Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

MUNAFIK SEMPURNA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist Tarbawi
Dosen Pengampu: Drs. H. Sholeh, M.Pdi.

Disusun Oleh:
Muhammad Irfan Baharudin (192871) III B

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mungkin kita sering mendengar kata munafik di dalam kehidupan sehari-hari kita.
Kata munafik atau muna mungkin kita anggap tidak begitu kasar di telinga kita karena kata
itu jarang kita dipublikasikan di media massa. Namun sebenarnya munafik adalah suatu sifat
seseorang yang sangat buruk yang bisa menyebabkan orang itu dikucilkan dalam masyarakat.

Dan yang kita tahu hanya munafik saja tetapi kami disini akan membahas tentang
munafik sempurna, bagaimanakah kriteria munafik sempurna tersebut, terkadang kita semua
sebagai manusia tak tau bahwa kita sering mengerjakan sesuatu yang bisa menimbulkan
kemunafikan pada diri kita, seperti bohong salah satunya.

Apakah kita termasuk orang yang munafik sempurna? Mungkin kita dengan tegas
mengatakan kita adalah bukan orang munafik karena kurangnya pemahaman kita mengenai
apa itu sifat munafik yang sesungguhnya. Kita pasti tidak ingin jika kita dianggap seorang
yang munafik apa lagi munafik sempurna naudzubillahi mindzalik, semoga kita bukan
termasuk manusia yang berkriteria munafik, agar kita faham tentang tanda-tanda orang
munafik,  mari kita lanjutkan pembahasan topik ini bersama-sama.

B. RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan munafik sempurna itu ?


2.      Bagaimana pendapat ulama tentang hadits tersebut ?
3.      Bagaimana asbabul wurud sehingga ada hadits tersebut ?
4.      Apa isi kandungan dari hadis?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadist
ٌ‫َت فِي ِه خَصْ لَة‬ْ ‫ َو َم ْن َكان‬، ‫ قَا َل « أَرْ بَ ٌع َم ْن ُك َّن فِي ِه َكانَ ُمنَافِقًا خَ الِصًا‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬ َّ ِ‫ع َْن َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن َع ْم ٍرو أَ َّن النَّب‬
َ ‫ َوإِ َذا خَ ا‬، ‫ َوإِ َذا عَاهَ َد َغ َد َر‬،‫ب‬
‫ص َم فَ َج َر‬ َ ‫ث َك َذ‬
َ ‫ َوإِ َذا َح َّد‬، َ‫اؤتُ ِمنَ خَ ان‬ ِ َ‫َت فِي ِه خَ صْ لَةٌ ِمنَ النِّف‬
ْ ‫اق َحتَّى يَ َد َعهَا إِ َذا‬ ْ ‫ِم ْنه َُّن َكان‬

Artinya: Dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW telah bersabda : “ada empat sifat siapa
yang memilikinya menjadi seorang munafik sejati(sempurna),dan siapa yamg memiliki
sebagiannya maka ada padanya sebagian dari kemunafikan sampai dia meninggalkan sifat
itu: 1. Apabila diberi amanat berkhianat, 2. Apabila berbicara ia berdusta, 3. Apabila
berjanji ia menyalahi, 4. Apabila bertengkar ia curang” (HR. Al-Bukhari no. 89 dan Muslim
no. 58)

