikan sebagai sebuah kelas.
Kelas root memiliki lima subkelas, yaitu bulutangkis, basket, otomotif, sepakbola, dan tenis (Gambar 1).
Kelima subkelas tersebut (bulutangkis, basket, otomotif, sepakbola, dan tenis) juga terdiri dari beberapa subkelas.
Setiap subkelas dari kelas memiliki property dan instance. Property digunakan untuk mendefinisikan atribut dari
subkelas. Selain itu, property juga digunakan untuk mendefinisikan relasi antara satu subkelas dengan subkelas
lain. Instance digunakan untuk mendefinisikan objek dari sebuah property. Representasi subkelas masing-masing
kategori dapat dilihat pada Gambar 2.
Proses pengklasifikasian artikel berita berbahasa Indonesia terdiri atas dua langkah. Pertama, proses penemuan
kosakata kunci dalam dokumen. Kedua, pemetaan kosakata tersebut ke sebuah node dalam konsep hierarki
(ontologi). Proses pemetaan dilakukan setelah melakukan proses persiapan dokumen dan pembobotan kata.
Proses pembobotan kata adalah proses memberikan nilai atau bobot ke sebuah kata berdasarkan kemunculannya pada
suatu dokumen teks [7]. Proses persiapan dokumen teks dalam penelitian ini menghasilkan kumpulan kata atau term
yang kemudian direpresentasikan dalam sebuah terms vector. Terms vector dari suatu dokumen teks d adalah tuple
bobot semua term pada d. Nilai bobot sebuah term menyatakan tingkat kepentingan term tersebut dalam
merepresentasikan dokumen teks. Pada penelitian ini, proses pembobotan kata menggunakan metode Term
Frequency-Inverse Document Frequency (TF-IDF).
Term frequency–inverse document frequency atau biasa sering disebut TF-IDF adalah metode pembobotan kata
dengan menghitung nilai TF dan juga menghitung kemunculan sebuah kata pada koleksi dokumen teks secara
keseluruhan [7]. Pada pembobotan ini, jika kemunculan term pada sebuah dokumen teks tinggi dan kemunculan term
tersebut pada dokumen teks lain rendah, maka bobotnya akan semakin besar. Akan tetapi, jika kemunculan term
tersebut pada dokumen teks lain tinggi, maka bobotnya akan semakin kecil. Tujuan penghitungan IDF adalah untuk
mencari katakata yang benar-benar merepresentasikan suatu dokumen teks pada suatu koleksi. Metode pembobotan
kata yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode TF-IDF. Metode ini digunakan karena metode ini paling
baik dalam perolehan informasi [8]. Rumus TF-IDF dapat dilihat pada Persamaan (1) [9].
Eksperimen dilakukan dengan memperhatikan dua aspek, yaitu penggunaan stopwords dan pemotongan imbuhan
(stemming) serta jumlah kategori. Eksperimen penggunaan stopwords dan stemming dilakukan dengan 4 kombinasi
perlakuan, yaitu penggunaan stopwords dan stemming, penggunaan stopwords tanpa stemming, penggunaan
stemming tanpa stopwords, dan tanpa menggunakan stopwords dan stemming. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa
nilai akurasi klasifikasi dokumen yang menggunakan stopwords dan stemming lebih tinggi daripada nilai akurasi
klasifikasi dokumen menggunakan stopwords tanpa stemming, menggunakan stemming tanpa stopwords, dan tanpa
menggunakan stemming dan stopwords. (Tabel 2).
Eksperimen jumlah kategori bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah kategori terhadap hasil akurasi klasifikasi
dokumen teks. Jumlah kategori dalam eksperimen ini dimulai dari tiga, empat, dan lima buah kategori. Kategori
bulutangkis, otomotif, dan sepakbola digunakan sebagai eksperimen untuk jumlah kategori sama dengan tiga.
Kategori bulutangkis, basket, otomotif, dan sepakbola digunakan sebagai eksperimen untuk jumlah kategori sama
dengan empat.
Gambar 5. Pengaruh Jumlah Kategori pada Ontologi (-♦-) dan Noaive Bayes (-■-)
Semua kategori digunakan sebagai eksperimen untuk jumlah kategori sama dengan lima. Nilai akurasi untuk empat
kategori menggunakan metode Naïve Bayes merupakan rata-rata dari nilai akurasi dengan menggunakan 100, 500,
dan 1000 data pembelajaran. Nilai akurasi untuk tiga kategori menggunakan metode Naïve Bayes merupakan rata-
rata dari nilai akurasi dengan menggunakan 100, 500, dan 800 data pembelajaran. Perbandingan nilai f-measure
jumlah kategori untuk metode Naïve Bayes dan ontologi dapat dilihat pada Gambar 6.
