Dari contoh tabel tersebut dapat diketahui nilai A=4, B=3, C=2, dan D=1.
Selisih nilai antara A dan B mempunyai selisih yang sama dengan nilai B
dan C serta selisih nilai antara C dan D. Tetapi tidak bisa dikatakan bila
Fandy yang memiliki nilai A berarti lebih pintar 4 kali dibandingkan dengan
Mega yang mempunyai nilai D. Atau Lusi lebih pintar daripada Mega,
meskipun selisihnya sama, tetapi tidak mempunyai nilai nol mutlak.
d. Skala Rasio
Variabel rasio sangat mirip dengan variabel interval; di samping
sudah memiliki semua sifat-sifat variabel interval, juga sudah bisa
diidentifikasi titik nol mutlak, sehingga memungkinkan
menyatakan rasio atau perbandingandi antara kedua nilai, misalnya x
adalah dua kali lebih y. Contohnya adalah berat, tinggi, panjang, usia,
suhu dalam skala kelvin. Sebagai contoh, berat A = 70 kg, berat B =35 kg,
Berat C = 0 kg. Di sini kita bisa membandingkan rasio, misalnya kita bisa
mengatakan bahwa berat A dua kali berat B. Berat C = 0 kg, artinya C
tidak mempunyai bobot. Angka 0 di sini jelas dan berarti dan angka 0
menunjukkan nilai 0 mutlak.
Membedakan antara skala interval dengan rasio adalah di angka 0,
apakah nilai nol tersebut mutlak (berarti) atau tidak? Sebagai contoh, suhu
bisa berupa skala interval tapi bisa juga skala rasio, tergantung pada skala
pengukuran yang digunakan. Apabila kita menggunakan skala Celcius
atau Fahrenheit, termasuk skala interval, sedangkan apabila Kelvin yang
digunakan, suhu termasuk skala rasio. Mengapa? Karena suhu 0 derajat
Kelvin adalah mutlak! Kita tidak saja dapat mengatakan bahwa suhu 200
derajat lebih tinggi daripada suhu 100 derajat, tetapi kita juga sudah dapat
menyatakan dengan pasti bahwa rasionya benar dua kali lebih tinggi.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang menggunakan metoda kuantitatif,
kualitas pengumpulan data sangat ditentukan oleh kualitas instrumen atau
alat pengumpul data yang digunakan. Suatu instrumen penelitian
dikatakan berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan jika sudah
terbukti validitas dan reliabilitasnya. Pengujian validitas dan reliabilitas
instrumen, tentunya harus disesuaikan dengan bentuk instrumen yang
akan digunakan dalam penelitian.
Penggolongan Instrumen Penelitian
Secara garis besar, instrumen penelitian digolongkan menjadi dua,
yaitu:
(1) tes
Instrumen Penelitian Berbentuk Tes Ditinjau dari proses
pemeriksaannya, suatu tes dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
(a) Tes tipe subjektif; Tes tipe subjektif Dalam pemeriksaan tes tipe
subjektif, ada factor lain di luar kemampuan testi yang
mempengaruhi proses pemeriksaan dan hasil akhir berupa skor.
Faktor di luar kemampuan testi, misalnya: emosi/perasaan,
kelelahan, kecermatan; tulisan, kerapihan. Macam-macam tes tipe
subjektif: Tes lisan, Tes uraian.
(b) Tes tipe objektif. Data hasil tes biasanya dikatagorikan sebagai data
yang berbentuk interval/rasio. Tes tipe objektif Dalam pemeriksaan
tes tipe objektif tidak ada factor lain yang mempengaruhi proses
pemeriksaan dan hasil akhir berupa skor yang akan diperoleh testi.
Macam-macam tes tipe objektif: benar-Salah (True-False), pilihan
berganda (Multiple choice), pilihan ganda biasa, hubungan antar hal
(sebab-akibat), pilihan ganda kompleks, menjodohkan.
(c)Tes perbuatan/keterampilan. Tes untuk mengukur kinerja atau hasil
kerja.