B. Makna / Mufrodat Kata

No Kosakata Arti
1 ُْ‫ض َي هللاُ َعنه‬ ِ ‫عَنْ َع ْب ُدهللاِ ْب ِن َع َم ْر َر‬ Dari Abdullah bin Amar
2 ‫قَا َل‬ Berkata
3 ‫سلَّ َم‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫النَّبِ ُّي‬ Nabi Sallallahu ‘alaihi wassalam
4 ‫اَ ْدبَ ُع‬ 4 sifat
5 ‫ ُكنَّ فِ ْي ِه‬  ْ‫َمن‬ Barangsiapa yang memilikinya
6 ‫صا‬ ً ِ‫َكانَ ُمنَافِقًا َخال‬ Ia seorang munafik sejati
7 ْ‫َو َمنْ َكانَت‬ Dan barang siapa
8 ‫فِ ْي ِه‬ Memiliki
9 ُ ‫صة‬ َ ‫َخ ْل‬ 1 sifat
10 َّ‫ِم ْن ُهن‬ Diantara sifat-sifat itu
11 ‫َكانَتْ فِ ْي ِه‬ Sungguh ia
12 ُ ‫صة‬ َ ِ‫َخل‬ Menuju ke sifat
13 ِ َ‫ِمنَ النِّف‬
‫اق‬ Munafik
14 ‫َحتَّى‬ Sampai
15 ‫يَ َد َع َها‬ Ia meninggalkannya
16 َ‫اِ َذا ْئتُ ِمن‬ Apabila dipercaya
17 َ‫َخان‬ Khianat
18 َ ‫َواِ َذا َحد‬
‫َّث‬ Apabila berbicara
19 ‫َك َذ َب‬ Berdusta
20 ‫َواِ َذا عَا َه َذا‬ Apabila berjanji
21 ‫َخد ََر‬ Ingkar
22 ‫اص َم‬ َ ‫َواِ َذا َخ‬ Apabila bertengkar
23 ‫فَ َج َر‬ Curang
C. Asbabul Wurud
Al-Khatibi menjelaskan bahwa hadist ini ditujukan Rasulullah saw, kepada orang
munafik, namun Rasulullah saw tidak menjelaskan kepada para sahabat nama orang yang
dimaksud, disebutnya : “si fulan munafik”. Hal ini menunjukkan keluhuran budi beliau.
Keterangan:
   Dalam riwayat Abu Awanah berbunyi (artinya): “Tanda-tanda orang munafik ada
tiga: jika ia berkata berlainan dengan kejadian yang sesungguhnya, jika ia berjanji untuk
kebaikan ia tidak akan memenuhinya, jika ia diberi kepercayaan mengenai harta, rahasia atau
titipan ia kerjakan hal-hal bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah kepadanya dan
ia berkhianat kepadaNya.
Ketiga tanda tersebut di khusus kan Rasulullah karena ketiganya meliputi perkataan,
perbuatan dan niat yang saling bertentangan.

D. Pendapat Ulama
1. Definisi Nifaq
Ibn Rajab berkata: “Nifaq secara bahasa merupakan jenis penipuan, makar,
menampakkan kebaikan dan memendam kebalikannya.Secara syari’at terbagi dua:
Pertama, Nifaq Akbar (Kemunafikan Besar); yaitu upaya seseorang menampakkan
keimanan kepada Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab, Rasul dan hari akhir,
sebaliknya memendam lawan dari itu semua atau sebagiannya. Inilah bentuk nifaq
(kemunafikan) yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dan yang dicela dan dikafirkan
para pelakunya oleh al-Qur’an. Rasulullah SAW menginformasikan bahwa pelakunya
kelak akan menempati neraka paling bawah. Kedua, Nifaq Ashghar (Kemunafikan
Kecil); yaitu kemunafikan dalam perbuatan. Gambarannya, seseorang menampakkan
secara teranga-terangan keshalihannya namun menyembunyikan sifat yang berlawanan
dengan itu.

2. Pokok-Pokok Nifaq
Pokok-pokoknya kembali kepada beberapa sifat yang disebutkan dalam
hadits-hadits (yang disebutkan Ibn Rajab dalam syarah Arba’in, termasuk hadits yang
kita kaji ini), di antaranya:

a. Seseorang berbicara mengenai sesuatu yang dibenarkan orang lain padahal ia


berdusta. Nabi SAW bersabda dalam kitab al-Musnad karya Imam Ahmad, “Amat
besar pengkhianatanya manakala kamu berbicara kepada saudaramu dengan
suatu pembicaraan di mana ia membenarkanmu namun kamu berdusta
kepadanya.”