Hasil eksperimen pada data artikel media massa berbahasa Indonesia menunjukkan penurunan akurasi (Gambar 6).
Pada metode Naïve Bayes, akurasi klasifikasi menunjukkan penurunan dari 99,64% pada penggunaan tiga kategori
menjadi 98,90% pada penggunaan empat buah kategori, kemudian pada penggunaan lima buah kategori hasil akurasi
kembali menurun menjadi 95,06%. Pada metode ontologi terjadi penurunan dari 99,24% pada penggunaan tiga buah
kategori menjadi 96,07% pada penggunaan empat buah kategori, kemudian pada penggunaan lima buah kategori
hasil akurasi kembali menurun menjadi 93,32%. Hasil ini sesuai dengan perkiraan bahwa penambahan jumlah
kategori akan menurunkan akurasi klasifikasi dokumen teks.
Nilai akurasi metode Naïve bayes lebih tinggi daripada metode ontologi (Gambar 5) baik dengan jumlah kategori
sama dengan tiga, empat, dan lima kategori. Perbedaan hasil akurasi klasifikasi mencapai 0.4% pada penggunaan
tiga buah kategori, 2.83% pada penggunaan empat buah kategori, dan 1.74% pada penggunaan lima buah kategori.
4. Simpulan
Berdasarkan hasil eksperimen yang diperoleh, dapat ditarik beberapa simpulan. Pertama, jumlah kategori yang ada
mempengaruhi kinerja klasifikasi dokumen menggunakan metode Naïve Bayes dan ontologi. Secara umum,
penambahan jumlah kategori dapat menurunkan tingkat akurasi klasifikasi dokumen. Selain itu, tingkat kemiripan
diantara kategori juga dapat mempengaruhi tingkat akurasi klasifikasi dokumen. Jika tingkat kemiripan diantara dua
kategori tinggi, maka akan sulit untuk membedakan kedua kategori tersebut sehingga tingkat akurasi klasifikasi
dokumen akan turun. Kedua, penggunaan stopwords dan stemming dapat meningkatkan tingkat akurasi klasifikasi
dokumen. Klasifikasi dokumen dapat menggunakan ontologi dan memiliki nilai f-measure mencapai 94,02%.
Meskipun nilai fmeasure klasifikasi dokumen menggunakan ontologi tidak lebih tinggi daripada nilai akurasi
klasifikasi dokumen menggunakan metode Naïve Bayes. Namun, metode klasifikasi dokumen dengan menggunakan
ontologi memiliki kelebihan, yaitu tidak memerlukan proses pembelajaran atau data eksperimental sedangkan metode
Naïve Bayes membutuhkan proses pembelajaran agar dapat mengklasifikasikan dokumen baru. Klasifikasi dokumen
teks (metode Naïve Bayes dan ontologi) yang dilakukan pada penelitian ini masih memiliki kekurangan. Beberapa
saran yang mungkin berguna untuk melakukan penelitian klasifikasi dokumen selanjutnya, antara lain: (1) Mencari
lebih banyak dokumen, khususnya dokumen berbahasa Indonesia sehingga dapat menganalisis pengaruh jumlah
dokumen terhadap tingkat akurasi klasifikasi dokumen, (2) Mengumpulkan lebih banyak data untuk memodelkan
ontologi dan merancang metode klasifikasi yang lebih efisien dan akurat, (3) Pemodelan ontologi untuk sebuah
konsep atau class dibuat seunik mungkin dari konsep atau class lain sehingga dapat meningkatkan nilai akurasi
klasifikasi dokumen.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN UANG DI INDONESIA TAHUN 1999 : Q1 - 2010 : Q4
DENGAN PENDEKATAN ERROR CORECTION MODELS (ECM)
Uang adalah barang yang memiliki fungsi sebagai : alat pertukaran, unit penghitung,
penyimpanan nilai, dan standar untuk melakukan pembayaran tertangguhkan. Biasanya uang
didefinisikan : M1 adalah uang kertas dan logam ditambah dengan simpanan dalam bentuk
rekening Koran, M2 adalah M1 + tabungan + deposito berjangka (time deposit) pada bank-bank
umum, dan M3 adalah M2 + tabun- gan + deposito berjangka pada lembaga-lembaga tabungan
nonbank (Nopirin , 1992:3).