(2)Non Tes
Instrumen penelitian berbentuk non tes digunakan untuk
memperoleh data tentang aspek afektif atau psikomotorik dari subjek yang
diteliti. Instrumen penelitian bentuk non tes dapat berupa:
(a) Wawancara (interview), dilakukan dengan cara menentukan tanya
jawab langsung antara pewawancara dengan yang diwawancara
tentang segala sesuatu yang diketahui oleh pewawancara. Agar hasil
wawancara sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pewawancara,
maka pewawancara harus: (b) Obsevasi/pengamatan (observation),
dilakukan dengan cara orang yang melakukan pengamatan
(observer) mengadakan pengamatan langsung ke lapangan tentang
segala sesuatu yang ingin diketahui tentang objek yang diteliti. Agar
hasil observasi sesuai dengan apa yang diinginkan, observer harus
membuat pedoman obervasi, yaitu berupa daftar informasi yang
ingin diketahui oleh observer.
(c) Angket (questionnaire), adalah daftar pertanyaan/pernyataan yang
harus dijawab atau diisi oleh responden. Berdasarkan kebebasan
responden dalam menjawab setiap pertanyaan, angket dibagi
menjadi dua, yaitu: Angket terbuka, jawaban-Jawaban untuk setiap
pertanyaan/ pernyataan telah disediakan,
(2) Skala Guttman, untuk mengukur secara tegas dan konsisten tentang
sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena tertentu yang ingin diketahui. Dalam skala Guttman hanya
disediakan dua alternative jawaban (dikotomi), misalnya: Ya - tidak; setuju
- tidak setuju; pernah - tidak pernah. Sehingga jika datanya
dikuantitatifkan, nilainya hanya 0 atau 1 saja, atau hanya 1 atau 2 saja.
Data yang diperoleh dari angket skala Guttman dapat dikategorikan skala
nominal atau ordinal. Contoh:
rbis X X
i t p
S i
t q
i
Keterangan:
r bis = koefisien korelasi biserial antara skor butir soal nomor i
dengan skor total
X i = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir
soal nomor i
X t = rata-rata skor total semua responden
St = standar deviasi skor total semua responden
Pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir soal nomor i
Qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir soal nomor i
Nilai koefisien korelasi yang didapat untuk masing-masing butir, baik
butir yang mempunyai skor kontinum maupun butir yang mempunyai skor
dikotomi dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi yang ada di tabel r
(rt) pada alpha tertentu misalnya α = 0,05. Jika koefisien korelasi skor
butir dengan skor total lebih besar dari koefisien korelasi dari tabel r,
koefisien korelasi butir signifikan dan butir tersebut dianggap valid secara
empiris.
(2) Validitas Eksternal
Kriteria eksternal itu dapat berupa hasil ukur instrument baku
(standar) atau instrument yang sudah dianggap baku. Validitas eksternal
diperlihatkan
oleh suatu besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika.
Jika kita menggunakan hasil ukur instrument yang sudah baku sebagai
kriteria eksternal, maka validitas eksternal dari instrument yang kita
kembangkan diperoleh dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur
instrument yang dikembangkan dengan hasil skor hasil ukur instrument
baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefisien korelasi yang
diperoleh, maka validitas instrument yang dikembangkan juga makin baik.
Kriteria yang digunakan untuk menguji valditas eksternal adalah nilai tabel
r (r tabel). Jika koefisien korelasi antara skor hasil ukur instrument yang
dikembangkan dengan skor hasil ukur instrument baku lebih besar
daripada r tabel maka instrument yang dikembangkan dapat dianggap
valid.
Validitas eksternal dapat dibedakan atas dua macam, yaitu validitas
prediktif dan validitas kongkuren. Contoh validitas prediktif : Jika kita
hendak menguji validitas tes masuk perguruan tinggi dengan
menggunakan indeks prestasi semester I sebagai kriteria eksternal,
karena indeks prestasi semester I merupakan performance masa yang
akan datang pada saat tes masuk. Jika koefisien korelasi antara tes
masuk dengan indeks prestasi semester I signifikan, maka tes masuk
tersebut dapat dikatakan valid berdasarkan ukuran validitas prediktif.