b. Bila berjanji, ia mengingkari. Ini terbagi kepada dua jenis: Pertama, seseorang
berjanji padahal di dalam niatannya tidak ingin menepatinya. Ini merupakan
pekerti paling buruk. Kedua, Berjanji pada dirinya untuk menepati janji, kemudian
timbul sesuatu, lalu mengingkarinya tanpa alasan. Dalam hadits yang dikeluarkan
Abu Daud dan at-Turmudzi dari hadits Zaid bin Arqam, dari nabi SAW, beliau
bersabda, “Bila seorang laki-laki berjanji dan berniat menepatinya namun tidak
dapat menepatinya, maka tidak apa-apa baginya (ia tidak berdosa).”
c. Bila berseteru, ia berbuat fajir. Makna fujur adalah keluar dari kebenaran secara
sengaja sehingga kebenaran ini menjadi kebatilan dan kebatilan menjadi
kebenaran. Dan inilah yang menyebabkannya melakukan dusta sebagaimana
sabda Nabi SAW, “Berhati-hatilah terhadap kedustaan, sebab kedustaan dapat
menggiring kepada ke-fujur-an dan ke-fujur-an menggiring kepada neraka.” Di
dalam kitab ash-Shahihain dari nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya laki-
laki yang paling dibenci Allah adalah yang paling suka berseteru dalam
kebatilan.” Dan di dalam sunan Abi Daud, dari Ibnu ‘Umar, dari nabi SAW,
beliau bersabda, “Barangsiapa yang berseteru dalam kebatilan padahal ia
mengetahuinya, maka senantiasalah ia dalam kemurkaan Allah hingga
menghadapi sakaratul maut.” Di dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang
membantu dalam perseteruan secara zhalim, maka ia akan mendapatkan
kemurkaan dari Allah.”

d. Bila berjanji, ia mengkhianati (mengingkari) dan tidak menepatinya. Padahal


Allah SWT menyuruh agar menepati janji seraya berfirman, 
“Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung-
jawabannya.” (QS.al-Isra’/17:34)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah
itu).” (QS.an-Nahl/16:91)
Di dalam kitab ash-Shahihain dari Ibn ‘Umar dari Nabi SAW, beliau
bersabda, “Setiap pengkhianat akan memiliki panji pengenal pada hari kiamat,
lalu dikatakan; inilah pengkhianatan si fulan.” Mengkhianati setiap perjanjian
yang terjadi antara seorang Muslim dan orang lain haram hukumnya sekali pun
orang yang diajak berjanji itu adalah seorang kafir.Oleh karena itu, di dalam
riwayat al-Bukhari, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, dari nabi SAW,
beliau bersabda, “Siapa yang membunuh jiwa yang diberi perjanjian tanpa hak,
maka ia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya baunya terasa dari jarak
perjalanan 40 tahun.”
Tentunya, perjanjian yang terjadi di antara sesama Muslim, harus lebih ditepati
lagi dan membatalkannya merupakan dosa besar. Bentuk dosa paling besar dalam
hal ini adalah membatalkan perjanjian dengan imam (pemimpin negara Islam)
yang dilakukan oleh orang-orang yang mengikuti dan sudah rela terhadapnya.
Di dalam kitab ash-Shahihain, dari hadits Abu Hurairah RA, dari nabi SAW,
beliau bersabda, “Tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari
Kiamat, tidak Dia bersihkan diri mereka dan mereka malah akan mendapat azab
yang pedih…” Di dalam hadits ini, beliau SAW menyebutkan salah satu dari
mereka, yaitu seorang laki-laki yang telah membai’at seorang imam, tetapi ia
membai’atnya hanya karena dunia; jika ia (sang imam) memberinya sesuai dengan
apa yang diinginkannya, maka ia menepatinya dan bila tidak, maka ia tidak pernah
menepatinya.”Termasuk dalam janji yang wajib ditepati dan haram dikhianati
adalah seluruh akad seperti jual beli, pernikahan dan akad-akad lazim yang wajib
ditepati, yang terjadi di antara sesama Muslim bila mereka saling rela atasnya.
Demikian pula, sesuatu yang wajib ditepati karena Allah SWT dari perjanjian
hamba dengan Rabbnya seperti nadzar berbuat kebajikan dan semisalnya.