Perilaku uang menentukan perkembangan faktor-faktor mendasar makro ekonomi, seperti
: cadangan luar negeri, tingkat pertumbuhan ekonomi, neraca berjalan, dan inflasi pada suatu
negara. Sehingga peranan permintaan uang akan menjadi penting dan dapat dijadikan suatu alat
analisis untuk pengambilan keputusan kebijakan moneter.
Besarnya jumlah uang yang beredar dalam masyarakat tergantung pada perkembangan ekonomi
dan kebutuhan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi memerlukan pertumbuhan uang atau likuiditas yang cukup. Namun
laju pertumbuhan uang yang terlalu cepat dapat memberikan dampak kurang baik dalam
perekonomian. Perubahan jumlah uang beredar dapat mempengaruhi kestabilan harga.
Pertumbuhan jumlah uang beredar yang terlalu cepat tanpa diimbangi pertambahan produksi da-
pat menyebabkan inflasi. Berlimpahnya jumlah beredar yang melebihi kebutuhan untuk transaksi
akan mendorong masyarakat untuk melakukan spekulasi terhadap valuta asing yang akan dapat
menimbulkan pelemahan nilai rupiah. Tetapi sebaliknya, apabila peningkatan produksi lebih cepat
dari pada pertumbuhan jumlah uang beredar akan mengakibatkan deflasi. Hal tersebut akan
mengakibatkan pendapatan dunia usaha akan menurun dan akan berdampak negatif pada
pertumbuhan ekonomi.
Perkembangan jumlah uang beredar sejak deregulasi hingga sekarang menunjukkan
peningkatan yang cukup besar. Pada tahun-tahun terakhir perkembangan jumlah uang beredar
me- ningkat pesat dibandingkan angka pertumbuhan ekonomi.
Tabel 1
Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Uang Beredar (M1) dan Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia Tahun 2004 – 2010
Jumlah
Uang
Beredar(M1 Pertum Pertumbu
) (Miliar Ru- - buhan - han
Tahun piah) M1(%) Eko-
2004 245946.0 24.05 nomi
5.13(%)
2005 0
271140.0 10.24 5.60
2006 0
347013.0 27.98 5.50
2007 0
450055.0 29.69 6.30
2008 0
456787.0 1.50 6.10
2009 0
515824.0 12.92 4.50
2010 8
650410.5 17.37 6.10
3
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Bank Indonesia
Dari tabel 1.1 pertumbuhan M1 pada ta- hun 2004, 2006, dan 2007 masing-masing adalah
sebesar 24,05%, 27,98%, dan 29,69% sangat ting- gi jika dibandingkan dengan pertumbuhan
eko- nomi sebesar 4 - 6%. Kelebihan likuiditas pada ta- hun 2004 menyebabkan inflasi pada
tahun 2005 sebesar 17,11%. Sedangkan saat terjadi krisis keu- angan global pada tahun 2008
pertumbuhan hanya 1,5% hal ini menyebabkan berkurangnya likuiditas perekonomian. Sektor
produksi menja- di terhambat dan pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar
4,50% turun dari ta- hun 2008. Kondisi tersebut menunjukkan kinerja kebijakan moneter yang
belum maksimal untuk itu perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi per- mintaan uang di Indonesia.