Contoh validitas kongkuren: Jika kita hendak menguji validitas tes
sumatif yang dimaksudkan untuk mengukur penguasaan materi
penguasaan materi pelajaran selama satu semester dengan
menggunakan hasil ulangan-ulangan harian semester yang bersamaan
sebagai kriteria eksternal. Karena nilai ulangan-ulangan harian tersebut
merupakan penampilan pada saat yang bersamaan dengan penampilan
yang akan diukur dengan tes sumatif yang hendak diuji validitasnya. Jika
koefisien korelasi antara skor tes sumatif (sebagai instrumen yang akan
diuji validitasnya) dengan nilai ulangan-ulangan harian (sebagai kriteria
eksternal) signifikan, maka tes sumatif tersebut dapat dikatakan valid
berdasarkan ukuran validitas kongkuren.
3. Reliabilitas
Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam
beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang
sama, diperoleh hasil pengukuran yang relative sama, selama aspek yang
diatur dalam diri subyek memang belum berubah.
Konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas alat ukur berkaitan erat
dengan masalah eror pengukuran. Eror pengukuran sendiri menunjukkan
sejauh mana inkonsistensi hasil pengukuran terjadi apabila dilakukan
pengukuran ulang terhadap kelompok subyek yang sama. Sedangkan
konsep reliabilitas dalam arti reliabilitas hasil ukur berkaitan erat dengan
eror dalam pengambilan sampel yang mengacu pada inkonsistensi hasil
ukur apabila pengukuran dilakukan ulang pada kelompok yang berbeda.
Salah satu syarat agar hasil ukur suatu tes atau instrument dapat
dipercaya adalah tes tersebut harus mempunyai reliabilitas yang
memadai. Dalam buku ini reliabilitas dibedakan atas dua macam, yaitu:
Reliabilitas kosistensi tanggapan, dan Reliabilitas konsistensi gabungan
item.
a. Reliabilitas Konsistensi Tanggapan
Reliabilitas konsistensi tanggapan responden mempersoalkan
apakah tanggapan responden atau obyek ukur terhadap tes atau
instrumen tersebut sudah baik atau konsisten. Dalam hal ini apabila suatu
tes atau instrumen digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap
obyek ukur kemudian dilakukan pengukuran kembali terhadap obyek ukur
yang sama, apakah hasilnya masih tetap sama dengan pengukuran
sebelumnya. Dengan kata lain apakah respons terhadap item-item itu
tetap mantap, konsisten atau tidak plin-plan.
Jika hasil pengukuran kedua menunjukkan ketidak konsistenan atau
plin-plan maka jelas hasil pengukuran itu tidak mencerminkan keadaan
obyek ukur yang sesungguhnya. Dengan sendirinya hal itu akan
menunjukkan bahwa hasil ukur tes atau instrumen tersebut tidak dapat
dipercaya atau dengan kata lain tidak reliable serta tidak dapat digunakan
sebagai ukuran untuk mengungkapakan ciri atau keadaan sesungguhnya
dan obyek pengukuran. Jika ternyata tanggapan itu tidak mantap atau
tidak konsisten, maka bukan berarti obyek ukurannya yang salah tetapi
kita menyalahkan alat ukur (tes atau instrumen) dengan mengatakan
bahwa alat ukurnya yang tidak reliable untuk mengukur obyek ukur
tersebut. Dengan kata lain bahwa tes memiliki reliabilitas rendah.