e. Bila diberi amanah, ia berkhianat. Bila seseorang diberi amanah, maka ia wajib
mengembalikannya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT, “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya…” (QS.an-Nisa’/4:58)
At-Turmudzi dan Abu Daud mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah bahwasanya
Nabi SAW bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang beramanah
kepadamu dan janganlan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu.”
Khianat terhadap amanah merupakan salah satu sifat munafik sebagaimana firman
Allah SWT,
` Pokoknya, semua Nifaq Ashghar terpulang kepada adanya perbedaan antara
perkara tersembunyi (bathiniah) dan terang-terangan (lahiriah). Al-Hasan al-
Bashori RAH berkata, “Sekelompok Salaf berkata, ‘Kekhusyu’an nifaq hanya
terlihat pada kehusyu’an raga sedangkan hatinya tidak pernah khusyu’.”
‘Umar RA berkata, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah
Munafiq ‘Alim (yang berpengetahuan).” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana
mungkin, seorang munafik memiliki sifat ‘alim.?” Ia menjawab, “Ia berbicara
dengan penuh hikmah namun melakukan kezhaliman atau kemungkaran.”
Nifaq Ashghar merupakan sarana melakukan Nifaq Akbar sebagaimana halnya
perbuatan-perbuatan maksiat adalah merupakan ‘kotak pos’ kekufuran.
Bentuk sifat nifaq ‘amali (praktis) yang paling besar adalah manakala seseorang
melakukan suatu perbuatan, tampak berniat baik namun ia melakukan itu hanya
agar dapat mencapai tujuan yang buruk. Dengan tipuan itu, ia lantas mencapai
tujuannya, bergembira dengan makar dan tipuannya sementara orang-orang
memujinya atas pertunjukan (kepura-puraan) yang membuatnya sampai kepada
tujuan buruk yang dipendamnya itu.
Manakala di kalangan shahabat telah ditetapkan bahwa nifaq adalah adanya
perbedaan antara perkara tersembunyi dan terang-terangan, maka sebagian mereka
khawatir bila terjadi perubahan hati; konsentrasi, kekhusyu’an dan kelembutannya
ketika mendengar adz-Dzikr (al-Qur’an) dengan menoleh dunia dan sibuk dengan
urusan keluarga, anak dan harta di mana hal itu semua akan menjadi salah satu
bentuk kemunafikan dari mereka. Karena itu, Rasulullah SAW sampai berkata
kepada mereka, “Hal itu bukan termasuk kemunafikan.”

E.  Takhrijul Hadits
Sanad paling shahih yang bersumber dari ibnu Umar adalah yang disebut Silsilah
adz- Dzahab (silsilah emas), yaitu Malik, dari Nafi’, dari Abdullah bin Umar. Sedang
yang paling Dlaif : Muhammad bin Abdullah bin al-Qasim dari bapaknya, dari kakeknya,
dari ibnu Umar.
Para ulama’ berusaha keras mengkomparasikan antar perawi-perawi yang maqbul dan
mengetahui sanad –sanad yang memuat drajat diterima secara maksimal kerena
perawinya terdiri dari orang –orang terkenal dengan keilmuan, kedobitan dan
keadilannya dengan yang lainnya. Mereka menilai bahwa sebagian sanad sahih
merupakan tingkat tertinggi dari pada sanad lainnya,karena memenui syarat syarat
maqbul secara maksimal dan kesempurnaan para perowinya dalam hal kreteri-
kereterianya. Mereka kemudian menyebutnya asahhul asnid. Ada perbedaan pendapat
dikalangan ulama’ mengenai hal itu. Sebagian mengatakan, ashahhul asanid adalah :

1. Riwayat ibn syibah az-zuhriy dari salim ibn abdillah ibn umar dari ibn umar.
Sebagian lain mengatakan, asahhul asanid adalah riayat sulaiman al-A’masi dari
Ibrahim an-nakha’iy dari ‘Al qomah ibn Qois Abdullah ibn mas’ud.
2. Imam bukhari dan yang lain mengatakan, sahahhul asnid adalah riwayat imam
malaik ibn anas dari nafi’ maula ibn umar dari ibn umar. Dan karena imam asy-
syafi’Iy merupakan orang yang paling utama yang meriwayatkan dari imam malik,
dan imam ahmad merupakan orang yang paling utama yang meriwayakan dari imam
syafi’iy,maka sebagian ulama’ muta’akhirin cenderung menilai bahwa ashahhul
asanid adalah riwayat imam ahmad dari imam syafi’I dari imam malik dari nafi’ dari
ibn umar ra.inilah yang disebut dengan silsilah adz- dzahab (rantai emas).
Untuk memudahkan mengetahui ashahhul asanid dan meredam silang dikalangan ulama’
mengenai hal ini, maka abu abdillah al-hakim mamandang perlu menghususkannya
dengan sahabat tertentu atau negeri tertentu.