Tabel 2
Uji MWD Untuk Regresi Linier Permintaan Uang
Variabel Bebas Koefisien t-statistik t-tabel 10% Probabili
- tas
C -510443,2 -16,57535* 1,6802 0,0000
INFLASI 19126,54 3,611118* 1,6802 0,0008
SBD 4711,277 5,888947* 1,6802 0,0000
PDB 1,735812 32,87620* 1,6802 0,0000
Z1 -195569,8 -5,423805* 1,6802 0,0000
Sumber : Data penelitian, diolah
Ket : * signifikan pada derajat kepercayaan 1%
** signifikan pada derajat kepercayaan 5%
*** signifikan pada derajat kepercayaan 10%
d tidak signifikan
Untuk model log linier dapat dilihat dalam tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3
Uji MWD Untuk Regresi Log Linier Permintaan Uang
Variabel Bebas Koefisien t-statistik t-tabel 10% Probabili
- tas
C -17,52718 -15,57641* 1,6802 0,0000
INFLASI 0,056404 2,749341* 1,6802 0,0087
SBD 0,006747 2,115225** 1,6802 0,0402
LOG(PDB) 2,310890 27,21964* 1,6802 0,0000
Z2 1,505108 1,626345d 1,6802 0,1112
Sumber : Data penelitian, diolah
Ket : * signifikan pada derajat kepercayaan 1%
** signifikan pada derajat kepercayaan 5%
*** signifikan pada derajat kepercayaan 10%
d tidak signifikan
Tabel 4
Nilai Uji Akar Unit dengan Metode Uji ADF pada Tingkat Level
Tabel 5
Nilai Uji Derajat Integrasi dengan Metode ADF pada Diferensi Pertama
Simpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan uang di Indone- sia tahun 1999 : Q1 – 2010 : Q4 dengan pendekatan
Error Correction Model (ECM) didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
Inflasi dalam jangka pendek dan jangka panjang mempunyai hubungan yang positif dan signifikan
terhadap permintaan uang di Indonesia. Suku bunga dalam jangka pendek mempunyai hubungan
yang negatif dan tidak signifikan sedangkan dalam jangka panjang mempunyai hubungan negatif
dan signifikan terhadap per- mintaan uang di Indonesia. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam
jangka pendek mempunyai hubungan yang positif dan tidak signifikan terhadap permintaan uang
di Indonesia sedangkan dalam jangka pan- jang PDB berpengaruh secara positif dan signifi- kan
terhadap permintaan uang di Indonesia.
Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti pada penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
Pemerintah perlu meningkatkan Produk Domestik Bruto. Dengan meningkatnya PDB, jumlah
uang beredar dalam masyarakat akan melimpah. Melimpahnya jumlah uang beredar
mengindikasikan kesejahteraan masyarakat meningkat. Dengan kesejahteraan meningkat maka
tabungan dan investasi juga akan meningkat sehingga dalam jangka panjang akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Namun pemerintah juga harus memperhatikan sisi negatif dari
melimpahnya jumlah uang beredar yaitu terjadinya inflasi.
Bank Indonesia hendaknya menjaga inflasi tetap rendah. Hal ini dimaksudkan agar BI rate
dapat ditetapkan pada level yang rendah pula sehingga suku bunga kredit akan rendah dan mam-
pu meningkatkan volume investasi yang mampu menggerakkan sektor riil.
Analisis Faktor Risiko Kejadian penyakit Tuberculosis Bagi Masyarakat Daerah Kumuh
Kota Pale
ABSTRAK
Latar belakang:Tuberculosis atau dikenal dengan TB Paru merupakan penyakit yang mematikan setelah HIV-
AIDS. Penyakit ini menjadi epidemik di dunia. Indonesia merupakan Negara dengan urutan kedua di
duniapenderita TB Paru setelah India. Tahun 2016 penderita Tuberculosis mengalami peningkatan dari 9,6
jutamenjadi 10,5 juta jiwa. Sementara Palembang merupakan Kota dengan prevalensi Tuberculosis tertinggi
diprovinsiSumatera Selatan
Metode:Penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, sampel penelitian ini
adalahmasyarakatyangberobatkePuskesmasdiKotaPalembang.Tekniksamplingmenggunakanproporsionalrandom
sampling.Analisisdatamenggunakanchi-squaredanregresi logisticberganda.
Hasil:Analisis statistik secara bivariabel menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin PR
0.65(0.45-0.80),riwayatTBanggotakeluargaPR2.49(1.92–3.23),akses informasiPR 2.49(1.92 –3.23),
pencahayaan, kelembapan PR 1.57 (1.10 – 2.23), kondisi atap PR 3.57 (2.38 – 5.34), dinding PR 4.96(2.98 –8.27),
lantai rumah PR 2.46 (1.86 – 3.22), dengan kejadian penyakit Tuberculosis Paru (p<0.05) dan variabelkepadatan
hunian secara bivariat PR 0.76(0.58 – 1.01) Sedangkan secara multivariabel menemukan bahwakepadatanhunian
merupakan variabelyangpalingdominandengannilaiOR6.42(1.55-26.63).
Simpulan:Karakteristik rumah merupakan variabel yang berperan dalam penyebaran penyakit Tuberculosis
dankepadatan hunian merupakan faktor dominan kejadian penyakit tersebut. Surveilens terhadap faktor resiko
lingkungan pada daerah yang rentan dengan Tuberculosis perlu dilakukan disertai penyuluhan dengan pendekatan
keluarga untuk mencegah penyakit
PENDAHULUAN
TuberculosisataudikenaldenganTBParumerupakanpenyakityangmematikansetelahHIV-
AIDS.Penyakitinimenjadiepidemicdidunia.IndonesiamerupakanNegaradenganurutankeduatertinggidi
duniapenderitaTBParu setelahIndia.Tahun 2016 penderita Tuberculosis Paru mengalamipeningkatan dari tahun
sebelumnya dari 9,6 juta
jiwamenjadi10,5jutajiwa.Sejaktahun2016,tujuanprogramTuberculosisParuadalahmengakhiriepidemic TB Paru
melalui penerapan strategi End TB.Strategi tersebut berupa mengurangi kematian
akibatTBParusebesar90%padatahun2030danmemutuskankejadian kasusbaruTB sebesar80%.1
PenyakittuberkulosisparuadalahpenyakitmenularlangsungyangdisebabkanolehbakteriMycobacteriumtuberculosisyang
sebagianbesarmenyerangparu-paru.PenderitatuberkulosisparuBTA (+) dapat menularkan pada orang
sekelilingnya,terutamayangmelakukankontakerat.SetiappenderitatuberculosisparuBTA(+)dapatmenularkanpada10-
15orangpertahun.DayapenularandariseorangpenderitatuberculosisparuBTA(+)ditentukanolehbanyakbakteriyangdikelu
arkan dari paru-paru. Kondisi lingkungan
dalamrumahyangtidakmemenuhisyaratmenjadimediapenularanpenyakittuberculosisparu.Faktorlingkungandalamruma
hyangsecarastatistikberhubunganbermaknadengankejadianpenyakittuberkulosis paru adalah ventilasi kamar,
kelembabankamar,sinarmatahari,dankepadatanhuniankamar.2
PemerintahIndonesiamelaluiKementrianKesehatanmembuatsasaranstrategispengendalianTBhingga2014mengacupada
rencanastarategisyaitu menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000penduduk menjadi 224 per 100.000
penduduk.Saatini diperkirakan ada 1 dari setiap 3 kasus TB yangmasih belum terdeteksi oleh program.3Tahun
2013WHOmemperkirakandiIndonesiaterdapat6.800kasusbaruTBdenganMultiDrugResistence(TBMDR) setiap tahun.
Diperkirakan 2% dari kasus TBbaru dan 12 % dari kasus TB pengobatan pengulanganmerupakan kasus TB MDR.
Diperkirakan pula lebihdari 55% pasien Multi Drug Resistant
Tuberculosis(MDRTB)belumterdiagnosisataumendapatpengobatanbaikdanbenar.RendahnyaangkapenderitaTBdisuatu
wilayahbelumtentumenggambarkan kondisi yang sebenarnya, hal ini
bisadisebabkanolehfasilitaspelayanankesehatanyangbelumberanimendiagnosisTB.4
KotaPalembangmerupakankotadenganpenderitaTBparuterbanyakdiSumateraSelatan.5DataTBcureratedaritahun2013k
etahun2014terjadipenurunansebesar6%yangberarti
keberhasilandalampenyembuhanpasienTBParumengalami penurunan. Walaupun angka keberhasilanpenyembuhan TB
Paru di Kota Palembang memenuhistandarWHOyaitudiatas84%.Selainitu,angkapenderita TB Paru pada tahun 2014
juga mengalamikenaikandibandingkantahun sebelumnya.6
BanyakfaktorrisikoyangmampumemicutimbulnyakejadianTuberculosis,beberapadiantaranyaadalahlingkungan.Faktorl
ingkunganmerupakansalahsatuyangmempengaruhipencahayahaanrumah,kelembapan,suhu,kondisiatap, dinding, lantai
rumah serta kepadatan
hunian.Selainitufaktorselainlingkunganberupa,jeniskelamin,umur,pendapatan,pengetahuansertasikapterhadappencega
hanTBjugamempengaruhiterjadinyapenyakit.7,8
Risikodarilingkungankeluargajugadikajidaripenelitianiniyaituberupapaparanasaprokokdarikeluargaataupenderitasendi
risertariwayatpenyakitTuberculosisdarianggotakeluarga.Datatersebutbisadilihatpadagambar1.RiwayatTuberculosis
dari anggota keluarga mencapai hampirsepertiga dari responden. Keluarga merupakan
orangyangpalingseringberinteraksidenganpenderitasehinggamenjadiberisikoterkenaTBapabilaadaanggotakeluargayan
gterkenapenyakittersebut.Sedangkan paparan asap rokok, baik sebagai activesmoker ataupun secondhand smoker di
penelitian inimencapai 70.3%. Anggota keluarga mendapat paparanasaprokokjikaadaanggota keluargayangmerokok.
HasilanalisisvaribelpencahayaanmenunjukkannilaiPrevalenceRatiosebesar1.6.Masyarakatyangtinggaldirumahyangme
milikipencahayaan yang kurang dari 60 Lux berpeluang
1.6kaliuntukterkenaTuberculosis.Sinarmatahariberperansecaralangsungdalammematikanbakteridan mikroorganisme
lain yang terdapat di lingkunganrumah,dengandemikiansinarmataharisangatdiperlukan di dalam suatu ruangan rumah
terutamaruangantidur,khususnyasinarmataharipagiyangdapatmenghambatperkembangbiakanbakteri
Kelembapan juga secara statistic berhubungan dengan kejadian.Masyarakat yang tinggal dirumah dengan kelembapan
yang tinggi berpeluang 2.7 kaliuntuk terkena Tuberculosis. Bakteri Mycobacteriumtuberculosa seperti halnya bakteri
lain akan tumbuhdengansuburpadalingkungandengankelembabanyangtinggi.Airmembentuklebihdari80%volume
selbakteridanmerupakanhalessensialuntukpertumbuhandankelangsunganhidupselbakteri.15Menurut14,kelembabanud
arayangmeningkatmerupakanmediayangbaikuntukbakteri-bakteripatogentermasuktuberkulosis.
Kondisiataprumah,dindingdanlantaisignifikansecaraberhubungandengankejadianpenyakitTuberculosis.Masyarakatdae
rahkumuhyangtinggaldirumahdenganatapyangtidakstandardakanberpeluang3,6kaliterkenaTuberculosisdanuntukdindi
ngrumahyangtidakstandardberpeluang4,9kalisertaberpeluang2,5kali
PR(95%CI) p-value
n % n %
Ket:*(p<0.05)
Tahap akhir analisis penelitian ini adalah analisismultivariatedenganmenggunakanregresilogistikberganda. Hasil
penelitian ini menemukan tiga
modelyangbisadilihatpadatabel4.Variabelyangdimasukankedalamanalisismultivariateadalahvariabeldengannilaip<0.2
5,denganhasilpertimbangan tersebut terdapat delapan variabel yangdimasukan dalam analisis ini. Selain statistik,
analisismultivariat juga mempertimbangkan hubungan secarateori. Maka, atas pertimbangan penelitian
sebelumnyavariabelkepadatanhunianjugadimasukansebagaivariabelyangakandianalisissecaramultivariat.
seorang penderita rata -rata dapat menularkan kepada2-3 orang di dalam rumahnya. Luas lantai bangunanrumah sehat
harus cukup untuk penghuni
didalamnya,artinyaluaslantaibangunanrumahtersebutharusdisesuaikandenganjumlahpenghuninyaagartidakmenyebabk
an overload. Orang yang tinggal di dalamrumah dengan tingkat kepadatan hunian yang
tinggiberisikountukmudahtertularTuberculosis2kalilebih besar dibandingkan orang yang tinggal
dirumahdengantingkatkepadatanhunian yangrendah.2
Tabel4
Ket:
*(p<0.05),
**Faktordominan
SIMPULAN
Slum area merupakan daerah dengan keberadaan faktor risiko lingkungan terbanyak untuk terjadinya penyakit
Tuberculosis.Penelitian ini menemukan bahwa factor lingkungan rumah yang terdiri dar ipencahayaan, kelembapan,
kondisi atap, dinding dan lantai signifikan berhubungan dengan kejadian penyakit Tuberculosis dan kepadatan
hunian menjadi factor yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit tersebut.Slumareamen jadiareayang
berpotensiuntuk menjadi wilayah penyebaran penderita Tuberculosis dengan keberadaan faktor–factor lingkungan
tersebut.Berdasarkan temuan penelitian ini, maka kami merekomendasikan
untukperlunyapemantauankhususdaripemerintahsetempat tentang keadaan fisik rumah dari masyarakat serta perlua
danya pendekatan khusus seperti pendekatan keluarga untuk menyebarkan informasi mengenai pencegahan
penyakitTuberculosis.
DAFTARPUSTAKA
2.
VersitariaHU,KusnoputrantoH.TuberkulosisParudiPalembang,SumateraSelatan.Kesmas:NationalPublicHea
lthJournal.2011;5(5):234-40.
4. KementerianKesehatanRI.ProfilKesehatanIndonesia.Jakarta:KementerianKesehatanRepublikIndonesia,201