Untuk mengetahui apakah tanggapan terhadap tes atau instrumen
itu mantap, konsisten atau tidak plin-plan, dapat dilakukan dengan cara
memberikan tes yang sama secara berulang kali (dua kali) kepada obyek
ukur atau responden yang sama. Pengetesan dua kali merupakan syarat
minimal untuk mengetahui apakah tanggapan obyek ukur terhadap tes
tersebut konsisten atau tidak. Dalam pelaksanaan pengetesan dua kali ini
dapat ditempuh berbagai cara yaitu kita melakukan pengetesan dua kali
dengan tes sama terhadap obyek ukur yang sama, atau dengan
melakukan pengetesan sekali dengan menggunakan dua tes yang item-
itemnya setara. Jika kita menggunakan pengetesan sekali maka
kesamaan atau kesetaraan tes yang digunakan merupakan syarat mutlak
yang harus dipenuhi, karena kemantapan atau konsitensi tanggapan
terhadap item-tem itulah yang akan diperiksa.
Jika item-item dalam dua kali pengukuran itu tidak sama atau tidak
setara, maka kita akan menemukan konsistensi tanggapan terhadap dua
hal yang jelas berbeda. Dan ini bukan merupakan tujuan atau tugas
pemeriksaan reliabilitas.
Ada tiga mekanisme untuk memeriksa reliabilitas tanggapan
responden terhadap tes yaitu:
(1) Teknik test-retest.
Test-retest adalah pengetesan dua kali dengan menggunakan suatu
tes yang sama pada waktu yang berbeda.
(2) Teknik belah dua.
Pada teknik belah dua ini pengukuran dilakukan dengan dua
kelompok item yang setara pada saat yang sama. Karena setiap
kelompok item merupaka separuh dari seluruh tes, maka biasanya
kelompok item pertama diambil dari item-item tes yang bernomor ganjil,
sedangkan kelompok item yang kedua diambil dari item-item tes yang
bernomor genap. Perlu diketahui bahwa reliabilitas dengan teknik ini
sangat relative, karena reliabilitas akan tergantung pada cara penomoran
dan pengelompokkan item yang diambil.
(3) Bentuk ekivalen.
Disini pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua tes yang
dibuat setara kemudian diberikan kepada responden atau obyek tes
dalam waktu yang bersamaan. Skor dari kedua kelompok item tes
tersebut dikorelasikan untuk mendapatkan reliabilitas tes.
4. Reliabilitas Konsistensi Gabungan Item
Reliabilitas konsistensi gabungan item berkaitan dengan
kemantapan atau konsistensi antara item-item suatu tes. Hal ini dapat
diungkapakan dengan pertanyaan, apakah terhadap obyek ukur yang
sama, item yang satu menunjukkan hasil ukur yang sama dengan item
yang lainnya? Dengan kata lain bahawa terhadap bagian obyek ukur yang
sama, apakah hasil ukur item yang satu tidak kontradiksi dengan hasil
ukur item yang lain. Jika terhadap bagian obyek ukur yang sama, hasil
ukur melalui item yang satu kontradiksi atau tidak konsisten dengan hasil
ukur melalui item yang lain maka pengukuran dengan tes (alat ukur
sebagai suatu kesatuan itu tidak dapat dipercaya). Dengan kata lain tidak
reliabel dan tidak dapat digunakan untuk mengungkap ciri atau keadaan
yang sesungguhnya dari obyek ukur.
Hasil pengukuran pada bagian obyek ukur yang sama antara item
yang satu dengan item yang lain saling kontradiksi atau tidak konsisten
maka kita jangan menyalahkan obyek ukur, melainkan alat ukur (tes) yang
diperslahkan, dengan mengatakan bahwa tes tersebut tidak reliabel
terhadap obyek yang diukur, atau dengan kata lain tes tersebut memiliki
reliabilitas yang rendah.
Koefisien reliabilitas konsistensi gabungan item dapat dihitung
dengan menggunakan: Rumus Kuder-Richardson, yang dikenal dengan
nama KR-20 dan KR-21
KR – 20 :
r
1 pq
k 1 S 2
k =banyaknya item
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 – p)
S2 = varians dari tes
KR – 21 :
k X (k X
r 1 k.S 2
k 1
k =banyaknya item
X = Mean (rata-rata total skor)
S2 = varians dari tes
(a) Rumus koefisien Alpha atau Alpha Cronbach
k
S 2
r
1 2
i
k 1 S t
k =banyaknya item
Si 2 = varians butir
St2 = varians total skor