F. Biografi Abdullah bin Umar


Abdullah bin Umar bin Khattab (bahasa Arab: ‫ )عب……د هللا بن عم……ربن الخط……اب‬atau
sering disebut Abdullah bin Umar atau Ibnu Umar saja (lahir 612 - wafat 693/696 atau
72/73 H) adalah seorang sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadits yang terkenal. Ia
adalah anak dari Umar bin Khattab, salah seorang sahabat utama Nabi
Muhammad dan Khulafaur Rasyidin yang kedua.

Ibnu Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan
ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya
dalam Perang Badar, namun Rasulullahmenolaknya. Perang pertama yang diikutinya
adalah Perang Khandaq. Ia ikut berperang bersama Ja'far bin Abu Thalib dalam Perang
Mu'tah, dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi
Muhammad meninggal, ia ikut dalam Perang Yarmuk dan dalam pen`klukan Mesir serta
daerah lainnya di Afrika.
Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat
sebagai hakim, tapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh, sebagian kaum
muslimin pernah berupaya membai'atnya menjadi khalifah, tapi ia juga menolaknya. Ia
tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu
Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik, meskipun ia sempat terlibat konflik
dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat itu telah menjadi penguasa Makkah.

            Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua
setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti
kemana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istriRasulullah pernah memujinya dan
berkata :"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat
pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar". Ia bersikap sangat berhati-
hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia
senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah, karenanya ia tidak mau
melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan
lainnya. Di antara para Tabi'in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah Salim
dan hamba sahayanya, Nafi'.

Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat Nabi
dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah berkata: " Tidak ada di antara kami
disenangi oleh dunia dan dunia senang kepadanya, kecuali Umar dan putranya
Abdullah." Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: "Ibnu Umar meninggal dan
keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang
sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup pada masa yang tidak ada seorang
pun yang sebanding dengan dia".
Ibnu Umar adalah seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga banyak
berderma. Ia hidup sampai 60 tahun setelah wafatnya Rasulullah. Ia kehilangan
pengelihatannya pada masa tuanya. Ia wafat dalam usia lebih dari 80 tahun, dan
merupakan salah satu sahabat yang paling akhir yang meninggal di kota Makkah.

G. kandungan hadits
Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa ciri-ciri orang munafik ada 4, ke
empat sifat tersebut apabila seseorang memilikinya, maka dia termasuk orang munafik
sejati. Adapun balasan bagi orang-orang munafik terdapat di QS An-Nisa’138 yang
artinya kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan
yang pedih, pada ayat tersebut djelaskan bahwa kelak di alam kubur, orang-orang yang
memiliki sifat munafik akan disiksa sesuai dengan apa yang dia perbuat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ciri-ciri munafik sejati ada 4 yaitu : 1. Apabila diberi amanat berkhianat, 2. Apabila
berbicara ia berdusta, 3. Apabila berjanji ia menyalahi, 4. Apabila bertengkar ia curang.Jika
memiliki salah satu dari ciri-ciri tersebut maka ia termasuk orang munafik dan jika memiliki
keempat cirri-ciri tersebut maka ia termasuk seseorang yang bersifat munafik sempurna.

B. Saran                            
   Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca dalam memahami ulumul
hadits, masih banyak terdapat kesalahan ataupun kekeliruan dalam pembuatan makalah ini, kritik
dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah yang akan datang.

DAFTAR  PUSTAKA
Razaq dan H. Rais Lathief. , 1978. Terjemah Hadits Sahih Muslim. Jakarta: Pustaka Al-
Husna.

Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiki. Asbabul Wurud 1. (Jakarta: Penerbit


Kalam Mulia). Hal: 9-10. Diterjemahkan Oleh: H.M. Suwarta Wijaya B.A dkk.
http://ahlulhadist.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai